Cara mengevaluasi kebutuhan pembiayaan berdasarkan jenisnya yang lazim dibiayai dibagi
menjadi:
1. Untuk Modal Kerja Tetap dan Musiman (Peningkatan Piutang dan Persediaan)
2. Untuk Investasi (Peningkatan Aktiva Tetap)
Adapun alat yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi
kebutuhan pembiayaan untuk modal kerja tetap dan musiman dapat menggunakan
pendekatan/metode:
1) Metode Quick & Dirty Approach
2) Sustainable Growth Rate Model
3) Cash Flow Analysis
Cara menganalisis kebutuhan modal kerja yang secara cepat dapat dilakukan untuk
menetapkan plafond pembiayaan dari satu nasabah adalah dengan menggunakan konsep
asset working caoital turnover period yaitu perputaran modal kerja dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja seperti persediaan, piutang sampai menjadi kas
kembali.
Contoh soal 1
Sementara modal kerja yang sudah ada yaitu Net Working Capital (aktiva lancar – utang
lancar) adalah:
= Rp30.396.251 – Rp18.172.271
= Rp12.223.980,-
Rumus:
Sustainable Growth Rate (SGR) = pm(1-p)(1+de)
co-pm(1-dp)(1+de)
Berdasarkan formula di atas, dapat disusun formula lain untuk menghitung tingkat perputaran
aktiva (at), rasio utang terhadap modal (de) dan proporsi keuntungan setelah pajak terhadap
penjualan (pm) sbb.
Contoh soal 2.
Hitung Sustainable Growth Rate PT ABC, dengan data keuntungan sebagai berikut:
Penjualan Rp 1.375.000
Keuntungan setelah pajak Rp 275.000
Keuntungan yang dibagikan sebagai deviden Rp 82.500
Aktiva lancar Rp 700.000
Aktiva tetap neto Rp 950.000
Total Aktiva Rp 1.650.000
pm = 275.000/1.375.000 = 0,20
dp = 82.500/275.000 = 0,30
de = (400.000 + 500.000)/750.000 = 1,20
co = 1.650.000/1.375.000 = 1,20
Kesimpulan:
Tingkat pertumbuhan nilai penjualan yang seimbang yang diikuti oleh struktur modal yang
stabil adalah 34,52%
Penggunaan SGR untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan, maka kita kembali ke
konsep dasar berikut asumsinya yaitu
ü Tingkat efisiensi sama seperti tahun sebelumnya (Co konstan)
ü Kebijaksanaan perusahaan di sektor keuangan (struktur modal dan pembayaran
deviden/pengambilan prive) tidak berubah. Maka untuk meningkatkan volume/nilai
penjualan diperlukan adanya tambahan aktiva.
ü Tambahan aktiva adakan dapat dipenuhi bila ada tambahan modal dan tambahan hutang yang
harus tetap menjamin kestabilan struktur kapitalnya.
Dengan konsep dasar tersebut, maka setiap ada tambahan hutang harus diikuti dengan
adanya tambahan modal sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap adanya tambahan modal
sendiri, maka secara langsung akan dapat berpengaruh pada tambahan borrowing capacity
yaitu kemampuan mendapat tambahan pembiayaan.
Masih dengan contoh di atas, Direktur PT ABC mengajukan pembiayaan ke Bank sebesar
Rp300.000,-. Tambahan pembiayaan yang layak diberikan dengan SGR Models dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Tambahan total utang yang diperlukan sebesar Rp.310.762,33. Bila proposi utang lancar
terhadap penjualan dapat dipertahankan, maka besarnya kebutuhan plafond pembiayaan dari
bank dapat dihitung sebagai berikut.
Dari perhitungan di atas, tambahan maksimum pembiayaan yang layak diberikan pada PT
ABC adalah sebesar Rp172.645,74 atau dibulatkan Rp173.000,-.
Kemudian bagaimana bila terjadi perubahan asumsi dasar tersebut di atas. Misalnya, sebelum
memberikan pembiayaan, pihak bank telah berhasil membuat negosiasi dengan PT ABC
bahwa: definisi harus ditingkatkan sehingga (co) menjadi 1,15 atau (at) sebesar 0,869565 dan
(pm) menjadi 21%. PT ABC juga telah setuju untuk memperbaiki posisi struktur kapitalnya
sehingga (de) menjadi 1,00 dengan syarat bahwa tambahan total utang sepenuhnya harus
dibiayai bank.
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka besarnya SGR dan plafond pembiayaan
dari bank dapat dihitung sebagai berikut.
SGR = (750.000 – 82.500)(1+1,00)(0,8695665) x 1/1.375.000 – 1
1 – 0,21(1+1,00)(0,869565)
Jadi, tambahan pembiayaan bank yang layak diberikan adalah sebesar Rp118.826,25 atau
dibulatkan menjadi Rp119.000,-
Dari contoh soal di atas, setelah pembiayaan sebesar Rp173.000,- diberikan pada PT ABC,
pihak bank dapat melakukan pemantauan dengan melihat actual growth rate (tingkat
penjualan yang sebenarnya), besarnya capital output ratio, debt to equtity ratio, devidend
payout ratio.
Bila actual growth rate lebih kecil dari sustainable growth rate, maka ada indikasi bahwa ada
tambahan aktiva sebagai akibat adanya tambahan pasiva yang tidak bisa menunjang
pertumbuhan penjualan, yaitu tambahan kekayaan sendiri dan tambahan hutang yang
seharusnya dipergunakan untuk membiayai piutang, persediaan atau aktiva lain sebagai
penunjang pertumbuhan dipergunakan untuk tujuan lain (side streaming)
Dengan cara financial monitoring seperti ini akan dengan mudah kita dapat menentukan
apakah terjadi side streaming atas fasilitas pembiayaan yang telah kita salurkan, sehingga
tanda-tanda penyimpangan seperti ini dapat segera diketahui dan dapat menghindarkan
terhadap terjadinya pembiayaan macet.
Sedangkan cara yang paling baik dan sering dipergunakan untuk mengetahui kebutuhan
modal kerja pembiayaan nasabah adalah dengan pendekatan cash flow analysis, yang dapat
dijelaskan dalam contoh kasus sebagai berikut.
Contoh kasus
PT Sumber Karja Pratama adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa
konstruksi pembuatan menara (tower/antenna) untuk perusahaan di bidang telekomunikasi
seperti Telkom, Satelindo, Telkomsel, Mobilsel, Excelcomindo, radio, dll. Ybs saat ini telah
memiliki workshop untuk membuat menara/antenna berbagai tipe di atas lahan seluas 3 ha di
daerah Purwakarta. Adapun kondisi laporan keuangannya sbb.
Keterangan 1999 2000
Kas dan bank 65.753.000 1.075.000.000
Piutang usaha 850.180.409 801.500.000
Persediaan 901.063.150 501.260.300
Biaya dibayar di muka 1.131.125 1.742.520
Jumlah aktiva lancar 1.817.947.648 2.379.502.820
Aktiva tetap 13.829.734.459 16.045.294.333
Jumlah aktiva 15.647.682.143 18.424.797.153
Utang bank 0 1.650.000.000
Utang dagang 204.395.498 125.525.000
Biaya yg msh hrs dibayar 42.816.198 75.250.500
Utang pajak 4.428.744 6.255.200
Jumlah utang lancar 251.640.440 1.857.030.700
Modal disetor 13.250.000.000 13.250.000.000
Laba ditahan 1.688.371.862 2.146.041.703
Laba tahun berjalan 457.669.841 1.171.724.750
Penjualan & pendapatan 1.444.000.000 2.234.000.000
HPP 722.000.000 782.500.250
Biaya umum & adm. 264.330.159 279.775.000
Laba operasi 457.669.841 1.171.724.750
Ybs saat ini memperoleh order pembuatan tower tipe DH-55 meter dari Satelindo sebanyak
100 unit untuk dipasang di wilayah Indonesia dengan nilai proyek Rp32.287.897.900,-.
Jangka waktu pengerjaan maksimal proyek 12 bulan, dan masa pemeliharaan 6 bulan.
Diasumsikan bahwa kebutuhan biaya material proyek sebesar 50% dari nilai proyek dan Ybs
memperoleh uang muka dari Satelindo sebesar 20% dari nilai proyek, maka berapa
kebutuhan dana bank untuk dapat menyelesaikan proyek tersebut dan berapa jangka
waktu pembiayaannya jika diproyeksikan keuntungan yang akan diperoleh sebesar 15%
dari nilai proyek, self equity 5% dari kebutuhan dana proyek, biaya umum dan administrasi
seperti dalam laporan keuangan eksisting, minimum saldo kas akhir bulanan Rp10.000.000,-.
(Data terlampir)
Adapun alat yang bias dipergunakan bank untuk mengevaluasi kebutuhan pembiayaan untuk
investasi menggunakan prinsip sbb.
1. Pertama bank harus mengetahui total kebutuhan dana untuk rencana investasi
nasabah.
2. Bank harus mengetahui berapa porsi modal sendiri (nasabah) yang akan dipergunakan
untuk investasi tersebut.
3. selanjutnya dengan rumus: Total Kebutuhan Dana Investasi dikurangi Modal Sendiri
adalah merupakan kebutuhan dana yang bisa diperoleh nasabah dari bank/kreditur
lainnya.