Anda di halaman 1dari 23

JOURNEY TO MEKKAH I

Di tulis one Bung Aca aviacr@cbn.net.id Januari 2002

1.Latar Belakang

Prinsip utama saya sejak beranjak dewasa sampai sebelum


perjalanan umroh ini adalah : “Tak ada keajaiban”.
Segala sesuatu harus logic, masuk akal, dan jauh dari hal-hal yg tak
masuk akal. Segala sesuatu mesti ada penjelasan ilmiahnya.

Oleh karena itu pandangan saya selalu mengacu kepada konsep


hukum-hukum fisika, sosial, dan hukum psikologi. Tak ada kejadian
yg pernah bisa melanggar hukum alam. Setiap pohon pisang akan
berbuah pisang, setiap mahluk hidup mempunyai siklus biologi
sesuai spesisnya, setiap apapun didunia ini tidak ada yg bisa lepas
dari hukum absolut alam semesta. Takkan pernah ada cimpedak
berbuah nangka kecuali dalam sajak. Takkan pernah ada orang
kebal peluru. Takkan pernah ada keajaiban, keanehan, atau anomaly
hukum alam.

Sebelumnya saya hanya tertawa mendengar cerita-cerita keajaiban


ataupun kejadian luar biasa yg kerap terjadi pada orang yg
melakukan ibadah haji atau umroh di tanah suci. Mungkin itu hanya
kebetulan, atau mungkin itu hanya bohong belaka.

Sehingga kajian saya mengenai telaah agama islam, selalu mengacu


kepada analisa, sentesa, konseptual, dan hipotesa. Pendeknya, tak
ada alat yg saya miliki untuk telaah tsb selain metode ilmiah, sampai
saya dipaksa harus menyadari instrumen lain yg sesungguhnya ada
dan tak pernah saya gunakan.

2. Perjalanan I : Jkt-Jeddah

Saya berangkat dengan apa adanya menuju Jeddah. Instruksi saya


kepada secretaries yg membooking perjalanan untuk mengambil
paket yg paling murah, paling singkat, dan paling efisien. Boleh
dikata niat saya bukan untuk ibadah, tapi untuk sebuah hipotesa.

Diperjalanan, saya bertemu dengan seorang Haji yg telah beberapa


kali berhaji dan berumroh, Bp H Tabrani (63), mantan walikota
Jakarta Timur, kelahiran Aceh.

Kamipun terlibat diskusi dipesawat. Saya katakan bahwa saya


datang ke Mekkah bukan untuk cari umur panjang, rejeki,
kemakmuran, kekayaan, dsb. Saya katakan saya hanya ingin
mencari petunjuk, hidayah bahwa Al-Qur’an adalah memang benar
datangnya dari Allah dan bukan konsepnya Muhammad. Saya ingin
tahu hipotesa saya benar atau salah.

H.Tabrani berkata, “ Insya Allah you akan dapat semua itu. Namun
semua akan tergantung dari cara you memandangnya, apakah
fenomena itu adalah sebuah petunjuk, atau hanya sebuah kebetulan
“.

2.1 Kejadian 1

Beberapa saat setelah beliau bicara, tiba-tiba mesin pesawat mati


satu. Penumpang pun diharap kembali ketempat duduk masing-
masing dan memasang sabuk pengaman. Penerbangan baru
berlangsung 45 menit. 5 menit kemudian kedua mesin Boeing 747
disayap kiri mati. Pilot pun memberitahukan bahwa pesawat harus
kembali ke Airport Soekarno Hatta.

Kemudian pesawat mengalami turbulens yg menyeramkan disertai


jeritan penumpang, sementara saya melihat kejendela pembuangan
bahan bakar mulai dilakukan. Ini merupakan pemandangan yg sama
sekali tidak menyenangkan.

Saat itu saya mulai takut dan berfikir tentang kematian. Berkali-kali
saya terbang, baru kali ini mengalami kejadian yg demikian. Apakah
tempat yg saya tuju memang luar biasa ?
Ataukah ini hanya kebetulan saja ?

Dengan sisa mesin dan kekuatan yg ada, pesawat terbang miring


dan mendongak, sementara yg saya lihat dibawah hanya lautan
lepas. Namun akhirnya pesawat dapat mendarat di Soekarno Hatta
dengan selamat, diiringi beberapa mobil pemadam yg siap siaga.

Kami semua di inapkan di Horison Hotel-Ancol.


Di Hotel diskusi saya dengan Bp H Tabrani berlanjut. Saya tanya ;
Aca : “ Pak Haji, kok susah bener ya mau ke Mekkah aja ?” “
Baru kali ini saya saya naik pesawat kayak begini”
H Tabrani : “ You kurang niat kali… ini khan bukan perjalanan
biasa”.
Aca : “ Apanya yg luar biasa. Secara teknis tetap sama”
H Tabrani : “ Wah…you boleh pilih, melihat ini sebagai sebuah
Kebetulan, atau sebuah kebesaran Allah ! “
Aca : “ Tapi Pak, kenapa kalau Allah mau kasih pelajaran
Semua satu pesawat terkena getahnya, padahal khan
Ada penumpang lain seperti Bapak yg sudah berniat
bulat umroh tetapi juga batal “.
H Tabrani : “ Andry…you khan tahu tidak semua penduduk
Indonesia bobrok mentalnya, tetapi, jika Allah
mau kasih pelajaran khusus – hampir seluruh
rakyat Indonesia terkena dampaknya”.
“ Bisa jadi karena you dengan niat hipotesa
atheis itu – kita semua satu pesawat terkena
akibatnya”.
“Coba dech.. you pikirin ! “

Akhirnya saya mulai tafakur, mencoba untuk merendahkan hati,


sholat isya’ – dan membaca niat untuk umroh. Saya mulai membuka-
buka buku-buku petunjuk menjalankan umroh.
Walau saya jarang (hampir tidak pernah) berdo’a, saya baca-baca
do’a nya.

2.2 Kejadian 2

Esoknya kami berangkat dengan pesawat lain. Dan ketika itu saya
melonjak kegirangan, karena saya di up-grade ke first class. Waduh,
enak juga, 10 jam terbang tanpa harus berdesakan dengan fasilitas
lainnya yg tidak sama dengan economi.

Tiba-tiba H Tabrani datang, “ Wah you koq disini ? “


Aca : “ Alhamdulillah saya di up-grade Pak “
H Tabrani : “ Waduh…enak benerrrr, you udah niat umroh ? “
Aca : “ Udah Pak, semalam saya tafakur, berdo’a dan
membaca niat “
H Tabrani : “Bagus kalau begitu. You sekarang melihat kan
Allah bisa memberikan imbalan kenikmatan secara
Langsung “
Aca : “Loh tapi Pak Haji, ini khan petugas maskapai yg
Ngatur !?”
H Tabrani : “ Bukan ! ini Allah yg ngatur, melalui tangan petugas”
Aca : “ Wah ini mungkin hanya kebetulan saja Pak !”
“ Nggak masuk akal kalo Cuma karena niat, saya
langsung diberi kenikmatan oleh Allah “.
H Tabrani : “ OK… khan saya sudah bilang dari kemarin, semua
Terserah you saja, apakah you mau melihat dengan
Kacamata kebetulan, atau kacamata iman !”

H Tabrani pun mulai sewot dengan saya. Entah karena nggak di up-
grade atau karena sikap saya yg dianggapnya wangkeng.
2.3 Kejadian 3

Dipesawat, saya dikenalkan oleh pramugari kepada 2 orang


penumpang yg menekuni manajemen pikiran. Dian, pramugari yg
sebelumnya terlibat diskusi agama dengan saya dan H Tabrani,
menyarankan agar masalah saya diungkapkan kepada mereka.
Kamipun berkenalan, seorang bernama Nur Cahyo, seorang lagi
bernama Kartiko (mungkin muridnya).

Saya jelaskan permasalahan utama saya. Akhirnya ia menjelaskan,


“ Sdr Andry, selama ini saya tahu anda telah banyak berupaya,
namun upaya itu belum optimum. Apa sebab – karena sdr hanya
menggunakan sebahagian yakni bagian kiri saja dari otak sdr “.

“Karena otak, mempunyai 2 belahan, belahan kiri yg fungsinya untuk


menganalisa, kalkulasi, logika, konsentrasi, hipotesa, dsb, dan
belahan kanan yg berfungsi mencerna keindahan, emosi, seni (spt
musik), euphoria, keimanan, dsb. Kedua belahan otak tsb harus sdr
gunakan. Wajar kalau saudara hanya mengandalkan analisa dan
mendewakan sirkuit logika”.

“Ada daerah kekuasaan Tuhan yg tidak dapat dianalisa dan


didiskusikan. Daerah tsb hanya dapat dicerna oleh perasaan yg kita
sebut iman”.

“Loh…itu khan basic prinsip Quantum Learning, saya tahu benar itu
“, kilah saya. “Betul…bagus kalau anda tahu – tapi pernahkah anda
terapkan dalam pencarian ini ?”.

Saya mulai bingung dengan pertanyaan Kartiko.


Saya tahu benar ilmu itu, karena saya sering jadi pembicara tentang
metode belajar dan bekerja menggunakan keseimbangan otak kiri –
kanan.

Kepala saya seperti dipentung oleh senjata saya sendiri.

Kartiko melanjutkan, “Jika yg sdr cari adalah petunjuk, ia dapat


berupa ilham, mimpi, atau fenomena dan kejadian-kejadian yg tak
masuk akal. Sdr tak akan bisa menelaah semua itu nanti di
perjalanan dengan otak kiri (analisa) saja. Hasilnya akan sdr pisah-
pisah dan terlihat tidak berkaitan satu sama lain. Namun apabila sdr
gunakan juga otak kanan (intuisi/rasa/iman), hasilnya akan sangat
menakjubkan”.

H Tabrani pun ikut terlibat diskusi, dan ia banyak membenarkan


perkataan Kartiko.
Sebelum Kartiko kembali ke kursi duduknya, saya bertanya
kepadanya, “Anda kuliah dimana ?”.

Kartikopun menjawab “Politeknik Mekanik Swiss”.

“Astaga, angkatan berapa ?”.


“Angkatan 88”, jawabnya.

Akhirnya, kami pun bertambah mesra.

Saya mulai menarik hipotesa dengan kedua belahan otak saya ;

1. Apakah instrumen ini berguna (telaah menggunakan kedua


belahan otak) untuk pencarian saya ?
2. Kenapa saya tak pernah menggunakannya, padahal saya
tahu dan gandrung dengan ilmu itu ?
3. Apakah ia hanya seorang kenalan di pesawat, atau kah
sebuah petunjuk agar saya menggunakan instrumen itu dalam
perjalanan sekarang dan nanti ?
4. Apakah pertemuan kami ini hanya sebuah kebetulan ?
5. Apakah Kartiko juga seorang yg kebetulan berlatar belakang
pendidikan sama dengan saya sehingga jalan berfikir kami
sepertinya klop !?

Saya kembali membahas ini dengan H Tabrani.


Beliau seperti biasa sambil sewot, “ Terserah…you mau lihat dari
kacamata kebetulan atau kacamata kebesaran Allah !”.

Sayapun mulai tak percaya dengan diri saya.


Saya mulai goyah dengan pandangan saya selama ini.

2.4 Kejadian 4

Akhirnya kami pun tiba di Jeddah, yg kemudian perjalanan


disambung ke Madinah. Malam hari kita berangkat sholat Isya’ ke
Masjid Nabawi.
Disini Rasululloh dimakamkan, jelas H Tabrani.
“Kok kuburan di Masjid Pak Haji, nggak bener itu !”
“Wah you ini mau sholat apa nggak !”.
“You khan bisa sholat karena orang yg dimakamkan disini !”.
Tanpa banyak bantah saya ikuti ajakannya sholat diluar (halaman)
Masjid (karena larut, pintu masuk sudah ditutup).
Saya sholat tepat disamping pintu makam Rasululloh, sedang H
Tabrani sholat 5 meter didepan saya.
Tiba-tiba, baru saja saya takbiratul ihrom, pintu disamping saya
berdebum. Sayup-sayup berdebum. Seperti suara orang kerja. Tapi
lebih mirip suara orang marah-marah membanting meja atau kursi.

Tiba-tiba perasaan takut saya datang.


Akhirnya saya batalkan sholat saya, pindah menjauhi makam
Rasululloh. Makam orang yg saya pikir pembuat Al-Qur’an.
Dan saya mulai dihantui pemikiran tersebut.
Sholat saya sudah nggak bisa khusuk lagi.

“Andry…kamu kenapa pindah sholatnya ?”, tanya H Tabrani.


“Nggak tahu tuh Pak, ada suara berisik dipintu, sepertinya pintu itu
mau dibuka orang “, jawab saya.
“Suara berisik apa “.
“Loh Pak Haji nggak denger barusan “
“Enggak ah…, Iqbal…kamu dengar suara ?”
“Enggak Pak…”

Perasaan saya mulai nggak karuan.


Rasa takut dicampur rasa bersalah.

Saya coba analisa pakai belahan kiri, bahwa mungkin posisi saya yg
tegak lurus dengan pintu menyebabkan saya bisa dengar, namun
mereka karena tidak tegak lurus, mereka tak bisa mendengar. Tapi
harusnya juga dengar. Mustahil tidak, karena suara itu keras koq.

Akhirnya saya ceritakan ke H Tabrani tentang perasaan kacau saya.


Saya ceritakan bahwa saya pernah menulis e-mail yg berpendapat
apakah semua ini bisa-bisa nya Muhammad.
Kala itu saya tetap menyangsikan kronologi turunnya wahyu.
Hingga saya mensejajarkan posisi Muhammad dengan Napoleon,
Karl Marx, Einstein, Aristoteles, Plato, dan pemikir besar dunia
lainnya.

“Wah…kalau you udah sadar itu salah, you mesti minta maaf besok
didalam Masjid, tepat disamping makamnya kalau bisa “, kilah
H Tabrani.
__________________________
Polmaners…ceritanya saya lanjutkan minggu depan yach.
Masih 5 kejadian lagi yg saya alami. To be continue….

Wassalam

Aca
JOURNEY TO MEKKAH II

Esok hari, pagi-pagi sekali kami bangun, berangkat menuju Masjid


Nabawi. Masid besar dengan halaman yang juga besar. Dengan
terhuyung sambil ngantuk (karena nggak biasa bangun dan sholat
shubuh) saya berjalan menyusuri halaman Masjid seperti menyusuri
2 kali panjang lapangan bola. Seluruh lantainya ditutupi Pualam
putih.

Setelah melewati pintu utama, saya berjalan memasuki ruang dalam


Masjid area perluasan King Fadh. Saking besarnya, pandangan
lepas kita tak dapat melihat ujung Masjid lainnya. Lantai, dinding
dan Tiang ditutupi marmer yg dipolish licin. Setiap tiang terdapat
lubang AC yg dapat mengatur suhu ruangan otomatis.

Kami terus berjalan menuju Raudah (batas bangunan asli Masjid yg


dibangun Muhammad) melewati area perluasan King Azis. Antara
perluasan King Fadh dan King Azis terdapat Kubah yg dapat terbuka
dan tertutup otomatis. Sempat terfikir oleh saya, betapa besar biaya
yg diperlukan untuk ini semua. Namun saya coba tahan pemikiran
negatif itu dan menggantikannya dengan fikiran betapa besar
pengaruh Muhammad sampai sekarang hingga dapat terwujud
Masjid sebesar dan seagung ini.

Kamipun hampir mencapai Raudhah, namun tak bisa masuk karena


penuhnya. Setelah sholat Shubuh, saya dianjurkan H Tabrani untuk
berdo’a di area Rhaudah. “Kenapa …?”, tanya saya. “Berdoa disana
Insya Allah lebih amat makbul (dijawab oleh Allah terhadap
permintaan doa kita). Sempat terbesit pertanyaan saya, apakah doa
orang yg berdoa di Masjid Dago Atas tidak makbul ? Namun saya
mulai menahan diri terhadap pemikiran dan pertanyaan model itu.

Setelah berdoa, kamipun berdesakan keluar melalui Pintu Jibril, pintu


yg melewati tepat muka makam Rasululloh. Saya ambil barisan
paling kiri, barisan yg paling dekat dengan sisi makam. Kami berjalan
berdesakan, perlahan, penuh sesak namun sangat tertib. Dari
kejauhan saya melihat pagar makam yg didalamnya gelap tak ada
cahaya. Dalam antrian perlahan saya mendekati makam. Didalam
pagar terlihat tiga makam yg ditutupi kain. Saya tak tahu yg mana
Makam Rasululloh, yg mana makam Abu Bakar, dan yg mana
makam Khadijah, isteri Nabi.
2.5 Kejadian 5

Disepanjang makam berdiri 4 orang tua dengan badan tinggi


bersorban yg selalu menepis tangan orang yg mencoba memegang
pagar dengan meratap. “Musyrik !!!”, hardiknya. Mereka senantiasa
menjaga perilaku setiap orang yg mencoba ziarah dengan kelakuan
aneh. Disini saya mulai mengerti arti Islam sebagai agama Tauhid.
Agama yg berilah hanya dan hanya kepada Allah. Tiada kepada yg
lain, tiada pula kepada para Nabinya. Nabi hanya sebagai pembawa
RisalahNYA, MandatarisNYA, dan bukan tempat untuk meminta atau
berdo’a. Nabi juga bukanlah anakNYA, karena beranak pinak adalah
perilaku ciptaaNYA dan bukan salah satu sifatNYA/perilakuNYA.
Musyrik atau Syirik, mensyarikatkan Allah dengan sesuatu lainnya
adalah satu-satunya perbuatan dosa yg tidak pernah diampuni Allah.

Bukan maksud saya menyindir, tapi sering kali orang melakukan


“HUMANISASI”. Imajinasi bentuk alien (mahluk luar angkasa) tak
pernah jauh lari dari bentuk manusia, berbadan, berkepala,
bertangan dan berkaki. Film-film kartun Hollywood, selalu
menampilkan bentuk perilaku binatang yg bertingkah polah bagai
manusia, dan berbentuk fisik yg sudah dirobah menjadi mirip
manusia. Dongeng-dongeng binatang buku cerita untuk anak kecil
juga demikian. Robot-robot sekarang dan masa datang, mengambil
analogi kerja tubuh dan bentuk badan manusia. Sampai-sampai
Tuhan atau Dewa-dewa yg digambarkannya pun mirip bentuk
manusia. Adapula yg menganalogikan perilaku Tuhannya seperti
manusia dengan perilaku beranak pinak. Disini saya merasa
mendapat petunjuk, bahwa Muhammad NabiNYA, bukan anakNYA,
bukan tempat meminta.

Ketika saya tiba persis dimuka makam, seseorang dengan suara yg


berat dibelakang saya berkata perlahan. Tidak keras namun tidak
berbisik. Kedua tangannya memegang pundak saya dari belakang. Ia
berkata dalam bahasa Arab, “ Ya Rasululloh…ini aku, aku datang
kepadamu, bukan untuk meminta sesuatu yg lain. Aku hanya ingin
meminta maaf kepadamu ya Habiballoh. Aku hanya mengagumimu
namun aku tak pernah memujimu. Aku fikir aku telah
menempatkanmu pada posisi yg tinggi, namun ternyata engkau lebih
mulia dari itu. Aku tidak mencela engkau namun aku sadar aku telah
melecehkan engkau. Aku minta maaf ya Rasululloh”.

Pembaca, saya dapat mengerti hampir seluruh ucapannya dalam


bahasa Arab itu, namun saya belum pernah belajar Nahu sorob
atau bahasa Arab !
Saya jadi bingung sendiri. Saya lihat dipundak saya salah satu
tangannya yg memegang pundak saya dari belakang, besar sekali
dan hitam legam. Waktu saya menolah kebelakang, orang tersebut
seperti dari Afrika, tinggi luar biasa, hitam legam. Ia
mengucapkannya sambil merintih menahan tangis. Rasa haru,
menyesal luar biasa, dan sedikit ketakutan pun menyelimuti saya.
Saya tak ucapkan kata apapun. Semua yg akan saya ucapkan telah
diucapkan orang dibelakang saya dalam bahasa Arab yg saya tiba-
tiba mengertinya.

Keluar pintu Jibril, saya menunduk menahan tangis dan haru, agar
tak terlihat H Tabrani dan Iqbal puteranya. H Tabrani tahu itu.
Merekapun mempercepat langkah agar tetap didepan saya.
Saya coba cari orang tinggi besar hitam tadi. Mungkin karena ramai
kerumunan, saya tak dapat menemukannya.

Sesampai di Hotel, kamipun mendiskusikannya. Terutama tentang


dapat mengertinya saya terhadap ucapan dalam bahasa Arab.

Saya bilang : “Mungkin begini Pak, karena saya dihantui rasa


bersalah, dan memang saya akan berkata minta maaf, maka
persepsi saya terhadap apa yg diucapkan orang tadi adalah persepsi
fikiran saya”.

H Tabrani : “Itu mungkin. Mungkin saja. Tapi mungkin juga petunjuk,


bahwa beliau (Rasululloh) tahu benar isi hati anda, dan beliau
dengan ahlaknya yg mulia sudah memaafkan you tentunya”.

Aca : “ Ah…masak sich Pak. Sedemikian mudah dan cepatnya saya


mendapat petunjuk “

H Tabrani : “ Temen you dan saya khan sudah berkali-kali


mengatakan, semua itu terserah you saja. Apakah you mau anggap
itu semua kebetulan – atau sebuah petunjuk. Berkali-kali saya
mengatakan - terserah you saja ! “

Saya mulai tak banyak membantah. Saya benar-benar mulai berfikir,


bahwa tak ada yg namanya kebetulan. Semua sudah ada aturannya,
semua sudah ada sebab akibatnya. Ada sebuah “hukum sebab-
akibat” yg berlaku absolut dialam semesta ini. Hukum Sebab-Akibat
itu diatas hukum-hukum lainnya. Juga diatas hukum fisika, sosial,
maupun psykologi yg saya anut selama ini.
Saya mulai meyakini ini sebagai Hukum Sunatulloh, dan bukan
hukum psikologi. Bukan efek kebetulan karena rasa bersalah. Bukan
efek kebetulan kondisional akibat suasana yg khusuk, sakral atau
magic/angker. Melainkan hukum Sunatulloh kepada orang yg
mencari ridhoNYA, orang yg mencari jalan yg diridhoNYA. Namun
saya tak berani berfikir bahwa saya sudah berada pada jalan yg
benar, dalam “The right track”. Namun yg jelas, saya mulai lebih
berhati-hati dan tidak gegabah.

3. Perjalanan di Madinnah

Setelah melewati waktu Zuhur, kami melakukan City Tour, ketempat-


tempat bersejarah antara lain, Masjid Kuba - Masjid pertama di
Madinnah yg dibuat Rasululloh,.Masjid Kiblat – Masjid dimana
ditengah sholat Rasululloh mendapatkan wahyu untuk sholat
menghadap Ka’bah/Mekkah, yg sebelumnya menghadap Masjidil
Aqso’, sehingga sholat tersebut beliau lakukan 2 roka’at menghadap
Masjidil Aqso’ dan 2 roka’at sisanya menghadap Ka’bah. Karena
kasus ini orang Kafir Quraisy berkomentar Muhammad pemimpin yg
plin-plan.

Dibimbing oleh Tour Guide, kami berkunjung ke Jabal Uhud, tempat


dimana terjadi Perang Uhud. Terlintas dibenak saya cuplikan film
“The Massage” dimana Hamzah, Panglima perang kaum Mukmin yg
dibunuh dengan tombak oleh salah seorang budak suruhan Hindun,
isteri Abu Sofyan, pemimpin kaum kafir Quraisy yg sangat memusuhi
Nabi.

Pada peperangan tsb kaum Muslimin kalah yg disebabkan tindakan


indisipliner pasukan panah.

Kami juga mengunjungi makam Fatimah, dimana dekat makam


dahulunya terdapat parit besar yg dikenal sebagai Perang Khandak.
Perang dimana pada saat itu kaum kafir dari berbagai bangsa dan
negara memboikot dan meng-embargo kaum muslim selama kurang
lebih 2 tahun, dimana sekeliling Madinnah pada saat itu dibuat Parit
besar yg memisahkan/melindunginya.
Disini saya melihat bahwa perjuangan Rasulloh adalah bertahan dan
bukan menyerang. Konsep yg diajukan Rasululloh adalh sebuah
konsep dimana penguasa kafir tidak menyukainya. Konsep tsb hanya
mendapat tanggapan dari kaum Anshor yg bertempat tinggal di
Madinnah hingga Nabi harus hijrah/pindah kesana.

Saya akhirnya bertanya kepada Tour Guide, bagaimana dengan


tindakan Nabi yg saya anggap ekspansi nekat yakni tindakan Nabi
mengirim surat dari Madinnah kepada Mekkah, Mesir, Roma, Persia,
Abesinia, dan Negos (Ethiopia). Madinnah tidak sebesar dan sekuat
Mekkah, namun tindakan Nabi mengirim surat kepada Negara-
negara tsb adalah nekat (kalau tidak mau dibilang gila). Analoginya
mungkin seperti Vietnam, negara kecil yg baru berdiri, tanpa
angkatan bersenjata yg jelas, mengirim pesan kepada Indonesia,
Australia, Amerika, Rusia, dan European Community untuk takluk
dan tunduk dibawah kekuasaanya.

“Oh tidak, ini tidak seperti demikian “, jawab Tour Guide.


“Urusan Raululloh bukan urusan kekuasaan. Konsep Rasululloh
bukan konsep negara, sehingga surat yg dibuat bukan surat
kekuasaan . Surat itu berisikan ajakan beragama Islam. Konsep
Rasululloh adalah konsep agama, bukan konsep pemerintahan”.

“Lho, kalau bukan urusan kekuasaan, bagaimana dengan Daulat


Bani Umayah, kepemimpinan Islam setelah Ali, yg ekspansi
kekuasaanya dengan cepat dan pesat sampai ke Cordova, Spanyol,
daratan China, dan berbagai belahan dunia lain, sehingga Islam tidak
hanya bicara didalam Masjid, namun juga dipemerintahan,
dimasyarakat, hingga berlaku hukum yg hanya kita dengar sekarang
secara sayup-sayup ‘hukum Islam’ ?
Bagaimana kita memberlakukan sebuah peraturan tanpa adanya
kedaulatan ?
Bagaimana kita bicara rajam bagi yg berzinah, sementara lokalisasi
pelacuran mendapat izin dari pemerintahan Pemda setempat ?
Bagaimana memberlakukan hukum Islam tanpa pemerintahan Islam
? “, demikian saya bertanya.

Tour Guide tersebut tak dapat melanjutkan penjelasannya.


Sayapun menjelaskan, “Mas Syaiful…saya mohon maaf loh, saya
dalam pencarian, saya bukan sok tahu, tapi saya memang benar-
benar tidak tahu, dan saya benar-benar ingin tahu, kayak apa sich
konsep Rasululloh yg disampaikan pada saat itu ?”.

Tour Guide : “Baiklah, anda silahkan tanya kepada orang yg lebih


tahu, saya terus terang belum tahu benar untuk hal ini “.
Aca : “Terimakasih Mas…saya akan simpan pertanyaan ini”.

Beberapa orang mungkin beranggapan ini tidak penting, namun


saya berfikir bahwa ini sangat penting. Dalam pencarian / perjalanan
ini saya tak menemukan jawaban, namun saya yakin insya Alloh,
suatu saat, dalam pencarian saya yg berikutnya, saya dapat
menemukan jawabannya…Amien.

To be continue….
____________________
JOURNEY TO MEKKAH III

3.1 Kejadian 6

Setelah sholat Ashar, akhirnya kamipun bersiap-siap untuk ber-


umroh. Pak H Tabrani mengajarkan saya untuk memakai pakaian
Ihrom. Ia menjelaskan untuk memakai pakaian Ihrom, 2 lembar kain
yg dililit dipinggang, satunya lagi di bahu. “Latihan pakai kain kafan “,
demikian penjelasannya. Meskipun ia bukan Tourist Guide, namun ia
begitu telaten mengajarkannya pada saya. Meskipun kadang-kadang
menghardik saya, seperti waktu saya tanya kenapa koq nggak boleh
pakai celana dalam. Ia hanya menjawab “Jangan didebat !!! ini
daerah otak kanan ! “. Untung saya sudah rada kalem sekarang
karena beberapa kali mengalami peristiwa2 yg lalu, kalau tidak,
mungkin sewotnya H Tabrani berkelanjutan.

Setelah mengambil niat di Miqod, diperjalanan kami mulai membaca


Talbiah :

Labbaik Allohumma labbaik


Labbaik Lasyarika laka labbaik
Innal hamda, Wal nikmata, Laka wal mulk
La syarikalak

Ya Allah, aku datang memenuhi panggilanmu


Tiada syarikat bagimu
Sesungguhnya segala puji, segala nikmat, dan segala kuasa
Hanyalah dari engkau.
Tiada syarikat bagimu.

Pembacaan Talbiah baik di pesawat maupun diperjalanan/bus,


sangat diliputi rasa haru yg luar biasa.

Kamipun tiba di Mekkah, kota Haram. Hotel kami cukup dekat


dengan Masjidil Haram. Sementara barang-barang diurus oleh
petugas travel, kami berwudhu di Hotel, kami langsung memasuki
Masjidil Haram, sebuah Masjid yg paling terkenal yg mungkin paling
tua didunia. Saat itu saya belum merasakan pesonanya.

Namun setelah melepas sandal dan memasuki Masjid, saya terdiam


melihat benda hitam pekat persegi empat yg berada ditengah-
tengah Masjid. Ka’bah ternyata berukuran lebih besar dari perkiraan
saya. Saya menahan tangis didepan rombongan tapi tak kuasa.
Dengkul saya lemas luar biasa. Sulit sekali menggambarkan
pesonanya. Saya kurang tahu persis pada saat itu tapi saya percaya
Iqbal, anak Pak H Tabrani yg pertama kali Umroh juga terdiam tak
bersuara tak bergerak. Ia juga mengalami hal yg sama.

Saya lemas dan duduk. Saya berusaha perlahan-lahan bergerak


mendekat, namun semakin dekat, semakin tak kuasa menahan
tangis. Akhirnya saya mulai meraung seperti anak kecil. Saya
menangis sambil duduk tidak mengerti kenapa. Dan saya tahu persis
saat itu saya tidak sedih.

Benda itu berada ditengah-tengah Masjid, besar, besar sekali. Hitam


pekat sekali. Benar-benar saya tak mengira bahwa Ka’bah berukuran
sebesar itu.

Saya tidak pernah berfikiran bahwa di dalamnya ada Allah sedang


bersemayam. Sepintas hanya sebuah batu yg disusun dan dilapis
kain hitam. Namun saya melihat sedemikian banyaknya manusia
mengitarinya melakukan yg disebut tawaf. Bukankah ini bukti dari
hasil kerja Muhammad.

Analisa saya bermain, apakah sekian banyaknya manusia datang


kesini hanya ditipu satu orang yg bernama Muhammad. Namun
intuisi saya juga bermain, bahwa kegiatan ini pasti bukan baru
dimulai kemarin. Kegiatan ini dilakukan pasti sejak ajaran
Muhammad. Pendapat ini adalah pendapat awal saya yg kemudian
di konfirmasikan beberapa hari kemudian oleh H Tabrani bahwa
kegiatan ini sudah ada bahkan sejak milata Ibrahim, bapak besar
berbagai bangsa yg melahirkan agama Yahudi, Nasrani (bukan
Kristen) , yg kemudian juga Islam.

Saya mulai tawaf putaran pertama. Sambil air mata bercucuran


(tanpa malu-malu lagi sebab kanan kiri sayapun demikian) saya
dibimbing H Tabrani membaca do’a-do’a putaran pertama. Posisi
kami sangat dekat dengan Ka’bah dan senantiasa saya semakin
merapat kedalam. Kami merasa seperti memasuki sebuah gravitasi
luar biasa yg menarik ketengah. Seolah kami bergerak perlahan
bersama tanpa menginjak bumi (seperti melayang), semakin rapat
dan semakin pekat ketengah. Kita tak kuasa menentukan arah
(kecuali sedikit), kita hanya dapat berserah diri mengikuti arus
putaran itu. Sambil memegang buku do’a kecil, saya coba baca juga
artinya. Disitu terdapat do’a permintaan umur panjang dan keturunan
yg banyak serta soleh. Saya tanya ke H Tabrani, “ Loh Pak…kok ada
permintaan seperti ini ya…?.
H Tabrani menjawab, “Ya memang ada, khan saya sudah katakan
boleh minta apa saja”.
Pada tawaf putaran kedua, saya kembali membaca do’a khusus
untuk putaran kedua - sambil juga melihat artinya. Agak sulit
memang karena banyak jama’ah Iran berbadan besar berdo’a
lantang sekali. Kadang saya tak mendengar suara H Tabrani
sehingga sulit mengikuti apa yg didiktenya. Kembali saya lihat
artinya, “ Loh…Pak, koq disini ada permintaan terhadap rezeki yg
banyak”. H Tabrani pun kembali menjawab, “ Ya memang boleh.
Anda saja yg Cuma minta petunjuk dan nggak mau minta yg lain.
Minta harta boleh…habis -kalau tidak - anda mau minta ke siapa lagi
kalau bukan sama dia “.

Pada tawaf putaran ketiga, saya kembali membaca do’a sambil


membaca artinya. Terdapat dengan jelas disitu “Tijarotan Lantabur “
yg artinya “perdagangan yg jauh dari rugi”. Saya kembali bertanya
dengan lebih antusias karena masalahnya erat dengan kehidupan
saya yg memang bergerak di bidang ini. “Loh-loh…ini lebih aneh lagi
Pak…kok boleh minta dagang agar jauh dari rugi, ini khan urusan
dunia. Bagaimana kita bisa rugi – ya karena manajemen yg buruk,
sedangkan bagaimana kita bisa untung – ya dengan manajemen yg
baik ? “. Akhirnya H Tabrani mulai sewot lagi, “ You khan bilang
waktu dipesawat, bahwa you hanya minta petunjuk, betul ndak…?”
“Betul Pak “, jawab saya.
“ OK kalau begitu nggak usah do’a saja …” , tegas H Tabrani.

Analisa dan intuisi saya jalan lagi, dan tiba-tiba saya teringat surat Al-
Fatihah, ayat 4, “Iyya ka na’ budu wa iyya ka’ nastaiyn”.
Kepadamulah kami menyembah dan hanya kepadamulah kami minta
pertolongan. Saya fikir ini harus berlaku pada semua hal – segala hal
– segala sesuatu – termasuk hal-hal duniawi seperti bisnis. Sehingga
musyrik hukumnya jika kita meminta pertolongan dalam bidang bisnis
kepada Kadin, Pemda, Katabelece Pejabat untuk menggoalkan
proyek kita. Haram hukumnya meminta pertolongan kepada Bagian
Purchasing untuk melakukan bisnis dengan kita.

Permintaan tolong hanyalah kepada Allah semata. Adapun, Kadin,


Pemda, Pejabat, dan bag Purchasing, hanyalah perantara.

Hal ini jangan dianggap sepele, karena ini yg akan menentukan


strategi manajemen perusahaan kita, apakah kita akan melakukan
KKN atau melakukannya dengan pendekatan lain.

Akhirnya dengan pemahaman yg seperti ini, saya kembali berdo’a


dengan segala kerendahan hati. Meminta kepada yg mempunyai,
memohon kepada pemilik yg sesungguhnya, meminta kepada
Penguasa yg sesungguhnya, penguasa segala sesuatu, penguasa
absolut. Statemen awal saya dipesawat, sekarang terbantai semua.
Saya ternyata tak hanya meminta pertunjuk, tetapi saya - dengan
kesadaran baru ini – juga meminta duniawi.

Demikian saya melihat Rahman rohim Allah. Jika kita meminta dunia
saja, Allah mungkin saja berikan, dan mungkin juga tidak. Namun jika
kita meminta keridhoan akhirat – insya Allah kita juga akan mendapat
dunia. Persis lagu Bimbo yg dinyanyikan Sam. Persis juga sama
dengan do’a - do’a di akhir tawaf yakni fiddunia hasanah – wa fil
akhiroti khasanah. Saya pun kembali berdo’a dengan lebih khusuk,
dengan kesadaran baru – tanpa banyak pertanyaan lagi.

3.2 Kejadian 7

Usai tawaf, kami menuju sumur zam-zam yg terletak didalam areal


masjidil Haram bagian bawah. Disini saya kembali tercengang.
Sebuah mata air yg hampir tak mungkin ada di daerah ini. Mekkah
dapat anda lihat sebagai pegunungan batu. Masjidil Haram berada di
tengah-tengah seperti lembah, sekelilingnya dapat anda temukan
hanyalah bukit batu yg sangat sulit dihancurkan. Ini pula yg
menyebabkan pembangunan konstruksi di kota Mekkah sangat
lamban.

Jangankan tumbuhan subur, kurma pun malas tumbuh disini.


Ironisnya, terdapat air sumur zam-zam yg debitnya luar biasa besar
yg dipompa dengan pipa-pipa sampai ke Madinah, Jeddah, Yaman,
dan daerah lainnya selain untuk keperluan orang ber Hajji. Berjuta-
juta orang datang setiap harinya, namun sumur ini tak pernah ada
keringnya.

Analisa dan rasa saya mulai jalan. Andaikan memang ada sungai
bawah tanah yg mengalir dibawah Mekkah, akankah bertahan
sedemikian lamanya ? Perhitungannya bukan 1400 tahun yg lalu,
melainkan perhitungan dari Ibrahim. Entah berapa ribu tahun. Karena
sungai bawah tanah dapat berubah alirannya hanya dalam kurun
waktu puluhan tahun saja. Namun sumur zam-zam ini tak pernah
kering dan senantiasa menyediakan air yg dibutuhkan Jamaah yg
datang ke sini. Seolah olah ia ada memang untuk kebutuhan ibadah
ini. Saat itu tak ada lagi dibenak saya teori kebetulan yg dahulu.

Pada saat Sya’i, rukun Umroh berikutnya, saya melihat manusia


banyak yg berjalan, sebahagian berlari, antara dua bukit batu, Syofa’
dan Marwah. Dipisahkan oleh pembatas tengah, kami mulai melintasi
area Sya’i. Sesekali saya melihat wajah cantik wanita Turki dengan
hidung mancung kulit putih bulu mata boros (Saat tawaf maupun
Sya’i dilarang menutup cadar muka – namun ada sebahagian
mazhab melakukannya). Kecantikannya mungkin biasa bagi orang
sana, namun saya mengira pasti luar biasa untuk ukuran orang
Melayu. Agak lama baru saya sadar bahwa saya mulai kurang
khusyuk karena melakukan “olah raga leher”.

Akhirnya saya bertanya kepada H Tabrani, “ Pak…koq pakai lari-lari


segala sich ? “. “Begini “– jawabnya perlahan, “Dulu sewaktu Siti
Khajar, isteri Nabi Ibrohim, ia berjalan sambil berlari-lari kecil mencari
air antara bukit Syofa’ dan bukit Marwah, sementara anaknya Ismail
ditinggal sejarak tertentu dari Ka’bah. Air yg dilihatnya ternyata
hanyalah fatamorgana. Sedangkan air yg sesungguhnya justru
keluar didekat kaki Ismail.

Dari sini saya pun semakin yakin dan menarik kesimpulan, bahwa
Ka’bah bukan dibangun oleh Muhammad, melainkan Nabi Ibrohim,
pendahulu untuk Musa, Isya, dan Muhammad, yg melahirkan 3
agama besar, Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Seusai Sya’i kami pun menggunting rambut, pertanda selesainya


ibadah Umroh kita. Semoga Makbul.

Sesampai di Hotel, kelelahan kami luar biasa. Kaki saya kering


pecah-pecah. Saya belum pernah merasakan pegal-pegal seperti
sekarang ini. Saya fikir, bagaimana dengan kaum wanita atau Ibu-
ibu. Pasti lebih capek. Tapi kelihatannya sama aja tuch.
Salah seorang jamaah haji wanita bercerita tentang anak temannya
yg sekarang tinggal di Hotel Hilton Mekkah yg tak dapat
menyelesaikan tawafnya karena mencret (penyakit yg lebih cepat
dari pada jet). Kotoran alias tokai nya sedemikian banyaknya
sehingga ia pun kewalahan. Wueeek…sangat menjijikkan kata
jamaah yg lain menambahkan. Kepala rombongannyapun
membawanya pulang kembali ke Hotel. Kami tak tahu bagaiman ia
mengatasi problem mencretnya yg merembes sampai pakaian Ihrom,
namun akhirnya semua tahu, bahwa ia mengenakan celana dalam
pada pakaian ihromnya. Sesuatu yg dilarang dalam Umroh. Saya jadi
teringat sewaktu H Tabrani membentak saya dalam masalah tsb.
Pantas - dalam hati saya.

3.3 Kejadian 8

Tak ada yg khusus bagi saya dalam kejadian ini.


Kejadian ini terjadi pada saat saya hendak mencium batu Ka’bah.
Disitu terjadi antrean yg luar biasa. Didepan saya terdapat seorang
wanita muda dan cantik berpakaian Turki yg hendak mencium batu
Ka’bah (sisi kiri Ka’bah, bukan Hajarul Aswad). Mungkin karena
pemikiran jijiknya terhadap batu yg sudah dicium oleh jutaan
manusia pada hari itu, maka ia mengeluarkan tisu, mengelap, dan
menggosok bagian yg hendak diciumnya. Melihat kejadian itu, Bapak
mertua saya pernah menceritakan perihal yg seperti ini berkaitan
dengan gelas stainless air zam-zam untuk diminum yg menempel
pada setiap keran zam-zam.

Seorang Dokter, kawan Bapak mertua saya pergi Haji, merasa jijik
dan mengatakannya kepada Bapak mertua saya perihal gelas
stainless yg sudah diminum berjuta-juta mulut orang. Ini tidak steril
katanya. Dokter itu meminum juga air zam-zam dengan perasaan
jijik/geli. Keesokannya, apa yg terjadi. Mulutnya bengkak sariawan
sampai ke leher. Bapak mertua saya mengingatkan akan ucapannya
kemarin perihal gelas tersebut. Bapak mertua mengingatkan sang
Dokter untuk meminumnya sekali lagi dengan gelas tersebut tetapi
dengan perasaan yg berbeda, yakni perasaan iklas.
Keesokannyapun sang Dokter sembuh dari sariawan seperti sedia
kala.

Wanita tersebut tetap asyik membersihkan batu Ka’bah dengan


tisunya, sementara antrean sudah mulai panjang dan berdesakan.
Ingin sekali saya melarangnya, namun karena nggak bisa bahasa
Turki, lagian nggak lucu khan kenalan didepan Ka’bah. Ketika ia
hendak mencium batu Ka’bah - mungkin setelah ia merasa bersih –
desakan dari kerumunan orang dibelakang tak tertahankan hingga
mendorong wanita itu pada saat ia menciumnya sehingga benturan
hidung mancung dan batu tak dapat terelakkan. Ia pun selesai
mencium batu Ka’bah dengan hidung mimisan (berdarah).

Kuwalat atau apa ini namanya ya ?


Hati yg kurang bersih ?
Saya jadi teringat cerita Ka’bah di surat Al-Fiil dimana tentara
Abrahah yg mengendarai Gajah pada masa itu dibuat tak berdaya
oleh burung-burung Ababil.

Saya semakin mengerti mekanisme ghoib. Mekanisme yg tidak


kasat mata. Bahkan mekanisme ini pun abstrak tak simetris. Terjadi
di kasus ini namun kadang tidak di kasus itu. Semuanya parsial-
kondisional, namun saya fikir standarnya sama jika kita ukur dari
perasaan hati yg dalam. Mekanisme tsb tak kan pernah dapat diukur
karena sifatnya yg relatif tak pernah sama pada setiap individu.
Meskipun ia bukan ada di alam fisika, namun saya yakin ia ada dan
bekerja secara setimbang. Saya cenderung menyebutnya Metafisika
daripada Supranatural yg lebih berbau klenik / sihir, trick sulap yg
diyakini sebagai salah satu keajaiban oleh orang musyrik.
Mekanisme ghoib pada alam Metafisika inipun bekerja pada kawan
saya Iqbal dimana setiap harinya, sepulang kami dari sholat, ia
kehilangan sandal. Bahkan sehari dapat lebih dari sekali ia
kehilangan sandal. Ia mencoba berdo’a dan bertaubat dosa apa
kiranya yg telah ia buat. Namun tetap saja ia kehilangan sandal
setiap harinya, hingga ia harus membawa 5 real setiap sholat guna
menjaga apabila sandalnya hilang.
Tahukah anda, kejadian kecil disini – dapat menimbulkan akibat
besar disana. Saya ambil contoh misalnya, hilangnya sandal Iqbal,
mengakibatkan ia harus membeli sandal di toko dimuka Masjid.
Penjual di toko tersebut seharusnya melayani seorang calon pembeli
wanita misalnya, namun karena Iqbal membeli, maka ia tidak jadi
melayani wanita itu. Wanita itu pergi lebih cepat. Dalam
perjalanannya pulang, ia mengalami kecelakaan mobil (miss ditabrak
mobil). Seandainya Iqbal tidak kehilangan sandal, wanita tersebut
mungkin akan 10 menit lebih lama untuk jalan pulang, yg tentu saja
tak mengakibatkan ia mengalami kecelakaan.

Bukan disitu saja, sang suami wanita tadi (yg katakan seorang
jenderal), yg seharusnya berangkat melakukan perjalanan luar negeri
guna menandatangani sebuah kesepakatan perang, membatalkan
rencananya, sehingga kesepakatan serangan atau perang tadi
ditangguhkan.

Hilangnya sandal seorang Iqbal, dapat mengakibatkan tercegahnya


sebuah rencana perang atau penyerbuan.

Ini contoh ekstreem yg memang hanya teori main-main, tetapi saya


yakin bahwa semua ini ada mekanismenya dan jangan coba-coba
untuk mengurainya, karena ia terlalu abstrak dan hanya tunduk patuh
pada sang Maha Penguasa. Penguasa alam fisika dan non fisika.

3.4 Kejadian 9

Malam besok adalah malam terakhir saya di Mekkah, oleh karenanya


saya minta kepada Tour guide untuk mengantar saya ke Goa Hira’
pagi-pagi sekali. Tak ada anggota rombongan yg mau ikut. Tidak
juga H Tabrani maupun Iqbal anaknya. “ OK, nggak apa-apa, saya
tetap mau berangkat sendiri”, tegas saya kepada Tour guide. Jadi
biaya travel maupun biaya Tour guide saya tanggung sendirian.
Kamipun merencanakannya.

Paginya seusai sholat Shubuh, saya berkemas bersiap berangkat,


dengan tas ransel dan sepatu sport. Dengan menggunakan taksi,
kami tiba dikaki bukit Gua Hira’. Perjalanan sampai kepuncak
memakan waktu kurang lebih satu jam. Terbayang oleh saya ketika
Nabi pulang pergi setiap harinya sampai ke puncak.
Gua Hira’ ternyata sangat kecil. Lebih mirip dua batu yg saling
bersandar daripada sebuah Gua. Ditemani Tour guide, saya sujud
ditempat Nabi Muhammad duduk menyendiri 1422 tahun yg lalu.

Dalam sujud saya bicara dalam hati, “Ya Malaikat Jibril, kenapa koq
Nabi Muhammad diberi wahyu, kenapa saya tidak ?“.
“Kenapa Nabi Muhammad dapat berjumpa denganmu, kenapa saya
tidak ?”

Tanpa sholat dan do’a, tanpa meratap ke gua apalagi membuang


sesaji (hanya sujud dan berkata dalam hati seperti diatas saja), kami
pulang menuruni bukit. Saya pun membahas pertanyaan saya di
dalam hati tadi kepada Tour guide. Saya juga sering menyendiri di
Villa, menyendiri di kaki bukit G.gede, tetapi kenapa tak pernah
datang yg namanya Jibril. Saya jadi ingat cerita-cerita para sufi yg
mempelajari hakekat sehingga pergi kegunung-gunung menyendiri,
lepas dari hubungan sosial, serta tak mempedulikan situasi dan
kondisi diri. Apakah tindakan Nabi Muhammad pada kala itu seperti
para sufi tsb ? Pertanyaan inipun saya simpan kembali tanpa tahu
jawabannya.

Esok hari terakhir, hari dimana saya mesti melakukan tawaf wada’,
tawaf terakhir/ tawaf perpisahan dengan Ka’bah. Saya tidur cepat
setelah sholat Isya”.

Subuh dini hari saya bangun, ketika saya hendak menggosok gigi,
saya tiba-tiba tersadar, “Subhanalloh, tadi malam saya bermimpi
bertemu Jibril”.
Buru-buru saya ketok kamar H Tabrani. Saya bangunkan ia, dan
saya ceritakan mimpi saya.

“Bagaimana ceritera mimpinya ?“, H Tabrani bertanya.


“Begini Pak, sesuatu berbentuk manusia dengan peci hitam datang
kepada saya. Saya bertanya siapa anda ? Ia menjawab saya Jibril,
kemudian ia mengajak saya untuk ikut. Saya berjalan mengikutinya,
dan tiba-tiba kami tiba di sebuah Masjid.

Didalam mimpi saya Jibril berkata, “ ini Masjidil Aqsa”.


“Disini terdapat salah satu keajaiban yg anda cari”.
H Tabrani pernah melawat ke Masjidil Aqsa’. H Tabrani berfikir
sejenak, kemudian ia menjawab, mungkin yg dimaksud adalah “The
Dome of the Rock. Sebuah batu yg berada tepat ditengah Masjid “.
“Aneh memang batu itu. Ia menggantung, dan berada tepat ditengah-
tengah Masjid, kami semua juga nggak ngerti kenapa begitu”. Terus
bagaimana tanya H Tabrani.

Terus Jibril bilang begini Pak, “Tolong Masjid ini dipelihara”.


H Tabrani menepak kepala “Waduh…repot ini”. “Kenapa Pak?”,
tanya saya. “Masjid itu dikuasai Yahudi. You Nggak bisa keluar
masuk seenaknya”. “You sholat dibatasi disana, Cuma 5 menit “.

“Wah saya nggak bisa jelasin artinya “.


“Tapi yg jelas, saya yakin you adalah orang yg disayang Allah”.
“Subhanalloh”. Saya sudah berumur 63 thn, tapi saya belum pernah
mimpi bertemu Jibril, tapi you…you…luar biasa”.

Polmaners, saya juga tidak mengerti sampai sekarang arti mimpi


saya, dimana saya tidur diMekkah, bermimpi dibawa seseorang yg
berkata sebagai Malaikat Jibril, yg kemudian membawa saya ke
Masjidil Aqsa’ di Palestin.

Saya jadi merinding.


Saya takut sendiri dengan kejadian-kejadian yg saya alami.
Saya takut untuk berbuat macam-macam.
Saya mengalami semua ini dalam perjalanan ke Mekkah.

Kesadaran saya seperti sekarang ini amat saya syukuri, namun yg


paling saya takuti, adalah deviasinya, perubahannya apabila saya
tidak menjaganya.

Apa yg akan terjadi nanti ditanah air.


Saya harus menghadapi dunia nyata yg penuh dengan godaan.
Tidak seperti waktu di Mekkah, dimana fikiran, jiwa dan raga kita bisa
khusuk serta kita jaga kebersihannya.

Polmaners,
Dari perjalanan ini, tidak semua kejadian saya ceritakan, hanya yg
saya anggap penting saja, namun sebenarnya, kejadian kecil lainnya
yg merujuk kepada hidayah yg tidak saya ceritakan karena terlalu
panjang banyak saya alami, namun saya mempunyai beberapa
kesimpulan :

1. Allah itu benar adanya yg menciptakan segala sesuatu.


2. Wahyu Allah turun pada setiap kurun waktu tertentu.
3. Wahyu Allah juga turun kepada Muhammad yg diutus sebagai
Rasulnya.
4. Allah tidak punya banat/sarikat/kompetitor.
5. Allah menurunkan Wahyunya kepada Muhammad yg
kemudian dibakukan dalam bentuk kitab yg bernama Al-
Qur’an.
6. Al-Qur’an adalah statemen dari Allah yg didalamnya berisikan
petunjuk bagi manusia yg ingin berserah diri kepadanya.
7. Al-Qur’an bukan buatan Muhammad atau ideologi
Muhammad.
8. Haji dan Umroh penting adanya dan bukan bisa-bisanya
Muhammad. Biaya yg demikian mahal, sebanding bahkan
melebihi hasil yg kita dapat dari perjalanannya.
9. Daging Babi, darah, Alkohol, Judi, Zinah, dan perbuatan
maksiat lainnya adalah haram hukumnya. Tak perlu dianalisa
secara metode ilmiah, karena justifikasinya akan selalu
ditemukan manusia guna menghalalkannya, namun demikian,
coba fikirkan dengan instrument rasa/intuisi dari hati yg dalam,
bermanfaatkah jika dilakukan.
10. Kita manusia adalah manusia yg paling istimewa, karena kita
mempunyai 2 pilihan, berserah diri kepada kemauan Pencipta,
atau berserah diri kepada kemauan kita sendiri.
11. Ada mekanisme Ghoib yg tidak kelihatan, yg memberikan
balasan positif apabila kita berbuat positif, dan berbalas
negatif apabila kita berbuat negatif pula.
12. Mekanisme Ghoib, berlaku pada orang-orang yg dicintai Allah,
namun bagi yg sudah kelewatan, ia akan dibiarkan, karena
Allah menegur dengan sapaan hirarki. Peringatan pertama
mungkin dengan mencolek, jika ia tak mau, Allah peringati ia
dengan menepak, jika ia tak juga sadar Allah peringati ia
dengan menempeleng keras, namun jika ditempeleng keras ia
tetap dableg dengan perbuatan negatifnya, Allah akan
membiarkannya, karena hanya hari akhir setelah matinya yg
akan membalasnya kekal abadi di Neraka Jahanam.
13. Mekkah dan Madinah bukan tanah suci (seperti yg saya duga
sebelumnya pada tulisan Muhammad punya bisa ), melainkan
tanah Haram, daerah dimana diharamkan bagi siapa saja
berbuat kerusakan, dan itupun hanya pada batas-batas
tertentu yg sudah diberi patok/tanda.

Wabilahitaufiq walhidaya,
Jika benar itu datangnya dari Allah semata,
Dan jika ada kesalahan, itu datangnya dari saya.

Wassalam

Aca

Anda mungkin juga menyukai