Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

                   

DISUSUN OLEH      :

KELOMPOK 4
1. Nadia Fadhillah (21.01.2146)
2. Neng Bayzura (21.01.2147)
3. Odelia Sabrina Nararya (21.01.2148)
4. Putri Febiyola (21.01.2149)
5. Putri Nawang Sari (21.01.2150)
6. Sefti Heldayanti (21.01.2151)
7. Seli Wika Hariani (21.01.2152)

Dosen Pembimbing : Titin Almujahidiani, SST., M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BUDI MULIA SRIWIJAYA PALEMBANG
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Hadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan

salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan sepanjang jaman

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makalah ini membahas dan

menjelaskan secara sederhana tentang “Upaya Pemberantasan Korupsi”.

Dengan selesainya makalah ini disusun, saya mengucapkan terimakasih

yang sedalam-dalamnya kepada yang Terhormat Dosen Pembimbing kami serta

kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

walaupun makalah ini telah selesai, namun karena keterbatasan kemampuan dan

literatur yang kami miliki, sehingga makalah ini jauh dari sempurna, sehingga

besar harapan kami untuk menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif.

Selamat membaca semoga makalah ini memiliki manfaatnya bagi pembaca pada

umumnya dan ilmu pengetahuan khususnya. Terimakasih

Palembang, September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER DEPAN ............................................................................................i


KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi.......................................................3
B. Solusi / Upaya Pemberantasan Korupsi................................................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap

warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana

dan prasarana yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum.

Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu

didukung adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan

pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan peranana badan-badan penegak

hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan proses penegak

hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan

kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh karena itu,

perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan

masyarakat terhadap pelanggaran hukum.

alam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang menentukan

perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman berupa

pidana (nestapa) dan menentukan syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat

publik yang dimiliki hukum pidana menjadikan konsekuensi bahwa hukum pidana

itu bersifat nasional. Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia

diberlakukan ke seluruh wilayah negara Indonesia.

Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan nilai-

nilai kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali digambarkan

sebagai pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana bertujuan menegakkan

iv
nilai kemanusiaan, namun di sisi yang lain penegakan hukum pidana justru

memberikan sanksi kenestapaan bagi manusia yang melanggarnya.

Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri dalam

khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2

Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Penyidikan tindak pidana korupsi tidak hanya

dimiliki oleh Polri, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

juga memiliki kewenangan penyidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimanakah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ?

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian kegiatan untuk

mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya

koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan

tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam

kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma

hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling

ditekankan adalah norma hukum, meskipun norma lain tidak kalah penting

perannya dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan tertib sosial, negara

menetapkan dan mengesahkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur

masyarakat. Peraturan-peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya

memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya

dapat dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si

pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada

prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang

tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan dapat berupa

undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya. Di Indonesia yang

vi
paling menonjol adalah perundang-undangan. Yurisprudensi juga berperan,

namun tidak seberapa. Lain halnya di negara-negara yang menganut sistem

preseden, sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting

(Rasjidi, 2004: 79).

Memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi

mengabdi kepada konstituennya. Partai politik bukannya dijadikan alat untuk

memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi ajang untuk

mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan

masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan

stabilitas dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan

social, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai

demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak

pidana korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana

korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas

kerugian Negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak

social dan hakhak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak

dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah

menjadi kejahatan luar biasa (extra- ordinary crimes). Penyebab terjadinya

korupsi di Indonesia menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan

pengalaman setidaknya ada delapan penyebab, yaitu sebagai berikut :

a. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru

b. Kompensasi PNS yang Rendah

vii
c. Pejabat yang Serakah

d. Law Enforcement Tidak Berjalan

e. Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak hokum bisa

dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang

dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek

jera bagi koruptor.

f. Pengawasan yang Tidak Efektif

g. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin

h. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

Menurut UUD 1945 Amandemen Pasal 1 ayat (3) : Indonesia ialah Negara

Hukum. Sebagaimana layaknya suatu negara hukum, maka kepentingan

masyarakat banyak harus mendapat perlindungan dari pemerintah, seperti tersebut

dalam Alinea IV UUD 1945. Perlindungan tersebut selanjutnya merupakan hak-

hak warga negara yang diatur dan dijabarkan dalam dalam berbagai peraturan

perundang-undangan. Warga negara berhak untuk hidup aman , damai, tenteram ,

terhindar dari berbagai tindak kejahatan. Bilamana terjadi tindak kejahatan, maka

aparat penegak hukum harus segera bertindak sesuai kewenangan yang dimiliki.

Dengan adanya tindakan oleh aparat penegak hukum, diharapkan kejahatan tidak

semakin meluas. Bilamana penegakan hukum kurang baik seperti sekarang ini

maka kejahatan semakin berkembang, korupsi semakin marak, kasus suap terjadi

dimana-mana, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya hanya dapat

dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan. Akhirnya, sebaik apapun peraturan

perundang-undangan yang ada pada akhirnya tergantung pada aparat penegak

hukumnya.

viii
Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi terdapat suatu

kenyataan adanya praktek penegakan hukum tebang pilih. Tidak saja hal ini

bertentangan dengan prinsip hukum semua warga negara memiliki hak untuk

diperlakukan setara di depan hukum tetapi juga diperlakukan secara tidak sama.

Adapun yang menjadi sebab perlakukan penagakan hukum aparat polisian dan

kejaksaan bukan saja disebabkan karena kasus korupsi sering dipandang sebagai

kasus yang membawa `berkah', utamanya bagi pengacara, tetapi juga disebabkan

karena keberadaan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang

KPK. Sikap dualisme dalam pemberantasan kejahatan korupsi sebagaimana diatur

dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang KPK.

Beberapa alasan dan fakta dan bahwa tebang pilih dan perlakuan tidak

sama di depan hukum oleh penegak hukum dapat diajukan sebagai berikut :

1. Praktek penegakan hukum dalam tebang pilih terhadap terdakwa atau

tersangka terjadi ketika baik polisi, jaksa dan juga pihak kekuatan masyarakat,

sebagai gerakan masyarakat madani membiarkan pelaku kejahatan tidak saja

dengan bebas berkeliaran bahkan menjadi calon kepala daerah, tetapi juga

setelah mendapatkan keputusan hakim sekalipun mereka dapat kembali

menduduki jabatan publik tertentu. Hal ini biasanya terjadi ketika terdakwa,

tersangka atau terhukum dapat dijadikan sumber uang oleh karena mereka

mampu membayar oknum-oknum penegak hukum yang nakal.

2. Perlakuan penegak hukum menjadi tidak setara atau tebang pilih karena sifat

dari Undang-undang KPK yang secara sengaja memuat pengelompokan proses

penegakan hukum ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah korupsi

yang menimbulkan kerugian negara di bawah Rp 1 milyar diproses oleh Polisi

ix
dan Jaksa. Dalam model penegakan kejahatan korupsi model ini dikesankan

masyarakat bahwa aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun tingkat

daerah memiliki ruang fleksibel untuk menunda-nunda penyelidikan dan

penyidikan. Akibatnya, pelaku kejahatan korupsi model ini menampakkan

bukan saja tidak adanya kepastian hukum dalam penindakannya akan tetapi

dengan penundaan tersebut mengundang ketidak puasan bagi masyarakat.

Sedangkan kategori korupsi kedua adalah perbuatan seseorang yang telah

menimbulkan kerugian negara di atas Rp 1 milyar yang kewenangan proses

hukumnya melalui KPK. Dalam kasus yang ditangani oleh KPK, dampaknya

cukup membuat guncangan yang menakutkan bagi terdakwa, tersangka dan

terhukum. KPK jauh lebih tegas dan dipandang sebagai lembaga penegak

hukum paling dipercayai di negeri ini.

Dalam teori hukum pidana, bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan kepada

pelaku kejahatan tidak saja dipandang sebagai hukum yang menimbulkan

penderitaan secara fisik dan psikis dan dibatasi kebebasan hak- hak

keperdataan dan hak politik, tetapi juga diharapkan agar pelaku kejahatan

merasa jera atau kapok sehingga tidak berkehendak melakukan kembali.

Terdakwa kasus korupsi hanya dijatuhi hukuman percobaan. Alhasil dengan

vonis tersebut, terdakwa korupsi tidak perlu lagi menjalani hukuman di

penjara. Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran.

Umumnya mereka dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan

dua tahun. Jumlah Bahwa adanya kecenderungan bagi Para hakim untuk

menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa korupsi sesuai batas minimal

hukuman yang ditentukan Undang undang-Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

x
B. Solusi / Upaya Pemberantasan Korupsi

Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu Negara

ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka

akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat

yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara

(the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara

tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya penanggulangan korupsi

yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi

dan pandangan.

Menurut pendapat H. Ismail Susanto, terdapat enam langkah yang

harus dilakukan agar korupsi tidak hilang dan tidak dilakukan oleh

masyarakat. Didalam sebuah essay-nya yang dimuat di Harian Republika

mengatakan bahwa berdasarkan kajian terhadap berbagai sumber, didapatkan

sejumlah cara sebagaimana ditunjukkan oleh Syariat Islam.

Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja

dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan baik apabila gaji

mereka tidak mencukupi, karena para birokrat juga manusia biasa. Kedua,

larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan kepada

aparatur pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena buat apa

seseorang memberikan sesuatu kalau tidak ada maksud tertentu. Ketiga,

perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi tentu kekayaannya

akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya itu

melakukan tindakan korupsi. Bisa saja dia mendapatkan kekayaan itu dari

warisan, keberhasilan bisnis atau dengan cara lain yang halal. Keempat,

xi
teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi hanya akan bisa dilakukan jika

para pemimpin, terlebih pemimpin tertinggi, dalam sebuah Negara bersih

dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin melakukan tugasnya dangan

penuh amanah.

Karena dengan taqwa pula ia takut untuk melakukan penyimpangan,

karena meski ia bisa melakukan kolusi dengan pejabat lain untuk menutup

kejahatannya, Allah SWT pasti melihat semuanya dan di akhirat nanti pasti

akan dimintai pertanggung jawaban. Kelima, hukuman yang setimpal. Pada

dasarnya, orang akan takut menerima resiko yang akan mencelakakan

dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal bagi para koruptor.

Berfungsi sebagai pencegah, hukuman setimpal atas koruptor membuat orang

jera dan kapok melakukan korupsi. Keenam, Pengawasan Masyarakat.

Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Dari

point-point tersebut dapat dieksplisitkan bahwa pemberantasan korupsi harus

melibatkan semua pilar masyarakat. Pilar masyarakat adalah manusia

(individu), budaya (yaitu berupa persepsi baik pemikiran maupun perasaan

kolektif), dan sistem aturan yang berlaku. Karena itu, korupsi akan lebih

efektif diberantas bila pada tiga pilar tersebut dilakukan langkah-langkah yang

terpadu. Bahwa ada individu yang memang bejat, ingin kaya secara instant,

atau setidaknya dengan harta dengan jalan pintas, itu memang kenyataan di

dunia ini. Tapi, individu yang baik sebenarnya banyak. Andaikan di dunia ini

lebih banyak yang tidak baik, tentu kehidupan tidak bisa lagi berjalan

dengan normal. Orang selalu dalam ketakutan karena tidak ingin ditipu,

atau semangat untuk menipu. Kalau sudah begitu tidak ada lagi hubungan

xii
dengan manusia, baik berdagang maupun menikah.

Jadi kita harus meyakini bahwa sebagian besar individu pada dasarnya

adalah baik, karena Allah telah meniupkan sifat-sifat agungnya dalam diri

manusia sejak masih didalam rahim. Didalam surat Qs. 15- al hijr; 29, yang

artinya, maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah

meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-ku, maka tunduk kamu kepadanya

dengan bersujud. Dapat disimpulkan bahwa pada awalnya manusia semuanya

memiliki sifat yang baik, akan tetapi sebagian orang yang menjadi koruptor

itu tentu karena pengaruh eksternal yang telah mengaburkan sifat-sifat baik

tersebut. Yang paling utama adalah pendidikan, kedua lingkungan dan ketiga

media. Tiga hal ini akan membangun suatu budaya, yakni suatu persepsi

kolektif dalam masyarakat, apakah suatu hal itu akan dianggap normal atau

tidak.

Pada masyarakat yang budaya “uang pelicin” sudah dianggap wajar,

maka orang tidak akan lagi peka dan merasa itu adalah korupsi. Demikian

juga budaya “titip saudara” agar lolos ujian sekolah atau dapat pekerjaan.

Andaikata dua hal ini dicoba pada masyarakat yang memilki persepsi

sebaliknya, bahwa uang pelicin itu haram, dan nepotisme itu awal

kehancuran, tentu akan terjadi sasuatu yang berbeda. Budaya adalah sesuatu

yang dapat dibentuk peran pendidikan sangat besar. Para guru itulah yang

menanamkan nilai-nilai sejak dini. Tentu saja mereka pula yang berhak

memberikan sikap keteladanan yang baik. Kalau sang guru sendiri dulu

mendapatkan pekerjaan dengan menggunakan uang pelicin atau lulus ujian

guru dengan mencontek, ya susah. Mereka merupakan bagian dari masalah

xiii
dan bukan merupakan sebuah solusi. Budaya anti korupsi akan menghasilkan

individu- individu anti-korupsi, yang akhirnya akan menjadi aktor-aktor

pencegahan atau pemberantasan korupsi. Pada masyarakat yang sarat

dengan korupsi, tentu saja sulit untuk mendapatkan individu-individu

semacam ini. Namun dalam level mikro, seperti pada suatu sekolah, kantor

atau suatu organisasi, budaya ini bisa ditumbuhkan melalui pendidikan,

keteladanan pemimpin dan lewat kampanya yang massif, misalnya dengan

pemasangan poster-poster yang akan mengingatkan orang akan dampak

mengerikan dari korupsi, atau azab Allah yang dijanjikan pada koruptor.

Namun juga strategi individual dan kultural terkadang masih belum

cukup juga. Korupsi juga terjadi dengan adanya aturan-aturan main yang

salah. Sebagai contoh; aturan biaya mutasi kendaraan yang lumayan tinggi

(10% harga kendaraan), membuat sebagian orang enggan untuk melakukan

balik nama setelah membeli kendaraan bekas. Hasilnya, di beberapa daerah

cukup sulit menemukan mobil dengan nama pemilik sebenarnya pada STNK.

Ketika ada PNS untuk datang ke daerah itu dan akan menyewa mobil, yang

ada hanyalah mobil seperti itu. Padahal di aturan sewa kendaraan dalam

pekerjaan pemerintah, diwajibkan nama pemilik mobil seperti dalam KTP

harus sama dalam nama STNK. Lalu solusinya apa? Solusi jangka pendeknya

adalah bisa menggunakan fotocopy STNK palsu atau menyuap agar petugas

kantor kas Negara dan auditor pura-pura tidak melihat. Cara yang lebih

elegan adalah dengan membuat klausul tambahan pada aturan yang formal

berlaku, yang kalau tetap dalam bentuk sekarang ini, akan menimbulkan akses

yang rumit di lapangan.

xiv
Perubahan aturan-aturan ini dapat berupa aturan sewanya atau aturan

balik nama kendaraannya. Misalnya biayanya diturunkan, agar pemilik

kendaraan tertarik untuk balik nama. Contoh lainnya adalah hubungan kerja

yang kabur, sehingga tidak jelas apakah seorang direktur BUMN/BUMD itu

perlu dibayar tinggi meskipun perusahaan merugi atau dia sebenarnya hanya

perlu digaji secukupnya, sedang penghasilan yang tinggi tergantung

prestasinya. Dari beberapa contoh diatas adalah contoh untuk merubah aturan

dalam mencegah korupsi. Contoh yang lain adalah aturan yang dapat

memberantas korupsi setelah terjadi. Perhitungan kekayaan pejabat setelah

menjabat untuk dibandingkan dengan sebelumnya adalah salah satu ide yang

baik. Kalau ada peningkatan yang tidak wajar dan tidak bisa dijelaskan,

harta itu dapat disita untuk Negara, atau yang bersangkutan dipidana.

Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk

menanggulangi korupsi sebagai berikut :

1. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan

sejumlah pembayaran tertentu.

2. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

3. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah

pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,

wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling

bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang

secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan

(legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi

xv
tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-

celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu

halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan

korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan

melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-

pelakunya.

Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran

penanggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-

keputusan administratif yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan

lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih

keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya

dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan

kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan

pengamanan termasuk Polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas

pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang

menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka

ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-

macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan

perlu ditinjau dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya

(practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya

korupsi.

Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :

1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna

melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial dengan bersifat acuh tak

xvi
acuh.

2. Menanamkan aspirasi Nasional yang positif, yaitu mengutamakan

kepentingan Nasional.

3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan

menindak korupsi.

4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan

menghukum tindak korupsi.

5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi

pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah Kementerian beserta

jawatan dibawahnya.

6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement”

dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.

7. Adanya kebutuhan Pegawai Negeri yang non-politik demi

kelancaran administrasi pemerintah.

8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur

9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung

jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.

10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang

mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.

xvii
BAB III

KESIMPULAN

Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu

penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi,

keluarga dan kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public

dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public

dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang

memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah

tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi

ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya,

moral, politik dan tatanan hokum dan keamanan nasional.

Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang

berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena

kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang

berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan

memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa

(extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemaun politik luar

biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam

menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK

menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan,

xviii
penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya

dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun

daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa

dan terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/170011-ID-upaya-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia.pdf

http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-
Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-2-.pdf

file:///C:/Users/user/Downloads/makalah%20fik%20tinggal%20kirim%20ke
%20OSF.pdf

Thania Rasjidi, 2004, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra
Aditya.

Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar


Grafika.

xix

Anda mungkin juga menyukai