Anda di halaman 1dari 2

TAUBAT

Aku berjalan menuju kamarku. Bersih dan rapi sedia kala. Aku sendiri yang
membersihkannya, bukan pembantuku. Mengambil handphone canggihku di atas meja di
samping kasurku. Aku mendapatkan notifikasi, sebuah pesan dari teman kantorku, tepatnya
undangan pengajian di masjid raya yang akan diisi oleh seorang kyai yang aku tidak tau siapa. Ini
pertama kalinya aku dapat undangan pengajian. Aku terima aja, lagian ini hari liburku. Cukup
bosan di rumah, walaupun ada pembantu. Kemudian, aku mempersiapkan diri. Setelah itu, aku
berangkat dengan mobilku.

Setelah begitu lamanya berkendara, mungkin hampir setengah jam, aku tiba di Kawasan
masjid tersebut. Sangat ramai jalanan membuat jalan macet. Aku parkirkan mobillku di tempat
yang telah disediakan. Begitu aku keluar, aku disambut oleh seorang anak remaja berpakaian
sopan dan rapi memakai sarung. “Assalamuaikum, Pak. Mau saya antar?” Sambutnya. Pak? Aku
tidak setua itu, umurku baru 26, walaupun sudah punya pasangan dan anak. Juga, mengapa
tiba-tiba ia mau bertanya apakah mau diantar? Seolah-olah dia sudah menungguku, tapi tidak
buruk juga. Aku belum pernah kesini. “Walaikumussalam, ya boleh.” Jawabku. “Baik…Pak, mari.”

Dia mengantarku ke dalam. Sekilas dia menemaniku dan aku juga terbantu. “Maaf Pak,
saya harus kembali ke post saya.” Kata anak remaja itu. “Ok, terima kasih.” Jawabku, melihatnya
pergi. Aku pun naik. Aku melihat banyak sekali orang memperhatikan satu orang saja, mungkin
seorang kyai. Ia sedang berceramah. Aku mencari tempat duduk yang sekiranya strategis bagiku.
Aku pun duduk, kemudian mendengarkan penceramah tersebut. Aku melihatnya.

“Banyak jenis riba itu, singkatnya, yaitu mencari keuntungan dengan mengambil
tambahan. Riba itu merugikan diri dan orang lain dari segala aspek dunia ataupun akhirat…”
Kata kyai itu, duduk di atas kursi. “Apalagi dengan sengaja, itu melanggar syariat Islam, dibenci
oleh Allah swt.” Lanjutnya. “…Riba ini berbahaya, mencari keuntungan yang berlebih. Tidak
berkah hidupnya, hartanya, Allah swt tidaklah melihat dari hartanya, hidupnya, pintarnya, tidak
semua itu. Allah hanyalah melihat imannya dan amal - amal baiknya…” Jelas beliau. “…Riba ini
menjerumuskan ke neraka. Disiksa di neraka, lama waktunya saya tidak tau tapi satu hari sama
di sana dengan seribu tahun dunia.” Lanjutnya. Ia mengucapkan kata – kata dalam bahasa lain,
mungkin Arab. Diriku memperhatikannya tidak paham.

Kata – katanya menghipnotis pikiranku. Badanku terasa berat dan dingin. Keringat mulai
mengalir dari atas kepalaku. Mataku tiba – tiba terasa perih. Kedua tanganku tiba – tiba sakit,
melebihi sakit ketika aku jatuh dari lantai 3, beberapa tahun lalu. Mengapa? Kenapa? Bagaimana
semua ini muncul tiba – tiba. Diriku bingung dan panik. Perutku juga, sakit. Tenggorokanku dan
mulutku kering. “…..” Terdengar kyai itu mengucapkan kata – kata yang tidak aku ketahui.
Semua badanku tambah terasa sakit. “…Hendaknya mereka bertaubat kepada Allah…” Kata kyai
itu. Tiba – tiba udara dingin dan sejuk menabrakku dengan lembut, seolah menenangkanku
menyembuhkan diriku. Benar semua sakitnya menghilang.

“Mungkin sekian, ada pengajian lagi di daerah Solo. Mohon maaf…” Pamit kyai itu.
Terlihat ia berdiri. Semua orang pun juga berdiri, perlahan berbaris. Aku juga segera berdiri,
melewati rintangan menuju dengan segera ke mobilku terparkir. Pikiranku hanya ada satu, yaitu
bertaubat. Aku takut, aku melakukan riba ini, meminjamkan uang dengan waktu dan bunga
tertentu, itula yang aku lakukan sejak dahulu. Aku tiba di mobilku, segera aku masuk. Aku
menancap gas, melaju keluar. Tujuan ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku bergegas keluar dari mobil, lari kedalam rumah. Aku berlari
menuju kantorku di lantai dua. Aku mengambil handphone kedua ku di dalam laci meja
kantorku. Menelpon beberapa orang membatalkan jadwal kerjaku. Kemudian, aku mengambil
beberapa catatan di dalam lemari bukuku. Aku merasa lega, semua catatanku berisi pinjaman
dulu masih ada. Aku taubat. ‘Mungkin aku akan lelah karena ini,hahaha. Semoga Allah
mengampuniku, terima kasih Allah karena-Mu…saya...’

Copyright* 2023 Vikko Brahmasila.


Revised

Anda mungkin juga menyukai