Anda di halaman 1dari 4

TUGAS RESUME

Bismillahirrahmanirrahim. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk mengetahui


Tuhan itu apa dan bagaimana wujudnya. Ketika masih umur 3 tahun, pengetahuan saya
tentang Tuhan masih sangat sedikit. Saya baru tahu cara bagaimana gerakan shalat, membaca
huruf hijayaiah lewat iqra, dan etika dari Ibu saya. Kala bermain dilapangan, saya senang
memandangi langit yang cerah, pohon yang tinggi, dan lingkungan sekitar. Seiring dengan
kebiasaan tersebut, hal itu membuka pikiran saya untuk berkembang. Saya meyakini diri saya
tidak sendiri dan ada sesuatu yang mengawasi saya.

Saat masa transisi TK dan SD pengetahuan dasar agama Islam telah diajarkan kepada
saya, namun saya belum mampu mengkonsepsikan Tuhan kedalam kehidupan sehari-hari
secara utuh. Pada waktu SD kelas 2, ketika mengingat Allah SWT. Hal yang terlintas
dipikiran saya adalah langit biru cerah dengan sedikit hamparan awan tipe stratus. Entah
darimana hal itu berasal dari mana. Saya memikirkan apa yang alam bawah sadar saya ingin
ungkapkan. Beberapa hari kemudian saya teringat guru SD saya yang mengatakan bahwa
Allah adalah pencipta langit dan bumi. Dialah Al-A’laa atau Yang Maha Tinggi. Saya
membuktikannya dengan memandang ke langit dan tanah, berarti apa yg dikatakan guru
adalah benar. Maka dapat saya simpulkan, pikiran saya tidak ingin menggambarkan wujud
Allah SWT, namun lewat perantara tanda-tanda kekuasaan-Nya saat mengingat Allah SWT.
Tetapi, disatu sisi, rasa ingin tahu saya tidak berhenti disitu saja. Saya terus bertanya-tanya
bagaimana wujud, tinggi, ukuran Allah SWT, mengapa ciptaan-Nya terlihat, tetapi tidak
dengan-Nya, mengapa tuhan di agama lain terlihat. Berbagai kemungkinan memenuhi otak
saya. Pergejolakan batin untuk terus mencari tahu atau berhenti mencari jawaban terjadi di
diri saya. Karena waktu itu saya pernah melihat kajian ustad fulan di tv X, bahwa orang yang
penasaran dengan wujud Allah SWT. adalah orang kafir dan sesat. Hal itu membuat saya
pening.

Saat naik bangku SD ke tahap berikutnya. Saya masuk dalam pembelajaran tentang
alam semesta. Sesuatu yang sangat indah bagi bocah seumuran saya saat itu. Pada waktu itu,
saya menyadari bahwa dunia ini tidak sebatas tempurung dalam kelapa, namun lebih itu,
Diluar sana ada berbagai jenis planet, bintang, sabuk asteroid, komet Halley, nebula,
matahari, dan ruang gelap yang belum terjamah oleh manusia. Ketika istirahat berlangsung,
tiba-tiba terlintas ide dipikiran saya, bagaimana jika pengetahuan agama Islam dikaitkan
dengan pelajaran IPA tadi. Tapi, saat itu saya masih ragu apakah agama dan ilmu umum bisa
bersatu? Maklum karena keterbatasan ilmu yang saya miliki. Sebut saja istilah langit, saya
kira hanya sekedar atmosfer bumi, padahal perujukannya oleh para Ulama tafsir mengandung
banyak makna. Jadi, saya putuskan untuk sedikit demi sedikit membaca terjemahan Al-
Qur’an walau sedikit sulit, karena satu kata dalam Al-Qur’an bisa mengandung beberapa arti
sesuai konteks.

Memasuki masa SMP pikiran saya menjadi lebih kritis. Rasa haus akan keingintahuan
selalu menyulut otak saya untuk berkerja lebih ekstra. Pada waktu luang saya sering
menyempatkan diri untuk memahami terjemahan beberapa ayat yang membahas alam.
Sambil merenung, tanpa sadar pikiran saya berusaha untuk menentukan seberapa besar dan
tinggi Allah SWT. Dengan analogi sederhana yaitu pencipta sudah pasti lebih besar daripada
ciptaannya. Jikalau luar angkasa terdiri atas ribuan galaksi dengan ukuran sekian kecepatan
tahun cahaya dan dengan anggapan ilmuan bahwa luas alam semesta selalu mengembang,
maka terbukti bahwa Allah SWT Maha Besar dan Tinggi sesuai asma-Nya sampai tidak
dapat diukur.

Seterusnya, saya berusaha mengaitkan ayat Qur’an dan ilmu sains. Sosok ilmuan dari
bidang sains yaitu Albert Stein. Dia menepis anggapan kaum atheis/ sekunder yang
berpendapat ilmu umum tidak dapat dikaitkan dengan agama. Oleh karena itu, dia menjadi
salah satu dari sekian variabel yang meyakinkan bagi saya untuk mencari kaitan ilmu agama
dan sains karena menurutnya agama tanpa ilmu lumpuh dan ilmu tanpa agama buta. Jadi,
ilmu dan agama sangat berkesinambungan. Namun, terkadang keraguan tentang Tuhan
muncul begitu saja, mungkin karena bisikan setan atau karena saya pernah melihat berita, ada
orang atheis yang berkata orang yang beragama itu karena doktrin dari orang tua/lingkungan
yang beragama, semisalnya orang beragam itu tidak lahir di keluarga yang agamis tentu dia
akan menjadi atheis. Hal itu menganggu pikiran saya. Lantas untuk mengatasi hal itu, saya
menanyakan kepada diri saya sendiri jika seandainya saya lahir dari keluarga tanpa agama
apa yang akan saya lakukan. Hal ini tidak lain guna mengetahui naluri dasar manusia. Hal
yang pertama yang pasti saya akan lakukan adalah menjalani kehidupan ini seperti
masyarakat pada umumnya, kemudian tanpa sadar saya akan mengamati lingkungan
sekeliling yang membuahkan rasa penasaran/ keingintahuaan di benak saya. Mengapa kita
ada didunia ini? Siapa yang menciptakan ini? Bukannya aneh jika segala sesuatu terjadi
sendiri? Karena sifat manusia yang mempunyai nafsu (keinginan) untuk mempertanyakan
segala sesuatu . Dari hasil refleksi tersebut saya simpulkan pasti akan mengarah ke sesuatu
yang menjadi dasar penyebab semua ini terjadi yaitu Tuhan, sehingga saya akan menjadi
orang yang percaya adanya Tuhan. Tahap selanjutnya kemungkinan saya akan menjadi orang
yang beragama. Keesokan harinya, ketika saya pertamakali membaca arti surat Al-An’am
ayat 76-79 tentang perjalanan Nabi Ibrahim AS. mencari Tuhan yang sesungguhnya. Saya
menyimpulkan bahwa keinginan mengetahui Tuhan melalui pendekataan ciptaan-Nya itu
tidaklah salah. Hal ini membuat saya lega, terlebih Nabi Ibrahim AS. menggunakan logika
induktif dalam pencariannya.

Saat SMA, saya membaca teori relativitas Einstein di berbagai situs blog, maupun
pelajaran. Teori tersebut berkaitan dengan ruang dan waktu. Adapun segala zat baik dalam
tingkat quantum, tingkat mikroskopis, makroskopis, individu, habitat, biosfer, bioma,planet,
tata surya, galaksi, alam semesta, yang dapat diukur merupakan bagian dari ruang, sementara
kejadian pada ruang dipengaruhi oleh waktu. Kata ruang & waktu tersebut seketika memicu
pikiran saya untuk berpikir bahwa Allah SWT. tidak terlihat dan tidak berwujud karena Dia
bukan bagian dari ruang dan waktu yang merupakan ciptaan-Nya sendiri. Bagaimana
mungkin pencipta terpengaruh oleh ciptaanya sendiri? Jawabannya tentu saja mustahil.Oleh
karena itu, Allah SWT. berbeda dari ciptaan-Nya sendiri dan berkuasa atas hal itu. Adapun
sesuatu yang dianggap tuhan, namun memiliki wujud, sudah tentu itu bukanlah tuhan yang
sesungguhnya karena masih terpengaruh ruang dan waktu. Saya sangat bersyukur memiliki
Tuhan yang memiliki sifat Mukholafatul Lilhawaditsi. Tidak ada sekutu bagi-Nya/ setara
denga-Nya, Dialah awal dan akhir. Betapa bahagianya saya ketika memahami hal tersebut.
Keyakinan inilah yang selama ini saya pegang sampai lulus SMA. Kemudian keraguan
kritispun tiba entah darimana, apakah pemikiran saya benar? Bagaimana bisa benar padahal
cuma mendiskusikannya dengan diri sendiri?

Saat kuliah agama semua keraguan sirna setelah mendengar pencerahan dari dosen
M.,. Pencerahan tersebut memperkuat keyakinan saya. Saya dapat menyimpulkan manusia
belum bisa melihat Allah SWT. karena masih menjadi bagian ruang dan waktu. Manusia
tidak perlu mempertanyakan apa yang ada diluar ruang dan waktu? Cukup dengan menjalani
kehidupan sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, agar kita bisa masuk surga. Yang kemungkinan
Allah SWT. akan melepas bentuk fana kita, sehingga kita dapat benar-benar melihat-Nya,
aamiin. Wallahu a'lam bish-shawab. Sebenarnya ada banyak yang ingin saya sampaikan,
namun cukup diwakilkan dari beberapa hal diatas. Saya mohon maaf jika ada salah kata
dalam penulisan resume ini, karena tidak ada gading yang tak retak dan tidak ada jalan yang
tak berlubang. Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Anda mungkin juga menyukai