Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Universitas Brawijaya

Universitas Brawijaya (UB) adalah perguruan tinggi di Indonesia yang berdiri pada


tahun 1963 di Kota Malang, Jawa Timur melalui Ketetapan Menteri Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan no.1 tanggal 5 Januari 1963. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai Dies
Natalis UB. Nama Brawijaya diberikan khusus oleh Presiden Soekarnodengan harapan mampu
gemilang seperti Raden Wijaya (Brawijaya I) selaku pendiri Kerajaan Majapahit sekaligus menjadi
kampus kebanggan bangsa Indonesia.
UB memiliki empat kampus. Kampus utama terletak di sebelah barat Kota Malang(Ketawanggede),
dan kampus kedua berada di Puncak Dieng atau dikenal sebagai UB Dieng yang digunakan untuk
fasilitas olahraga outdoor, dan beberapa fasilitas riset maupun perkuliahan. Sedangkan kampus ketiga
dan keempat berada di Kediri dan Jakarta. Secara keseluruhan, UB memiliki aset seluas 981 hektar
dan dana abadi yang mencapai 5,12 Triliun Rupiah atau setara dengan US$ 768,1 Juta. Hal tersebut
menjadikan Universitas Brawijaya sebagai kampus terbesar dan terkaya kedua di tanah
air setelah Universitas Indonesia.

Berawal dari Balaikota Malang, gagasan untuk pembentukan perguruan tinggi itu digulirkan.
Atas prakarsa Ketua DPRD, 10 Mei 1957, diadakan pertemuan tokoh-tokoh masyarakat dan
pemerintahan kota Malang, membahas rencana pembentukan
sebuah Universitasmilik Kotapraja (GemeentelijkeUniversiteit).

Universitas ini semula berstatus swasta, dengan embrio sejak tahun 1957, yaitu berupa
Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi yang merupakan cabang Universitas Swasta
Sawerigading, Makasar. Sebagai langkah awal, didirikan sebuah yayasan bernama Yayasan
Perguruan Tinggi Malang (YPTM) dengan akta notaris nomor 48 tahun tertanggal 28
Mei 1957. Yayasan ini kemudian membuka Perguruan Tinggi Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat (PTHPM), pada 1 Juli 1957. Tercatat sebanyak 104 mahasiswa perguruan tinggi
ini, dan menggunakan ruang sidang Balaikota Malang sebagai tempat perkuliahannya.
Sementara itu, atas inisiatif beberapa tokoh masyarakat yang lain dibentuk pula Yayasan
Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (YPTEM) dengan akta notaris nomor 26 tertanggal 15
Agustus 1957yang kemudian mendirikan Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (PTEM). Tak
jauh berbeda dengan pendahulunya, aktivitas perkuliahan PTEM juga menumpan di
Balaikota Malang.Secara resmi PTHPM diakui sebagai milik Kotaparaja Malang dengan
keputusan DPRD,19 Juni 1958. Pada dies natalis ketiga PTHPM, 1 Juli 1960, diumumkan
penggunaan nama Universitas Kotapraja Malang bagi perguruan tinggi itu. Selain itu
diumumkan pula rencana membuka dua fakultas baru. Rencana itu menjadi kenyataan, 15
September 1960, berdiri Fakultas Administrasi Niaga (FAN). Disusul kemudian oleh
Fakultas Pertanian (FP) pada 10 November 1960.

Sesuai UU nomor 22 tahun 1961 tentang perguruan tinggi, ada beberapa persyaratan yang


harus dipenuhi, baik mengenai jumlah maupun jenis fakultas yang dimiliki. Untuk itu,
diupayakan penggabungan dengan perguruan tinggi yang sudah ada di Malang, yakni PTEM
dan STKM (Sekolah Tinggi Kedokteran Malang). PTEM sepakat dengan gagasan ini,
sementara STKM masih belum dapat menerimanya.
Sebagai langkah menuju penggabungan, Universitas Kotapraja Malang berganti nama
menjadi Universitas Brawijaya. Nama ini berasal dari gelar raja-raja Majapahit yang
merupakan kerajaan besar di Indonesia pada abad 12 sampai 15. Nama ini diberikan
oleh Presiden Republik Indonesia melalui kawat nomor 258/K/61 tanggal 11 Juli 1961,
dipilih dari 3 alternatif yang diajukan, yakni Tumapel, Kertanegara, dan Brawijaya. Nama itu
secara resmi baru dipakai 3 Oktober 1961, setelah penggabungan Yayasan Perguruan Tinggi
Malang (Universitas Kotapraja Malang) dengan Yayasan Perguruan Tinggi Ekonomi Malang
(PTEM) menjadi Yayasan Universitas Malang, yang disahkan akta notaris nomor 11
tanggal 12 Oktober 1961.

Presiden (saat ini disebut rektor) Universitas Brawijaya, Dr. Doel Arnowo bersama para perintis
universitas lainnya akhirnya mendapatkan kepastian terkait status universitas negeri dalam sebuah
pertemuan 7 Juli 1962 yang dicapai melalui kesepakatan antara Menteri PTIP, Pangdam V Brawijaya,
Presiden Universitas Airlangga, dan Presiden Universitas Jember. Dengan keputusan itu, ditetapkan
Universitas Brawijaya di Malang terdiri dari Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum dan Pengetahuan
Masyarakat, Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan, Fakultas Pertanian, serta Fakultas
Kedokteran Hewan dan Peternakan. Keputusan itu pula memisahkan Fakultas Pertanian, dan Fakultas
Kedokteran Hewan dan Peternakan dari Universitas Airlangga dan memasukkannya ke dalam
lingkungan Universitas Brawijaya.
Situasi negara memburuk dengan meletusnya pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Seluruh
perguruan tinggi bergolak, tidak terkecuali Universitas Brawijaya. Pergolakan mencapai puncaknya 2
April 1966, seluruh aktivitas universitas ini berhenti. Dengan keputusan nomor 012/IV/66, Pangdam
V Brawijaya selaku PU Pepelrada (Penguasa Pelaksana Perang Daerah) menetapkan sebuah
presidium untuk memimpin Universitas Brawijaya, dan dekan untuk memimpin fakultas-fakultas.
Keputusan itu kemudian disahkan Deputi Menteri PTIP dengan Keputusan nomor 4385 tahun 1966. 
Setelah 3 tahun keadaan menjadi normal, Universitas Brawijaya melangkah memasuki masa
pembangungan (Pelita I) pada tahun 1969, dipimpin oleh rektor dari kalangan sendiri, yaitu Prof. Dr.
Ir. MoeljadiBanoewidjojo (1969-1973) dari Fakultas Pertanian. Dalam periode selanjutnya, terjadi
perubahan nama beberapa fakultas, peningkatan beberapa jurusan menjadi fakultas, pembukaan
fakultas dan program-program baru, serta pemisahan program politeknik yang menjadi cikal
bakal Polinema. Selain itu banyak pembangunan fasilitas berbagai macam pembangunan fisik. [8]
Pada masa kepemimpinan Rektor Prof Eka Afnan Troena (1998-2002) mulai menerima mahasiswa
asing dan dimulainya era jaringan serat optik untuk pengembangan teknologi informasi (TI) di
kampus dan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh bekerja sama dengan KeioUniversity, Jepang, serta
memulai program pemberian beasiswa studi lanjut bagi staf administrasi. Pada tahun 2003,
berdasarkan SK Rektor nomor 147/SK/2003 dibentuklah dan mulai disosialisasikan pelaksanaan Tim
Evaluasi Diri (Persiapan BHMN-UB) untuk Pengembangan Otonomi dan Akuntabilitas Organisasi
Universitas Brawijaya
Dalam masa kepemimpinan Rektor Prof. Yogi Sugito, UB diarahkan untuk menjadi entrepreneurial
university yang bertaraf internasional, dibuat logo UB, diberlakukan SPP proporsional bagi
mahasiswa baru, dibangun gedung pusat bisnis, gedung kuliah yang megah dan modern, monumen
tugu UB, serta pembentukan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati.
Pencanangan UB menuju EntrepreneurialUniversity (EU) disaksikan oleh Wakil Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 2 Juni 2007. Bagi UB, EU merupakan perwujudan Visi dan Misi, untuk
menghasilkan lulusan yang mandiri dan berjiwa pelopor. Di dalam pelaksanaannya telah ditempuh
rintisan-rintisan berbagai kegiatan dengan bantuan dana hasil kerja sama. Sebagai bagian dari langkah
nyata UB menuju EU, maka dilakukan pembenahan organisasi, antara lain pembentukan BUA (Badan
Usaha Akademik) maupun BUNA (Badan Usaha Non Akademik) yang menghimpun belasan
perusahaan milik Brawijaya.
Hingga saat ini, Universitas Brawijaya masih berstatus sebagai PTN - BLU oleh Kemenristekdikti.
Hal ini berdampak positif bagi UB karena tetap menjaga pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan
bagi mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai