Anda di halaman 1dari 32

RESUME

BERIMAN DAN BERAKHLAK KEPADA ALLAH SWT

Makrifat Kepada Allah

Makrifat kepada allah adalah makrifat yang paling agung. Makrifat ini
adalah asas yang dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan mempunyai
beberapa muara, yaitu:
1. Makrifat yang bermuara dari para nabi, para rasul, hal-hal yang terkait
dengan mereka seperti pemeliharaan kepada mereka, tata kerja mereka,
sifat mereka, dan kebutuhan terhadap risalah mereka; dan hal-hal yang
berhubungan dengan mukjizat, kekuasaan, keramat, dan kitab-kitab
samawi;
2. Makrifat yang bermuara pada alam di balik alam materi seperti malaikat,
jin dan roh;
3. Makrifat yang bermuara pada tempat kembalinya hidup, kehidupan alam
barzah, dan kehidupan alam ukhrawi seperti kebangkitan, hisab, pahala
dan siksaan, sorga, dan neraka.

A. Cara Bermakrifat
Makrifat kepada Allah mempunyai dua cara, yaitu:
1. Berpikir dan menganalisa makhluk allah
2. Makrifat terhadap nama-nama dan sifat-sifat allah1
Dengan berpikir (rasio) dari satu segi dan makrifat terhadap nama-nama
dan sifat-sifat Allah dari segi yang lain, manusia akan mengetahui Tuhan dan
akan memperoleh petunjuk. Dalam kontek ssemacam ini, kita dapat menyimak
dan memperhatikan penjelasan dari kedua cara itu.

1
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 41

1
B. Makrifat Dengan Menggunakan Rasio
Orang-orang yang mengingkari kehikmatan rasio, tidak
mempergunakannya terhadap apa-apa yang diciptakan, dan melupakan ayat-
ayat Allah, mereka akan menjadi rendah dan hina. Oleh karena itu, Allah
menegur mereka dengan firman-Nya :”Berapa banyak ayat-ayat Allah di
langit dan bumi, namun mereka berpaling dirinya” (Q.S.12:105)
Menyia-nyiakan rasio dari tata kerjanya akan menjauhkan martabat
manusia pada keududkan yang paling rendah dari pada keududkan hewan,
yaitu terdapat ribtabgab yang menghalangi antara orang-orang terdahulu
dengan keuddukan hakikat dalam jiwa dan cakrawala. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami jadikan untuk mereka jahanam kebanyakan dari jin dan
manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak mengerti dengan hatinya.
Mereka mempunyai mata, tetapi tidak melihat dengan matanya. Mereka
mempunyai mata, tetapi tidak melihat dengan matanya. Mereka mempunyai
telinga, tidak mendengar dengan telinganya. Mereka speerti binatang teruk,
bahkan lebih sesat. Mereka adalah orang-orang yang lengah.

C. Taqlid Penghalanh Rasio


Taqlid menghalangi rasio (akal) dari perjalanan dan menghambatnya dari
pemikiran. Dengan demikian Allah menguji orang-orang yang yang ikhlas
pada haakikat dan membedakan berbagai hal. Setelah diadakan pembahasan
dan penelitian, mereka mengambil yang terbaik dan meninggalkan yang lain.
Allah berfirman : “Oleh karena itu, sampaikanlah kabar gembira kepada
hamba-hamba-Ku. Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
yang terbaik. Mereka itu adalah orang-orang yang berakal” (Q.S. 39:17-18)2

D. Medan Berpikir
Islam telah menganjurkan berpikir dan telah memberikan keluasan. Islam
menginginkan agar pemikiran itu diletakkan pada lingkaran ikatan rasio dan

2
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 42-43

2
batasan-batsan panca indra. Islam menyarankan pada penganalisaan ciptaan
Allah dilangit, bumi, diri manusia secara pribadi, dan manusia secara
kelompok. Islam melarang memikirkan Dzat Allah karena ia berada di atas
dan melampaui panca indra. Rasulullah bersabda: “Berpikirlah tentang ciptaan
Allah dan janganlah berpikir tentang Allah. Sesungguhnya kalian tidak akan
mampu menembus kekuasaan (ketentuan) Allah.”
Dunia memang luas sebagaimana yang dianjurkan oleh Islam agar
dipikirkan, tetapi keluasan dunia tak satu pun yang sama dengan aspek
keluasan akhirat.

E. Tujuan Pemikiran
Dari segi tujuan atau puncak pemikiran yang dikehendaki Islam seperti
membangkitkan rasio dan mempergunakan pola kerjanya dalam perenungan,
penganalisaan, dan pemikiran merupakan petunjuk bagi manusia mengacu
pada undang-undang kehidupan sebab-sebab eksistensial, naturalisasi alam
semesta, dan berbagai esensi suatu agar menjadi menara (patokan) yang
terbuka dari pencipta dan agar diambil dengan cara kelembutan menuju
hakikat kubra, yakni hakikat makrifat kepada allah.
Makrifat kepada allah itu merupakan hasil rasio yang cenderung dan
memberikan ilham; dan merupakan buah pemikiran yang mendalam dan
bercahaya.
Makrifat kepada allah adalah salah satu perantara Al-Quran dalam
memberikan petunjuk menuju allah yang membangkitkan rasio dan membuka
kandungan alam melalui proses rasio agar bisa bermakrifat pada hal-hal uang
dimiliki allah seperti sifat-sifat kesempurnaan dan keangungan –nya, realitas
keanggungan-nya, petunjuk kesucian-nya, kandungan ilmunya, pelaksanaan
kekuasaan-nya, dan kesendirian-nya dalam menciptakan.
Cara atau perantara lain yang ditetapkan Islam agar manusia bermakrifat
kepada allah adalah mengetahui nama-nama allah yang baik dan sifat-sifat-nya
yang mulia. Nama-nama dan sifat-sifat allah adalah cara atau perantara yang

3
diakui dan diperkenalkan oleh allah untuk makhluk-Nya yaitu saluran yang
ditetapkan oleh hati menuju allah secara langsung.
Nama-nama itu telah dijelaskan oleh allah dalam Al-Quran: “Katakan,
berdoalah kepada allah atau berdoalah kepada Ar-Rahman (Dzat Maha
Pengasih) Dengan nama apa saja engkau berdoa, allah mempunyai beberapa
nama yang baik”. (QS 18: 110).

Subtansi Tuhan
A. Mustahil Menemukan Subtansi Tuhan
Hakikat dzat (subtansi) Tuhan tidak mungkin diketahui oleh rasio dan
tidak dapat dikemukakan asal atau kadarnya. Subtansi tuhan tidak dapat
diliputi oleh pemikiran dan manusia tidak mampu membuat perantaraan atau
mediator untuk mengetahuinya.
Rasio manusia terdapat titik puncak dari kecendikiaan dan kekuatan
penemuan rasio sangat terbatas dan lemah mengetahui hakikat sesuatu. Rasio
tidak akan mampu mengetahui jiwa manusia padahal jiwa manusia itu selalu
terkait dengan masalah-masalah ilmu dan filsafat.
Ilmu selalu terhenti dan tidak mampu di hamparan alam semesta atau
alam yang rill ini. Ilmu juga tidak mampu mengungkapkan kalimat akhir
tentang hakikat itu.3
B. Kelemahan Mengetahui Sesuatu Tidak Menafikan Eksistensi-Nya
Keterbatasan rasio dan ketidakmampuannya mengetahui hakikat
(esensi) sesuatu tidak menafikan eksistensinya. Kelemahan mengetahui esensi
jiwa tidak menafikan bahwa esensi jiwa itu berwujud. Ketidakmampuan
mengetahui esensi sinar tidak menafikan eksistensi sianar yang menyeruak ke
berbagai uruf. Ketidakmampuan mengetahui kadar atom juga benda-benda
lain yang rasio tidak dapat mengetahui esensinya dan tidak mampu
mengetahui asal atau kadarnya.

3
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 51

4
Eksistensi tuhan sama dengan ketentuan benda yang rill dan bermula;
dan benda-benda yang rasionalstik. Hal itu tidak perlu dicari buktinya kecuali
bagi orang yang menyangkal. Dia seperti orang buta yang mencari bukti
tentang adanya matahari pada pertengahan siang.
Dalam konsepsi semacam itu, kita dapat menggiring dan memberikan
sebagai bukti dan argumentasi pada hal-hal yang menunjukan ke jalan yang
benar dan menyingkap aspek kebenaran.4
C. Alam Memperkuat Eksistensi Allah
Eksistensi allah adalah hakikat (esensial). Perkaranya tidak boleh
diragunakan dan tidak dapat diingkari. Eksistensi allah adalah rill seperti
matahari yang bercahaya pada waktu pagi. Setiap benda di alam ini
menyaksikan dan membuktikan eksistensi allah. Berbagai benda alam dan
unsur-unsurnya akan memperkuat bahwa ia mempunyai pencipta dan
pengatur.
Dalam konteks semacam itu terdapat tiga ketentuan atau teori yang
dapat kita pilah sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan alasan
fundamental tentang permulaan atau munculnya alam semesta. Selain dari
teori ini tidak ada ketentuan lain.
1. Alam semesta bermula atau muncul dari tidak ada;
2. Alam semesta yang tercipta ini bermula dan muncul secara kebetulan
dengan sendirinya;
3. Alam semesta ini diciptakan oleh dzat yang mewujudkan.
Dari tiga teori itu dapat kita diskusikan satu persatu sebagai berikut:
Teori pertama adalah batin secara fundamental
Teori kedua. Teori ini lebih membingungkan daripada teori yang pertama
karena “secara kebetulan” tidak mungkin menetapkan tatanan nilai dan tidak
pula mewujudkan aturan hukum.
Jika teori pertama dan kedua tidak valid karena keluar dari lingkaran rasio,
logika, dan ilmu pengetahuan, maka hanya teori ketiga yang valid.

4
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996)hal 53

5
Teori ketiga menetapkan bahwa alam semestaada yang menciptakan dan ada
yang mengatur.
D. Fitrah Adalah Bukti Eksistensi Allah
Alam dan ketentuan yang terdapat di dalamnya seperti tata aturan,
menetapkan hukum, kebaikan, kesempurnaan, keteraturan, dan penciptaan
tidak dengan sendirinya muncul dan menyaksikan atau membuktikan sendiri
terhadap adanya penegak langit dan bumi. Namun, hal itu ada pihak lain yang
menyaksikan dan membuktikan, yaitu indra yang tertanam di dalam jiwa
manusia terhadap adanya Allah. Indra yang fitri ini dijadikan oleh Allah untuk
manusia. Indra yang fitri identik dengan karakter agama yang bisa
membedakan manusia dari hewan dan dapat membersihakan diri dari berbagai
penyebab. Indra ini tidak akan bangkit kecuali dengan kekuatan yang dapat
menangkal sepeti adanya penyakit yang datang dan bahaya yang menyelimuti.
Atas dasar itu Allah berfirman : “Jika manusia tertimpa kesusahan, dia
memohon kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. Ketika
Kami hilangkan kesusaha itu, dia seakan-akan tidak memohon keapda Kami
atas kesusahan yang menimpanya.” (Q.S 10:12)5
E. Bukti Kejadian Dan Pengalaman Mendapat Cobaan
Jika analisis rasio dituangkan pada alam semesta dan berbagai
rahasianya, maka ia akan mengacu dan menuju kepada allah. Jika indra yang
fitri yang dijadikan pangkal di dalam jiwa manusia, maka orang yang pintar
dan orang yang bodoh, orang kota dan orang desa, orang laki-laki dan orang
perempuan, orang pertama dan orang terakhir adalah sama.
Jika manusia mendapatkan pengalaman cobaan dalam kehidupan,
maka dia harus memegang tangan dan menyambungkan diri kepada allah
secara langsung karena hal ini akan membuka hakikat uang tidak dapat
disentuh oleh panca indra.
F. Kekuatan Tuhan

5
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996)hal 62

6
Diantara indikasi eksistensi allah bahwa orang-orang yang beriman
kepada allah dengan sebaik-baiknya ilmunya lebih tinggi daripada orang lain,
etikanya lebih bagus, jiwanya lebih bersih, hatinya lebih suci, sama lebih
banyak, pengaruhnya lebih besar, dan dia lebih bermanfaat kepada orang lain.6
Bagaimana dengan selain perilaku, kecintaan, dan kecenderungan
mereka padahal wajahnya ditunjukan kepada kebenaran, kebaikan, kebagusan,
dan kesempurnaan? Kenapa orang-orang yang beriman tidak sama dengan
orang yang tidak beriman kepada allah, baik dari aspel dangkalnya
kebodohan, munculnya karakter baik, buruknya jiwa, gelapnya hati, rusaknya
budi pekerti maupun sifat kelewatan dalam tuntunan dan kebutuhan? Dapat
dipastikan bahwa di balik itu terdapat rahasia yang tersembunyi.
Perubahan di dalam jiwa, sifat dan akhlak orang yang mukmin
merupakan dalil atau bukti yang paling menunjukkan atas adanya kekuatan
spiritual yang tersembunyi dan dapat mengaplikasikan perbuatan secara
implisit, namun pengaruhnya jelas dalam perilaku orang-orang mukmin yang
bisa mempertemukan ikatan mereka dengan ikatan semuanya itu.

G. Bukti Keterangan Agama


Di antara hal-hal yang dijadikan bukti atas adanya allah yang hakiki
adalah para nabi dan rasul. Mereka berkumpul di tengah-tengah manusia sejak
masa adam sampai masa Muhammad dengan ketentuan bahwa alam semesta
mempunyai tuhan dan mereka menyepakati hal itu.
Beberapa bukti telah menetapkan kebenaran mereka karena Allah telah
menguatkan mereka, sedangkan musuh-musuhnya tersungkar. Allah
meletakkan kalimat-Nya dutempat yang tinggi dan meletakkan kalimat orang-
orang kafir di tempat yang rendah. Bukti manakah yang lebih bagus dari pada
ucapan orang-orang yang benar bersama Allah, orang-orang yang ikhlas
kepapda-Nya, orang-orang yang menganjurkan kembali kepada-Nya, orang-
orang yang dikasih sayangi, dan orang-orang yang diperkuat.

6
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 63

7
H. Tak Ada Sandaran Untuk Menyimpang
Untuk yang terakhir kami tetapkan, belum ada ketentuan dari aspek
rasio dan aspek ilmu, yakni dalil atau bukti yang dapat dijadikan sandaran
untuk menafikan eksistensi Allah. Segala ketentuan yang dijelaskan oleh para
pembangkang hanyalah asumsi yang tidak mengacu pada logika yang jernih
dan ilmu yang akurat.
Penyimpangan hal itu bukanlah hal yang baru bagi manusia dan tidak
hanya terjadi pada masa sekarang. Penyimpangan ilmu sejak dahulu sudah ada
dan diberantas oleh paar Nabi sampai pada pergantian generasi dan masa.
Allah berfirman: “Mereka berkata, ‘Hidup kita ini tidak lain hanya sekedar
hidup di dunia. Sebagian kita mau dan sebagian kita yang lain hdiup. Tak ada
yang mematikan kita kecuali pergantian masa’ Mereka tidak lain hanya
menyangka” (Q.S. 45:24)
Fase ilmu adalah fase yang belum pernah terjadi pada masa
sebelumnya. Pada fase ilmu pengetahuan eksistensi Allah tidak dapat
diingkaribahkan para ilmuan sangat beriman kepada Allah. Yang dimaksud ini
bukan para sarjana ilmuan yang mengaku-ngaku melainkan para ilmuan
hakiki.
Konteks itu di perkuat oleh penelitian atau angket yang disebar luaskan
oleh Dr. Denret tentang pemahaman para pemikir filsafat terhadap para
pembesar ilmuan dengan tujuan untuk mngetahui akidah atau kepercayaan
mereka. Dari hasil penelitian ditemukan dua ratus sembilan puluh ilmuwan
yang berhubungan dengan akidah agama melalui rincian sebagai berikut:
1. Dua ratus empat puluh dua ilmuwan yang mneyatakan dan mengumumkan
keimanan mereka yang sempurna
2. Dua puluh delapan ilmuwan tidak sampai pada akidah
3. Dua puluh ilmuwan tidak memperhatikan pemikiran agama7

7
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 64-65

8
Kami mengakhiri pemabahasan ini tentang dalil aqli (argumentasi rasio)
terhadap eksistensi Allah dengan mengangkat pandangan para pakar yang
populer.
1. Herchel, pakar astronomi Ingris mengatakan :Jika balasan ilmu meluas,
maka argumentasi yang logis dan akurat tentang eksitensi Allah semakin
bertambah. Tak ada batas dan puncak untuk kekuasaan-Nya. Ahli geologi,
ahli matematika, ahli astronomi, dan ahli alam saling membantu dan
menjamin untuk memperkuat kemurnian dan ketinggian ilmu, yakni
kemurnian keagungan Allah.
2. Dr. Watch, pakar kimia Prancis mengatakan: Suatu saat saya merasakan
bahwa keyakinan saya kepada Allah tegoncang. Saya hadapkan wajah
saya dan saya tujukan pada akademisi ilmu untuk menguatkan kembali.

Sifat-Sifat Allah
Allah yang mewujudkan alam semesta mempunyai sifat-sifat yang baik
dan luhur. Sifat-sifat ini merupakan bagian dari petunjuk kesempurnaan
“rububiyah” dan keagungan “uluhiyah.” Sifat-sifat itu hanya allah yang
memiliki. Tak satu pun yang dapat menyerupai-nya. Allah maha esa dan
sebagai penguasa dan tuhan. Oleh karena itu, tak ada penguasa tuhan kecuali
dia.8
A. Sifat-Sifat Negatif
1. Allah Maha Awal dan Maha Akhir
Allah maha awal, artinya, eksistensi allah tidak bermula dan tidak
didahului oleh sesuatu yang tidak ada. Allah maha akhir artinya, eksistensi
allah tidak berakhir. Allah maha kekal yang tidak ada akhirnya. Dia itu
azali dan abadi yang tidak didahului oleh ketidakadaan dan tidak diikuti
oleh kerusakan karena eksistensi allah adalah wajib. Allah berfirman :
“Dia yang Awal dan yang Akhir, yang Lahir dan yang Batin. Dia maha
mengetahui segala sesuatu” (Q.S. 57:3). Allah juga berfriman: “Segala

Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
8

Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 67

9
sesuatu akan binasa kecuali Dzat-Nya” (Q.S. 29:88). Didalam ayat lain
Allah berfirman: “Semua orang yang ada di bumi akan binasa. Dzat
Tuahnmu yang mempunyai keagungan dan kemuliaan akan selalu kekal”
(Q.S. 55:26-27)
2. Awal penciptaan menurut pendapat ulama syara’
Di dalam hadis sudah rill bahwa arasy adalah ciptaan pertama yang
berada di atas, sedang air adalah ciptaan pertama yang berwujud materi
allah menciptakan air sebelum arasy sebagaimana hadis yang diriwayatkan
Ahmad dan Turmudzi setelah allah menciptakan arasy dan air. Dia
menciptakan langit dan bumi.
Di dalam hadist shahih juga sudha riil sebagaimana yag diriwayatkan
Ahmad dan Turmidzi bahwa ciptaan (makhluk) pertama yang bersifta
maknawi adalah qalam. Diriwayatkan dari ‘Ubadah bin Shamit bahwa
Rasulullah bersabda : “Benda yang pertama kali diciptakan Allah adalah
qalam. Allah lantas berfirman kepada qalam: ‘Tulislah,’ Qalam kemudian
menulis dengan ketentuan yang ada sampai hari kiamat”
Tentang ketentuan yang diriwayatkan bahwa :”ciptaan yang pertama
adalah akal (rasio)” tidak ada hadist bahwa “Permulaan sesuatu yang
diciptakan Allah adalah cahaya Nabimu, ya Jabir”
Dalil tersebut diatas tidak dapat dijadikan pegangan dan standar
tentang asal ciptaan dalam perspektif syara.
3. Awal ciptaan menurut pendapat para pakar astronomi dan geologi
Para pakar astronomi dan geologi sepakat dengan ulama syara bahwa
alam semesta adalah baru dan berevolusi setelah tidak berwujud. Hanya
saja mereka berbeda pendapat tentang awal kebaruan dan evolusinya.
Syara tidak membahas tentang hal itu, sedang mereka mengungkapkan
sebagaimana yang terdapat dalam buku “Sejarah Bumi” karya George
Gambou: evolusi alam semesta seratus biliunan tahun, sedang munculya
bumi masih sangat baru. Bumi berwujud sejak sepuluh biliunan tahun dna
kehidupan ini nampak sejak biliunan tahun. Hewan yang hidup didaratan
dna di lautan sejak dua ratus jutaan tahun, sedang hewan yang meyusul

10
sebagaimana yang diiktibarkan manusia pada salah satu cabangnya
muncul di atas bumi sejak seratus dua puluh jutaan tahun.
Manusia adalah delagasi yang paling baru di atas bumi. Pertama kali
dia berbentuk manusia sejak lima puluh jutaan tahun. Hanya Allah yang
lebih mengetahui hakikat itu.9
Suatu pertanyaan tidak dapat dibenarkan: Allah yang menciptakan
makluk, lantas siapakah yang menciptakan Allah?
Seorang ulama pembahas menulis jawaban tentang pertanyaan itu. Dia
memberi penjelasan secara deskriptif: Jika engkau meletakkan buku di atas
bangku lantas engkau keluar dari kamar dan kembali selang beberapa
waktu kemudian engkau melihat buku yang ditinggalkan pindah diatas
tangga, maka engkau pasti berkeyakinan, seseorang telah meletakkan buku
ini diatas tangga karena engkau tahu bahwa sifat buku tersebut tidak akan
pindah dengan sendirinya.
Seandainya di dalam kamar buku ada orang yang duduk di atas kursi
lantas engkau keluar dan kembali ke kamar itu kemudian engkau melihat
orang itu duduk di atas permadani misalnya, maka engkau tidak akan
bertanya sebab kepindahannya dan engkau tidak akan berkeyakian, orang
lain yang memindahkan orang tersebut dari tempatnya karena engkau
mengetahui bahwa sifat seseorang bis pindah dengan sendirinya dan dia
tidak butuh kepada orang yang bisa memindahkan.
Jika makhluk ini baru dan kita mengetahui bahwa sebagian karakter
dan sifatnya tidak akan diketemukan dengan substansinya, bahkan harus
membutuhkan yang mewujudkan, maka kita akan mengetahui bahwa yang
mewujudkan adalah Allah. Jika kesempurnaan “alihiyah” menunjukan
ketidakbutuhan Tuhan kepada yang lain, bahkan sebagian sifat-Nya tegak
dengan sendirinya, maka engkau akan mengetahui bahwa Allah maujud
dengan substansi-Nya dan tidak membutuhkan orang yang mewujudkan.
4. Tak satu pun yang menyerupai allah

9
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 69-70

11
Tak satu pun yang menyerupai allah dan dia juga tidak menyerupai
sesuatu. Segala hal yang tergores di dalam hati kita tidak sama. Allah
berfirman: “Tak satu pun yang menyerupai Allah, Allah maha mendengar
lagi maha melihat” (QS 42: 11).10
Penyerupaan selain Allah kepada-Nya tentang sebagian sifat itu hanya
dari aspek nama, bukan dari aspek hakikat. Jika dikatakan : Polan maha
mengetahui, maha hidup, maha ada, maha kuasa, maha bijaksana, dan
maha penyayang, itu hanya dari aspek lahiriyah. Dengan demikian
eksitensi ilmu, hidup, kuasa, bujaksana dan kasih sayang bagi Allah sangat
sempurna, sedang eksistensi semua sifat itu bagi individu sangat kurang
jika dihubungkan kepada Allah. Allah berfirman: “Bagi Allah terdapat
contoh (perumaan) yang Maha Tinggi. Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana” (Q.S. 16:60).
Manusia diciptakan dalam keadaan lemah,sedang Allah maha kuat dan
maha mulia. Manusia adalah kurang sedang Allah sempurna mutlak.
Manusia ditetapkan dengan kematian, sedang Allah Maha Hidup dan tidak
akan pernah mati. Allah berfirman: “Dia adalah Allah, Tak adan Tuhan
selain Dia yang Maha Hidup dan Maha Tegak. Dia tidak mengantuk dan
tidak tidur. Segala apa yang ada dilangit dan di bumi adalah milik-Nya.
Tak satupun yang dapat memberi pertolongan kecuali dengan seizin-Nya.
Dia mengetahui apa-apa yang ada di belakngnya. Mereka tidak
mengethaui ilmu-Nya kecuali dengan kehendak-Nya. Kursi-Nya meliputi
langit dan bumi. Dia tidak susah memelihara keduanya. Dia maha tinggi
lagi Maha Besar” (Q.S. 2:255).
5. Esa
Allah Maha Esa dalam subtansi (dzat), sifat, dan perbuatannya.
Keesaan dalam Dzat-Nya mempunyai pengetahuan bahwa substansi Allah
tidak tersusun dari beberapa bagian dan tak ada yang menyerupai dan

10
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 71

12
menyekutui kerajaan-Nya. Allah berfirman: “mMaha Suci Dia. Allah
Maha Esa lagi maha Perkasa” (QS. 39: 4).
Keesaan sifat mempunyai pengertian, tak satupun orang yang
mempunyai sifat yang menyerupai sifat Allah. Keesaan perbuatan
mempunyai pengertian, tak satu pun orang yang berbuat menyerupai
perbuatan Allah. Allah yang menciptakan segala sesuatu. Allah Maha Suci
dan Maha Menyendiri untuk mewujudkan dan menciptakan. Allah
berfirman: “Katakan: Allah Maha Esa, Allah Maha Tempat Bergantung.
Dia tidka beranak dan tidak diperanakan. Tak satupun yang dapat
menyerupai-Nya” (Q.S. 114:1-4)
6. Trinitas akidah penyembahan berhala
Asas akidah (Kepercayaan) orang-orang kristen adalah Trinitas,
artinya tersususn dari tiga pondasi, yaitu bapak, anak, dan roh kudus,
yakni tiga elemen. Setiap elemen berdiri sendiri dari yang lain. Ketiganya
ini menjadi satu tuhan, salah seorang pemeluk kristen berkata:
“Ini adalah Tuhan, anak Tuhan, dan roh kudus ketiganya menjadi
kesatuan yang tidak bisa dibagi-bagi”.11
Trinitas tidak hanya khusus bagi orang-orang kristen. Di dalam
Ensklopedia Prancis abad XXI terdapat ungkapan tentang kata “Trinitas”:
Pernyataan tiga pribadi adalah terspidah dan membentuk satu Tuhan
tentang kepercayaan Agama Kristen dan agama lain. Misalnya dikatakan
“trinitas” Kristen dan “Tri Darma” Hindu

B. Sifat-Sifat Positif
1. Kuasa
Allah maha kuasa dan tak satu pun yang dapat melemahkan-Nya.
Bermula atau munculnya alam semesta karena kekuasaan dan keagungan-
nya. Kekuasaan allah selalu baik dan relevan sepanjang masa untuk
mewujudkan dan meniadakan segala yang mungkin.

11
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 75

13
Allah berfirman: “Sesungguhnya telah kami jadikan beberapa langi,
bumi dna apa-apa yang ada diantara keduanya dalam jangka lima hari; dan
kami tidak merasa payah sedikit pun” (Q.S. 50:38). Allah yang
menghidupkan dan mematikan, dan Hanya milik-Nya perbedaan malam
dan siang.12
2. Berkehendak
Allah Maha Berkehendak, artinya allah menentukan sesuatu yang
mungkin dengan sebagian yang diperbolehkan. Allah menjadikan panjang
atau pendek, baik atau buruk, pintar atau bodoh di suatu tempat atau di
tempat lain. Allah yang mengatur alam semesta menurut kehendak,
keinginan, dan kebijaksanaan-nya. Allah berfirman : “Kami hanya
mengatakan pada sesuatu : Jika Kami mengehdaki, Kami padakan
padanya: Jadilah, lantas ia jadi (Q.S 16:40). “Tuhan menciptakan apa-apa
yang dikehendaki dan dia memilihnya. Mereka tidak berhak memilih
Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa-apa yang mereka
persekutuykan” (Q.S. 28:68).
3. Mengetahui
Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu dan ilmu-nya selalu
meliputi data-data yang telah lampau, sekarang, atau yang akan datang.
Ilmu allah tidak terbatas dengan masa dan tempat. Ilmu allah terhadap
keseluruhan sama halnya sebagian. Tak satu pun yang ada di alam semesta
ini baik berupa taat aturan, keyakinan maupun ketetapan hukum kecuali
terdapat keterangan yang menyinari cakupan ilmu dan kesempurnaan
hikmat-Nya. Allah berfirman: “Tidakkah engkau ketahui bahwa Allah
mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Tiga
orang tidak akan berbisik kecuali Dia yang menjadi keempatnya.
Demikian juga lima orang kecuali Dia menjadi kelimanya. Tidak akan
kurang dari itu dan tidak pula lebih kecuali Dia bersama mereka dimana
saja mereka berada. Dia lantas mengabarkan kepada mereka apa-apa yag

12
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 80-81

14
mereka kerjakan pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
atas segala sesuatu” (Q.S. 5:48)
4. Hidup
Allah maha hidup. Hidup adalah sifat yang membenarkan dan
mengarahkan sesuatu yang disifati dengan berkuasa, berkehendak,
mengetahui, mendengar, dan melihat. Seandainya allah tidak hidup, sifat-
sifat itu tidak mungkin ada.13
Hidup Allah adlah hidup yang sempurna dan tak ada yang lebih
sempurna daripadanya kadarnya tidak dapat disentuh dan hakikat-Nya
tidka dapat diketahui seperti semua sifat-Nya. Hidup Allah tidak diikuti
oleh ketidaksamaan dan tidak menunjukkan adanya keputusan dan
kerusakan. Oleh karena itu, sifat maha mengetahui tidak mungkin mucul
kecuali dari yang Maha Hidup. Allah berfiran: “Bertakwalah kepada yang
Maha Hidup dan tidka akan mati.” (Q.S. 25:58).
5. Berfirman
Allah maha berfirman, firmannya tidak berwujud huruf dan suara. Sifat
ini telah ditetapkan allah untuk dirinya dan dia pernah bercakap dengan
musa. Allah berfirman: “Allah bercakap-cakap dengan Musa dengan
sebenarnya” (QS. 4: 164). Setelah musa datang pada waktu perjanjian
kami dan tuhan bercakap-cakap dengannya” (QS. 7: 143). Allah juga
pernah bercakap-cakap dengan para nabi, Allah berfirman: “Manusia tidak
akan mendapatkan bahwa Allah bercakap-cakap dengannya kecuali berupa
wahyu” (Q.S. 42:51)
Sifat allah yang telah ditetapkan untuk diri-Nya, kita harus mengimani
dan kita tidak boleh membahas hakikatnya; karena sifat itu sama dengan
sifat “ilahiyah” yang lain tidak mungkin diketahui hakikatnya.
6. Mendengar dan melihat
Allah maha mendengar, dia mendengar segala sesuatu sampai pada
semut hutan yang merayap di padang pasir yang tidak ada tumbuh-

13
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 82-83

15
tumbuhan di kegelapan malam tanpa disibukan oleh pendengaran terhadap
satu kelompok dari pendengaran terhadap kelompok lain dan tanpa
dikaburkan oleh bahasa, tanpa dipengaruhi oleh kegaduhan, atau tanpa
dibingungkan oleh kekacauan. Allah tidak mendengar dengan anggota
badan, dengan alat, dengan telinganya, dan dengan lobang telinga.
Allah juga berfirman : “Allah mengetahui mata yang khianat dan apa-
apa yang disembunyikan dada. Allah menghukum dengan adil. Tuhan-
yuhan yang mereka sembah kecuali Allah tidak akan menghukum sedikit
pun. Allah Maha Mendengar lagi maha Melihat” (Q.S. 40:19-20)

C. Sifat Dzat Dan Sifat Perbuatan


Allah mempunyai sifat Dzat, yakni sifat positif (Tsubuti) dan sifat arti
(ma’ani), yaitu hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, mendengar,
melihat, dan berfirman. Disamping itu, allah mempunyai sifat perbuatan, yaitu
sifat menciptakan dan memberi rezeki adalah allah menjadikan makhluk dan
memberi rezeki.
Para ulama sepakat bahwa sifat perbuatan bukanlah Dzat dan hanya
sekedar tambahan. Mereka berbeda pendapat tentang sifat dzat apakah ia
merupakan bentuk Dzat? Artinya, Allah maha mengetahui dan hidup dengan
Dzat. Demikian juga sifat-sifat positif yang lain. Atau apakah sifat Dzat itu
meruapakn sifat tambahan bagi Dzat? Artinya, Allah maha mengetahui
dengan sifat mengetahui, Allah hidup dengan sifat hidup..
Sebagaimana pandangan ulama dan para pimpinan agama bahwa hal
tersebut termasuk asing bagi Islam, bid’ah, sesat bagi akidah, dan keji yang
harus di disucikan oleh orang-orang islam. Dzat Allah lebih agung daripada
perolehan dan persangkutan kita terhadap contoh itu.
Format itu merupakan pemikiran dari hal-hal yang telah kami cegah.
Allah tidak akan membebani kita, karena Allah keluar dari ikatan dan ligkaran
dari rasio yang terbatas. Dzat Allah melebihi penangkapan rasio yang terbatas.
Dzat Allah melebihi penangkapan rasio. Allah berfirman : “Allah tidak dapat
ditangkap oleh penglihatan (mata) dan dia menangkap penglihatan.” “Allah

16
mengetahui apa-apa yang ada dibelakangnya. Mereka tidak dapat meliputi
ilmu-Nya (tentang hakikat Dzat-Nya)” (Q.S.20:110).14

D. Sifat Allah Adalah Panji Petunjuk


Kita Harus berjalan di atas panji sifat-sifat itu, menariknya sebagai sinar,
dan menjadikannya sebagai teladan yang berharga, serta menetapkannya
sebagai tujuan sehingga kita dapat sampai pada puncak derajat keluhuran jiwa
dan ketinggian rohani.
Perlu kami kutip dari kitab: “Ad-Dinul Ilami” keterangan sebagai berikut!
1. Allah yang menguasai alam semesta, Ini contoh (teladan) baik yang lurus
diambil oleh orang islam.
2. Allah maha pengasih. Allah membri kekuatan kepada makhluk-Nya dan
menetapkan kecntaan-Nya tanpa mereka harus melakukan perbuatan.
3. Allah maha penyayang, Allah membahas manusia karena perbuatannya
4. Allah yang merajai hari kiamat. Lalah menghisap manusia karena
perbuatannya.
Empat sifat tersebut akan mengaktualkan sifat Allah yang luhur dan
contoh yang baik. Apa-apa yang diungkapkan dari sifat-sifat itu diungkapkan
pula dari sifat-sifat yang lain.
Hal-hal yang berkaitan dengan sifat Allah yang menunjukkan keuasaan
dan pengaturan. Allah memberi perintah kepada para malaikat agar bersujud
kepada manusia (Adam) dan menundukkan langit dan bumi agar melayani dan
memanfaatkannya. Oleh karenanya, manusia wajib mengambil sifat Allah
sebagai contoh yang baik agar menjadi orang yang ahli menegakkan
kekhalifahan dan menundukkannya. Kami tidak bermaksud agar manusia
mengambil sifat Allah sebagai contoh (teladan) baik yang memungkinkan
sampai pada derajat kesempurnaan. Kami hanya bermaksud agar manusia
menjadikan sifat itu sebagai pegangan dalam hidup sehingga dia dapat hidup
tentram dan membawa berkat.

14
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 86

17
Hakikat Iman Dan Buahnya
A. Realitas Iman
Iman kepada allah memberi contoh persambungan yang paling mulia
antara manusia dan pencipta. Segala sesuatu yang paling mulia di bumi adalah
manusia, di dalam diri manusia adalah hati, dan di dalam hati adalah iman.
Oleh karena itu perunjuk iman adalah nikmat yang paling agung dan
pemberian Allah yang paling utama secara umum. Allah berfirman: “Mereka
menyebut-nyebut karunianya kepadamu karena mereka masuk Islam.
Katakan: Jangan kalian menyebut-nyebut keislaman kalian kepadaku sebagai
karunia. Namun Allah yang memberi karunia kepada kalian untuk
menunjukkan kalian pada iman” (Q.S. 49:17). “tetapi Allah yang memberikan
iman kepada kalian, menjadikannya perhiasan didalam hati kalian, dan
membencinya (menjauhkan) kekafirn, kefakiran, dan kemaksiatan kepada
kalian. Mereka itu orang-orang cerdik. Semua itu sebagai karunia dan nikmat
dari Allah” (Q.S. 49:7-8).15
Iman tidak hanya berupa ucapan di mulut dan kepercayaan terhadap
sorga. Iman adalah akidah yang memenuhi hati dan memunculkan pengaruh
seperti munculnya sinar matahari dan munculnya semerbak bau dari bunga
mawar.
Iman tidak akan sempurna kecuali dengan cinta hakiki, yaitu cinta
kepada Allah, cinta kepada Rasul-Nya, dan cinta kepada syariat yang
diwahyukan. Didalam hadist terdapat keterangan: “Ada tiga orang yang akan
memperoleh kenikmatan iman: Pertama, Allah dan rasul-Nya lebih dicintai
oleh seseorang dari pada yang lain. Kedua, orang yang tidak mencintai orang
lain kecuali hanya Allah. Ketiga, orang yang tidak ingin kembali kepada
kekafiran sebagaimana dia tidak ingin terlempar ke dalam neraka.” Rasulullah
bersabda: “Salah seorang di antara kalian tidak di anggap sempurna imannya

15
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 91

18
sehingga saya lebih dicintai dari pada Bapaknya, Anaknya, Dirinya yang
terdapat diantara kedua lambungnya dan semua orang”
Sesuatu yang paling agung yang timbul dari iman adalah berpegangan
pada wahyu karena wahyu adalah sumber murni yang tidak tercampur oleh
bauran hawa nafsu atau penyakit praduga. Berpegangan pada wahyu adalah
persambungan dengan Allah dan menerima secara langsung tanpa ditengah-
tengah dna tanpa dipaksa. Ini merupakan bentuk persambungan yang paling
tinggi.
Iman muncul di dalam ayat-ayat Al-Qur’an bersamaan dengan amal
saleh. Jika iman tidak bersamaan dengan amal saleh, meka imannya sia-sia.
Dengan demikian iman semacam ini bagaikan pohon yang tidak berbuah dna
tidak membentangkan naungan. Pohon seperti ini tumbang lebih bagus
daripada tetap hidup. Demikian juga amal, amal jika tidak bersamaan dengan
iman, amal tersebut menjadi riya dan kemunafikan. Riya dan kemunafikan
adalah jahat yang akan menimpa manusia. Allah berfirman: “Demi masa.
Sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi kecuali orang-orang yang
beriman, beramal saleh dan berwasiat dengan kesabaran” (Q.S. 103:1-3).
Iman dalam pengertian ini adalah iman yang qurani, yaitu iman yang
dikehendaki Allah utnuk hamba-hamba-Nnya. Jika iman benar, iman akan
merubah pada kekuatan positif dalam kehidpan, yaitu iman yang mengubah
kelemahan menuju kekuatan, kekalahan menuju kemenangan, keputusan
menuju cita-cita, dan cita-cita menuju amal. Allah berfirman : “Sesungguhnya
Kami menolong para rasul kami dan orang-orang yang beriman pada waktu
hidup di dunia dan di akhirat” (Q.S. 40:51). “Menolong orang-orang yang
beriman adalah hak Kami” (Q.S. 30:47).

B. Buah Iman
Jika manusia mengetahui (makrifat kepada) Allah dengan jalan rasio
dan hati, maka makrifat itu membuahkan buah yang malang memberi
pengaruh yang baik, di dalam jiwa dan mengarahkan perilaku kearah yang
lebih baik dan benar, ketinggian dan keindahan.

19
Untuk mengetahui secara jelas, sebagian iman akan kami rinci sebagai
berikut:
Pertama, iman akan mengawasi pengawasan orang lain. Iman
menuntut pengakuan bahwa Allah Maha Menghidupkan, Maha Mematikan,
Maha Merendahkan, Maha Memberi Bahaya, dan Maha Memberi
pertolongna. Allah berfirman: “Katakan: ‘Saya tidak berhak mendapat
pertolongan untuk diriku dan tidak berhak menolak bahaya kecuali jika Allah
emnghendaki. Seandainya saya megetahui yang gaib, tentu saya akan
memperbanyak kebaikan dan kejahatan tidak akan menimpa diriku. Saya ini
hanya sekedar penyampai kabar takut dan kabar gembira kepada kaun yang
beriman’” (Q.S. 7:188)16
Kedua, iman dapat membangkitkan semangat keberanian, maju
pantang mundur, tidak menghiraukan mati, dan sennag mati syahid demi
menegakkan kebenaran. Iman member siyarat dan petunjuk bahwa Allah yang
member umur. Umur tidak akan kurang karena maju dan tidak akan
bertambah karena mundur. Banyaks ekali manusia yang mati di aats kasur
empuk dan banyak sekali orang yang selamat padahal dia terjun dan
bertempur di medan perang Allah berfirman: “Manusia tidak akan mati
kecuali dengan izin Allah sebagai suratan yang dijanjikan” (Q.S. 3:145).
Ketiga, iman menuntut keyakinan bahwa yang Maha Pemberi Rezeki
adalah Allah dan rezeki itu tidak diatur oleh keinginan orang yang sangat
ingin dan ditolak oleh kebencian orang yang sangat benci. Allah berfirman:
“Tak satu pun binatang yang melata di bumi kecuali Allah yang member
rezeki. Allah mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimapanannya.
Semua itu terdapat dalam kitab yang nyata” (Q.S. 11:6).
Keempat ketentraman adalah pengaruh iman, yaitu ketentuan hati dan
ketenangan jiwa Allah berfirman : “Yaitu orang-orang yang beriman dan
hatinya tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram” (Q.S. 13:28), “Allah yang menurunkan

16
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 96

20
ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman agar meimannya
bertmabah bersama keimanan mereka” (Q.S 45:4)17
Jika hati menjadi tenteran dan jiwa menjadi tenang, manusia akan
merasa sejuknya kesenangan dan manisnya keyakinan, dan dia dapat
menghadapi terror dengan keberanian dan teguh mengembalikan bencana
ketika menimpanya.
Kelima, iman dapat mengangkat kekuatan manusia yang bersifat
maknawi dan menyambungkannya dengan sifat (teladan) yang luhur yaitu
Allah sebagai sumber kebaikan dan kesempurnaan. Dengan demikian,
manusia akan terangkat dari berbagai materi, terlepas dari syahwat dan
terhindar dari kenikmatan dunia. Dia hanya memandang kebaikan, kesucian,
kemuliaan dan tereaisasinya nilai-nilai baik. Oleh karenanya, seseorang
manuju pada arah pertemuan dengan Allh demi kebaikan dirinya, kebikan
umatnya dan kebaikan seluruh manusia.
Hal itu merupakan pangkal untuk menyertakan amal saleh beserta
cabang-cabangnya dengan iman; Amal saleh merupakan pokok pondasi yang
keluar dan menyembul dari imam. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-
orang yang beriman dan beramal saleh. Tuhan member petunjuk kepada
mereka karena keimannya” (Q.S. 10:9). “Sesungguhnya Allah menunjukkan
orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus” (Q.S. 22:54). “Barag siapa
yang beriman kepada Allah, Allah menunjukan hatinya”(Q.S. 64:11). Jika hati
telah mendapat petunjuk, maka adakah kebaikan yang emninggalkannya?
Keenam, hidup yang baik dipercepat oleh Allah bagi orang-orang
mukmin di dunia sebelum akhirat. Kehidupan ini terilustrasikan dalam
wilayah dan kekuasaan Allah bagi oeang mukmin. Dia mendapat petunjuk dan
kemenangan menghadapi musuh-musuhnya. Allah menjaga sesuatu yang
mengatur san menahannya. Allah mengambil dengan kekuasann-Nya jika dia
tergelincir atau kakinya terpereset, terutama yang berkaitan dengan
kesenangan materi yang mengiasainya. Allah selalu menolongnya memutus

17
Sayid Sabiq, “Akisah Islam, Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra
Wahyu”, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1996) hal 98

21
perjalanan hidup dalam kemudahan. Allah berfirman: “Barangsiapa yang
menegrjakan kenaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia tetap
beriman. Kami tentu membalas kehidupan kepadanya dengan kehidupan yang
baik dan Kami balas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa
yang mereka kerjakan” (Q.D. 16:97).

Ahklak Kepada Allah Swt

Yang dimaksud berakhlak mulia terhadap allah adalah berserah diri hanya
kepada-nya, bersabar, ridha terhadap hukum-nya baik dalam masalah syariat
maupun takdir, dan tidak berkeluh kesah terhadap hukum syariat dan takdirnya.
Sebagai seorang hamba allah yang sangat lemah dan tidak berdaya, manusia
diharuskan untuk mentaati dan patuh kepada allah (Khaliq) yang maha perkasa.
Bukti kekerdilan dan kelemahan manusia terjawab lewat doa-doa manusia kepada
allah baik yang dilakukan ketika sehat maupun ketika sakit, baik dilakukan dikala
aman maupun dikala huru-hara (musibah). Namun, semua syarat-syarat
diterimanya doa itu adalah memerlukan mekanisme tersendiri. Akhlak terhadap
Allah, artinya bagaimana cara berkomunikasi dengan Allah agar permohonannya
diterima tanpa hambatan, bagaimana mendekati Allah dengan lurus (langsung)
tanpa ada rintangan, dan bagaimana untuk mendapatkan surga Allah tanpa harus
masuk keneraka lebih dahulu? Ini semua memerlukan metode cara dan akhlak
apa yang perlu dipakai demi mencapai tujuan tersebut?18
Allah itu adalah khaliq (pencipta) seluruh alam dan isinya. Manusia sebagai
makhluq (hasil ciptaan) allah, manusia sebagai bawahan yang paling bawah dan
hina sekali seandainya dia lupa daratan atau melampaui batas, maka azab allah
sangat pedih. Tetapi, manusia akan terangkat derajat dan martabatnya tatkala
menempuh kehidupannya di dunia ini.

18
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 65-66

22
Akhlak kepada allah adalah berserah diri hanya semata-mata kepada allah
SWT., bersabar atas segala cobaan dan pemberiannya, ridha terhadap hukum-Nya
atau syariat-Nya, baik dalam masalah takdir, dan tidak pernah keberatan terhadap
takdir-nya dan juga terhadap hukumnya yaitu syariat Islam.
Berakhlak terhadap allah adalah agar beribadah kepadanya dengan sebenar-
benarnya untuk mendekatkan diri kepada-nya. Setiap kali kamu mendekatkan
diridari-Nya karena keagungan-Nya. Berakhlak terhadap Allah adalah 1)
menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala laranagn-Nya serta
waspada tersehadap larangan tersebut, 2) cermat dalam segala perantara atau
sebab yang dpat mendekatikan seorang hamba kepada Tuhannya, dan
menjadikan-Nya sebagai kekasihnya, 3) menghindari diri dari perbuatan yang
dilarang-Nya. Karena perbuatan yang dilarang mengiring manusia untuk
mengikuti nafsu amarah. Dan melawan nafsu adalah sebuah perbuatan yang
sangat seulit dilakukan kalau manusia tidka stabil keimannya. Dan jihad yang
paling besar menurut konsep Islam adalah jihad melawan nafsu.
A. Pengertian Takwa
Takwa adalah memlihara diri dari siksaan allah dengan mengikuti
segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya. Untuk mengetahui
lebih jauh apa yang disebut takwa itu. Pada suatu hari Umar bin Khatab
bertanya keapda Ubay bin Ka’ab, “Tahukah makna takwa wahai Ubay?”
Beliau menjawab (Ubay Balik Bertanya) : Pernahkah anda belajar di atas duri,
wahai Umar? “Pernah!” jawab Umar. Hidup diatas bumi ini persisnya seperti
berjalan diatas duri, kita harus berjalan dengan penuh kehati-hatian sehingga
kaki bisa selamat dari pijakkan duri tersebut. Itulah hakikatnya takwa. Jika
kita dapat menghindari segala macam laranagn Allah dan Rasul-Nya,
menjauhi semua yang menyebabkan murka-Nya, mejauhi semua jenis maksiat
dan sebaliknya menjalankan semua perintah-Nya, berarti kita akan mulus
menuju akhirat dengan mendapat perlindungan-Nya. Sehingga kita akan

23
menggapai kenikmatan surge dan kemuliaan bersama para Nabi, Rasulullah
Saw. dan orang-orang saleh.19
Allah Swt berfirman:
Siang dan malam harus hati-hati agar tidak terpeleset kaki atau aggota
tubuh seluruhnya dan hati untuk tidak melakukan dan berniat melakukan
ekslaahan dan kesyirikan yang menyebabkan kita mati di luar Islam.
Demikian mulianya ajaran Islam sehingga siapa pun yang benar-benar
bertakwa akan mendapat pengampunan Allah dan dijanjikan kemuliaan di
duna dna akhirat hanya karena ketakwaan. Ketakwaan para sahabat Rasulullah
dan keluarganya misalnya Umar bin Khattab, Abu Bakar Siddiq, Usman bin
AFfan, Ali bin Abi Thalib, dan lain-lain merupakan orang-ornag yang telah
teruji keislaman mereka dalam mepersembahkan diri mereka terhadap Allah,
Rasul dan Islam. Mereka telah menggadaikan nyawa dan harta demi Islam.
Mereka telah berbuat banyak demi Islam, mereka telah berkiprah di bawah
panji-panji Islam, mereka telah hidup dan berjuang bersama-sama Rasulullah
untuk menyebarkan risalah tauhid ke seantero dunia. Mereka telah berbuat
semuanya itu semata-mata hanya sebagai kecintaan kepada Allah Swt dan
Rasul-Nya.
Ketahuilah bahwa manusia dapat memutus jalan menuju Allah dengan
hati dan niatnya bukan dengan badannya. Manakala yang dikatakan takwa
adalah ketakwaan hati bukan ketakwaan anggota tubuh. Sebagai bukti bahwa
takwa itu di dalam hati adalah dapat dilihat keterangan dalam AL-Qur’an dan
Sunnah Rasul Saw. sebagaimana berikut:
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan
syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”
“daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tiodak dapat
mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakawaan dari kamulah yang dapat
mencapainya”
Nabi bersabda: “Ketakwaan ada di sini, sambil meunjuk ke dadanya”

19
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 68

24
B. Kegunaan Takwa
Alangkah banyak kegunaannya bagi orang-orang yang benar-benar
bertakwa kepada allah. Hanya saja manusia yang lengah atau lalai yang tidak
memahami apa manfaat atau kegunaan takwa. Dianntara kegunaan takwa
kepada allah adalah sebagai berikut:
1. Allah akan memberikan sesuatu kepada orang-orang bertakwa, yaitu
furqan. Jika manusia memiliki sikap furqan, berarti dia mampu
membedakan antara halal dan haram, mampu membedakan hal yang baik
dan buruk, dan mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Allah
berfirman dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan meberikan kepadamu furqn dan
menghapuskan segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar”20
Makna al-furqan adalah pembeda, yaitu pembeda antara kajahilan dan
kebenaran, kebohongan dna kebenaran, kenikan dan kebatilan, keimanan
dan kemunafikan, kedamian dan kebinasaan.
2. Mendapatkan limpahan berkah dari langit dan bumi. Janji Allah ini
terdapat dalam Al-Qur’an : “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan keapda mereka
berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”
Orang yang beriman dan bertakwa adalah orang-oramg yang mendapat
bantuan Allah baik di dunia atau di akhirat. Allah akan memberikan
kepada mereka yang beriman dan bertakwa akan keberkahan rezeki,
keberkahan umur, keberkahan hidup, keberkahan ilmu, dan keberkahan
dalam rumah tangga. Sebaliknya, jika orang-orang tersebut mendsutakan
ayat-aayt Allah, lari dari petunjuk Allah, berpaling dari peringatan Allah,

20
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 72

25
serta imgkar terhadap rahmat-Nya, maka yang diterima adalah azab dan
kesengsaraan di dunia dan akhirat.
3. Mendapatkan jalan ke luar dari kesulitan. Sebagaimana firman Allah:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan kengadakan
baginya jalan keluar”. Disamping mendapatkan keberkahan dari langit dan
bumi Alah juga akan memberikan jalan keluar dari segenap permasalahan
bagi ornag-orang yang bertakwa. Jalan keluar yang dimaksudkan di sini
meliputi kesulitan dalam berbagai masalah di dunia dan yang lebih penting
lagi adalah jalan keluar yang akan kita hadapi di hari kiamat. Tidak ada
yang masalah sulit atau sukar yang dihadapi oleh orang-orang yang
bertakwa kecuali Allah berikan solusinya.
4. Mendapatkan rezeki yang tanpa diduga-duga. Sebagaimana firman Allah:
“.. Dan Dia akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-
sangkanya”. Ini merupakan janji Allah bagi orang-orang yang bertakwa
dan beriman, sebab Allahlah yang Maha Kaya dan daripada-Nyalah semua
jenis rezeki berasal. Dan ini telah direalisasikan kepada para Nabi dan
Rasul dan hamba-hamba-Nya yang saleh.
5. Mendapatkan kemudahan dalam urusannya. Sebagaimana firman Allah:
“Dan barangsiapa yang bertakwa keapda Allah niscaya Dia akan
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” Tidak ada kesukaran
kalau Allah telah memudahkannya, demikian pula sebaliknya tidak ada
kemudahan kalau Allah telah mempersukarkannya. Oleh karena itu,
keapda orang-orang yang bertakwa dan beriman, Allah menjanjikan
kemudahan dalam segala urusannya apalagi kemudahan untuk melepaskan
diri dari huru hara uang akan kita hadapi di hari kiamat.
6. Menerima penghapusan dosa dan mendapatkan pahala yang besar.
Sebagaimana firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
bertakwa keapda Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan

26
dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni
(dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. 21
Demikianlah enam hal pemberian Allah terhadap orang-oang yang
bertakwa dan beriman kepada Allah di dunia dan akhirat kelak.
Untuk memperoleh predikat takwa dan beriman adalah tidka semudah
membalik telapak tangan, akan tetapi perlu menghadirkan cinta keapda Allah
melebihi segala-galanya. Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan
dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya keapada apa yang
dicintainya dengan penuh semangat dan kasih sayang. Allah berfriman :
“Adapaun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya keapda Allah”
Bagi seorang mukmin persoalan cinta kepada Allah adalah hal yang
lumrah dan ini sesuai dengan predikatnya sebagai orang mukmin.
Orang mukmin selalu menjalankan perintah Allah dengan ikhlas, bekerja
dalam mena=jalani hidup dengan ikhlas, beribadah dengan tulus ikhlas bukan
takut neraka dan bukan pula mengharapkan surge Allah, akan tetapi semua itu
dilakukan bersadarkan ridhanya kepada Allah.
Orang yang bertakwa mempunyai sikap khauf (takut) keapda Allah Swt.
baik secara lahir atau secara batin (dalam hati). Sikap takut dapat diketahui
emallui amal harian kita dalam mematuhi segala perintah Allah dan Rasul-
Nya demikian pula sikap hati dalam membenci kemaksiatan dan kemurkaan
Allah.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata tawakkal ada dua macam, yaitu:
1. Bertawakkal kepada allah dalam mencari kebutuhan hidup duniawi atau
menolak sesuatu yang membahayakan
2. Bertawakkal untuk mendapatkan apa yang dicintai allah, mencari
keridhaan-Nya dengan keimanan,keyakinan,dan dakwa kepada-Nya.
Tawakkal yang paling besar adalah bertawakkal dalam mendapatkan
hidayah, bertauhid, mengikuti rasul dan ,memerangi kebatilan; inilah tawakkal
Rasul dan pengikut-pengikut-Nya.

21
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 73-75

27
Tawakkal terhadap sesuatu artinya bergantung dan bersandar
kepadanya. Tawakkal kepada allah berarti bergantung dan bersandar kepada
Allah dalam segala keperluan dan merasa cukup apa yang telah diberikan-
Nya. Dan tawakkal merupakan bagian dari kesempurnaan iman sesorang.
Syaikh Utsaimin membagi tawakkal menjadi tiga macam yaitu:22
1. Tawakkal kepada allah. Ini salah satu bukti kesempurnaan dan kejujuran
iman seseorang. Tawakkal macam ini hukumnya wajib. Dan iman
seseorang belum dianggap sempurna sebelum tawakkalnya kepada allah
sempurna.
2. Tawakkal sirr, yaitu bersandar kepada allah yang mati dalam mendapatkan
sesuatu yang bermanfaat atau menyingkirkan sesuata yang
membahayakannya, ini jelas kemusyrikan besar, karena ia tidak dilakukan
kecuali oleh orang yang meyakini bahwa mayat tersebut memiliki
kekuatan yang luar biasa di alam semesta, tidak ada bedanya baik yang
mati itu seorang nabi, wali atau thaghut musuh allah.
3. Tawakkal kepada orang yang mampu melaksanakan sesuatu perbuatan
dengan dibarengi rasa segan karena tingginya martabat yang ia miliki dan
rendahnya derajat orang yang bertawakkal tersebut. Seperti menyandarkan
diri kepadanya dalam mendapatkan rezeki atau semisalnya. Perbuatan ini
termasuk syikir kecil, karena kuatnya ketergantungan hati pada sesuatu.
Jika bergantungnya itu hanya sekadar sebagai sebab dan allah yang
menentukannya, maka hal tersebut tidak menjadi masalah, di samping pula
jika tempat ia bertawakkal benar-benar memiliki pengaruh kuat dalam
menyelesaikan masalah.
Adapun faktor lain yang perlu dibarengi oleh orang yang bertakwa adalah
rasa syukur atas segala nikmat Allah. Manusia yang paling baik adalah yang
tahu berterimakasih (bersyukur) atas sgeala pemberian Allah. Jika kata pandai
bersyukur kepada Allah maka Dia akan manambah-nambah nikmatnya. Allah
berfirman : “Karena itu, ingatlah kamu keapda-Ku niscaya Aku akan ingat

22
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 78

28
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat) ku”.
Kemudian orang yang beriman dan bertakwa juga selalui merasakan dalam
muraqabah (pengawasan) Allah sepanjang waktu. Apapum yang kita lakukan
sellau dalam pengawasan Allah, dan kemana pun kita pergi selalu dalam
pengintaian Allah. Jika kita menganggap ada yang memantau atau yang
mengawasi setiap gerak langkah kita berarti kita selalui waspada dalam
melaksanakan sesuatu. Baik secara lahir atau secara tersembunyi ada yang
mengawasi kita yaitu Allah Yang Maha Melihat.
Sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah sellaui menjaga dan mengawasi kamu”
“Dan Allah menagwasi segala sesuatu”
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang
disembunyikan oleh hati”
Selanjutnya irangt mukmin atau yang bertakwa senantiasa intropeksi diri
atau Muhasabah atau evaluasai diri dalam setiap amal perbuatan dan tingkah
lakunya sehari-hari. Orang yang sellau bermuhasabah akan menuai
keselamatan baik di dunia atau di akhirta kelak. Mengenai muhasabah Nabi
Saw. bersabda yang artinya: “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab kelak.
Timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang kelak. Karena sesungguhnya
akan ringan bagimu menghadapi hisab kelak jika kamu telah menghisabnya
hari ini. Berhisablah kamu untuk hari “pameran besar” di mana pada hari itu
dirimu akan dipamerkan tanpa ada yang tersembunyi seidikit pun”.
Orang yang bertakwa selalu menyesali diri dalam setiap kesalahan baik
besar atau kecil. Dia selalu meyesali perbuatannya dikala lupa dan alpa
sehingga dia tidak segan-segan memohon ampun kepada Allah. Inilah yang
disebut taibat. Taubat adalah kembali kepada Allah dengan jalan bertaubat dan
berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan. Dia tidak henti-hentinya meminta
ampun serta memohon petunjuk Allah agar memaafkan segala kehilapan dan
menghindari segala kemrkaan Allah.

29
Allah berfirman : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”

C. Mencintai Dan Mematuhi Allah


Sebagai tanda seorang hamba benar-benar mencintai allah, maka dia
harus membuktikan dirinya secara nyata. Rasulullah SAW, adalah sosok
manusia yang berakhlak mulia dan ternyata beliau mencintai allah di atas
segala-galanya. Akhlak baginda Nabi terhadap allah telah dibuktikan secara
nyata dalam seluruh kehidupannya. Baginda Nabi mencintai Allah dan
mematuhi segala perintah-Nya dan sebaliknya meninggalkan semua laranagn-
Nya.23
Akhlak terhadap allah (khalik) antara lain adalah :
1. Mencintai allah melebihi cinta kepada yang lainnya menggunakan Al-
Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
2. Melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya.
3. Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridhaan allah.
4. Mensyukuri nikmat dan karunia Allah.
5. Menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar ilahi setelah berikhtiar
secara maksimal.
6. Memohon ampun hanya kepada allah semata-mata.
7. Bertaubat hanya kepada Allah Swt.
8. Tawakkal (berserah diri) hanya kepada allah Swt.
Rasullah Saw, pada suatu malam setelah tiga belas tahun menyebarkan
islam di mekkah yang penuh dengan tantangan, maka beliau berhijrah ke
madinah. Allah mengutus Jibril untuk memberitahukan bahwa sudah terjadi
persekongkolan kaum Quraisy untuk membunuh Muhammad Saw.
Demikianlah kecintaan kaum muslimah dan muslimat terhadap perintah
Allah dalam membela rasulullah Saw. dan membela agama Islam. Kalau kita
mau menulis bagaimana sahabat-sahabat Rasulullah yang telah menunjukkan

23
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 81-82

30
kecintaannya kepada Allah, Rasul dan kepada Islam, mungkin tidak cukup
lembaran.
Janganlah berlaku sombong diatas dunia ini karena orang-orang yang
sombong adalah orang yang pernah singgah pada nilai-nilai akhlak, sebab
salah satu nilai akhlak itu mendapat perhatian semua agama walau berbeda
namaya. “Kseombongan dan kebesaran adalah sifat Allah Swt… dan jika
seseorang melekatnya pada sifat sombong bermakna dia menentang sifat
kebesaran Allah” kebesaran adalah pakaian penutup Tuhan. Barangsiapa
mengambil bagian manapun baginya, maka dia akan dilemparkan ke dalam
neraka oleh Tuhan.”
Cara memperoleh cinta kepada Allah adalah: a) Melalui ilmu, dengan
ilmu itulah manusia mengetahui kekuasaan Allah yang abadi, b)
Membersihkan jiwa dari kecintaannya materi duniawi, c) Memerhatikan
karunia-karunia suci Allah yang maha kuasa. Dan yang harus diingat adalah
hati itu seperti sebuah bejana. Jika ada udara di dalamnya, air tidak dapat terus
berada di dalamnya. Hati manusia adalah kediaman allah. Oleh karena itu
jangan membiarkan sesuatu masuk kedalam kecuali Allah.24

24
Muhammad Abdurrahman, “Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia”,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 2016) hal 86

31
RESUME
BERIMAN DAN BERAKHLAK KEPADA ALLAH

Akidah Islam (41-90) dan Akhlak (65-81)


Disusun Oleh :
Nama : Epan Saputra
Kelas : Perbankan Syari’ah IB
Ruang : P2B
NIM : 1711140044

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU


TAHUN 2017
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

32

Anda mungkin juga menyukai