Anda di halaman 1dari 4

Desa Grojogan

Restu itu bukan namaku, tapi itu adalah nama temanku. Ia


sangat senang bercerita apapun padaku, dan yang paling ku suka
adalah ketika Restu banyak bercerita tentang desa ini. Katanya nama
desa ini diambil dari “Grojogan Banyu” atau yang biasa kita ketahui
dengan nama Air Terjun. Letaknya tak jauh dari watu ulo. Itu adalah
salah satu mata air langsung dari bukit tinggi desa ini. Katanya, ibu-
ibu hamil yang mandi di Air Terjun ini anaknya kelak jika perempuan
akan menjadi perempuan yang sangat cantik dan jika laki laki akan
menjadi laki-laki yang sangat jelek.

Sebenarnya aku sangat sulit untuk mempercayai mitos itu,


tapi semua ibu hamil di desa ini sangat was-was dengan Air Terjun
itu. Jangankan mandi, mendengar suaranya aja sudah bergegas untuk
lari. Itu biasanya terjadi untuk ibu-ibu hamil yang sedang mencari
kayu bakar untuk masak, tapi kata semua ibu-ibu hamil yang pernah
mencari kayu bakar di bukit tinggi itu. Mereka benar-benar
mendengar riuhnya suara air terjun itu. Padahal posisi mereka sangat
jauh dari letak air terjun itu, tapi suaranya seperti berada tepat di
depan mata mereka.

Tapi tetap saja sangat sulit untukku mempercayainya, itu


juga terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sekarang, semua sudah
serba modern, tak ada juga yang masih mencari kayu bakar di bukitt
tinggi itu. Jadi sudah tak pernah ada seorangpun yang pernah
mengunjungi bukit tinggi itu selama bertahun-tahun.

Apalagi mendengar nama watu ulo, mitos apalagi itu, konon


katanya dulu Damar Wulan dan Minak Jinggo pernah bertarung
habis-habisan di desa ini, mereka bertarung 7 hari 7 malam, hancur
semua, terpental semua bagian tubuhnya, terpisah tubuh mereka dari
pulau ke pulau, entah di mana penduduk desa ini tak ada yang tahu,
tapi penduduk desa ini tahu yang tersisa hanya godhone minak jinggo
(pusakanya minak jinggo), ayam peliharaan Damar Wulan, dan
potongan kepala legenda ular raksasa yang terkena tebasan keris dari
Damar Wulan. Dalam keduanya penduduk desa ini tak memihak
siapapun, tapi mereka cukup bangga kepada keduanya karna telah
mewarnai sejarah di desa ini.

Buktinya, penduduk desa ini masih selalu menjaga


nyambangi makam ayam peliharaan milik Damar Wulan yang kini
diberi nama Kali Menur dan disambangi setiap 1 Suro.

Tak hanya itu, Desa ini memiliki seseorang yang dianggap


Pahlawan yang sampai kini tetap selalu disambangi makamnya, entah
untuk sekeluarga yang ingin berpamit, berdoa, merasa syukur, dan
berduka. Namanya Mbah Lembok, 1 keluarga akan mengajak
tetangga-tetangganya dan para penduduk desa lain untuk bersama-
sama menyambangi makam itu. 1 Keluarga yang ingin memenuhi
nadzar selalu membawa masakan yang sangat khas dengan Mbah
Lembok seperti sego gureh, ingkung, kulupan. Aku pun sangat
menikmati momen itu.

Letaknya berada jauh dari pemukiman desa ini, untuk


kesana harus berjalan dan menyebrangi anakan laut menggunakan
perahu yang sudah di sediakan. Itu untuk sekarang, tapi untuk dulu
penduduk sini harus melewati air yang tingginya mencapai dada
manusia dewasa, anak-anakpun harus digendong demi menyambangi
makan Mbah Lembok, akupun juga pernah merasakan digendong
seperti itu.

Letaknya yang sangat jauh dan jalan yang ribet itu juga
memiliki alasan tersendiri juga. Dulu penduduk desa asli Grojogan
tinggalnya di sana, Namanya Karangan. Sebuah desa kecil yang
dikelilingi pantai dan tanaman bakau, menjadi desa asli nenek
moyang penduduk desa Grojogan.

Katanya Mbah Lembok dulu itu adalah seorang kepala


desa/wali yang sangat bijaksana, membuat desa karangan sangar
makmur, perbuatanya yang sangat adil, jujur, dan berani
mempertaruhkan dirinya sendiri untuk desa ini.
Katanya, kalau hanya peluru dari para penjajah, dan senjata
tajam dari pemberontak, tak akan mempan untuknya. Beliau itu
sangat berbadan besar dan tinggi, makannya saja mencapai 2 meter
lebih. Beliau pernah tertembak dan tertusuk untuk melindungi
penduduk desanya, tapi hanya menjadikan luka ringan.

Doanya juga sangat manjur, semua orang berbondong-


bondong mendatangi beliau, bahkan disaat beliau Sudah
dimakamkanpun tak pernah berhenti orang-orang untuk mendatangi
makamnya.

Aku rasa semuanya sudah berjalan pada porosnya sendiri-


sendiri. Entah itu benar atau tidak, tapi cerita semacam itu sangatlah
menarik dan bermakna untuk diceritakan kesiapapun, mungkin jika
diceritakan ke anak-anak jaman dahulu itu akan menjadi sebuah
peringatan, membuatnya lebih menghargai leluhur dan alamnya.

Padahal jika kita memilih mempercayai mitos itu, taka da


sedikitpun mitos yang menuju kejelekan di desa ini. Seperti jangan
pergi ke bukit tinggi dengan menanamkan logika bukit tinggi itu
adalah tempat yang berbahaya, entah bisa tersesat, atau bisa bertemu
dengan binatang buas yang sangat berbahaya.

Tapi mungkin saja sangat berbeda jika diceritakan di anak-


anak jaman sekarang, itu akan dianggap mitos, tahayul, cerita
dongeng, dan lain sebagainya. Contohnya saja aku, aku tak pernah
sekalipun melihat langsung air terjun itu, aku juga tak pernah
sekalipun melihat langsung watu ulo, tapi jujur saja aku masih
memiliki kesempatan untuk melihat kali menur yang dianggap
sebagai makan ayam peliharaan milik Damar Wulan.

Mungkin karna aku terlalu banyak menonton film-film fiksi


dan buku-buku fiksi, membuatku terlarut dalam paham “itu semua
ada penulisnya sendiri-sendiri” keyakinan itu membuatku yakin
bahwa mitos-mitos yang terjadi di desa-desa ini adalah karangan dari
orang yang pandai merangkai cerita dan apa yang diceritakan
didengarkan baik oleh penduduk lain.
Orang-orang dulu takut dengan mitos-mitos bukit tinggi
karna telah tersugesti dengan cerita-cerita mitos yang telah beredar.
Dan di zaman sekarang banyak yang tak mempercayai mitos-mitos
orang dulu karna pikiranya telah tersugesti dengan paham “itu semua
ada penulisnya sendiri-sendiri”. Dan yang menjadi kebimbanganku
tentang ini, jika mitos itu semua telah ada penulisnya sendiri-sendiri,
bagaimana jika mitos-mitos itu ditulis langsung oleh Tuhan?

Semua yang aku tahu tentang desa ini hanya hasil apa yang
aku dengar dari restu, begitupun seterusnya, Restu juga tahu dari hasil
apa yang didengar dari orang tuanya, seterusnya seperti itu dari mulut
ke mulut, aku tak bisa membayangkan jika itu juga terjadi dari Tuhan
ke manusia.

Anda mungkin juga menyukai