Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

NAMA : NURUL AINI MUSTHOFIA


NIM : 202214101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2023
A. Pengertian
BPH (Benigna Prostatic Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer & Bare, 2019).
Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan jumlah sel.
BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh laki-laki
dengan usia rata-rata 50 tahun (Prabowo dkk, 2020).

Benign prostatic hiperplasia merupakan keadaan terjadinya penyumbatan yang


terlihat pada pembesaran prostat dengan tampilan histologis adenoma prostat yang
menyebabkan obstruksi bervariasi dengan atau tanpa gejala (Ari Anggoro, 2022).
B. Etiologi
Menurut Prabowo dkk (2020) etiologi BPH sebagai berikut :
1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia.
2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi karena
proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone
estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat.
3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat peningkatan kadar epidermal growth
factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit
dan memicu terjadi BPH.
C. Patofisiologi
Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana
terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone
menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen
pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein
sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas
menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan
penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu (Presti et al, 2019). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai
keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase 13 dekompensasi dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-
obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan
yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce dkk,
2021). TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi
pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi
munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2019).
D. Pathway
Estrogen meningkat Perubahan keseimbangan antara hormone estrogen dan testoterone

Aptotosis menurun Proses Dehidro Testoterone (DHT) Interaksi sel


menua epitel dan stroma
Pembentukan sel baru
sitoplasma sel prostat) Epidermal Inflamasi
Estrogen
growth
meningkat
factor Volume
dan Mempengaruhi meningkat prostat
testosterone inti sel (RNA) & tumbuh
menurun
transformin lebih
Ketidaktepatan
aktivitas sel punca g growth cepat
factor
ngan hormon sel menurun

Hyperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

BPH

Penyempitan saluran uretra prostatica

Menghambat aliran urine

Bendungan vesica urinaria

suprapubik
Retensi Urine Kontraksi tidak adekuat Peningkatan otot destrutor
trabekulasi Tekanan mekanis
Refluks urine

dan diventrikel buli-buli


Hidroureter

LUTS syaraf
Hidronefrosis
Gejala iriatif : Medulla spinalis
Penurunan fungsi ginjal Urgeni, frekuensi BAK
sering (nokturia), dysuria Hipotalamus

Intermitten, hesitensi, terminal dribbling, Otak


pancaran lemah, BAK tidak puas
Persepsi nyeri

Prosedur pembedahan
Prosedur Pembedahan

Kurang terpapar Tindakan invansif Nyeri Akut


informasi tentang
prosedur Katerisasi Luka insisi
pembedahan

Ansietas

Perdarahan

Tidak terkontrol

Gambar 2.1 Pathway BPH


Sumber : Muttaqin & Tjahjodjati (2019)
E. Komplikasi
1) Retensi urine akut merupakan ketidakmampuan mendadak untuk
buang air kecil, kandung kemih menjadi bengkak dan nyeri. Ini
adalah keadaan darurat yang memerlukan perhatian medis segera.
2) Infeksi saluran kemih
Urine sisa yang disebabkan oleh bph dapat menyebabkanb infeksi
saluran kemih rekuren
3) Batu kandung kemih
Bph dapat meningkatkan risiko pembentukan batu kandung kemih
4) Gangguan fungi kandung kemih
Bph dapat menyebabkan obstruksi saluran kandung kemih. Bila
kandung kemih harus bekerja lebih kmeras untuk mendorong urine
keluar dalam jangka waktu yang lama, maka dinding otot kandung
kemih membentang an melemahkan sehingga tidak lagi berkontraksi
dengan benar
5) Gangguan fungsi ginjal
Bph berat dapat menyebabkan air seni kembali kedalam dan merusak
ginjal
F. Tanda Gejala
Menurut Haryono (2019) tanda dan gejala BPH meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan
sering kali disertai dengan mengejan.
b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran
kencing yang disebabkan oleh ketidak mampuan
otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan
kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu
untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala iritasi
a. Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b. Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi
dari biasanya dapat terjadi pada malam dan siang
hari.
c. Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan jangka panjang yang terbaik pada pasien BPH
adalah dengan pembedahan, karena pemberian obat-obatan terapi
non invasif lainnya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk
melihat keberhasilan. Salah satu tindakan pembedahan yang paling
banyak dilakukan pada pasien BPH adalah pembedahan
Transuretal Resection of The Prostat (TURP). TURP merupakan
prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui
uretra untuk mengeksisi dan mengkauterisasi atau mereseksi
kelenjar prostat yang obstruksi. Prosedur pembedahan TURP
menimbulkan luka bedah yang akan menimbulkan nyeri pasca
bedah (Ani Wulandar, 2020).
1) Farmakologis
a) Analgesik
Analgesik yang diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada
umumnya menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2019).
Golongan non opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau
Non Steroidal Anti-Inflamantory Drugs (NSAIDs) dan digunakan
untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang.
b) Terapi simptomatis
Pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu
merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih
terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan
kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar
testosterone dalam plasma maka prostat akan mengecil (Prabowo &
Pranata, 2019).

H. Penatalaksanaan Keperawatan
Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat
dilakuka dengan terapi nonfarmakologis salah satu di antaranya yaitu
teknik relaksasi nafas dalam dan mobilisasi dini.

I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2019) pemeriksaan penunjang BPH meliputi :
1) Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat
memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa
rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan
prostat.
2) Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa
konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-
buli termasuk residual urine.
3) Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk
menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood
Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya
pendarahan atau hematuria (Prabowo dkk, 2020).
4) Pemeriksaan BNO –IVP teriri dari persiapan pasien,
foto polos BNO, skintest, penyuntikan zat media
kontras berdasarkan berat badan pasien, dan melakukan
proyeksi AP mulai 5 menit setelah pemasukan media
kontras hingga menit ke 60 dan dilanjutkan dengan post
miksi (Arsadi, 2021).
5) DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung
ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam
abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen
dan diperiksa jumlah sel darah merahnya.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut rohmah dan walid (2019), konsep dasar keperawatan mengenai beberapa hal yang
dilakukan seperti pengkajian, diagnosa dan intervensi dalam keperawatan :
1) Pengkajian
a) Identitas
Nama, usia, pendidikan, pekerjaan, alamat, suku bangsa, agama, diagnosis, waktu
dan tanggal masuk ke RS
b) Status keluhan saat ini
Dalam bentuk keluhan utama yang dialami oleh pasien, pemicu, diagnosis, durasi
tinggal di rumah sakit, dan upaya klien untuk meringankan gejala saat mereka ber
kembang.
c) Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan yang sebelumnya terjadi merupakan riwayat penyakit yang pernah
dialami kliaen serta pernah dirawat di rs ataupun mengenai alergi orbat
obatan dan sebagaianya.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan penyakir yang pernah atau sedang diderita keluarga yang ada kaitanya
dengan penyakit yang diderita klien
e) Riwayat kesehatan lingkungan
Berupa tentang kenyamanan dan kebersihan lingkungan tempat tinggal klien serta
keaamanan kemungkinan terjadinya bahaya.
2) Pola kesehatan fungsional
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Berupa pemahaman tentang bagaiaman klien memelihara sebuah kesehatan serta
memahami tentang bagaiaman upaya yang dilakukan untuk memelihara suatu
kesehatan.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pola nutrisi dan metabolik berupa bagaiaman pola makan sebelum sakit dan
pada saat sakit apakah pola makan klien terganggu ataupun ada penurunan
c) Pola eliminasi
Berupa seberapa frekuensi pola BAB dan BAK klien
d) Pola aktivitas dan latian
Tentang bagaimana pola aktivitas sehari hari dalam kegiatan ataupun pekerjaan
upakah ada keluhan yang muncul setelah melakukan aktivitas
e) Pola istirahat dan tidur
Bagaimana kebiasaan tidur adakah keluhan kesulitan tidur ataupun tidak dan
seberapa lama waktu tidur
f) Pola kognitif dan preseptual sensori
Adakah suatu keluhan yang berkaitan dengan kemampuan sensori, serta kaji
tentang nyeri dengan menngguanakn P,Q,R,S,T
g) Pola persepsi diri dan konsep diri
Tinjau harapan klien terhadap setelah terapi serta penilaian mereka terhadap
pemikiran mereka terkait hal yang terjadi kini.
h) Pola mekanisme koping
Menggambarkan mekanisme koping, stresor, dan adanya dukungan mental
i) Pola seksual reproduksi
Menggambarkan pemahaman klien tentang fungsi seksual dan menentukan
apakah masalah hubungan seksual menjadi perhatian serta pengkajian
terhadap perempuan tentang riwayat menstruasi
j) Pola peran
Menjelaskan bagaiaman klien membangun relasi dengan individu
di sekitarnya dan kemampuan dalam berkomunikasi
k) Pola nilai dan kepercayaan
Tentang bagaiaman klien melaksanakan aktivitas agama kepercayaannya
adakah suatu pertentengan antara atau kepercayaan dengan pengobatan kesehatan
3) Pemeriksaan fisik dan head to toe
a) Kesadaran
Composmentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semicoma, coma
b) Penampilan
Tampak lemah, lesu
c) Vital sign
Suhu, tekanan darah, respirasi, nadi san saturasi oksigen
d) Kepala
Pemeriksaan bentuk kepala, warna rambut serta kebersihan apakah ada ketombe atau
rambut yang rontok
e) Mata
Pemeriksaan mata dilakukan meliputi kemampuan penglihatan, reaksi pupil
terhadap cahaya, konjungtivitas anemis dan apakah memakai alat bantu peneglihatan
f) Hidung
Bagaiamana kebersihan hidung apakah terdapat secret, adakah polip, adakah memakai
oksigen, adakah nafas cuping hidung
g) Telinga
Pemeriksaan dilihat apakah simetris antara telinga kanan dan kiri, adakah gangguan
pendengaran, apakah memakai alat bantu pendengaran
h) Mulut dan tenggorokan
Kaji tentang adakah kesulitan bicara, pemeriksaan gigi, adakah kesulitan mengunyah
makanan, adakah kesulitan menelan makanan, adakah benjolan dileher.
i) Dada
Jantung : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi Paru-paru : inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi
j) Abdomen
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi
k) Genetalia
Kaji kebersihan genetalia, adanya luka atau infeksi dan kaji apakah terpasang kateter atau
tidak
l) Ekstremitas atas dan bawah
Bagaimana kemampuan fungsi ekstremitas apakah ada kelainan gerakak kekuatan otot
m) Kulit
Kaji tentang kebersihan, warna, turgor, dan adakah edema
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun diagnosa
keperawatan yang muncul adalah:
a. Pre Operasi :
1) Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
2) Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
3) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi :
1) Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasive
3) Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
C. Fokus Intervensi
Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan,
dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021).
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan (SDKI) SLKI SIKI
Ansietas b.d. krisis Luaran Utama: 1.09326 Terapi Relaksasi
situasional, kurang - Tingkat ansietas Observasi:
terpapar informasi Luaran Tambahan: - Identifikasi penurunan
- Dukungan sosial tingkat energy,
- Tingkat pengetahuan ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
Setelah dilakukan tindakan lain yang mengganggu
keperawatan selama 1x24 kemampuan kognitif.
Jam L.09093 Tingkat - Identifikasi teknik
Ansietas dengan kriteria relaksasi yang pernah
hasil: efektif digunakan.
- Verbalisasi khawatir - Identifikasi kesediaan,
akibat kondisi yang kemampuan, dan
dihadapi : 5 (menurun) penggunaan teknik
- Perilaku gelisah: 5 sebelumnya.
(menurun) - Periksa ketegangan otot,
- Perilaku tegang: 5 frekuensi nadi, tekanan
(menurun) darah, dan suhu sebelum
- Konsentrasi: 5 (membaik) dan sesudah latihan.
- Pola tidur: 5 (membaik) - Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan.
- Berikan informasi tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi.
- Gunakan pakaian longgar.
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama.
- Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika perlu.
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis. Music, meditasi,
nafas dalam, relaksasi otot
progresif).
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih.
- Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman.
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi.
- Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih.
- Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis.
Nafas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
Retensi urine b.d. Luaran Utama: 1.04148 Kateterisasi Urine
peningkatan tekanan - Eliminasi urine Observasi:
uretra Luaran Tambahan: - Periksa kondisi pasien
- Kontinensia urine (mis. Kesadaran,
tandatanda vital, daerah
Setelah dilakukan tindakan perineal, distensi kandung
keperawatan selama 1x24 kemih, inkontinensia
jam L.04034 Eliminasi urine, refleks berkemih)
Urine dengan kriteria hasil: Terapeutik:
- Sensasi berkemih: 5 - Siapkan peralatan, bahan-
(meningkat) bahan dan ruangan
- Desakan berkemih tindakan.
(urgensi): 5 (menurun) - Siapkan pasien,: bebaskan
- Distensi kandung pakaian bawah dan
kemih: 5 (menurun) posisikan supine.
- Berkemih tidak tuntas - Pasang sarung tangan
(hesitancy): 5 - Bersihkan daerah
(menurun) preposium dengan cairan
- Volume residu urine: 5 NaCl atau aquades
(menurun) - Lakukan insersi kateter
- Urine menetes urine dengan menerapkan
(dribbling): 5 prinsip aseptic
(menurun) - Sambungkan kateter urine
- Nokturia: 5 (menurun) dengan urine bag
- Mengompol: 5 - Isi balon dengan NaCl
(menurun) 0,9% sesuai dengan
- Enuresis: 5 (menurun) anjuran pabrik
- Frekuensi BAK: 5 - Fiksasi selang kateter
(membaik) diatas simpisis atau di
paha
- Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah
dari kandung kemih
- Berikan label waktu
pemasangan.
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urine.
- Anjurkan menarik nafas
saat insersi selang kateter
Nyeri akut b.d. agen Luaran Utama: 1.08238 Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis - Tingkat nyeri Observasi:
(preop), agen pencedera Luaran Tambahan: - Identifikasi lokasi,
fisik (prosedur operasi, - Kontrol nyeri karakteristik, durasi,
post-op) frekuensi, kualitas,
Setelah dilakukan tindakan intensitas nyeri.
keperawatan selama 1x24 - Identifikasi skala nyeri.
jam L.08066 Tingkat Nyeri - Identifikasi respons nyeri
dengan kriteria hasil: non verbal.
- Keluhan nyeri: 5 - Identifikasi faktor yang
(menurun) memperberat dan
- Meringis: 5 (menurun) memperingan nyeri.
- Sikap protektif: 5 - Identifikasi pengetahuan
(menurun) dan keyakinan tentang
- Gelisah: 5 (menurun) nyeri.
- Kesulitan tidur: 5 - Identifikasi pengaruh dan
(menurun) nyeri pada kualitas hidup.
- Frekuensi nadi: 5 - Monitor keberhasilan
(membaik) terapi komplementer yang
sudah diberikan - Monitor
efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis ,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pihat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain).
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
- Fasilitasi istirahat tidur.
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi d.d. efek Luaran Utama: 1.14539 Pencegahan Infeksi
prosedur invasif - Tingkat infeksi Observasi:
Luaran Tambahan: - Monitor tanda dan gejala
- Kontrol infeksi infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik:
Setelah dilakukan tindakan - Cuci tangan sebelum dan
keperawatan selama 1x24 sesudah kontak dengan
jam L.14137 Tingkat Infeksi pasien dan lingkungan
dengan kriteria hasil: pasien.
- Demam: 5 (menurun) - Pertahankan teknik aseptic
- Kemerahan: 5 (menurun) pada pasien beresiko
- Nyeri: 5 (menurun) tinggi
- Bengkak: 5 (menurun) Edukasi:
- Kadar sel darah putih: 5 - Jelaskan tanda dan gejala
(membaik) infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
Resiko perdarahan d.d. Luaran Utama: 1.02067 Pencegahan
tindakan pembedahan - Tingkat perdarahan Perdarahan
Luaran Tambahan: Observasi:
- Kontrol resiko - Monitor tanda dan gejala
perdarahan.
Setelah dilakukan tindakan - Monitor nilai
keperawatan selama 1x24 hematokrit/hemoglobin
jam L.02017 Tingkat sebelum dan sesudah
Perdarahan dengan kriteria kehilangan darah.
hasil: - Monitor tanda-tanda vital
- Kelembapan membrane ortotastik.
mukosa: 5 (meningkat) - Monitor koagulasi (mis.
- Kelembapan kulit: 5 Prothrombin time (PT),
(meningkat) partial thromboplastin
- Hamturia: 5 (menurun) - time (PTT), fibrinogen,
Perdarahan pasca degradasi fibrin dan/atau
operasi: 5 (menurun) platelet.
- Haemoglobin: 5 Terapeutik:
(membaik) - Pertahankan bed rest
- Hematokrit: 5 (membaik) selama perdarahan.
- Tekanan darah: 5 - Batasi tindakan invasive,
(membaik) jika perlu.
- Denyut nadi apical: 5 - Gunakan Kasur
(membaik) pencegahan decubitus.
- Suhu tubuh: 5 (membaik) - Hindari penggunaan suhu
trektal
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan.
- Anjurkan menggunakan
kaos kaki saat ambulasi.
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi.
- Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan.
- Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K.
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan.
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu.
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ani Wulandar, L. N. (2020). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Nyeri Post OP TURP pada Pasien BPH
Di RS PKU Muhammadiyah Bantul. Skripsi .

Ari Anggoro, C. F. (2022). Studi Kasus Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Jurnal Kedokteran Unram,
11 (2), 875-882.

Diyono and Mulyanti, S. (2019) Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Urologi Edisi I.
Yogyakarta: Andi Publisher.
Duarsa, G.W.K. (2020) LUTS, Prostatitis, BPH, dan Kanker Prostat Peran Inflamasi dan Tata
Laksana. Surabaya: Airlangga University Press.
Haryono, R. (2019) Keperawatan Medical Bedah System Perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing.
Joyce, dkk. (2021) Medical Surgical Nursing. Jakarta: Salemba Medika.

Muhammad Fadel Arsadi, I. a. (2021). Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP Pada kasus Nefrolitiasis.
KTI, 2-3.

Muttaqin, A. and Sari, K. (2019) Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Prabowo, E. and Pranata, E. (2020) Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Presti J, et al. (2019) Neoplasm of The Prostate Gland. USA: The McGraw Hill Compaines Inc.
Siregar, D. (2021) Pengantar Proses Keperawatan: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:
Yayasan Kita Menulis.
Smeltzer and Bare (2019) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC.
Tjahjodjati (2019) Panduan Penatalaksanaan Klinis Pembesaran Prostat Jinak (Benign
Hyperplasia Prostate/BPH). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai