Anda di halaman 1dari 6

LATAR BELAKANG

KASANG TUKANG
Watu gilang Padjajaran
Watu gilang Sang Niskala baheula,
Baheula sabale gandrung, sa Sunda sa Siliwangi,
Gemah ripah kerta mukti.
Naha atuh kiwari geuningan sagala gati
Duh… Bongana pahiri-hiri, parebut dipayung tangtung,
Pagirang-girang tampian, calik girang gede ajang.

Naha alok heunteu nyaho,


Somah nu lara balangsak geuning,
Duh… Kaniaya
Nya urang papantunan, kumeledang jeung kalangkang
Baheula sa Padjajaran, sa Prabu, sa Balegendrung
Nu gandrung ka Sunda tandang
Duh… Urang mineung jejemplangan,
Ngajemplang jemplingkeun diri…
Ulah rek kabaleurang
Si pelung nyalingkung lembur, hudang urang rarancagan
Rancag batan kuda lumpat, tarikna ku dedegungan.
Kebat ka bale Rancage, hayu diditu gebur gumebyar

Reungeukeun tuh sangkakala,


Sangkakala Padjajaran tangara,
Mangsa mapag jaman anyar,
Mangsa Ki Sunda Tandang
Rempug jukung sauyunan.
Tembongkeun ajen wewesan, satria nu
Pinandita… Teuas peureup lemes usap,
Pageuh kepeul lega awur
Silih asuh, silih asih, Bari adil paramarta
Sibatria pilih tanding.
Raden tedak Pasundan

Sejak menyimak untaian rumpaka Tedak Pasundan (anonym) serta mencoba


menelaah rangkaian kata dan kalimat maka selain kita telah menemukan sebuah
karyaa sastra yang begitu indah, kita juga akan menemukan fenomena masa lalu,
hari ini dan prediksi masa yang akan datang yang sudah mulai terasa akan tanda-
tandanya.
Rumpaka yang sarat dengan sejarah dan isyarat, tentunya bukan hanya sebuah
tambang penghantar tidur tetapi juga menyuguhkan lirik solusi sebagai landasan
dalam menjalani kehidupan yang semakin kompleks. Rumpaka diatas tentunya
hanya salah satu karya dari sekian banyak potensi lokal yang seharusnya digali
dan dikembangkan. Bukankah suatu bangsa yang maju adalah sebuah bangsa
yang bercermin pada masa lalu, mencontoh keberhasilan serta mempelajari
factor-faktor penyebab kegagalannya.

Tertarik dengan rumpaka diatas, serta mencoba menterjemahkan setiap lirik


secara bebas, mencoba memahami, menafsirkan atau ngaguar dengan realitas
kehidupan saat ini demi menyikapi gambaran prediktif masa depan, serta
berkeinginan untuk berbuat sesuatu dalam mengapresiasikannya dalam konteks
kehidupan sehari-hari.

“Watu gilang Padjajaran, watu gilang Sang Niskala baheula, Baheula


sabale gandrung, sa Sunda sa Siliwangi, Gemah ripah kerta mukti.”

Dari berbagai sumber, adalah keadaan alam pada saat batu berkilau (watu
gilang-kejayaan) Padjajaran, Kejayaan Sang Niskala dahulu, ketika nuansa alam
tentang kehidupan yang multi dimensional yang didalamnya tumbuh berbagai
kebaikan, subur dengan segala suka cita, keindahan alamnya, pesona pribadi
penduduk negri dengan tutur kata yang lemah lembut, para pemikir yang
mengahsilkan pituah-pituah seperti Sang Siksa Kandang Karesian, Amanah
Galunggung, Sewaka Dharma dan lain sebagainya, pemimpin yang arif juga
bijaksana tetapi berani, bahkan sampai kini pasukan Siliwangi masih tetap
disegani. “Betapa tatar Sunda diciptakan Allah sambil tersenyum” demikian
diungkapkan oleh beberapa kalangan.

Prabu Niskala Wastukencana adalah sebuah kualitas pribadi manusia unggulan,


karena komitmennya yang sangat mendasar yaitu kesejahteraan bagi rakyat yang
dipimpinnya, telah berhasil membangun harmonisasi kehidupan yang penuh
ketentraman, memfungsikan manusia dengan alasan sesuai dengan kehendak
Tuhan. Keselarasan budaya yang berlandaskan ajaran agama, pengembangan
infrastruktur dan sistem pengairan yang sekaligus berfungsi sebagai ketahanan
wilayah (mirip dengan strategi Rasullah ketika membangun parit khandak).
Karena Tatar Sunda telah diberikan oleh Sang Pencipta dengan tanah yang subur
makmur, maka pada masa itu Padjajaran berhasil sebagai pusat unggulan
pertanian dan pertenakan sehingga produk rempah-rempah Padjajaran
memasuki pasar internasional (kitab waruga jagat)

“Naha atuh kiwari geuningan sagala gati, Duh… Bongana pahiri-hiri,


parebut dipayung tangtung, pagirang-girang tampian, calik girang gede
ajang”
Tapi kenapa sekarang keadaan telah berubah, keserakahan telah memasuki
nuansa negri ini, saling berebut payung kekuasaan, pangkat dan kedudukan,
kekuasaan telah disalah artikan sebagai kesewenang-wenanga, saling sikut demi
untuk memperkaya diri. Sepertinya ada sesuatu yang tidak berjalan dengan
prinsip dasar kehidupan antara manusia dengan illahiah

“Naha alok henteu nyaho, somah nu lara balangsak geuning, duh…


kaniaya.”

Apakah kita telah menutup mata dari keadaan tersebut diatas jelas bahwa
rakyatlah yang menanggung deritanya, mereka tidak merasakan kesejahteraan
tetapi harus ikut menanggung akibatnya.

“Nya urang papantunan, kumeledang jeung kelangkang, Baheula sa


Padjajaran, sa Prabu, sa Balegandrung Nu gandrung ka Sunda Tandang. Duh..
Urang mineung jejemplangan, ngajemplang jemplingkeun diri…”

Sadar benar dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, tetapi tidak bisa
berbuat sesuatu maka hanya pantun yang disampaikan sebagai ungkapan
ketidak setujuan, atau romantisme dan kerinduan akan kembalinya masa
kejayaan manusia Sunda pada waktu itu, tidur dalam mimpi panjang tentang
datangnya perubahan, bukankah “apabila sebuah mimpi ingin menjadi
kenyataan, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah bangun dari tidur,
jangan terus-terusan bermimpi” sedangkan kualitas manusia Sunda sedang
dipertanyakan, wacana-wacana negative yang kadang dihamini sendiri, orang
Sunda mah kedul, kabayan, si Cepot, mangga tipayun ngiringan wae, teu
kompak, bageur teuing, mana pamimpin urang Sunda teh? Kita hanya berdiam
diri saja ketika martabat budaya manusia Sunda telah dilecehkan.

“Ulah rek kabaleurangan, Si pelung nyalingkung lembur, hudang urang


rarancagan. Rancag batan kuda lumpat, tarikna ku dedegungan. Kebat ka bale
Rancage, hayu diditu gebur gumebyar”

Di era globalisasi ini, hanya orang-orang yang bergerak sepatlah yang akan
mencapai tujuan. Lirik diatas sudah dipersiapkan untuk memotivasi orang Sunda,
untuk tidak berleha-leha, mengajak untuk proaktif, harmonis dan energik, karena
hidup adalah irama, focus terhadap tujuan secara bersama-sama, karena kita
akan menghadapi sebuah masa yang lebih kompleks dimana persaingan semakin
ketat dari masa sekarang. Demi menyongsong hari depan yang gemilang.

“Reungeukeun tuh sangkakala, Sangkakala Padjajaran tangara,


mangsa mapag jaman anyar, mangsa Ki Sunda Tandang. Rempug jukung
sauyunan.”

Apabila kita menyimak tanda-tandanya, apabila kita sadar betul akan keluhuran
budaya Sunda, dan apabila kita bangga telah dilahirkan dengan darah Sunda
yang mengalir dalam setiap pembuluh tubuh, kita memiliki ikatan yang tak
terputus dengan proses sejarah Siliwangi, sehingga setiap urang Sunda yang
menjiwai keSundaannya akan merasa tergetar ketika mendengar Siliwangi atau
Padjajaran yang kemudian membangkitkan kebanggaan sebagai orang sunda
untuk menjemput jaman baru secara bersama-sama.

“Tembongkeun ajen wewesen, satria nu pinandita… Teuas peureup


lemes usap, pageuh kepeul lega awur Silih asah, silih asih, Bari asil paramarta
sibatria pilih tanding. Raden tedak Pasundan”

Sudah saatnya kita berani untuk memperlihatkan identitas jati diri manusia
Sunda secara optimal, memperlihatkan sifat kepemimpinan yang bermoral,
bijaksana, dermawan, dan teguh dalam memegang amanah kemanusiaan
menerapkan kembali falsafah silih asih, silih asah, silih asuh dalam implementasi
kehidupan sehari-hari.

Berangkat dari keterpanggilan untuk berbuat sesuatu serta berkeinginan


untuk berperan aktif secara positif pada setiap permasalahan yang timbul
diwilayahnya. Maka dengan dilandasi oleh satu cita-cita yang luhur dengan selalu
memhon perlindungan serta Ridho dari Allah SWT, serta dengan semangat
persaudaraan dan persatuan untuk ikut menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia melalui kemitraan dengan TNI maupun POLRI, bermaksud
untuk mengumpulkan seluruh potensi setiap element-element masyarakat untuk
sepakat menghidupkan kembali kesadaran akan kebersamaan dengan
mendirikan sebuah wadah organisasi yang kami beri nama:

PAGUYUBAN

SUNDAWANI WIRABUANA

Gagasan ini ternyata tidak akan laju dan terlaksana apabila dukungan dari
berbagai pihak terutama pemerintah dan masyarakat khususnya generasi muda
sebagai penerus bangsa yang memiliki potensi dan hak yang sama untuk berbuat
sesuatu ditanah sarakannya.

Maka dengan dicetuskannya gagasan ini diharapkan dapat memberikan sumbang


saran pemikiran dan peran aktif untuk mengangkat, mengembangkan
keberadaan dan potensi masyarakat Sunda kearah yang lebih baik, juga
meminimalisasi permasalahan baik langsung maupun tidak langsung yang pada
gilirannya akan mewujudkan secara bersama-sama kearah masyarakat yang
tertib, aman, bersahabat, dan sejahtera sareundeuk saigeul pikeun ngaping,
ngajaring, ngariksa, ngajaga lembur, akur jeung bela ka dulur, tapi pancegna
galur.
Organisasi ini berbasis budaya serta bergerak dalam bidang kemasyarakatan,
sosial dan kepemudaan, yang ber-azaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 yang tentunya mempunyai visi dan misi organisasi.

Untuk terwujudnya cita-cita tersebut diatas ini, maka dituangkan dan disusun
dalam sebuah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
VISI MISI

SIKAP
Tangtungan
Ajeg panjeg babarengan dina bebeneran nu dibarengan ku gantar Alif nu
muntang ka Gusti nu Maha Agung tur anu Maha Jembar pikeun ngahudangkeun
deui kasadaran sakabeh kumpulan urang Sunda pikeun aub gumulung ngahiji
keur mapag Sunda kiwari, jangler hate jembar dada keur muru poe nu pinuh
harepan.
Dengan landasan dan berpegang pada nilai-nilai ilahiah, kami berdiri untuk
merapatkan barisan secara bersama-sama untuk mengusung kebenaran melalui
penyadaran pola pikir optimal untuk mempersiapkan perubahan jaman.

LANGKAH
Lengkah
Rempug jukung sauyunan rampak gawe babarengan dina neruskeun tatapakan
baheula nu diguar dina nilai-nilai kearifan lokal pikeun titincakan ayeuna ku cara
ngalarapkeuna dina wirahma kiwari baris harmonis ngadu maniskeun sauyunan
nu disaluyukeun jeung pamarentah.
Melangkah secara harmonis untuk meneruskan para pendahulu, melanjutkan
nilai-nilai kearifan lokal dalam bentuk konkrit implentasi kehidupan dengan cara
mengikuti derap irama kekinian serta mensinergikannya dengan kebijakan-
kebijakan pemerintah.

GERAK
Usik
Usik, rincik, nyaliksik bari ngahiap uar pangajak kabalarea, silahturahmi,
motekar jeung rancage bari milu aub ulubiung dina sagala widang: budaya,
ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, lingkungan jeung sajabana.
Bergerak, aktif, kreatif, proaktif, bersosialisasi, silahturahmi dan bergabung
dalam setiap berbagai kegiatan positif, baik itu budaya, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, keamanan, lingkungan dan sebagainya.

TUJUAN
Udagan

Anda mungkin juga menyukai