Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS CERITA DAN NOVEL SEJARAH

Cerita Sejarah “Tsunami Melanda Aceh” dan Novel “Bumi Manusia”

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Audia Azzahra Selsilia (05)
Izhar Amal Pramuditya (13)
Loh, Jennifer (16)
Nur Ulya Zakiyyah Ali (22)
Rafa Aulia Tsuraya (24)
Theodora Andrea Lydia (33)

Kelas XII MIPA F

Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 78 Jakarta


Jalan Bhakti IV/1 Komplek Pajak Kemanggisan
Jakarta

2020
A. Teks Cerita Sejarah

Tsunami Melanda Aceh

Peristiwa yang sangat memilukan terjadi di bumi serambi Mekkah Aceh. Gempa bumi
dan Tsunami Aceh pada hari Minggu pagi, 26 Desember 2004. Kurang lebih 500.000 nyawa
melayang dalam sekejab di seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung dengan samudra
Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa terbesar di dunia dan ribuan banguan hancur
lebur, ribuan pula mayat hilang dan tidak di temukan dan ribuan pula mayat yang di kuburkan
secara masal.

Gempa terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada bujur
3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini
berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam
kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia,
Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Kepanikan ini terjadi dalam durasi yang tercatat paling lama dalam sejarah kegempaan
bumi, yaitu sekitar 500-600 detik (sekitar 10 menit). Beberapa pakar gempa mengatakan
menganalogikan kekuatan gempa ini, mampu membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan
amplitude getaran diatas 1 cm. Gempa yang berpusat di tengah samudera Indonesia ini, juga
memicu beberapa gempa bumi diberbagai tempat didunia.

Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8


negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian terbesar sepanjang
sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian
terbesar.

Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan mencapai magnitude 9.0. Pada Februari 2005
dilaporkan gempa berkekuatan magnitude 9.3. Meskipun Pacific Tsunami Warning Center telah
menyetujui angka tersebut. Namun, United States Geological Survey menetapkan magnitude 9.2.
atau bila menggunakan satuan seismik momen (Mw) sebesar 9.3.

Kecepatan rupture diperkirakan sebesar 2.5km/detik ke arah antara utara – barat laut
dengan panjang antara 1200 hingga 1300 km. Menurut Koordinator Bantuan Darurat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di
13 negara (hingga minggu 2/1/2005) mencapai 127.672 orang.

Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang
sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB
memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya,
sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang
terisolir.

Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan
menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa
dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan
total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh.

Menurut U.S. Geological Survey korban tewas mencapai 283.100, 14.000 orang hilang
dan 1,126,900 kehilangan tempat tinggal. Menurut PBB, korban 229.826 orang hilang dan
186.983 tewas. Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk selama 10 tahun
terakhir.

Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan
gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatera. Di
Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan
korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh.

Pemerintahan daerah Aceh lumpuh total, saat terjadi gempa bumi dan Tsunami Aceh,
kebetulan di Jakarta sendiri sedang di adakan acara Halal Bi Halal masyarakat Aceh pasca
menyambut lebaran Idul Fitri.

Gempa Bumi yang terjadi pada jam 08:00 WIB dengan 9 Skala Richter Pada tanggal 26
Desember 2004, gempa Bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Tepat jam
09:00 WIB satu persatu masyarakat Aceh yang hadir di Istora Jakarta panik karena hubungan
telepon seluler ke Aceh putus total, mata mereka pada berkaca-kaca.

Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat mengenaskan dan paling
banyak memakan korban yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga kejadian ini tidak terjadi
kembali di negri kita yang tercinta ini.

1. Struktur

No Struktur Teks
.
1. Orientasi Peristiwa yang sangat memilukan terjadi di bumi serambi
Mekkah Aceh. Gempa bumi dan Tsunami Aceh pada hari Minggu
pagi, 26 Desember 2004. Kurang lebih 500.000 nyawa melayang
dalam sekejab di seluruh tepian dunia yang berbatasan langsung
dengan samudra Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa
terbesar di dunia dan ribuan banguan hancur lebur, ribuan pula mayat
hilang dan tidak di temukan dan ribuan pula mayat yang di kuburkan
secara masal.
2. Urutan Peristiwa Gempa terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa
terletak pada bujur 3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah
barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3
menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi
terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang
menghantam Aceh, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand,
Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Kepanikan ini terjadi dalam durasi yang tercatat paling lama, sekitar
500-600 detik (sekitar 10 menit). Beberapa pakar gempa
menganalogikan kekuatan gempa ini, mampu membuat seluruh bola
Bumi bergetar dengan amplitude getaran diatas 1 cm. Gempa ini, juga
memicu beberapa gempa bumi di berbagai tempat didunia.

Kejadian tersebut menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8


negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan
kematian terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan
Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar.

Kekuatan gempa pada awalnya dilaporkan mencapai magnitude 9.0.


Pada Februari 2005 dilaporkan gempa berkekuatan magnitude 9.3.
Meskipun Pacific Tsunami Warning Center telah menyetujui angka
tersebut. Namun, United States Geological Survey menetapkan
magnitude 9.2. atau bila menggunakan satuan seismik momen (Mw)
sebesar 9.3.

Kecepatan rupture diperkirakan sebesar 2.5km/detik ke arah antara


utara – barat laut dengan panjang antara 1200 hingga 1300 km.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13
negara (hingga minggu 2/1/2005) mencapai 127.672 orang.

Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan


Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui,
diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan
sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia.
Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk
karena masih banyak daerah yang terisolir.

Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI
(11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita
Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa
dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per
Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057
orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh.
Menurut U.S. Geological Survey korban tewas mencapai 283.100,
14.000 orang hilang dan 1,126,900 kehilangan tempat tinggal.
Menurut PBB, korban 229.826 orang hilang dan 186.983 tewas.
Tsunami Samudra Hindia menjadi gempa dan Tsunami terburuk
selama 10 tahun terakhir.

Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban


jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di
Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatera. Di Banda Aceh,
sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi,
kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam
pantai barat Aceh.

Pemerintahan daerah Aceh lumpuh total, saat terjadi gempa bumi dan
Tsunami Aceh, di adakan acara Halal Bi Halal masyarakat Aceh
pasca menyambut lebaran Idul Fitri di Istora Jakarta. Tepat pada
pukul 9:00, masyarakat Aceh di Istora Jakarta panik d karena tidak
bisa menghubungi keluarga mereka di Aceh.

3. Reorientasi Peristiwa ini merupakan salah satu peristiwa yang sangat


mengenaskan dan paling banyak memakan korban yang pernah
terjadi di Indonesia. Semoga kejadian ini tidak terjadi kembali di
negri kita yang tercinta ini.
B. Analisis Novel Sejarah

Bumi Manusia

Orang itu, Bupati B., mendeham. Kemudian lambat-lambat duduk di kursi goyang,
melepas selop di belakang bangku kaki dan meletakkan kakinya yang mulia di atas bantal
beledu. Kursi mulai bergoyang-goyang sedikit. Keparat! Betapa lambat waktu berjalan. Sebuah
benda yang kuperkirakan agak panjang telah dipukul-pukulkan lembut pada kepalaku yang tak
bertopi. Betapa kurangajarnya makhluk yang harus kumuliakan ini. Setiap pukulan lembut harus
kusambut dengan sembah terimakasih pula. Keparat! .. Setelah lima kali memukul, benda itu
ditariknya, kini tergantung di samping kursi: cambuk kuda tunggangan dari kemaluan sapi jantan
dengan tangkai tertutup "kulit pilihan, tipis. "Kau!" tegurnya lemah, parau…

"Sahaya Tuanku Gusti Kanjeng Bupati," kata mulutku, dan seperti mesin tanganku
mengangkat sembah yang kesekian kali, dan hatiku menyumpah entah untuk ke berapa kali.

"Kau! Mengapa baru datang ?" suaranya makin jelas keluar dari tenggorokan yang
sedang pada akhir selesma.

Rasanya aku pernah dengar suara itu. Pileknya juga yang menghalangi untuk dapat
mengingat dengan baik. Tidak, tidak mungkin dia! Tak mungkin! Tidak! Dan aku tetap masih
tidak mengerti duduk-perkara. Maka aku diam saja.

"Kanjeng Gubermen tak percuma punya dinas pos — mampu menyampaikan suratku
dengan tepat pada alamat yang tepat dan selamat padamu...."

Benar, suara dia. Tidak mungkin! Tak ada syarat untuk itu. Tidak mungkin: aku hanya
mengandai.

"Mengapa diam saja? Karena sudah tinggi sekolahmu sekarang merasa hina membaca
suratku ?"

Benar, suara dia! Aku angkat sembah sekali lagi, sengaja sedikit mendongak dan melepas
mata. Ya Allah, memang benar dia.

"Ayahanda!" pekikku, "ampuni sahaya" "Jawab! Kau merasa hina membalas suratku ?"

"Beribu ampun, Ayahanda, tidak." "Surat Bundamu, mehgapa tak juga kau balas .

"Ayahanda, beribu ampun."

"Dan surat abangmu....."

"Ampun, Ayahanda, beribu ampun, sahaya kebetulan tidak di tempat, tidak di alamat,
ampun, beribu ampun.
"Jadi untuk dapat menipu kau disekolahkan sampai setinggi pohon kelapa itu ?"

"Beribu ampun, Ayahanda."

"Kau kira semua orang ini buta, tak tahu sesuatu pada tanggal berapa kau pindah ke
Wonokromo ? Dan kau bawa serta surat-surat itu tanpa kau baca ?

Cambuk kuda tunggangan dari kemaluan sapi itu berayun-ayun. Bulu ronaku mulai
merinding menunggu jatuhnya pada tubuhku. sebagai kuda binal.

"Apa masih perlu dihinakan kau di depan umum dengan cambuk ini *

"Hinalah' sahaya ini terkena cambuk kuda di depan umum," jawabku nekad, tak tahan
pada aniaya semacam mi. Tapi kehormatan juga bila perintah itu datang dan seorang ayah te-
rusku lebih nekad lagi. Dan aku akan bersikap seperu Mama terhadap Robert, Herman Mellema,
Sastrotomo dan istrinya.

"Buaya!" desisnya geram. "Kukeluarkan kau dan E.L.S. di T dulu juga karena perkara
yang sama. Semuda itu! Makin tinggi sekolah makin jadi buaya bangkong! Bosan main-main
dengan gadis-gadis sebaya sekarang mengeram di sarang nyai.

Mau jadi apa kau ini ?" _

Aku terdiam. Hanya hati meraung: jadi kau sudah menghina aku, darah raja! suami
ibuku! Baik, aku takkan menjawab. Teruskan, ayoh, teruskan, darah raja-raja Jawa! Kemarin kau
masih mantri pengairan. Sekarang mendadak jadi bupati, raja kecil. Lecutkan cambukmu, raja,
kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka babak baru di bumi manusia
ini!

"Ditimang Nenendamu jadi bupati, ditimang dihormati semua orang..... anak terpandai
dalam keluarga..... terpandai di seluruh kota..... ya Tuhan, bakal apa jadinya anak ini!"

Baik, ayo teruskan, raja kecil!

"Satu-satunya pengampunan hanya karena kau naik kias." Sampai ke kias sebelas pun
aku bisa naik! raungku pesakitan. Ayoh, lepaskan semua kebodohanmu, raja kecil.

"Apa tidak kau pikirkan bahaya mengerami nyai ? Kalau tuahnya jadi matagelap dan kau
ditembak mati, mungkin dihajar dengan parang, atau pedang, atau pisau dapur, atau dice-k,k.....
bagaimana akan jadinya ? Koran-koran itu akan mengumumkan siapa kau, siapa orangtuamu.
Malu apa bakal kau timpakan pada orangtuamu ? Kalau kau tak pernah berpikir sampai ke
situ...."
Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini, raungku lebih keras, keluarga
yang hanya membebani dengan tali pengikat yang memperbudak! Ayoh, teruskan, teruskan,
darah raja-raja Jawa! Teruskan! Aku pun bisa meledak.

"Apa tidak kau baca di koran-koran, besok malam ini ayahmu akan mengadakan pesta
pengangkatan jadi bupati ? Bupati B. ? Tuan Assisten Residen B., Tuan Residen Surabaya, Tuan
Kontrolir dan semua bupati tetangga akan hadir. Apa mungkin seorang siswa H.B.S. tidak
membaca koran ? Kalau tidak, apa mungkin tak ada orang lain memberitakan ? Nyaimu itu, apa
dia tidak bisa membacakan untukmu ?"

1. Struktur

No. Struktur Teks


1. Orientasi Orang itu, Bupati B., mendeham. Kemudian lambat-lambat duduk di
kursi goyang, melepas selop di belakang bangku kaki dan meletakkan
kakinya yang mulia di atas bantal beledu. Kursi mulai bergoyang-
goyang sedikit. Keparat! Betapa lambat waktu berjalan. Sebuah benda
yang kuperkirakan agak panjang telah dipukul-pukulkan lembut pada
kepalaku yang tak bertopi. Betapa kurangajarnya makhluk yang harus
kumuliakan ini. Setiap pukulan lembut harus kusambut dengan sembah
terimakasih pula. Keparat! .. Setelah lima kali memukul, benda itu
ditariknya, kini tergantung di samping kursi: cambuk kuda tunggangan
dari kemaluan sapi jantan dengan tangkai tertutup "kulit pilihan, tipis.
"Kau!" tegurnya lemah, parau…

"Sahaya Tuanku Gusti Kanjeng Bupati," kata mulutku, dan seperti


mesin tanganku mengangkat sembah yang kesekian kali, dan hatiku
menyumpah entah untuk ke berapa kali.

"Kau! Mengapa baru datang ?" suaranya makin jelas keluar dari
tenggorokan yang sedang pada akhir selesma.

Rasanya aku pernah dengar suara itu. Pileknya juga yang menghalangi
untuk dapat mengingat dengan baik. Tidak, tidak mungkin dia! Tak
mungkin! Tidak! Dan aku tetap masih tidak mengerti duduk-perkara.
Maka aku diam saja.

2. Komplikasi
"Kanjeng Gubermen tak percuma punya dinas pos — mampu
menyampaikan suratku dengan tepat pada alamat yang tepat dan selamat
padamu...."

Benar, suara dia. Tidak mungkin! Tak ada syarat untuk itu. Tidak
mungkin: aku hanya mengandai.
"Mengapa diam saja? Karena sudah tinggi sekolahmu sekarang merasa
hina membaca suratku ?"

Benar, suara dia! Aku angkat sembah sekali lagi, sengaja sedikit
mendongak dan melepas mata. Ya Allah, memang benar dia.

"Ayahanda!" pekikku, "ampuni sahaya" "Jawab! Kau merasa hina


membalas suratku ?"
"Beribu ampun, Ayahanda, tidak." "Surat Bundamu, mehgapa tak juga
kau balas .

"Ayahanda, beribu ampun."

"Dan surat abangmu....."

"Ampun, Ayahanda, beribu ampun, sahaya kebetulan tidak di tempat,


tidak di alamat, ampun, beribu ampun.

"Jadi untuk dapat menipu kau disekolahkan sampai setinggi pohon


kelapa itu ?"

"Beribu ampun, Ayahanda."

"Kau kira semua orang ini buta, tak tahu sesuatu pada tanggal berapa
kau pindah ke Wonokromo ? Dan kau bawa serta surat-surat itu tanpa
kau baca ?

Cambuk kuda tunggangan dari kemaluan sapi itu berayun-ayun. Bulu


ronaku mulai merinding menunggu jatuhnya pada tubuhku. sebagai
kuda binal.

"Apa masih perlu dihinakan kau di depan umum dengan cambuk ini *

"Hinalah' sahaya ini terkena cambuk kuda di depan umum," jawabku


nekad, tak tahan pada aniaya semacam mi. Tapi kehormatan juga bila
perintah itu datang dan seorang ayah te-rusku lebih nekad lagi. Dan aku
akan bersikap seperu Mama terhadap Robert, Herman Mellema,
Sastrotomo dan istrinya.

"Buaya!" desisnya geram. "Kukeluarkan kau dan E.L.S. di T dulu juga


karena perkara yang sama. Semuda itu! Makin tinggi sekolah makin jadi
buaya bangkong! Bosan main-main dengan gadis-gadis sebaya sekarang
mengeram di sarang nyai.

Mau jadi apa kau ini ?" _


Aku terdiam. Hanya hati meraung: jadi kau sudah menghina aku, darah
raja! suami ibuku! Baik, aku takkan menjawab. Teruskan, ayoh,
teruskan, darah raja-raja Jawa! Kemarin kau masih mantri pengairan.
Sekarang mendadak jadi bupati, raja kecil. Lecutkan cambukmu, raja,
kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka
babak baru di bumi manusia ini!

"Ditimang Nenendamu jadi bupati, ditimang dihormati semua orang.....


anak terpandai dalam keluarga..... terpandai di seluruh kota..... ya Tuhan,
bakal apa jadinya anak ini!"

Baik, ayo teruskan, raja kecil!

"Satu-satunya pengampunan hanya karena kau naik kias." Sampai ke


kias sebelas pun aku bisa naik! raungku pesakitan. Ayoh, lepaskan
semua kebodohanmu, raja kecil.

"Apa tidak kau pikirkan bahaya mengerami nyai ? Kalau tuahnya jadi
matagelap dan kau ditembak mati, mungkin dihajar dengan parang, atau
pedang, atau pisau dapur, atau dice-k,k..... bagaimana akan jadinya ?
Koran-koran itu akan mengumumkan siapa kau, siapa orangtuamu.
Malu apa bakal kau timpakan pada orangtuamu ? Kalau kau tak pernah
berpikir sampai ke situ...."

3. Resolusi
Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini, raungku lebih
keras, keluarga yang hanya membebani dengan tali pengikat yang
memperbudak! Ayoh, teruskan, teruskan, darah raja-raja Jawa!
Teruskan! Aku pun bisa meledak.

"Apa tidak kau baca di koran-koran, besok malam ini ayahmu akan
mengadakan pesta pengangkatan jadi bupati ? Bupati B. ? Tuan Assisten
Residen B., Tuan Residen Surabaya, Tuan Kontrolir dan semua bupati
tetangga akan hadir. Apa mungkin seorang siswa H.B.S. tidak membaca
koran ? Kalau tidak, apa mungkin tak ada orang lain memberitakan ?
Nyaimu itu, apa dia tidak bisa membacakan untukmu ?"

2. Ringkasan

Minke diajak oleh Robert Suurhof untuk memenuhi undangan makan malam bersama
dari Robert Mellema. Namun, Robert Mellema kurang menyukai Minke yang hanya seorang
pribumi. Disana Minke bertemu dengan seorang gadis Eropa, Annelies Mellema. Annelies
memperkenalkan secara langsung Minke dengan ibunya, nyonya Mellema, Nyai Ontosoroh.
Beliau dengan ramah dan baik mau menerima Minke sebagai tamunya. Malam harinya, datang
Tuan Herman Mellema dan terjadi pertengkaran antara Tuan Herman Mellema dengan Nyai
Ontosoroh karena tidak suka dengan keberadaan Minke.

Kehidupan Minke berjalan seperti biasa. Semua peristiwa yang ia alami di istana
Mellema beberapa hari lalu masih saja memenuhi pikirannya. Minke telah jatuh cinta pada
Annelies namun dia tidak bisa memahami perasaan itu sendiri. Jean Marais menyarankan agar
Minke datang berkunjung lagi untuk memastikan dia memang telah jatuh cinta pada Annelies
begitu pula sebaliknya dengan Annelies.

Sesampainya Minke di istana Mellema, Annelies merapikan barang-barang Minke.


Minke tidak pernah berpikir bahwa dia bisa menjadi begitu penting untuk hidup seorang Eropa
seperti Annelies. Akhirnya Minke tinggal dirumahnya dan semakin mengenal kehidupan
sebenarnya dari Nyai Ontosoroh dan Annelies.

Setelah beberapa hari tinggal di sana, Annelies menceritakan tentang kisah Nyai
Ontosoroh pada Minke. Nyai Ontosoroh menjadi istri tidak sah seorang Eropa bernama Herman
Mellema. Kehidupan Nyai Ontosoroh bisa dibilang sangat baik. Dia mempunyai seorang ayah
yang pintar dan rajin dalam bekerja. Namanya Sastrotomo. Namun untuk mendapatkan jabatan,
beliau rela menjual anaknya kepada Tuan Herman Mellema yang kebetulan juga menyukai
Annelies.

Walaupun terlihat menakutkan, Tuan Herman Mellema malah tak pernah menyakiti Nyai
Ontosoroh seakan dia begitu mencintai Nyai Ontosoroh. Nyai Ontosoroh mulai belajar untuk
menyukai kehidupannya sebagai gundik. Namun, semua kebahagiaan itu tak berlangsung lama
karena datangnya Ir. Maurits Mellema di kehidupan mereka. Maurits Mellema menuntut dan
mengancam akan mengambil alih perusahaan Mellema karena merasa dia lebih berhak atas
semua itu daripada Robert Mellema dan Annelies Mellema. Sejak saat itulah, Nyai Ontosoroh
kehilangan kasih sayang Tuan Herman Mellema.

Kemudian, Minke mendapat surat penangkapan ke gedung Bupati. Surat penangkapan itu
hanyalah alasan agar Minke mau dibawa ke gedung Bupati. Ibunya meminta agar Minke tinggal
beberapa hari dan membantu acara pengangkatan ayahnya sebagai Bupati.

Ayah dan Ibu Minke sangat senang ketika mengetahui Minke mendapat undangan untuk
menemui kedua putri Tuan Assisten Residen. Surat dari Tuan Assisten Residen membuat ayah
Minke tak lagi marah pada Minke dan melupakan permasalahan Minke tinggal di istana
Mellema, asalkan dia harus meninggalkan istana itu.

Darsam bilang, dia tidak bisa membawa Minke pulang ke istana Mellema karena nyawa
Minke dalam bahaya. Saat ini, Robert Mellema tengah mengincar nyawanya bahkan sampai
berani membayar Darsam untuk melakukan itu. Namun, Darsam menolaknya, dia tidak bisa
membunuh orang yang disayangi Nyai Ontosoroh dan Annelies.
Annelies sempat jatuh sakit karena menunggu kepulangan Minke. Nyai Ontosoroh
menyuruh Robert Mellema untuk mencari informasi tentang Minke. Saat sampai di depan rumah
plesiran Babah Ah Tjong, Babah Ah Tjong mengajak Robert Mellema mampir ke rumah
plesirannya. Di sana, dia ditawari beberapa pelacur oleh Babah Ah Tjong hingga dia bertemu
dengan Maiko. Maiko ternyata memiliki penyakit menular, namun karena ia tidak bisa bicara
Belanda maupun Jawa tentu tidak bisa menceritakan itu pada Robert Mellema. Sejak saat itu,
mungkin penyakit Maiko sudah menular pada Robert Mellema.

Beberapa hari kemudian, Minke datang ke rumah Jean Marais. Jean Marais, Tuan
Telinga, dan Minke menghampiri si gendut –orang yang mengawasi Minke. Tuan telinga
langsung bertanya dan mengancam si gendut agar dia tidak berkeliaran lagi di daerah
pemondokkannya. Namun, si gendut menolak.

Sesampainya Minke di Wonokromo, di istana Mellema, Nyai Ontosoroh langsung


menyambut kedatangan Minke dan mengajak dia menuju kamar Annelies. Dokter Martinet
menjelaskan tentang keadaan Annelies.

Beberapa hari kemudian, diadakan diskusi sekolah di H.B.S Surabaya mengenai karya
tulis dari Max Tollenaar, kisah tentang Annelies Mellema. Robert Suurhof membongkar rahasai
itu. Bahwa sebenarnya Max Tollenaar adalah Minke.

Perlahan, Minke mulai menyadari ada banyak masalah dalam hidupnya semenjak dia
terikat secara emosional dengan Annelies. Mulai dari Robert Mellema yang mengincar
nyawanya karena Annelies dan Nyai Ontosoroh lebih menyukai dirinya dibandingkan Robert
Mellema sendiri. Hingga kini, masalah terbarunya, pengakuan Annelies tentang kebenaran
dirinya yang sudah tak perawan karena kelakuan kakak laki-lakinya sendiri, Robert Mellema.

Keesokkan harinya, ketika mereka sedang bersantai di depan rumah, si gendut lewat lagi.
Darsam yang melihat si gendut langsung berlari mengejar si gendut. Minke pun mengejar
Darsam. Hingga mereka sampai di pelataran Babah Ah Tjong. Saat mereka tiba di sebuah ruang
makan, Darsam melihat mayat Tuan Herman Mellema. Tidak lama kemudian, datanglah Robert
Mellema. Menyadari keberadaan Darsam, Robert Mellema segera melarikan diri karena merasa
nyaawanya dalam bahaya.

Terseretnya nama Minke dalam kasus kematian Tuan Herman Mellema membuat Minke
dikeluarkan dari H.B.S Surabaya. Namun, itu bukanlah masalah untuk Minke. Setidaknya, dia
memiliki kemampuan menulis yang bagus dan Marteen Nijman mau memberikan pekerjaan
untuk Minke di S.N v/d walau dengan gaji yang tidak begitu banyak. Semua surat kabar pun
mulai berlomba untuk mencari informasi. Karena begitu banyak berita miring tentang hubungan
Minke dan Annelies. Mereka akan dinikahkan setelah Minke lulus dari H.B.S Surabaya.

Hari dimana Minke akan menikah dengan Annelies tiba, saat hampir semua tamu pulang,
datanglah Robert Suurhof, dia berkata bahwa dia benar-benar patah hati karena pernikahan itu
dan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Nederland untuk melupakan perasaannya
terhadap Annelies dan meminta maaf atas semua kesalahannya kepada Minke.

Beberapa bulan kemudian, kehidupan Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh kembali
terusik oleh datangnya surat-surat dari Ir. Maurits Mellema dan ibunya, Amelia Mellema –
Hammers. Kedua orang Eropa itu menuntut hak atas kepemilikkan perusahaan Mellema dan
kedua anak Tuan Herman Mellema, Robert Mellema dan Annelies Mellema. Menurut mereka,
Nyai Ontosoroh hanya seorang gundik dan tidak punya hak atas perusahaan meskipun semua
orang tahu bahwa Nyai Ontosoroh sudah banyak bekerja untuk menjalankan perusahaan itu
hingga menjadi perusahaan besar. Dia juga tidak punya hak atas Robert Mellema dan Annelies
Mellema dan mengharuskan keduanya tinggal di Nederland bersama Amelia Mellema –
Hammers. Akan tetapi, Robert Mellema masih belum ditemukan. Itu berarti hanya Annelies
yang akan dikirim ke Nederland. Masalah itu membuat Annelies jatuh sakit dan tidak mau bicara
hingga hari terakhirnya berada di istana Mellema. Minke dan Nyai Ontosoroh berusaha begitu
keras untuk mempertahankan Annelies. Namun, hukum Eropa tidak menghendaki hal tersebut.
Hukum Eropa bahkan tak mengizinkan Minke dan Nyai Ontosoroh mengantarkan Annelies ke
Nederland. Akhirnya, mereka mengirim Jan Daperste yang sudah berganti nama menjadi Panji
Darman untuk mngawasi Annelies selama di perjalanan menuju Nederland.

3. Unsur Intrinsik

1. Tema

Kemurkaan Minke terhadap ayahnya yang menjunjung tinggi martabatnya, tetapi


merendahkan derajat bangsanya sendiri.

2. Alur maju

Novel sejarah ini memiliki alur maju karena menceritakan secara runtut peristiwa dari awal
ketika Ayah Minke memulai pembicaraan.

3. Penokohan

a. Minke :

1. Berani

"Hinalah sahaya ini terkena cambuk kuda di depan umum," jawabku nekat, tak tahan
pada aniaya semacam ini.

2. Sabar
Hanya hati meraung, jadi kau sudah menghina aku, darah raja! Suami ibuku! Baik, aku
takkan menjawab.

3. Penentang

Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini, raungku lebih keras, keluarga
yang hanya membebani dengan tali pengikat yang memperbudak!

b. Ayah Minke

1. Pemarah

"Buaya!" desisnya geram.

2. Penghina

"Kukeluarkan kau dan E.L.S. di T dulu juga karena perkara yang sama. Semuda itu!
Makin tinggi sekolah makin jadi buaya bangkong! Bosan main-main dengan gadis-gadis
sebaya sekarang mengeram di sarang nyai. Mau jadi apa kau ini?"

3. Lupa diri

Kemarin kau masih mantri pengairan. Sekarang mendadak jadi bupati, raja kecil.
Lecutkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah
membuka babak baru di bumi manusia ini!

4. Sudut pandang orang pertama

Aku angkat sembah sekali lagi, sengaja sedikit mendongak dan melepas mata.

5. Latar

a. Tempat

1. Ruang Bupati

Orang itu, Bupati B., mendeham. Kemudian lambat-lambat duduk di kursi goyang,
melepas selop di belakang bangku kaki dan meletakkan kakinya yang mulia di atas
bantal beledu.

b. Waktu

c. Suasana
1. Marah

"Sahaya Tuanku Gusti Kanjeng Bupati," kata mulutku, dan seperti mesin tanganku
mengangkat sembah yang kesekian kali, dan hatiku menyumpah entah untuk ke berapa
kali.

2. Menegangkan

Bulu ronaku mulai merinding menunggu jatuhnya pada tubuhku.

6. Amanat

1. Jangan menuduh tanpa tahu perkara dengan jelas.


2. Menyembah hanya kepada Tuhan, dan tidak boleh menyembah manusia karena
perbuatan tersebut merendahkan harga diri manusia lain.
3. Berbicaralah dengan sopan tanpa harus berkata sumpah serapah.

4. Unsur Ekstrinsik

1. Corak penceritaan
Penceritaan Bumi Manusia berdasarkan fakta. Latar belakang cerita ini sesuai dengan sejarah
bangsa Indonesia yang pernah mengalami kolonialisme pada tahun 1900an.

2. Unsur bias
Ditulis oleh seorang pribumi, sehingga protagonis cerita adalah pribumi dan jalan cerita juga
mengisahkan perjuangan pribumi pada masa itu.

3. Unsur politik
Bumi Manusia ditulis pada tahun 1975, dan melingkupi masa kejadian antara tahun 1898
hingga tahun 1918 saat masuknya pemikiran politik etis dan awal dari masa Kebangkitan
Nasional. Buku ini sempat dilarang oleh Kejaksaan Agung pada tahun 1981, dengan tuduhan
mempropagandakan ajaran Komunisme. Padahal penulis menulis buku ini dengan maksud
memberikan inspirasi dan semangat bagi bangsa Indonesia untuk berjuang agar bisa maju
dalam pikiran dan pengetahuan, agar bisa mengalahkan penjajah.
Kutipan: Lecutkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah
membuka babak baru di bumi manusia ini!

4. Unsur sosial
Buku Bumi Manusia menceritakan dinamika sosial dimana pada zaman dahulu, seorang
Bupati begitu amat dihormati oleh rakyat, sampai berlebihan.
Kutipan : Orang itu, Bupati B., mendeham. Kemudian lambat-lambat duduk di kursi goyang,
melepas selop di belakang bangku kaki dan meletakkan kakinya yang mulia di atas bantal
beledu. Kursi mulai bergoyang-goyang sedikit. Keparat! Betapa lambat waktu berjalan.
Sebuah benda yang kuperkirakan agak panjang telah dipukul-pukulkan lembut pada kepalaku
yang tak bertopi. Betapa kurang ajarnya makhluk yang harus kumuliakan ini. Setiap pukulan
lembut harus kusambut dengan sembah terimakasih pula.

5. Kaidah Kebahasaan

1. Pronomina:

a. Aku

 "Rasanya aku pernah mendengar suara itu."


 "Dan aku tetap masih tidak mengerti duduk-perkara."
 "Maka aku diam saja."
 "... aku hanya mengandai."
 "Aku angkat sembah sekali lagi."
 "Dan aku bersikap seperti Mama..."
 "Aku terdiam."
 "...jadi kau sudah menghina aku,…"
 "Aku takkan menjawab."
 "Sampai ke kias sebelas saja aku bisa naik."
 "Seperti Mama aku siap meninggalkan semua keluarga ini,…"
 "Aku pun bisa meledak."

b. Kau

 "Kau!"
 "Kau merasa hina membalas suratku?"
 "Jadi untuk menipu kau disekolahkan sampai setinggi pohon kelapa itu?"
 "Kau kira semua orang ini buta,..."
 "... pada tanggal berapa kau dipindahkan ke Wonokromo?"
 "Dan kau bawa serta surat-surat tersebut tanpa kau baca"
 "Apa masih perlu dihinakan kau di depan umum dengan cambuk ini?"
 "Kukeluarkan kau dan E.L.S. ..."
 "Mau jadi apa kau ini?"
 "Kemarin kau masih mantri pengairan"
 "..., kau yang tidak tahu bagaimana..."
 "Satu-satunya pengampunan hanya karena kau naik kias"
 "Apa tidak kau berpikir bahanyanya mengerami nyai?"
 "Kalau tuahnya jadi mata gelap dan kau ditembak mati, ..."
 "Koran-koran itu akan mengumumkan siapa kau, ..."
 "Malu apa bakal kau timpakan..."
 "Kalau kau tidak pernah berpikir sampai situ..."
 "Apa tidak kau baca di koran-koran"

c. Dia

 "Tidak, tidak mungkin dia"


 "Benar, suara dia"

2. Frasa adverbal

 "...yang sedang pada akhir selesma"


 "Apa kau tidak baca di koran-koran, besok malam..."

3. Verba material

 "..., Melepaskan selop di belakang bangku kaki dan meletakkan kakinya di atas bantal
beledu"
 "Setelah lima kali memukul,..."
 "..., dan seperti mesin tanganku mengangkat sembah..."
 "... Sekarang merasa hina membaca suratku?"
 "Kau merasa hina membalas suratku?"
 "Jadi kau sudah menghina aku"
 "Kalau tuahnya jadi matagelap dan kau ditembak mati, ..."
 "Koran-koran itu akan mengumumkan siapa kau, ..."
 "Apa dia tidak bisa membacakan untukmu?"

4. Konjungsi temporal

 "Kemudian lambat-lambat duduk di kursi goyang"


 "Setelah lima kali memukul, ..."

5. Kalimat majemuk

Orang itu, Bupati B. Mendeham. Kemudian Lambat Lambat duduk di kursi goyang,
melepas selop…
6. Kata Sifat

Betapa kurangajarnya makhluk yang harus kumuliakan ini.

7. Kata Kiasan

 “Beribu ampun, ayahanda,tidak.”


 “Ayahanda beribu ampun”
 “Ampun Ayahanda beribu ampun, Sahaya kebetulan tidak di tempat, tidak di alamat,
beribu ampun”
 “Jadi untuk dapat menipu kau di sekolahkan sampai setinggi pohon kelapa itu?”
 “Beribu ampun ayahanda”
 “… Makin tinggi sekolah makin jadi buaya bangkong!...”

8. Majas

a. Paradoks
 Betapa kurangajarnya makhluk yang harus kumuliakan ini.
 Setiap pukulan lembut harus ku sambut dengan terimakasih pula.

b. Sinisme
 “Apa tidak kau pikirkan bahaya nya mengerami nyai? Kalau tuah nya jadi matagelap
kau bisa di tembak mati, mungkin dihajar dengan parang, atau pedang…”
 “Ditimang nenendamu jadi bupati, di timamng di hormati semua orang… anak
terpandai dalam keluarga… terpandai di seluruh kota… ya tuhan bakal apa jadinya
anak ini”
 Baik, Ayo teruskan raja kecil.

c. Sarkasme
 “Apa masih perlu dihinakan kau di tempat umum dengan cambuk ini”
 “Semuda itu! Makin tinggi sekolah makin jadi buaya bangkong! Bosan main-main
dengan gadis-gadis sebaya sekarang mengeram disarang nyai. Mau jadi apa kau ini”
 “… Ayoh lepaskan semua kebodohanmu, raja kecil.”

Anda mungkin juga menyukai