Anda di halaman 1dari 8

Analisa Kebutuhan Pembiayaan

Cara mengevaluasi kebutuhan pembiayaan berdasarkan jenisnya yang lazim dibiayai dibagi
menjadi:

1. Untuk Modal Kerja Tetap dan Musiman (Peningkatan Piutang dan Persediaan)
2. Untuk Investasi (Peningkatan Aktiva Tetap)
Adapun alat yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi

kebutuhan pembiayaan untuk modal kerja tetap dan musiman dapat menggunakan
pendekatan/metode:
1)      Metode Quick & Dirty Approach
2)      Sustainable Growth Rate Model
3)      Cash Flow Analysis

Metode Quick & Dirty Approach

Cara menganalisis kebutuhan modal kerja yang secara cepat dapat dilakukan untuk
menetapkan plafond pembiayaan dari satu nasabah adalah dengan menggunakan konsep
asset working caoital turnover period yaitu perputaran modal kerja dimulai dari saat kas
diinvestasikan dalam komponen modal kerja seperti persediaan, piutang sampai menjadi kas
kembali.

Contoh soal 1

PT INSAN MUDA mempunyai kondisi keuangan seperti di bawah ini mengajukan


pembiayaan ke bank untuk meningkatakan pertumbuhan penjualan tahun 2002 sebesar
Rp5.000.000.000,-

Keterangan Uraian Nominal


Tahun 2001 (Rp.000,-)
Neraca Kas dan bank 4.262.180
Surat berharga 613.000
Piutang usaha 12.024.588
Persediaan 1.286.562
Uang muka biaya 8.737.424
Biaya dibayar di muka 3.472.497
Aktiva lancer 30.396.251
Aktiva tetap 13.640.292
Penyertaan 4.604.304
Aktiva lain2 13.999.849
Total Aktiva 62.640.696
Utang dagang 2.660.821
Utang lancar lain 7.811.821
Utang bank jatuh tempo 1 thn 7.700.168
Utang lancar 18.172.271
Utang jangka panjang 23.640.519
Modal 17.157.552
Laba tahun berjalan 3.670.354
Total Pasiva 62.640.696
Laba Rugi Penjualan 54.748.743
Harga pokok penjualan 42.686.254
Biaya umum & administrasi 3.663.096
Laba operasi 8.399.393
Biaya2 lain 5.977.254
Pendapatan lain2 1.248.215
Laba sebelum pajak 3.670.354

Days Receivable (DR)     = Piutang/Penjualan x 360 hari


                                                                = 12.024.588/54.748.743 x 360
                                                                = 79 hari

Days Inventories (DI)     = Persediaan/HPP x 360 hari


                                                                = 1.286.562/42.686.254 x 360
                                                                = 11 hari

Days Payable (DP)                           = Utang dagang/HPP x 360 hari


                                                                = 2.660.821/42.686.254 x 360
                                                                = 22 hari

Cash to cash period                         = DR + DI – DP = 79 + 11 – 22 hari


                                                                = 67 hari

Proyeksi penjualan dengan pertumbuhan 30% adalah


= Rp54.748.743,-
= Rp71.173.365,-

Kebutuhan pembiayaan dalam tahun 2002 dapat dihitung sebagai berikut:


= 67/360 x Rp71.173.365,-
= Rp13.246.154,-

Sementara modal kerja yang sudah ada yaitu Net Working Capital (aktiva lancar – utang
lancar) adalah:
= Rp30.396.251 – Rp18.172.271
= Rp12.223.980,-

Sehingga pembiayaan yang layak diberikan kepada nasabah adalah:


= Rp13.246.154 – Rp12.223.980
= Rp1.022.174,-

Sustainable Growth Rate Model


Konsep dasarnya adalah “Dalam dunia bisnis, untuk mnghasilkan tambahan
volume/nilai penjualan diperlukan adanya tambahan dana untuk investasi dalam
piutang, persediaan maupun aktiva tetap.”
Kegunaan model ini dapat dipakai untuk:

ü  Menentukan besarnya kebutuhan pembiayaan dari nasabah


ü  Mendeteksi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan pembiayaan oleh
nasabah (monitoring pembiayaan).

Sustainable Growth Rate (SGR) didefinisikan sebagai “tingkat pertumbuhan nilai


penjualan yang diikuti dengan tingkat struktur modal (capital structure) yang stabil
yang diharapkan tidak akan menimbulkan problem keuangan bagi perusahaan yang
bersangkutan, sehingga dapat dikatakan bahwa sustainable growth rate merupakan
tingkat pertumbuhan penjualan yang seimbang”.

Untuk merealisasikan volume/nilai penjualan, diperlukan adanya aktiva (asset) dan


kemampuan aktiva untuk menghasilkan nilai penjualan, ini dinyatakan sebagai capital output
ratio. Dengan capital output yang konstan, tambahan nilai penjualan akan bisa direalisasikan
bila ada tambahan aktiva. Tambahan sisi aktiva sebagai pemakai dana (uses of funds) akan
terjadi bila ada tambahan sisi pasiva sebagai dana (sources of funds). Penyedia dana dapat
berasal dari modal maupun utang.

Besarnya SGR akan dipengaruhi oleh:


1.       Tingkat Capital Output Ratio, yaitu kemampuan aktiva untuk menghasilkan nilai penjualan
yang dihitung dengan membagi aktiva dengan penjualan. Besarnya Capital Output Ratio akan
menentukan besarnya aktiva yang diperlukan untuk menghasilkan nilai penjualan tertentu.
2.       Tingkat Net Profit Margin (keuntungan setelah pajak)
3.       Kebijakan deviden (devidend policy), yang akan menentukan besarnya Devidend Payout
Ratio (rasio deviden yang dibagi terhadap keuntungan setelah pajak) dan Retention Ratio
(rasio laba ditahan terhadap keuntungan setelah pajak). Retention ratio akan menentukan
besarnya tambahan equity di sisi pasiva.
4.       Tingkat Debt to equity Ratio (rasio utang terhadap modal sendiri yang diinginkan optimal)

Untuk mempermudah perhitungan maka faktor-faktor tersebut di atas perlu dinotasikan


dalam simbol-simbol sebagai berikut.

pm = tingkat keuntungan setelah pajak (net profit margin)


dp = rasio pembayaran deviden terhadap keuntungan setelah pajak (deviden payout ratio), sehingga
1 – dp adalah merupakan rasio keuntungan setelah pajak yang ditahan (retention ratio).
de = rasio utang terhadap kekayaan sendiri (debt to equity ratio)
co = jumlah aktiva yang dibutuhkan untuk menghasilkan penjualan (capital output ratio/aktiva
dibagi penjualan)
cs = nilai penjualan pada tahun sebelumnya (exsisting sales)
as = tambahan nilai penjualan (additional sales) untuk tahun ini.

Berdasarkan simbol-simbol di atas, maka:

ü  pm(es + as)(1 – dp) adalah merupakan tambahan modal sendiri.


ü  (pm(es + as)(1 – dp))de adalah merupakan tambahan utang
ü  as(co) adalah merupakan tambahan aktiva yang diperlukan
Karena SGR dapat dihitung dengan menyamakan tambahan di sisi aktiva dan tambahan di
sisi pasiva, maka formula perhitungan SGR adalah sbb:

as(co) = pm(es + as)(1 – dp) + (pm(es + as)(1 – dp))de


as(co) = pm(es + as)(1 – dp)(1 + de)
as(co) = pm(1 – dp)(1 + de)es + pm(1 – dp)(1 + de)as
as(co) – pm(1 – dp)(1 + de)as = pm(1 – dp)(1 + de)as
as((co) – pm(1 – dp)(1 + de) = pm(1 – dp)(1 + de)es

as/es = pm(1 – dp)(1 + de)      


                co – pm(1 – dp)(1 + de)

Rumus:
Sustainable Growth Rate (SGR) = pm(1-p)(1+de)
                                                                     co-pm(1-dp)(1+de)

Formula di atas didasarkan atas asumsi bahwa:

a. Keadaan yang akan datang diperkirakan sama dengan keadaan tahun-tahun


sebelumnya, sehingga “co” dianggap konstan.
b. Tidak ada perubahan kebijaksanaan perusahaan di sektor keuangan sehingga “de”
dianggap konstan.
c. Pembiayaan modal sendiri harus berasal dari laba yang ditahan, tidak ada pembiayaan
modal sendiri yang berasal dari pengeluaran saham baru.

Kemudian bila ada perubahan kondisi ekonomi yang mengakibatkan:


·         perubahan efisiensi (co)
·         perubahan kebijaksanaan di sektor keuangan, seperti perubahan leverage yang
mengakibatkan perubahan tingkat (de), perubahan kebijakan pembagian deviden yang
mengakibatkan perubahan (1 – dp) dan pengeluaran saham baru atau penarikan saham lama
yang beredar, yang mengakibatkan perubahan sektor pembiayaan. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya SGR yang lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan yang
sebenarnya (actual growth). Bila hal ini terjadi, maka SGR dapat dihitung dengan formula
sbb.

SGR = (eo + e1 – dRp)(1 + de)(at) x  (1/es) – 1


                        1-(pm(1+de)at)

eo = modal sendiri awal/tahun ebelumnya


e1 = modal sendiri yang berasal dari pengeluaran saham baru
dRp = deviden dalam rupiah
at = perputaran aktiva (asset turn over), yang merupakan keblikan dari “co”.

Berdasarkan formula di atas, dapat disusun formula lain untuk menghitung tingkat perputaran
aktiva (at), rasio utang terhadap modal (de) dan proporsi keuntungan setelah pajak terhadap
penjualan (pm) sbb.

Asset turn over (at) =                                     (1+sgr)es                            


                                                (1+de)(eo+e1 – dRp + pm(1+sgr)es)

Debt to equity ratio (de) =                                           (1+sgr)as                            


                                                                  (eo + e1 – dRp + pm(1 + sgr)es(at)

Profit margin =  1 / (1+de)(at) – (eo + e1 – dRp)(1 + sgr)es

Contoh soal 2.
Hitung Sustainable Growth Rate PT ABC, dengan data keuntungan sebagai berikut:

Penjualan Rp 1.375.000
Keuntungan setelah pajak Rp 275.000
Keuntungan yang dibagikan sebagai deviden Rp 82.500
Aktiva lancar Rp 700.000
Aktiva tetap neto Rp 950.000
Total Aktiva Rp 1.650.000

Utang lancar Rp 400.000


Utang Bank Rp 500.000
Modal sendiri Rp 750.000
Total Pasiva Rp 1.650.000

Dari laporan keuangan di atas dapat dihitung beberapa hal sbb.

pm =  275.000/1.375.000 = 0,20
dp = 82.500/275.000 = 0,30
de = (400.000 + 500.000)/750.000 = 1,20
co = 1.650.000/1.375.000 = 1,20

Sustainable Growth Rate (SGR)                 =             pm(1-dp)(1+de)              


                                                                                       co – pm(1 – dp)(1 + de)

                                                                                =         0,20(1 – 0,30)(1 + 1,20)      


                                                                                       1,20 – 0,20(1 – 0,30)(1 + 1,20)

                                                                                =  0,3452 atau 34,52%

Kesimpulan:
Tingkat pertumbuhan nilai penjualan yang seimbang yang diikuti oleh struktur modal yang
stabil adalah 34,52%

Penggunaan Sustainable Growth Rate sebagai dasar penentuan besarnya plafond


pembiayaan

Penggunaan SGR untuk penentuan besarnya plafond pembiayaan, maka kita kembali ke
konsep dasar berikut asumsinya yaitu
ü  Tingkat efisiensi sama seperti tahun sebelumnya (Co konstan)
ü  Kebijaksanaan perusahaan di sektor keuangan (struktur modal dan pembayaran
deviden/pengambilan prive) tidak berubah. Maka untuk meningkatkan volume/nilai
penjualan diperlukan adanya tambahan aktiva.
ü  Tambahan aktiva adakan dapat dipenuhi bila ada tambahan modal dan tambahan hutang yang
harus tetap menjamin kestabilan struktur kapitalnya.

Dengan konsep dasar tersebut, maka setiap ada tambahan hutang harus diikuti dengan
adanya tambahan modal sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap adanya tambahan modal
sendiri, maka secara langsung akan dapat berpengaruh pada tambahan borrowing capacity
yaitu kemampuan mendapat tambahan pembiayaan.

Masih dengan contoh di atas, Direktur PT ABC mengajukan pembiayaan ke Bank sebesar
Rp300.000,-. Tambahan pembiayaan yang layak diberikan dengan SGR Models dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Tambahan penjualan     = 34,52% x 1.375.000 = 474.775,78

Tambahan aktiva yang diperlukan            = 474.775,78 x 1,20


                                                                                = 569.730,94

Tambahan equity             = 0,20(1.375.000 + 474.775,78)(1 – 0,30)


                                                = 258.968,60

Atau                                      = 569.703,94 – 258.968,60


                                                = 310.762,33

Tambahan total utang yang diperlukan sebesar Rp.310.762,33. Bila proposi utang lancar
terhadap penjualan dapat dipertahankan, maka besarnya kebutuhan plafond pembiayaan dari
bank dapat dihitung sebagai berikut.

Tambahan Utang Lancar               = 400.000/1.375.000 x 474.775,78


                                                                = 138.116,59

Tambahan total Utang yang diperlukan = 310.762,33

Tambahan pembiayaan bank      = 310.762,33 – 138.116,59


                                                                = 172.645,74

Dari perhitungan di atas, tambahan maksimum pembiayaan yang layak diberikan pada PT
ABC adalah sebesar Rp172.645,74 atau dibulatkan Rp173.000,-.

Kemudian bagaimana bila terjadi perubahan asumsi dasar tersebut di atas. Misalnya, sebelum
memberikan pembiayaan, pihak bank telah berhasil membuat negosiasi dengan PT ABC
bahwa: definisi harus ditingkatkan sehingga (co) menjadi 1,15 atau (at) sebesar 0,869565 dan
(pm) menjadi 21%. PT ABC juga telah setuju untuk memperbaiki posisi struktur kapitalnya
sehingga (de) menjadi 1,00 dengan syarat bahwa tambahan total utang sepenuhnya harus
dibiayai bank.
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka besarnya SGR dan plafond pembiayaan
dari bank dapat dihitung sebagai berikut.
SGR        = (750.000 – 82.500)(1+1,00)(0,8695665) x 1/1.375.000 – 1
                                1 – 0,21(1+1,00)(0,869565)

                = 0,330011929 atau 33,00%

Tambahan modal sendiri baru


= modal lama + pm(es)(as)(1 – dp)
= modal lama + pm(es)(as) – dp(pm)(es)(as)
= 750.000 + 0,21(1.375.000)(1,33) – 0,30(0,21)(1.375.000)(1,33)
= 1.018.826,25

Total utang baru               = 1,00 x 1.018.826,25       = 1.018.826,25


Total utang lama                                                               =    900.000-
Tambahan pembiayaan diperlukan                                118.826,25

Jadi, tambahan pembiayaan bank yang layak diberikan adalah sebesar Rp118.826,25 atau
dibulatkan menjadi Rp119.000,-

Penggunaan Sustainable Growth Rate sebagai dasar Monitoring Pembiayaan

Dari contoh soal di atas, setelah pembiayaan sebesar Rp173.000,- diberikan pada PT ABC,
pihak bank dapat melakukan pemantauan dengan melihat actual growth rate (tingkat
penjualan yang sebenarnya), besarnya capital output ratio, debt to equtity ratio, devidend
payout ratio.

Bila actual growth rate lebih kecil dari sustainable growth rate, maka ada indikasi bahwa ada
tambahan aktiva sebagai akibat adanya tambahan pasiva yang tidak bisa menunjang
pertumbuhan penjualan, yaitu tambahan kekayaan sendiri dan tambahan hutang yang
seharusnya dipergunakan untuk membiayai piutang, persediaan atau aktiva lain sebagai
penunjang pertumbuhan dipergunakan untuk tujuan lain (side streaming)

Dengan cara financial monitoring seperti ini akan dengan mudah kita dapat menentukan
apakah terjadi side streaming atas fasilitas pembiayaan yang telah kita salurkan, sehingga
tanda-tanda penyimpangan seperti ini dapat segera diketahui dan dapat menghindarkan
terhadap terjadinya pembiayaan macet.

Cash Flow Analysis

Sedangkan cara yang paling baik dan sering dipergunakan untuk mengetahui kebutuhan
modal kerja pembiayaan nasabah adalah dengan pendekatan cash flow analysis, yang dapat
dijelaskan dalam contoh kasus sebagai berikut.

Contoh kasus
PT Sumber Karja Pratama adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha jasa
konstruksi pembuatan menara (tower/antenna) untuk perusahaan di bidang telekomunikasi
seperti Telkom, Satelindo, Telkomsel, Mobilsel, Excelcomindo, radio, dll. Ybs saat ini telah
memiliki workshop untuk membuat menara/antenna berbagai tipe di atas lahan seluas 3 ha di
daerah Purwakarta. Adapun kondisi laporan keuangannya sbb.
Keterangan 1999 2000
Kas dan bank 65.753.000 1.075.000.000
Piutang usaha 850.180.409 801.500.000
Persediaan 901.063.150 501.260.300
Biaya dibayar di muka 1.131.125 1.742.520
Jumlah aktiva lancar 1.817.947.648 2.379.502.820
Aktiva tetap 13.829.734.459 16.045.294.333
Jumlah aktiva 15.647.682.143 18.424.797.153
Utang bank 0 1.650.000.000
Utang dagang 204.395.498 125.525.000
Biaya yg msh hrs dibayar 42.816.198 75.250.500
Utang pajak 4.428.744 6.255.200
Jumlah utang lancar 251.640.440 1.857.030.700
Modal disetor 13.250.000.000 13.250.000.000
Laba ditahan 1.688.371.862 2.146.041.703
Laba tahun berjalan 457.669.841 1.171.724.750
Penjualan & pendapatan 1.444.000.000 2.234.000.000
HPP 722.000.000 782.500.250
Biaya umum & adm. 264.330.159 279.775.000
Laba operasi 457.669.841 1.171.724.750

Ybs saat ini memperoleh order pembuatan tower tipe DH-55 meter dari Satelindo sebanyak
100 unit untuk dipasang di wilayah Indonesia dengan nilai proyek Rp32.287.897.900,-.
Jangka waktu pengerjaan maksimal proyek 12 bulan, dan masa pemeliharaan 6 bulan.
Diasumsikan bahwa kebutuhan biaya material proyek sebesar 50% dari nilai proyek dan Ybs
memperoleh uang muka dari Satelindo sebesar 20% dari nilai proyek, maka berapa
kebutuhan dana bank untuk dapat menyelesaikan proyek tersebut dan berapa jangka
waktu pembiayaannya jika diproyeksikan keuntungan yang akan diperoleh sebesar 15%
dari nilai proyek, self equity 5% dari kebutuhan dana proyek, biaya umum dan administrasi
seperti dalam laporan keuangan eksisting, minimum saldo kas akhir bulanan Rp10.000.000,-.

(Data terlampir)

Adapun alat yang bias dipergunakan bank untuk mengevaluasi kebutuhan pembiayaan untuk
investasi menggunakan prinsip sbb.

1. Pertama bank harus mengetahui total kebutuhan dana untuk rencana investasi
nasabah.
2. Bank harus mengetahui berapa porsi modal sendiri (nasabah) yang akan dipergunakan
untuk investasi tersebut.
3. selanjutnya dengan rumus: Total Kebutuhan Dana Investasi dikurangi Modal Sendiri
adalah merupakan kebutuhan dana yang bisa diperoleh nasabah dari bank/kreditur
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai