Anda di halaman 1dari 131

TESIS

PENGATURAN, PENJAGAAN, PENGAWALAN DAN PATROLI


(TURJAWALI) OLEH KEPOLISIAN TERHADAP UPAYA PREVENTIF
DALAM MENANGGULANGI KECELAKAAN LALU LINTAS DI
KABUPATEN BANYUASIN

Disusun Oleh:
Feri Yusag Jumaidi
NIM : 21240020

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
2023

i
TESIS

PENGATURAN, PENJAGAAN, PENGAWALAN DAN PATROLI


(TURJAWALI) OLEH KEPOLISIAN TERHADAP UPAYA PREVENTIF
DALAM MENANGGULANGI KECELAKAAN LALU LINTAS DI
KABUPATEN BANYUASIN

Diajukan Sebagai Syarat untuk Mengikuti Ujian Komprehensif dalam Rangka


Menyelesaikan Pendidikan pada Program Studi Strata-2 Magister Ilmu Hukum
Universitas Kader Bangsa Palembang

Disusun Oleh:
Feri Yusag Jumaidi
NIM : 21240020

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN KADER BANGSA


UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
2023

ii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020.

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Dengan ini menyatakan bahwa : Benar Tesis yang berjudul tersebut di atas merupakan

hasil penelitian dan karya saya sendiri dengan tidak melakukan plagiarisme.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Tesis ini tidak sesuai dengan pernyataan saya

tersebut di atas maka, saya bersedia mempertanggung jawabkanya menurut hukum yang

berlaku dan menerima semua sanksi akademik, termasuk pencabutan gelar akademik

yang saya sandang.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dipergunakan sebagai mana

mestinya.

Yang menyatakan

Materai 10.000

Feri Yusag Jumaidi

iii
HALAMAN PENETAPAN

SK Rektor UKB No. 021/B-SK.Prop/UKB/III/2022, Tanggal 21 Maret 2022

REKTOR UKB MENETAPKAN


JUDUL DAN PEMBIMBING TESIS

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Pembimbing Materi (I) : Prof. Dr. Holijah, SH.,MH

Pembimbing Teknis (II) : Dr. Conie Pania Putri, SH., MH

Universitas Kader Bangsa Palembang

Rektor,

Dr. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes

iv
HALAMAN PENETAPAN

SK Rektor UKB No.021/B-SK.Prop/UKB/III/2022, tanggal 12 Mei 2023

REKTOR UKB MENETAPKAN


JUDUL DAN PENGUJI PROPOSAL

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Penguji I : Dr. ramiyanto, SH I., MH

Penguji II : Prof. Dr. Holijah, SH., MH

Penguji III : Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH

Universitas Kader Bangsa Palembang


Rektor,

Dr. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes

v
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Proposal penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Holijah, SH.,MH Dr. Conie Pania Putri, SH., MH

Menyetujui,
Atas Nama Rektor Universitas Kader Bangsa
Ka.PS Magister Ilmu Hukum

Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH

vi
HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Proposal penelitian ini telah diseminarkan pada tanggal:.................. dan diperbaiki

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Holijah, SH.,MH Dr. Conie Pania Putri, SH., MH

Menyetujui,
Atas Nama Rektor Universitas Kader Bangsa
Ka.PS Magister Ilmu Hukum

Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH

vii
HALAMAN PENETAPAN

SK Rektor UKB No. ,tanggal, 2023

REKTOR UKB MENETAPKAN

JUDUL DAN PENGUJI TESIS

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Penguji I : ........................................................

Penguji II : Prof. Dr. Holijah, SH., MH

Penguji III : Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH

Universitas Kader Bangsa Palembang


Rektor,

Dr. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes

viii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Tesis penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Pembimbing Materi Pembimbing Teknis

Prof. Dr. Holijah, SH., MH Dr. Conie Pania Putri, SH., MH


NIDN: NIDN:

Diketahui Oleh,

Ketua Program Studi Plt. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH Dr. Conie Pania Putri, SH.,MH

ix
HALAMAN PENGESAHAN TESIS

Nama : Feri Yusag Jumaidi

NIM : 21 24 0020

Program/Fakultas : Pascasarjana/ Hukum

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Pidana

Judul : Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli


(TURJAWALI) oleh Kepolisian Terhadap Upaya Preventif
dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di Kabupaten
Banyuasin

Telah berhasil di pertahankan di hadapan Dewan Penguji dan Diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Hukum pada Program
Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Kader Bangsa Palembang

Telah diuji dan lulus pada :

Hari : .......................................

Tanggal : ........................................

TIM PENGUJI : Tanda Tangan

1. ....................................... ......................................

2. ....................................... ......................................

3. ....................................... ......................................

Disahkan Oleh

Rektor Universitas Kader Bangsa,

Dr. Hj. Irzanita, S.H., S.E., SKM., MM., M.Kes.

x
BIODATA

I. Identitas
Nama : Feri Yusag Jumaidi
Nim : 21240020
Tempat, dan tanggal lahir : 20 Mei 1983
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Sukarela jln. batu jajar prim Bni Rt.21
Rw.07 Plg
Pekerjaan : Polri
No. Hp/ Whatshaap : 082178024206
Email : feriyusag.sip50@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan:

1. SD Negeri 66 Palembang, lulus tahun 1996


2. SMP Negeri 3 Palembang, lulus tahun 1999
3. SMA Muhamadiyah 1 Palembang, lulus tahun 2002
4. S1 Ilmu hukum universitas Palembang, lulus tahun 2008

xi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

# Jangan berhenti berupaya ketika menemui kegagalan, Bersyukurlah kerna


kegagalan cara Tuhan mengajarkan kita Arti kesungguhan.

#Hadapi tantangan itu dengan hati yang dingin sebab dibalik tantangan itu
terdapat sesuatu berkah yang tersembunyi.

#Hari kemaren adalah pengalaman,Hari ini adalah peristiwa dan Hari Esok
adalah Impian dan Harapan.

Kupersembahkan Untuk :

Keluarga kecilku yang selalu menemani dan mendampingiku.

Terimakasih untuk istri,kedua Anakku dan kedua OrangTuaku kedua Mertuaku


beserta seluruh keluarga ku,Terimaksih atas Doa dan Support nya Selama Ini.

xii
ABSTRAK

Kecelakaan lalulintas masih sering terjadi diwilayah hukum polres


Banyuasin yang berakibat korban meninggal dunia maupun luka berat dan luka
ringan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pelaksanaan
turjawali oleh Polres Banyuasin sebagai upaya Preventif dalam menanggulangi
kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Banyuasin? (2) Bagaimanakah hambatan
dihadapi dan upaya apa yang dilakukan oleh Polres Banyuasin terhadap turjawali
sebagai pencegahan kecelakaan lalu lintas? Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum yuridis empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan
undang-undang dan pendekatan kasus. Lokasi penelitian di wilayah hukum polres
Banyuasin. Data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan melalui
wawancara dan observasi, data dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan data bahwa satuan lalulintas bertugas melaksanakan
Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan
kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas. Hal ini
dilakukan sebagai upaya preventif dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas di
Kabupaten Banyuasin. Di wilayah hukum Polres Banyuasin Turjawali tersebut
telah dilaksanakan selain secara langsung dijalanan juga melalui kegiatan
sosialisasi kepada di kalangan pelajar dan masyarakat. Terdapat hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan Turjawali terhadap penceggahan terjadinya
kecelakaan lalulintas yaitu pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat masih
kurang. Untuk mengatasi hal tersebut maka Polres Banyuasin senantiasa
melakukan sosialisasi pemahaman tentang keselamatan dan tata tertib berlalu
lintas. Tujuannya untuk membangun kesadaran, akan keselamatan di jalan raya
bagi pelajar, maupun masyarakat lainnya melalui program pendidikan masyarakat
berlalu lintas. Hambatan liannya adalah kurangnya personil Satlantas Polres
Banyuasin. Kondisi ini dibuktikan dengan ketidak sesuaian kebutuhan
pelaksanaan tugas di lapangan yang sangat padat. Hal ini meyebabkan Kepolisian
terkendala dalam melakukan upaya pencegahan dan penindakan dalam
mengurangi pelanggaran lalu lintas, utamanya pada Kepolisian yang bertugas
dalam melakukan sosialisasi kepada pelajar dan masyarakat. adapun upaya yang
dilakukan untuk mengadapi kendala-kendala tersebut maka Polres Banyuasin
melakukan optimalisasi setiap unit yang ada, effektivitas pelaksanaan tugas-tugas
dan fungsi masing-masing unit, sehingga tujuan pelaksanaan turjawali dapat
diwujudkan dengan baik. Upaya optimalisasi ini dilakukan dengan cara pelatihan-
pelatihan terhadap personil sehingga menambah kecakapan masing-masing dalam
melaksanakan tugas secara effektif dan efisien.

Kata Kunci: Turjawali, Upaya Preventif, Kecelakaan Lalu Lintas

xiii
ABSTRACT

Traffic accidents still frequently occur in the jurisdiction of the Banyuasin


Police which result in fatalities as well as serious and minor injuries. The
problems in this study are (1) How is the implementation turjawali by the
Banyuasin Police as an effortpreventive in tackling traffic accidents in Banyuasin
Regency? (2) How were the obstacles encountered and what efforts were made by
the Banyuasin Police against them turjawali as prevention of traffic accidents?
The type of research used is empirical juridical legal research that is descriptive in
nature with a statutory and case approach. The research location is in the
jurisdiction of the Banyuasin Police. The data used are primary data obtained
through interviews and observation, the data is analyzed qualitatively. Based on
the research results, it was found that the traffic unit is tasked with carrying out
traffic tourjawali, traffic community education (Dikmaslantas), registration and
identification services for motorized vehicles and drivers, traffic accident
investigation and law enforcement in the traffic sector. This is done as a
preventive effort in tackling traffic accidents in Banyuasin Regency. In the
jurisdiction of the Banyuasin Turjawali Police, this has been carried out not only
directly on the streets but also through socialization activities among students and
the community. There are obstacles in the implementation of Turjawali to prevent
traffic accidents, namely the knowledge and level of public awareness is still
lacking. To overcome this, the Banyuasin Police always socialize understanding
of safety and traffic rules. The aim is to build awareness of road safety for
students and other members of the public through traffic education programs.
Another obstacle is the lack of personnel from the Banyuasin Police Traffic Unit.
This condition is evidenced by the discrepancy between the needs of carrying out
tasks in a very crowded field. This causes the Police to be constrained in carrying
out prevention and prosecution efforts in reducing traffic violations, especially for
the Police who are in charge of conducting outreach to students and the public. As
for the efforts made to deal with these constraints, the Banyuasin Police have
optimized each existing unit, the effectiveness of the implementation of the tasks
and functions of each unit, so that the implementation objectivesturjawalican be
realized properly. This optimization effort is carried out by means of training for
personnel so as to increase their respective skills in carrying out tasks effectively
and efficiently.

Keywords: Turjawali, Preventive Efforts, Traffic Accidents

xiv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kekhadirat Allah SWT Tuhan YME, berkat

rahmat, karunia hidayah serta inayahnya jualah penulisan tesis ini selesai

dilaksanakan tepat pada waktunya. Penulisan Tesis ini berjudul ” Pengaturan,

Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (TURJAWALI) oleh Kepolisian

Terhadap Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kecelakaan Lalu Lintas di

Kabupaten Banyuasin”. Tesis ini diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Magister Hukum Pada Program Pascasarjana Program Studi

Magister Ilmu Hukum Universitas Kader Bangsa Palembang. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas dukungan semua

pihak untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada:

1. Bapak Ferry Preska, ST, MSc, EE, Ph. D selaku ketua Yayasan Kader

Bangsa Palembang.

2. Ibu DR. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes Selaku Rektor

Universitas Kader Bangsa Palembang

3. Ibu Dr. Conie Pania Putri, SH., MH Selaku Ketua Program Studi Magister

Hukum Universitas Kader Bangsa Palembang.

4. Ibu Prof. Dr. Holijah, SH., M.H Selaku Pembimbing Materi

5. Ibu Dr. Conie Pania Putri, SH., MH, Selaku Pembimbing Teknis

xv
6. Staf dan Pegawai Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Kader Bangsa Palembang

7. Teman-teman Almamater Angkatan 2021

Harapan penulis, semoga dengan segala keterbatasan yang ada dalam

penulisan tesis ini dapat menjadi jembatan penghubung bagi penulisan tesis

selanjutnya serta dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang hukum.

Palembang, Juli 2023


Penulis

Feri Yusag Jumaidi

xvi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ...................................... ii
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PEMBIMBING ....................... iii
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PENGUJI PROPOSAL .......... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL UNTUK DISEMINARKAN v
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL TELAH DISEMINARKAN vi
HALAMAN PENETAPAN JUDUL DAN PENGUJI TESIS .................... vii
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS UNTUK DIPERTAHANKAN ..... viii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
BIODATA ....................................................................................................... xii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. xiii
ABSTRAK ...................................................................................................... xiv
ABSTRACT .................................................................................................... xv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
1. Tujuan Deskriptif (Gambaran) ............................................... 10
2. Tujuan Kreatif (Analisis) ....................................................... 10
3. Tujuan Inovatif (Pengembangan/Pembaharuan) .................... 10

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 10


1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 10
2. Manfaat Praktis ...................................................................... 11
3. Manfaat Inovatif ..................................................................... 11

E. Kerangka Teori dan Konseptual ................................................. 11


1. Kerangka Teoritis ................................................................... 11
a. Teori Penegakan Hukum .................................................. 11

xvii
b. Teori Efektivitas Hukum ................................................... 23

2. Kerangka Konseptual ............................................................. 29


a. Pengaturan ......................................................................... 29
b. Penjagaan........................................................................... 29
c. Pengawalan ........................................................................ 30
d. Patroli ................................................................................ 30
e. Upaya Preventif ................................................................. 30
f. Penanggulangan Kecelakaan Lalu Lintas .......................... 31

F. Metode Penelitian. ..................................................................... 32


1. Jenis Penelitian ....................................................................... 32
2. Metode Pendekatan ................................................................ 32
3. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 33
4. Lokasi Penelitian .................................................................... 33
5. Sumber Data ........................................................................... 34
6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 36
7. Analisis Data .......................................................................... 37

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 38

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 39


A. Tinjauan Umum Tentang Polres Banyuasin ............................... 39
1. Sejarah Polres Banyuasin ....................................................... 39
2. Tugas dan Fungsi Polres Banyuasin ...................................... 39
3. Struktur Organisasi Polres Banyuasin .................................... 40
4. Visi dan Misis Polres Banyuasin............................................ 40

B. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas ......................................... 41


1. Pengertian Lalu Lintas .......................................................... 41
2. Komponen Lalu Lintas ........................................................... 42
3. Manajemen Lalu Lintas ......................................................... 43
4. Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas ................................ 46
5. Pelanggaran Lalu Lintas ......................................................... 49
6. Kepatuhan Lalu Lintas di Jalan Raya..................................... 57

C. Tinjauan Umum Tentang Kepolisiaan Republik Indonesia ....... 64


1. Pengertian Polisi..................................................................... 64
2. Fungsi Kepolisian................................................................... 68
3. Tugas dan Wewenang Kepolisian .......................................... 71
4. Pengertian Patroli dan Fungsi Patroli ..................................... 77

xviii
BAB III PENELITIAN DAN HASIL PEMBAHASAN ............................ 81
A. Pelaksanaan turjawali oleh Polres Banyuasin terhadap Upaya
Preventif dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas di
Kabupaten Banyuasin ................................................................ 81
B. Hambatan dan Upaya yang dilakukan oleh Polres Banyuasin
terhadap turjawali sebagai pencegah kecelakaan lalu lintas ...... 99

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 107


A. Simpulan .................................................................................... 107
B. Saran-saran ................................................................................ 108

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 110

xix
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1: Data Akibat Kecelakaan Lalulintas di Wilayah Hukum Polres


Banyuasin ................................................................................. 8
Tabel 3.1:Data sosialisasi Satlantas Polres Banyuasin kepada pelajar
pada tahun 2022 ........................................................................ 83
Tabel 3.2: Data sosialisasi Satlantas Polres Banyuasin kepada
masyarakat pada tahun 2022..................................................... 88
Tabel 3.3: Data pelanggaran lalu lintas di Wilayah Hukum Polres
Banyuasin dari tahun 2020-2023 .............................................. 95
Tabel 3.4: Jumlah Personel Satlantas Polres Banyuasin ........................... 104

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang merdeka dengan segala kebebasannya tapi

tetap diatur oleh peraturan, yang segala penyelenggaraan pemerintahannya

berdasarkan hukum yang berlaku. Negara Indonesia adalah negara hukum

(rechtsstaat), hal ini secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945

pasal 1 ayat 3. Adapun negara hukum adalah negara berdasarkan atas hukum dan

keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan

alat-alat perlengkapan negara atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang

demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. 1

Dengan demikian, negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat) sudah

pasti bukan negara yang berdasarkan kekuasaan otoriter. Oleh karena itu,

kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segalanya. Setiap perbuatan harus

sesuai dengan aturan hukum tanpa kecuali.2 Hal ini merupakan salah satu cara

untuk mencapai pembangunan nasional Indonesia yang tepat dan terarah, yaitu

untuk melahirkan suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur

secara merata baik materiil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945. Salah satu prasarana yang diperlukan dalam rangka pembangunan

nasional adalah pengaturan tentang penggunaan jalan raya.

1
Abdul Aziz hakim, Negara Hukum dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2011, hal. 8
2
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hal. 69

1
2

Lalu Lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus

dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam

rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah.

Perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut

penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta

akuntabilitas penyelenggaraan negara. Sebagai bagian dari sistem transportasi

nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan

perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas

dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta

akuntabilitas penyelenggaraan negara.3

Perkembangan Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang

penting dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat, sehingga Negara

merasa penting untuk mengaturnya sesuai dengan perkembangan zaman agar

terjaganya hak-hak warga negara dalam kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan.

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) merupakan hal yang sangat dekat

3
Suwarjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung,
2012, hlm. 3.
3

dengan masyarakat. Hal ini dapat digambarkan sebagai aliran darah dalam tubuh

manusia. Setiap waktu masyarakat terus berhubungan dengan Angkutan Jalan

untuk memenuhi berbagai macam kepentingan setiap harinya. 4

Pada sisi lain perkembangan transportasi yang pesat secara tidak

langsung akan memperbesar risiko timbulnya permasalahan lalu lintas.

Kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) adalah suatu

peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan

kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban

manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi

karena pengemudi kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas.

Pengemudi mengemudikan kendaraan dengan semaunya sendiri, ketidaktahuan

terhadap peraturan yang berlaku, tidak terampil dalam berkendara, dan

rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit kecelakaan lalu lintas

karena membawa kendaraan dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah

terpancing oleh pengendara jalan lainnya.5

Setiap waktu masyarakat terus bergulat dengan angkutan jalan dengan

bermacam-macam kepentingannya, oleh karena itu hak warga, negara dalam

berlalu lintas dijamin dan dilindungi oleh negara. Pada Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan

Jalan maka penyelenggaraan kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara

keamanan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana berkat kerjasama dari
4
Ibid, hal. 4
5
Widianto Putero, Management Keselamatan Lalu Lintas, Lemdiklat Polri Pusdik
Lantas, Jakarta, 2001, hal. 23
4

aparat pemerintah dan swasta, Polri sebagai pihak pemerintah dan PT. Jasa

Raharja sebagai pihak swasta.

Adanya aturan khusus dalam berlalu lintas tersebut, merupakan

konsekuensi dari tujuan dikeluarkannya UU LLAJ yang tertera di dalam

konsiderans UU LLAJ, terutama huruf b, yang menyatakan bahwa lalu lintas dan

angkutan jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus

dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan angkutan jalan dalam

rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah.6

Secara realitanya kecelakaan yang sering terjadi berawal dari

pelanggaran lalu lintas. Hal inilah yang kurang disadari dalam masyarakat,

masih banyak masyarakat yang menganggap remeh untuk mematuhi aturan lalu

lintas. Kebanyakan masyarakat terkhusus para pengguna jalan hanya merasa

takut pada Polisi yang berjaga di jalan, bukan atas dasar keinginan dari diri

pribadi untuk mengikuti peraturan lalu lintas. Sehingga ketika tidak ada Polisi

yang berjaga, sebagian warga melakukan pelanggaran yang tak jarang

menyebabkan kecelakaan hingga menimbulkan korban.7

Polri mempunyai tugas pelayanan kepada masyarakat, agar masyarakat

terhindar dari bahaya-bahaya yang dapat merugikan diri sendiri maupun semua

pihak. Upaya polisi untuk mencegah adanya gangguan keamanan dan ketertiban

masyarakat sangatlah banyak dan sudah terbagi dalam setiap bidangnya.

6
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
Prenadama Group, Jakarta, 2016, hal. 210-211
7
Hendri Ardana, Inventarisasi dan Analisa Terhadap Perundang-undangan Lalu
Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, CV.
Rajawali, Jakarta, 2014, hal. 32
5

Program Promoter Polri yang sekarang sedang dijalankan oleh KAPOLRI

diusahakan untuk membantu Polri dalam melaksanakan tugasnya.

Polisi Lalu lintas merupakan unsur pelaksana yang bertugas

menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan,

pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas,

registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan

kecelakaan lalu lintas dan penegakkan hukum dalam bidang lalu lintas.

Pihak satuan lalu lintas berfungsi untuk pemeliharaan keamanan

keselamatan ketertiban dan kelancaran lalu lintas dan pencegahan kejahatan

secara terpadu. Kemacetan lalu lintas menjadi meningkat ketika ditemukan

berbagai kendaraan bermotor. Munculnya kemacetan di jalan raya merupakan

dampak dari kebutuhan pengguna jalan dan juga volume kendaraan yang makin

bertambah. Hal ini tampak dari arus lalu lintas yang kian memadat. Tidak hanya

kemacetan saja yang berdampak dari volume kendaraan yang makin bertambah,

namun kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat di Indonesia. Angka

kecelakaan di Indonesia sangatlah tinggi, dapat dilihat dari data korlantas yang

menunjukan ada 24.642 jumlah kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Dengan kata

lain, jumlah kecelakaan lalu lintas pada Januari sampai 13 September 2022

mengalami kenaikkan 34,6 persen dari 2021.8

Kecelakaan lalu lintas juga menjadi masalah pada wilayah hukum Polres

Banyuasin, dengan keadaan wilayah Banyuasin yang luas dan ramai, menjadi

jalur penghubung antara Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi, yang

8
Aryo Putranto Saptohutomo, Korlantas Polri Catat 94.617 Kecelakaan pada
Januari-September 2022, https://nasional.kompas.com, diakses tanggal 13 Maret 2023
6

dikenal sebagai kota pelajar dan kota pariwisata. Banyuasin berbatasan langsung

dengan Provinsi Jambi yang merupakan pusat perdagangan.

Dengan demikian semakin rawanlah jalur lalu lintas Kabupaten

Banyuasin, dan banyak terjadi kecelakaan lalu lintas dan pelanggaran lalu lintas

yang melibatkan pelajar didalamnya. Korban kecelakaan lalu lintas merupakan

objek tugas dalam pelaksanaan tugas Polri di bidang lalu lintas untuk mencegah

hal tersebut.

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh kesatuan lalulintas dari Polres

Banyuasin, diantaranya melakukan pengaturan lalulintas pada waktu-waktu

tertentu, penjagaan ditempat-tempat yang rawan kecelakaan lalulintas, serta

patroli pada saat-saat tertentu. kesemuanya dilakukan oleh polisi lalulintas demi

untuk menjaga keamanan masyarakat dalam berlalulintas serta melakukan upaya

pencegahan terjadinya kecelakaan lalulintas di wilayah hukum polres Banyuasin

Sumatera Selatan.

Namun demikian, upaya yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian

tersebut tidak semuanya berhasil, namun masih sering terjadi kecelakaan

lalulintas di wilayah hukum polres Banyuasin. Oleh karena hal tersebut, peneliti

merasa penting untuk mengamati dan meneliti mengenai peran satuan lalu lintas

unit pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli dalam penindakan

pelanggaran untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas pada pelajar SMA di

Kabupaten Banyuasin. Perkembangan kepolisian pada fungsi lalu lintas Polres

Banyuasin.
7

Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalulintas dan Angkutan Jalan telah menetapkan beberapa pasal yang mengatur

tentang larangan saat berlalulintas. Hal ini dilakukan agar tercipta lalulintas yang

tertib dan terhindar dari berbagai macam kecelakaan. Apabila merujuk kepada

ketentuan dalam UU LLAJ terlihat demikian banyaknya ketentuan pidana bagi

pengendara yang menggunkana jalan raya tanpa disiplin, dengan harapan untuk

ketertiban bersama, namun demikian dengan aturan normatif saya belum cukup

bagi masarakat. Oleh sebab itu keberadaan aparat kepolisian dalam mengatur

lalulintas angkutan jalan masih sangat diperlukan.

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 200 ayat (3) huruf h UU LLAJ, maka

undang-undang telah memberikan kewenangan terhadap pihak kepolisian dalam

rangka penegakan hukum dalam rangka mewujudkan dan memelihara

Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Salah satu cara yang dilakukan oleh

pihak kepolisian adalah dengan penerapan “tilang”. Tilang merupakan alat bukti

pelanggaran tertentu di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dengan format

tertentu yang ditetapkan.

Berdasarkan Bab III Pasal 13 sampai dengan Pasal 19 Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, diatur tentang tugas dan wewenang kepolisian. Dalam Pasal 16

mengatur tentang kewenangan aparat kepolisian diantaranya menyuruh berhenti

orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, dan

melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.


8

Sebagai data awal, berikut ditampilkan data yang dihimpun oleh peneliti

dari Polres Banyuasin Sumatera Selatan pada kurun waktu dari tahun 2018

sampai dengan tahun 2022. Data ini ditampilkan untuk menunjukkan bahwa

tinggkat kecelakaan masih cukup tinggi yang terjadi di wilayah hukum Polres

Banyuasin Sumatera Selatan, meskipun rangkaian upaya pencegahan telah

dilakukan oleh satuan dari Polres Banyuasin.

Tabel 1.1: Data Akibat Kecelakaan Lalulintas di Wilayah Hukum Polres


Banyuasin
Jumlah Kecelakaan
Jenis
No Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Kecelakaan
2022 2021 2020 2019 2018
1 Meninggal Dunia 93 69 47 86 72
2 Luka Berat 94 75 54 83 41
3 Luka Ringan 142 98 94 111 45
4 Jumlah Kasus 183 155 120 152 88
Sumber Data: Polres Banyuasin

Berdasarkan gambaran data tersebut di atas yang didapatkan peneliti dari

Polres Banyuasin, menunjukkan bahwa kecelakaan lalulintas masih sering

terjadi diwilayah hukum polres Banyuasin yang berakibat korban meninggal

dunia maupun luka berat dan luka ringan. Selain itu tergambar juga bahwa

terjadi peningkatan jumlah kecelakaan lalulintas dalam kurun waktu tiga tahun

terakhir. Hal ini menjadi tanggungjawab berat yang harus dituntaskan oleh pihak

kepolisian, sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi kecelakaan di wilayah

hukum Polres Banyuasin. Atas kerjasama semua pihak tingkat kecelakaan

lalulintas sudah semakin menurun apabila dilihat dari tahun ke tahun.

Undang-undang telah mengisyaratkan agar aparat penegak hukum

bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian lalu

lintas dan angkutan jalan yang optimal sehingga mampu menanggulangi


9

ancaman keamanan keselamatan ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Satuan

Lalu lintas harus bekerja sama dengan tenaga pendidik atau guru, untuk

mengurangi pelanggaran lalu lintas pada kalangan pelajar.

Namun, pada Polres Banyuasin ini kerja sama tidak hanya dikhususkan

kepada guru, orang tua siswa pun ikut ambil bagian dalam pentingnya taat lalu

lintas pada pelajar. Maka Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian,

karena itu peneliti mengangkat judul penelitian tesis ini adalah:

PENGATURAN, PENJAGAAN, PENGAWALAN DAN PATROLI

(TURJAWALI) OLEH KEPOLISIAN SEBAGAI UPAYA PREVENTIF

DALAM MENANGGULANGI KECELAKAAN LALU LINTAS DI

KABUPATEN BANYUASIN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, pokok-

pokok permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan turjawali oleh Polres Banyuasin sebagai upaya

Preventif dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas di Kabupaten

Banyuasin ?

2. Bagaimanakah hambatan dihadapi dan upaya apa yang dilakukan oleh Polres

Banyuasin terhadap turjawali sebagai pencegahan kecelakaan lalu lintas ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagi
berikut:
10

1. Tujuan Deskriptif

Tujuan deskriptif dimaksudkan untuk menganalisis proses TURJAWALI oleh

kepolisian terhadap upaya pencegahan kecelakaan lalu lintas di Kabupaten

Banyuasin.

2. Tujuan Kreatif

Tujuan Kreatif dimaksudkan untuk mengetahui Hambatan dan Upaya yang

dihadapi Kepolisian Banyuasin terhadap TURJAWALI sebagai pencegah

kecelakaan lalu lintas.

3. Tujuan Inovatif

Tujuan Inovatif dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pembelajaran

bagi masyarakat dalam Kewajiban kepemilikan Surat Izin Mengemudi.

D. Kegunaan/ Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian dini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara

teoritis maupun praktis

1. Kegunaan/Manfaat Teoritis

Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran

untuk mengembangkan pengetahuan bagi penegakan hukum khususnya

dalam pelaksanaan turjawali oleh Polres Banyuasin sebagai upaya preventif

dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas serta hambatan dan upaya apa

yang dilakukan oleh Polres Banyuasin terhadap turjawali sebagai pencegahan

kecelakaan lalu lintas sebagai upaya Preventif dalam menanggulangi

kecelakaan lalu lintas.


11

2. Kegunaan/Manfaat Praktis

Secara praktis penulis berharap dapat menjadi bahan pemikiran dan

masukan bagi legislatif dan eksekutif dan pihak yang terkait dengan

Pelaksanaan turjawali oleh Kepolisian terhadap upaya preventif dalam

menanggulangi kecelakaan lalu lintas.

3. Kegunaan/Manfaat Inovatif

Dengan adanya penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan

pemikiran bagi masyarakat, bangsa dan negara dalam penegakan hukum

khususnya dalam pelaksanaan turjawali oleh Polres Banyuasin sebagai upaya

preventif dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas serta hambatan yang

dihadapi dan upaya apa yang dilakukan Polres Banyuasin terhadap turjawali

sebagai pencegahan kecelakaan lalu lintas sebagai upaya Preventif dalam

menanggulangi kecelakaan lalu lintas.

E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

a. Teori Penegakan Hukum

Dalam era globalisasi ini kepastian, keadilan, dan efisiensi

menjadi sangat penting.tiga hal itu hanya bisa dijamin dengan hukum

yang baik. Hukum yang baik dapat tercipta jika penegak hukumnnya juga

baik, penegakan hukum yang baik juga tergantung pada aparat

penegaknya. Dengan kata lain penegakan hukum adalah keseluruhan

kegiatan dari seluruh pelaksana penegak hukum, keadilan, dan


12

perlidungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketentraman dan

kepastian hukum, sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945.9

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau

kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum

bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal

secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun

demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang

bertanggung jawab. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:10

1. Total enforcement

Adapun yang dimaksudkan dengan penegakan hukum secara

total enforcement adalah ruang lingkup penegakan hukum pidana

sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif

(subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini

tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara

ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan-aturan

penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan

pendahuluan.

Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri

memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih

dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht

9
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2015, hal. 8
10
Dellyana,Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakart, 2018, hal. 34
13

delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no

enforcement.

2. Full enforcement

Penegakan hukum dengan cara full enforcemen dilakukan

setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total

tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini

para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal.

3. Actual enforcement

Menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap not a

realistic expectation, sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam

bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yang

kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan

sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan

hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana

(criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem

struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan

pemasyarakatan.11 Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang

dari 3 dimensi:

11
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2017, hal. 45
14

1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative

system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang

menggambarkan nilainilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana;

2. penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif

(administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai

aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas;

dan

3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system),

dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula

diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan

masyarakat.

Selanjutnya upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya

merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social

defence) dan upaya mencapai kesejahteraan (social welfare). Kebijakan

penanggulangan kejahatan atau bisa disebut juga politik kriminal

memiliki tujuan akhir atau tujuan utama yaitu “perlindungan masyarakat

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Kebijakan penanggulangan

kejahatan (criminal policy) itu sendiri merupakan bagian dari kebijakan

penegakan hukum (law enforcement policy). Kebijakan penegakan

hukum merupakan bagian dari kebijakan social (social policy) dan

termasuk juga dalam kebijakan legislatif (legislative policy). Politik


15

riminal pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari kebijakan

sosial yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial.12

Muladi menyatakan kebijakan kriminal atau kebijakan

penanggulangan kejahatan bila dilihat lingkupnya, sangat luas dan tinggi

kompleksitasnya. Hal ini wajar karena karena pada hakikatnya kejahatan

merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah sosial yang

memerlukan pemahaman tersendiri. Kejahatan sebagai masalah sosial

ialah merupakan gejala yang dinamis selalu tumbuh dan terkait dengan

gejala dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks, ia

merupakan socio-political problems.13

Salah satu bentuk dari perencanaan perlindungan sosial adalah

usahausaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi

kejahatan yang biasa disebut dengan politik kriminal (criminal politic).

Tujuan akhir dari politik kriminal adalah suatu perlindungan masyarakat.

Dengan demikian politik kriminal adalah merupakan bagian dari

perencanaan perlindungan masyarakat, yang merupakan bagian dari

keseluruhan kebijakan sosial.

Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan terhadap anak

sebenarnya tidaklah jauh berbeda dengan kebijakan yang diterapkan

terhadap orang dewasa. Di dalam upaya penanggulangan kejahatan perlu

ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti:

12
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 2
13
Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,
hal. 72
16

1. Ada keterpaduan antara politik kriminil dan politik sosial; dan

2. Ada keterpaduan antara upaya penggulangan kejahatan dengan penal

maupun non penal.14

Barda Nawawi mengemukakan bahwa upaya penanggulangan

kejahatan dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara yaitu sarana penal dan

sarana non-penal:15

1. Penanggulangan Kejahatan Dengan Penerapan Hukum Pidana


(Upaya Penal)

Penanggulangan kejahatan melalui jalur penal ini bisa juga

disebut upaya yang dilakaukan melalui jalur hukum pidana. Upaya ini

merupakan penanggulangan yang menitik beratkan pada sifat represif,

yaitu tindakan yang dilakukan sesudah kejahatan terjadi dengan

penegakan hukum dan penjatuhan hukuman terhadap kejahatan yang

telah dilakukan. Selain itu, melalui upaya panel ini, tindakan yang

dilakaukan dalam rangka menanggulangai kejahatan sampai pada

tindakan pembinaan maupun rehabilitas.

Kebijakan penal yang bersifat represif, namun sebenarnya juga

mengandung unsur preventif, karena dengan adanya ancaman dan

penjatuhan pidana terhadap delik diharapkan ada efek

pencegahan/penangkalnya (deterrent effect). Di samping itu,

kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan,

karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial

14
Ibid, hal. 75
15
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Fajar Interpratama,
Semarang, 2011, hal. 45
17

untuk menyalurkan “ketidaksukaan masyarakat (social dislike) atau

pencelaan/kebencian sosial (social disapproval/social abhorrence)

yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana “perlindungan sosial”

(social defence). Oleh karena itu sering dikatakan bahwa “penal

policy” merupakan bagian integral dari “social defence policy”16

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief

tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan hukum pidana

dalam menanggulangi kejahatan masih sangat diperlukan pada saat

ini, mengingat bahwa hukum pidana selain memiliki sisi represif juga

memiliki sisi preventif untuk mencegah agar masyarakat yang taat

pada hukum tidak ikut melakukan atau akan berfikir dua kali jika

ingin melakukan kejahatan.

Efektifitas pemidanaan diartikan sebagai tingkat tercapainya

tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan. Suatu

pemidanaan dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai

dengan adnya pemidanaan itu tercapai. Ditinjau dari segi

efektifitasnya maka pidana menjadi kurang efektif apabila ditinjau

dari segi penjeraannya terhadap terpidana. Hal ini disebabkan karena

pidana denda dapat dibayarkan oleh orang lain.

16
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hal. 182
18

2. Penanggulangan Kejahatan Tanpa Hukum Pidana (Upaya Non


Penal)

Upaya penanggulangan lewat jalur non penal ini bisa juga

disebut sebagai upaya yang dilakukan melalui jalur di luar hukum

pidana.17 Upaya ini merupakan upaya penanggulangan yang lebih

menitikberatkan pada sifat preventif, yakni tindakan yang berupa

pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Melalui upaya non penal

ini sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif

penyebab terjadinya kejahatan, yakni meliputi masalah-masalah atau

kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat

menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.

Kebijakan non-penal (non-penal policy) merupakan kebijakan

penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sarana di luar hukum

pidana. Kebijakan melalui saran non-penal dapat dilakukan dalam

bentuk kegiatan seperti: penyantunan dan pendidikan sosial dalam

rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat;

penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral,

agama, dan sebagainya; peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak

dan remaja; serta kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara

berkelanjutan oleh polisi dan aparat keamanan lainnya.

Kebijakan non-penal ini dapat meliputi bidang yang sangat

luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial, dimana tujuan utamanya

memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak

17
Barda Nawawi, op cit, hal. 72
19

langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Dengan

demikian, maka kegiatan preventif melalui sarana non-penal

sebenarnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis, memegang

posisi kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan untuk

mewujudkan tujuan akhir dari politik kriminal.

Upaya non-penal dapat pula digali dari berbagai sumber

lainnya yang juga mempunyai potensi efek-preventif, misalnya media

pers/media massa, pemanfaatan kemajuan teknologi (dikenal dengan

istilah techno-prevention) dan pemanfaatan potensi efek-preventif dari

aparat penegak hukum. Mengenai yang terakhir ini, Sudarto pernah

mengemukakan, bahwa kegiatan patroli dari polisi yang dilakukan

secara kontinu termasuk upaya non-penal yang mempunyai pengaruh

preventif bagi penjahat (pelanggar hukum) potensial. Sehubungan

dengan hal ini, kegiatan razia/operasi yang dilakukan pihak kepolisian

di beberapa tempat tertentu dan kegiatan yang berorientasi pada

pelayanan masyarakat atau kegiatan komunikatif edukatif dengan

masyarakat, dapat pula dilihat sebagai upaya non penal yang perlu

diefektifkan.

Penjelasan di atas pada dasarnya ingin menekankan bahwa

upaya non-penal yang paling strategis adalah segala upaya untuk

menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan

hidup yang sehat (secara materil dan immateril) dari faktor-faktor

kriminogen (sebab-sebab terjadinya kejahatan). Ini berarti, masyarakat


20

dengan seluruh potensinya harus dijadikan sebagai faktor penangkal

kejahatan atau faktor anti kriminogen yang merupakan bagian integral

dari keseluruhan politik kriminal.

Penanggulangan kejahatan melalui jalur kebijakan “non penal”

akan lebih mampu melakukan penangan terhadap faktor-faktor

penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah

atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung

dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan perdagangan

orang tersebut. Dari kebijakan tersebut upaya pencegahan dan

penanganan dengan melibatkan masyarakat serta kerjasama terfokus

baik pusat, daerah dan juga internasional tergambar jelas merupakan

bagian dan kunci penting guna memperkecil tingkat kejahatan, bila

efektif dan sinergis berjalan maka penanganan dan jumlah korban

akan dapat berkurang dan tertangani.

3. Upaya Penanggulangan Kejahatan dengan Tindakan Preventif,


Represif, dan Kuratif

Jika Barda Nawawi Arief mengemukakan konsep

penanggulangan kejahatan dengan dua model kebijakan, yaitu dengan

pidana (penal), dan tanpa pidana (non-penal), maka Soedarto,

mengemukakan konsep dalam upaya penanggulangan kejahatan

melalui tiga tindakan, yaitu tindakan preventif, represif, dan kuratif.18

18
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hal. 113-116
21

a. Tindakan Preventif.

Tindakan preventif merupakan suatu usaha untuk mencegah

kejahatan yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik

kriminil dapat diberi arti sempit, lebih luas dan paling luas. Dalam

arti sempit politik kriminil itu digambarkan sebagai keseluruhan

asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap

pelanggaran hukum yang berupa pidana.

Dalam arti lebih luas, politik kriminil merupakan

keseluruhan fungsi dari para penegak hukum, termasuk di

dalamnya cara kerja dari Pengadilan dan Polisi. Sedangkan dalam

arti yang paling luas, politik kriminil merupakan keseluruhan

kegiatan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-

badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma

sentral dari masyarakat. Penegakkan norma-norma sentral ini dapat

diartikan sebagai penanggulangan kejahatan. Usaha-usaha

penanggulangan secara preventif sebenarnya bukan hanya bidang

dari Kepolisian saja.

Penanggulangan kejahatan dalam arti yang umum secara

tidak langsung juga dilakukan tanpa menggunakan sarana pidana

(hukum pidana). Misalnya, kegiatan bakti sosial dapat

menghindarkan para pemuda dari perbuatan jahat. Penggarapan

kejahatan jiwa masyarakat dengan pendidikan agama, pemberian


22

tempat atau rumah singgah bagi anak jalanan dan gelandangan

akan mempunyai pengaruh baik untuk pengendalian kejahatan.

b. Tindakan Represif.

Tindakan refresif yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan (tindak

pidana). Yang termasuk tindakan represif adalah penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, sampai dilaksanakannya pidana. Ini semua

merupakan bagian- bagian dari politik kriminil sehingga harus

dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

badanbadan yang bersangkutan dalam menanggulangi kejahatan.

c. Tindakan Kuratif

Tindakan kuratif pada hakikatnya merupakan usaha

preventif dalam arti yang seluasluasnya ialah dalam usaha

penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan

sebenarnya tindakan kuratif itu merupakan segi lain dari tindakan

represif dan lebih dititikberatkan kepada tindakan terhadap orang

yang melakukan kejahatan.

Tindakan kuratif dalam arti nyata hanya dilakukan oleh

aparatur eksekusi pidana, misalnya para pejabat lembaga

pemasyarakatan atau pejabat dari Bimbingan Kemasyarakatan dan

Pengentasan Anak (BISPA). Mereka ini secara nyata terlepas dari


23

berhasil atau tidaknya melakukan pembinaan terhadap para

terhukum pidana pencabutan kemerdekaan.

b. Teori Efektifitas Hukum

Achmad Ali bependapat bahwa, ketika ingin mengetahui sejauh

mana efektifitas dari hukum, maka pertama-tama harus dapat mengukur

sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati.19 Lebih lanjut

dikemukakan bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi

efektifitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal

pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik

di dalam menjalankan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka

maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.

Efektivitas Hukum menurut Hans Kelsen adalah apakah orang

pada kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk menghindari sanksi

yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan apakah sanksi

tersebut benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi atau tidak

terpenuhi.20

Teori efektivitas hukum adalah teori yang mengkaji dan

menganalisis tentang keberhasilan dan kegagalan dan faktor yang

mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum. Ada tiga kajian

teori efektivitas hukum yang meliputi:21

19
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, Kencana, Jakarta,
2010, hal. 375
20
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusa Media,
Bandung, 2006, hal. 39
21
Ibid.,
24

a. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum

b. Kegagalan dalam pelaksanaannya

c. Faktor yang mempengaruhinya

Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum

yang dibuat itu telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum

adalah mengatur kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati

dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun penegak hukum maka

pelaksanaan hukum itu dikatakan efektif dalam implementasinya. Hal ini

dapat dilihat pada masyarakat dalam melaksanakan aturan hukum

tersebut.

Kegagalan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan

hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya atau tidak

berhasil dalam implementasinya. Faktor yang mempengaruhi adalah hal

yang menyebabkan atau berpengaruh dalam pelaksanaan dan penerapan

hukum tersebut. Faktor yang mempengaruhi dapat dikaji dari aspek yaitu:

a. Aspek keberhasilannya

b. Aspek kegagalannya

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu meliputi substansi

hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Norma hukum dikatakan

berhasil apabila norma tersebut ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat

maupun aparat penegak hukum itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi

kegagalan dalam pelaksanaan adalah karena norma hukum yang kabur


25

atau tidak jelas, aparat penegak hukum yang korup, atau masyarakat yang

tidak sadar atau taat pada norma hukum tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto bahwa efektif atau tidaknya suatu

hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor yaitu:22

1. Faktor Hukum.

Hukum mengandung unsur keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Dalam praktik penerapannya tidak jarang terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan Kepastian Hukum

sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak

sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara

penerapan undang-undang saja, maka ada kalanya nilai keadilan itu

tidak tercapai.

Maka, ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum

setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidak

semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.23

2. Faktor Penegakan Hukum

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian

petugas penegak hukum memainkan peranan penting, jika

peraturannya sudah baik, tetapi kualitas petugas penegak hukumnya

kurang baik, maka akan menimbulkan permasalahan dalam

penegakkan hukumnya. Selama ini ada kecenderungan yang kuat

22
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 5
23
Ibid, hal. 8
26

dikalangan masyarakat unttuk mengartikan hukum sebagai petugas

atau penegak hukum.

Artinya hukum diidentikan dengan tingkah laku nyata petugas

atau penegak hukum. Namun, dalam melaksanakan wewenangnya

sering timbul persoalan karena sikap atau perlakuan yang dipandang

melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang dianggap

melunturkan citra danwibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan

oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.24

3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangat

lunak dan perangkat keras. Menurut Soerjono Soekanto bahwa para

penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, apabila tidak

dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang

proporsional.

Oleh karena itu, sarana atau fasilitas pendukung mempunyai

peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. tanpa

adanya sarana atau fasiitas tersebut, tidak akan mungkin penegak

hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang

aktual.25

24
Ibid, hal. 21
25
Ibid, hal. 37
27

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat

atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum.

persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan

hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan

masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator

berfungsinya hukum yang bersangkutan.26

5. Faktor Kebudayaan

Sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam hidup

bermasyarakat Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan

konsepsi-konsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik

(sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga

dihindari).27

Hukum mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak

langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara

untuk memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan

direncanakan terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social

planning.28 Agar hukum benar-benar dapat memengaruhi perilaku

26
Ibid, hal. 40
27
Ibid.,
28
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 1982, hal. 115
28

masyarakat, maka hukum harus disebarluaskan, sehingga melembaga

dalam masyarakat.

Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan salah satu syarat

bagi penyebaran serta pelembagaan hukum. Komunikasi hukum tersebut

dapat dilakukan secara formal yaitu, melalui suatu tata cara yang

terorganisasi dengan resmi. Soerjono Soekanto mengemukakan, bahwa

suatu sikap tindak perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap

tindakan atau perilaku lain menuju pada tujuan yang dikehendaki, artinya

apabila pihak lain tersebut mematuhi hukum.29

Undang-undang dapat menjadi efektif jika peranan yang

dilakukan pejabat penegak hukum semakin mendekati apa yang

diharapkan oleh undang-undang dan sebaliknya menjadi tidak efektif jika

peranan yangdilakukan oleh penegak hukum jauh dari apa yang

diharapkan undang-undang.30

Efektivitas hukum merupakan suatu teori yang mengkaji

implementasi dari suatu ketentuan hukum yang berlaku dalam

masyarakat, apakah masyarakat sudah berbuat sesuai dengan hukum yang

berlaku tersebut dan apakah hukum yang dibuat dan diberlakukan tersebut

telah tercapai tujuan dan maksudnya.

29
Ibid.,
30
Soerjono Soekanto, Faktor-fakto, op cit, hal. 9
29

2. Kerangka Konseptual

Pada penelitian ini, dalam menjelaskan permasalahan yang akan

dibahas, maka penulis akan memberikan pengertian–pengertian, istilah,

singkatan yang terkait dengan masalah ini. Pengertian – pengertian dan Istilah

yang digunakan yaitu:

a. Pengaturan

Pengaturan adalah kegiatan kepolisian dalam rangka memberikan

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat guna

mewujudkan rasa aman, baik fisik maupun psikis, terciptanya keamanan

dan ketertiban masyarakat, terbebas dari rasa khawatir sehingga

masyarakat dapat melakukan segala aktifitasnya dengan tertib dan lancar.

Tujuan: Agar giat kepolisian dalam rangka pemeliharaan keamanan dan

ketertiban masyarakat dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Fungsi:

Melancarkan segala kegiatan yang dilaksanakan agar dapat berjalan sesuai

rencana.

b. Penjagaan

Penjagaan merupakan suatu kegiatan anggota Kepolisian Republik

Indonesia bersifat preventif dengan memberi perlindungan, pelayanan,

pengayoman dan memelihara keselamatan jiwa dan harta benda untuk

kepentingan masyarakat dan negara. Tujuan: menjaga kemanan dan

timbulnya kriminalitas, cegah gangguan kamtibmas serta memberi

perlindungan, pengayoman, pelayanan dan rasa aman tenteram.


30

c. Pengawalan

Pengawalan adalah suatu kegiatan preventif yang dilakukan oleh

angota polri untuk menjaga keamanan, keselamatan atas jiwa dan harta

benda serta hak asasi manusia dari satu tempat ke tempat lain.

d. Patroli

Patroli adalah salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan oleh

dua orang anggota polri atau lebih sebagai usaha mencegah bertemunya

niat dan kesempatan, dengan jalan mendatangi, menjelajahi, mengamati

atau memperhatikan situasi dan kondisi yang diperkirakan akan

menimbulkan segala bentuk pelanggaran, kejahatan atau gangguan

kamtibmas dan atau tindak pidana/pelanggaran hukum yang menuntut atau

perlunya kehadiran anggota polri (Police Hazard) untuk melakukan

tindakan kepolisian guna terpeliharanya ketertiban dan menjamin

keamanan umum masyarakat.

e. Upaya Preventif

Upaya preventif dapat dipahami sebagai tindakan pencegahan atau

pengurangan probabilitas terhadap sesuatu yang tidak diinginkan di masa

depan. Oleh karena itu, istilah ini termasuk dalam tindakan pengendalian

sosial yang dalam prakteknya digunakan sebagai tindakan yang dilakukan

untuk mengendalikan setiap usaha yang dilakukan oleh kelompok sosial.

Tindakan pencegahan ini umumnya dilakukan secara pribadi

maupun berkelompok. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya,


31

tindakan pencegahan dilakukan untuk memproteksi sebelum suatu hal

terjadi. Maka dari itu, biaya yang dikeluarkan untuk mensukseskan

tindakan ini terbilang cukup murah dibandingkan biaya penanganan

setelah sesuatu terjadi.

f. Penanggulangan Kecelakaan Lalulintas

Penanggulangan kecelakaan lalulintas merupakan suatu tindakan

yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam rangka menghindari

kecelakaan lalu lintas melalui ada 3 upaya yaitu: upaya preemtif, preventif

dan represif. Upaya pre-emtif sebagai upaya penangkal di dalam

menanggulangi kecelakaan lalu lintas, pada dasarnya meliputi

perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan dengan masalah transportasi,

yang dilaksanakan melalui koordinasi yang baik antar instansi terkait,

maka kita akan lebih mampu mengantisipasi dan meminimalisir secara

dini dampak-dampak negatif yang mungkin akan timbul. Upaya preventif

upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas,

yang dalam bentuk konkretnya berupa kegiatan-kegiatan pengaturan lalu

lintas, penjagaan tempat-tempat rawan, patroli,pengawalan, dan lain-lain.

Upaya represif menanggulangi kecelakaan lalu lintas pada hakikatnya

merupakan upaya terakhir yang biasanya disertai dengan penerapan

upaya paksa.
32

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis empiris. Metode

penelitian empiris adalah penelitian ilmu hukum yang memandang

hukumsebagai fakta yang dapat dikonstatasi atau diamati dan bebas nilai dan

memiliki ciri-ciri yaitu; membedakan fakta dari norma gejala hukum murni

empiris, yaitu fakta sosial, metodologinya metode ilmu-ilmu empiris dan

bebas nilai.31

Dalam arti lain penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum

mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara

in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat.32 Atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan

terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat

dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta fakta dan data yang

dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju

kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian

masalah.33

2. Metode Pendekatan

Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 2012. hal. 126
32
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004. hal. 134
33
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.
hal.15
33

1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengkaji semua Undang-Undang

dan Pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. 34

2. Pendekatan Studi Kasus (Case Study Approach) Pendekatan Studi Kasus

dilakukan dengan metode riset yang menggunakan berbagai macam

sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti,menguraikan, dan

menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok

suatu program, organisasi, atau peristiwa secara sistematis.35

3. Spesifikasi Penelitian

Penelitian bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

memperoleh gambaran yang jelas dan cermat. Penelitian ini berusaha

memberikan data selengkap mungkin atas objek penelitian mengenai

pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (TURJAWALI) oleh

kepolisian terhadap upaya preventif dalam menanggulangi kecelakaan lalu

lintas di Kabupaten Banyuasin.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian tentang pengaturan, penjagaan, pengawalan dan

patroli (TURJAWALI) oleh kepolisian terhadap upaya preventif dalam

menanggulangi kecelakaan lalu lintas ini dilakukan di wilayah hukum Polres

Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena

34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Univeritas Indonesia Press,
Jakarta, 2007. hal. 96
35
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2006, hal.
20
34

berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti didapatkan data bahwa di

wilayah hukum Polres Banyuasin masih tergolong tinggi untuk kasus

kecelakaan lalulintas.

5. Sumber Data

Data dalam penelitian hukum empiris terdiri dari data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek

penelitian di lapangan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi

yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini yang menjadi

sample penelitian adalah:

A. 5 orang dari Polres Banyuasin yang peneliti ambil dari satuan lalulintas,

karena satuan inilah yang secara langsung terjun kelapangan dalam

pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (TURJAWALI).

B. 5 orang dari anggota nasyarakat yang masih duduk dibangku sekolah

SMA. Sample ini dipilih oleh peneliti, karena anak-anak SMA

merupakan anggota masyarakat yang sering melakukan tindakan-

tindakan yang mengakibatkan kecelakaan lalulintas.

C. 2 orang anggota masyarakat yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil

Negara (ASN). Peneliti memilih sampel dari ASN karena sebagian

besar dari mereka adalah orang-oranmg yang senantiasa menggunakan

kendaraan di jalan raya menuju ketempat kerja.


35

D. 3 orang sample dari masyarakat umum. Peneliti memilih dari

masyarakat umum karena saat ini di wilayah hukum Polres Banyuasin

sudah cukup banyak masyarakat yang memiliki kendaraan, yang

notabenenya juga sebagai pengguna jalan raya.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pelengkap atau penambah data

primer. Menurut menurt Ronny Hanitijo S data sekunder adalah data yang

diperoleh melalui bahan kepustakaan,36 seperti artikel, jurnal, hasil

penelitian, makalah, komentar-komentar atas putusan pengadilan dan

buku-buku yang merupakan bahan hukum sekunder yang utama buku

berisi mengenai tentang prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-

pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Serta

bisa juga berupa tulisan-tulisan hukum.

Sedangkan menurut Peter Mahmud Marzuki baghan hukum

sekunder ialah tulisan-tulisan hukum tersebut berisi tentang perkembangan

atau isu-isu yang aktual mengenai hukum bidang tertentu. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yang terbagi dalam

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

1) Bahan hukum primer terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar RI 1945

2. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan.

36
Ibid, hal. 20
36

3. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

4. Peraturan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2017 tentang Patroli

5. Peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan objek

penelitian.

2. Bahan hukum sekunder.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan atas bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, jurnal

ilmiah, dan hasil karya kalangan hukum lain yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

3. Badan hukum tersier,

Bahan hukum tersier yaitu badan hukum yang memberikan penjelasan

atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

hukum dan ensikopedia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Yaitu proses dialog yang dilakukan antara dua pihak yakni penulis

dengan responden agar mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan


37

dalam analisis dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung

terhadap responden yang telah peneliti tentukan.

b. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan studi pustaka dilakukan melalui cara mempelajari,

dan mengutip teori-teori sejumlah literatur, baik dari buku dan karya

ilmiah yang relevan dengan masalah yang dibuat oleh penulis serta dengan

memperoleh dan mengkaji peraturan perundang-undangan dan laporan

yang berkaitan dengan penelitian, dan juga penelusuran melalui internet.

7. Analisis Data

Setelah semua data terkumpul penulis kemudian melakukan analisis

data untuk mendapat argumentasi yang berupa jawaban atas permasalah

penlitian. Metode analisis yang digunakan oleh penulis yakni menggunakan

metode kualitatif maksudnya adalah menguraikan sifat-sifat dari suatu

keadaan dan memaparkan uraian data dan informasi yang berdasarkan fakta

yang diperoleh di lapangan. Data dikumpulkan kemudian di olah dan

dianalisis untuk menggali dan menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Pendekatan kualitatif ini merupakan tata cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan responden secara

tertulis.

Dalam penelitian ini penulis lebih mengutamakan analisis yang

bersifat deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal

yang dianggap penting bagi penelitian ini, khususnya mengenai efektivitas


38

undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan jalan

di wilalayah hukum Polres Banyuasin.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disusun untuk mempermudah pemahaman

mengenai penulisan secara keseluruhan yang dirinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang dari permasalahan yang diselidiki,

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan

konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab II ini penulis akan menguraikan mengenai kajian pustaka tentang

pengertian Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli oleh Kepolisian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab III, penulis akan membahas hasil penilitian terhadap apa yang menjadi

pokok permasalahan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan Pengaturan,

Penjagaan, Pengawalan dan Patroli oleh Kepolisian Banyuasin terhadap upaya

Preventif kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Banyuasin.

BAB IV PENUTUP

Pada bab IV penulis akan memberikan kesimpulan tentang jawaban

permasalahan dan memberikan saran-saran setelah menganalisa hasil

pembahasan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Polres Banyuasin

1. Sejarah Polres BanyuAsin

Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/1881/X/2003,

tanggal 17 Oktober 2003 Polres Banyuasin berdiri dengan tugas Pokok

sebagai Harkamtibmas pada Daerah Hukum Kabupaten Banyuasin

selanjutnya pada tanggal 12 Maret 2004 di Resmikan dengan di kepalai oleh

Kapolres berpangkat Komisaris Polisi. Polres Banyuasin merupakan hasil

pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin ke Kabupaten Banyuasin.

2. Tugas dan Fungsi Polres Banyuasin

Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

dan melaksanakan tugas–tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres,

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas dan Fungsi

Polres Banyuasin adalah Sebagai Satuan Wilayah Pengemban Harkamtibmas

di Daerah Hukum Kabupaten Banyuasin dengan Satuan atas nya Yaitu Polda

Sumatera Selatan.

39
40

3. Struktur Organisasi Polres Banyuasin

4. Visi dan Misi Polres Banyuasin

a. Visi

Adapun yang menjadi visi Polres Banyuasin adalah “Terwujudnya

Manajemen Publik Pada Unit Kerja Polres Banuasin Guna Mencapai

Zona Integritas Dalam Rangka Terwujudnya Reformasi Birokrasi

Polri”.

b. Misi

Adapun misi Polres Banyuasin untuk mewujudkan visi tersebut di atas

adalah:

1. Meningkatkan Manajemen Sumber Daya Manusia Yang Akan

Memeberikan Pelayanan Publik Pada Polres Banuasin.


41

2. Meningkatkan Manajemen Sarana dan Prasarana Melalui Persediaan

dan Pemanfaatan Sarana Pendukung Pada Polres Banyuasin.

3. Meningkatkan Manajemen Anggaran Yang Akan Digumakan Dalam

Operasional Pelayanan Publik.

4. Meningkatkan Manajemen Kepuasan Masyarakat Sebagai Tujuan

Akhir Reformasi Birokrasi Polri.

B. Tinjauan Umum Tentang Lalulintas

1. Pengertian Lalilintas

Pengertian Lalu Lintas Di dalam Undang-undang No. 22 tahun

2009 Lalu Lintas didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang

lalu lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan ruang lalu lintas jalan adalah

prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau

barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Operasi lalu lintas di jalan

raya ada empat unsur yang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan

dan pejalan kaki.37

Pengertian lain dari lalu lintas adalah gerak atau pindah kendaraan,

manusia, dan hewan di jalan dari suatu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan alat gerak. Pemerintah mempunyai tujuan untuk mewujudkan

lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan

teratur, nyaman dan efisien melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu

lintas.Tata cara berlalu lintas di jalan diatur dengan peraturan perundangan

37
Putranto, L.S, Rekayasa Lalu Lintas. Cetakan Pertama, PT Mancanan Jaya
Cemerlang, Jakarta, 2018, hal. 116
42

menyangkut arah lalu lintas, perioritas menggunakan jalan, lajur lalu lintas,

jalur lalu lintas dan pengendalian arus di persimpangan.

Selain Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan

Angkutan Jalan, sampai sekarang masih berlaku pula dua peraturan yang

berasal dari pemerintah Hindia Belanda, yaitu yang terkenal sebagai

Wegverkeerordonnantie (Undang-Undang Lalu Lintas di Jalan) tanggal 23

Februari 1933, termuat dalam Staatsblad 1933-86 yo 249, mulai berlaku 1

Januari 1937, dan Wegverkeers-verordening (Peraturan Lalu Lintas di Jalan)

tanggal 15 Agustus 1936, termuat dalam Staatsblad 1936-451, mulai berlaku

juga tanggal 1 Januari 1937, jadi bersama-sama dengan Wegverkeers-

ordonnantie.38

2. Komponen Lalu Lintas

Terdapat tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia

sebagai pengguna, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam

pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan

oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan

peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan

melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.

a. Manusia sebagai Pengguna

Manusia sebagai pengguna dapat berperan sebagai pengemudi atau

pejalan kaki yang dalam keadaan normal mempunyai kemampuan dan

38
Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika
Aditama, Bandung, 2013, hal. 255
43

kesiagaan yang berbeda-beda (waktu reaksi, konsentrasi dan lain-lain).39

Perbedaan-perbedaan tersebut masih dipengaruhi oleh keadaan fisik dan

psikologi, umur serta jenis kelamin dan pengaruh-pengaruh luar seperti

cuaca, penerangan/lampu jalan dan tata ruang.

b. Kendaraan

Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik

yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi dan

muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa

bermanuver dalam lalu lintas.

c. Jalan

Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui

kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan

kaki. Jalan tersebut direncanakan untuk mampu mengalirkan aliran lalu

lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu

kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu-

lintas.

3. Manajemen Lalu Lintas

Manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan,

pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Manajemen lalu lintas bertujuan

untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas, dan

dilakukan antara lain dengan:

39
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Refika
Aditama, Bandung, 2003, hal. 255
44

a. Usaha peningkatan kapasitas jalan ruas, persimpangan, dan/atau jaringan

jalan;

b. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pemakai jalan tertentu;

c. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan

tertentu dengan mempertimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;

d. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pemakai

jalan.

1. Kegiatan Perencanaan Lalu Lintas Kegiatan perencanaan lalu lintas

meliputi inventarisasi dan evaluasi tingkat pelayanan. Maksud

inventarisasi antara lain untuk mengetahui tingkat pelayanan pada

setiap ruas jalan dan persimpangan. Maksud tingkat pelayanan dalam

ketentuan ini adalah merupakan kemampuan ruas jalan dan

persimpangan untuk menampung lalu lintas dengan tetap

memperhatikan faktor kecepatan dan keselamatan. Penetapan tingkat

pelayanan yang diinginkan. Dalam menentukan tingkat pelayanan yang

diinginkan dilakukan antara lain dengan memperhatikan: rencana

umum jaringan transportasi jalan; peranan, kapasitas, dan karakteristik

jalan, kelas jalan, karakteristik lalu lintas, aspek lingkungan, aspek

sosial dan ekonomi, penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas,

penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudannya.

Maksud rencana dan program perwujudan dalam ketentuan ini antara

lain meliputi: penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap

ruas jalan dan persimpangan, usulan aturan-aturan lalu lintas yang akan
45

ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan, usulan pengadaan

dan pemasangan serta pemeliharaan rambu rambu lalu lintas marka

jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, dan alat pengendali dan

pengaman pemakai jalan.Usulan kegiatan atau tindakan baik untuk

keperluan penyusunan usulan maupun penyuluhan kepada masyarakat.

2. Kegiatan Pengaturan Lalu Lintas Kegiatan Pengaturan Lalu Lintas

meliputiKegiatan penetapan kebijaksanaan lalu lintas pada jaringan

atau ruas-ruas jalan tertentu. Termasuk dalam pengertian penetapan

kebijaksanaan lalu lintas dalam ketentuan ini antara lain penataan

sirkulasi lalu lintas, penentuan kecepatan maksimum dan/atau

minimum, larangan penggunaan jalan, larangan dan/atau perintah bagi

pemakai jalan. Kegiatan Pengawasan Lalu Lintas Meliputi : a.

Pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijaksanaan lalu

lintas. Kegiatan pemantauan dan penilaian dimaksudkan untuk

mengetahui efektifitas dari kebijaksanaan-kebijaksanaaan tersebut

untuk mendukung pencapaian tingkat pelayanan yang telah ditentukan.

Termasuk dalam kegiatan pemantauan antara lain meliputi

inventarisasi mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan lalu lintas yang

berlaku pada ruas jalan, jumlah pelanggaran dan tindakan-tindakan

koreksi yang telah dilakukan atas pelanggaran tersebut. Termasuk

dalam kegiatan penilaian antara lain meliputi penentuan kriteria

penilaian, analisis tingkat pelayanan, analisis pelanggaran dan usulan

tindakan perbaikan. b. Tindakan korektif terhadap pelaksanaan


46

kebijaksanaan lalu lintas. Tindakan korektif dimaksudkan untuk

menjamin tercapainya sasaran tingkat pelayanan yang telah ditentukan.

Termasuk dalam tindakan korektif adalah peninjauan ulang terhadap

kebijaksanaan apabila di dalam pelaksanaannya menimbulkan masalah

yang tidak diinginkan.

3. Kegiatan Pengendalian Lalu Lintas Adapun Kegiatan Pengendalian

Lalu Lintas yaitu meliputi : a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam

pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas. Pemberian arahan dan petunjuk

dalam ketentuan ini berupa penetapan atau pemberian pedoman dan

tata cara untuk keperluan pelaksanaan manajemen lalu lintas, dengan

maksud agar diperoleh keseragaman dalam pelaksanaannya serta dapat

dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk menjamin tercapainya

tingkat pelayanan yang telah ditetapkan. b. Pemberian bimbingan dan

penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban

masyarakat dalam pelaksanaan kebijaksanaan lalu lintas.

4. Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas.

Pembentukan undang-undang telah menggunakan istilah “strafbaar

feit” untuk menyebutkan Tindak Pidana didalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, maka timbullah didalamnya doktrin berbagai pendapat

tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit.

Hazewinkel-Suringa memberikan definisi tentang strafbaar feit sebagai


47

berikut:40 “Strafbaar feit diartikan sebagai suatu perilaku manusia yang pada

suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan

dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan

menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat

didalamnya.”

Alasan Hazewinkel-Suringa memberikan definisi strafbaar feit

merupakan suatu ancaman atau suatu serangan terhadap hak-hak orang lain

dianggapnya kurang tepat, karena manusia selalu bergaul dalam

kehidupannya maka sifat hukum memaksa didalamnya. Menurut Simons

memberikan definisi strafbaar feit sebagai berikut:41 “Suatu tindakan

melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau pun tidak

sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya

dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang

dapat dihukum.”

Alasan Simons memberikan definisi strafbaar feit diatas sifatnya

melawan hukum seperti terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang

diwajibkan oleh undang-undang, tindakan tersebut harus memenuhi semua

unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, hingga pada

dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik yang

mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain.

40
Op.Cit, hal. 181
41
Ibid, hal. 185
48

R. Soesilo memberikan suatu formulering mengenai tindak pidana

sebagai berikut:42 “Suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh

undang-undang apabila diabaikan, maka orangnya yang melakukan atau

mengabaikan itu diancam dengan hukuman.” Alasan R. Soesilo

mendefinisikan tindak pidana diatas sifatnya melawan hukum yang

merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh semua masyarakat diatur

dalam undang-undang dengan melihat unsur-unsur melawan hukum yang

diatur didalamnya dengan memberikan sanksi ancaman hukuman bagi yang

melanggar.

Menurut Moeljatno memberikan definisi dari perbuatan pidana

adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana yang

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggarnya larangan tersebut.43 Alasan Moeljatno adalah setiap perbuatan

melawan hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara maupun

denda sesuai dengan apa yang diperbuat sesuai dengan unsur-unsur

kesalahannya.

Tresna menyatakan bahwa tindak pidana suatu perbuatan atau

rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau

perbuatan undang-undang lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan

tindakan hukum.” Berdasarkan definisi para pakar hukum diatas bahwa cukup

jelas suatu tindak pidana didasarkan atas adanya suatu perbuatan yang

dilakukan oleh pelanggar hukum yang dilakukan baik disengaja maupun tidak
42
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Peraturan Umum dan Delik-Delik
Khusus, Politea, Bogor, 1992, hal. 6
43
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 54
49

disengaja yang mengakibatkan adanya tindak pidana dan pelanggaran hukum

yang ditentukan dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku saat ini.44

5. Pelanggaran Lalu Lintas

Keadaan lalu lintas di jalan raya, pemakaian jalan hasrat untuk

mempergunakan jalan raya secara teratur dan tentram, akan tetapi adanya

pelbagai pelanggaran. Salah satu bentuk pelanggaran yang menghalangi

tujuan untuk menggunakan jalan raya secara teratur dan tentram adalah

terjadinya kecelakaankecelakaan lalu lintas.Biasanya kecelakaan lalu lintas

untuk sebagian disebabkan oleh perilaku manusia sendiri yang melanggar dari

peraturan-peraturan yang dirumuskan oleh manusia.

Masalah-masalah lalu lintas, secara konvensional berkisar pada

kemacetan lalu lintas, pelanggaran lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, dan

pencemaran lingkungan. Pelanggaran lalu lintas mungkin terjadi dalam proses

atau keadaan bergerak atau tidak bergerak. di samping itu ada pelanggaran

yang tidak menimbulkan kecelakaan dan menimbulkan kecelakaan, yang

perlu mendapatkan penanganan secara lebih insentif adalah pelanggaran yang

menimbulkan bahaya walaupun bersifat potensial.

Menurut Institute of Civil Engineers England rekayasa Lalu Lintas

adalah bagian dari kerekayasaan yang berhubungan dengan perencanaan lalu

lintas dan perencanaan jalan, lingkungan dan fasilitas parkir dan dengan alat-

alat pengatur lalu lintas guna memberikan keamanan, kenyamanan dan

44
Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Tiara, Jakarta, 1999, hal. 58
50

pergerakan yang ekonomis bagi kendaraan dan pejalan kaki.45 Ketentuan

diatas sangat subyektif, tergantung dari sudut mana hasil yang dicapai akan

dinilai. Karena untuk mendapatkan hasil yang optimal traffic engineering

harus menentukan langkah-langkahnya dalam mempergunakan ketentuan-

ketentuan diatas berdasarkan landasan-landasannya.

Menurut Alik Ansyori Alamsyah ketentuan-ketentuan diatas

berdasarkan landasan sebagai berikut:46

a) Menentukan obyek yang dilayani;

b) Menentukan keuntungan yang akan didapat dan konsekuensi yang harus

ditanggung masyarakat;

c) Menentukan perjanjian-perjanjian yang akan dipakai untuk pemilihan

alternatif;

d) Menentukan alternatif mana saja yang harus dipertimbangkan;

e) Menentukan pertimbangan antara batas pelayanan yang harus dicapai

dengan besarnya sumber yang didapat;

f) Menentukan pertimbangan antara derajat ketelitian hasil dan tingkatan

sosial, ekonomi dan teknologi masyarakat.

Melihat hal tersebut diatas maka spectrum pandangan rekayasa lalu

lintas adalah sangat luas. Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam

suatu masyarakat, baik orang maupun barang, menimbulkan pengangkutan.

Lalu lintas adalah turunan kedua dari kebutuhan akan angkutan lalu lintas,

angkutan, dan kebutuhan akan angkutan (aktivitas masyarakat).


45
Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas (edisi Revisi), Universitas
Muhammadiyah Malang Press, Malang, 2008, hal. 2
46
Alik Ansyori Alamsyah, Ibid, hal. 2
51

Menurut Muhammad Ikhsan ada beberapa faktor yang berpotensi

menimbulkan permasalahan yang sering terjadi dalam pelanggaran lalu lintas

antara lain:47

a) Prasarana.

Jalan yang dioperasional harus dilengkapi dengan prasarana jalan

sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang Nomor 22

tahun 2009 bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan

kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib

dilengkapi dengan:

- Rambu-rambu;

- Marka jalan;

- Alat pemberi isyarat lalu lintas;

- Alat pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan;

- Alat pengawasan dan pengamanan jalan;

- Ada fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang

berada di jalan dan di luar jalan.

b) Lokasi Jalan:

- Didalam kota (di daerah pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah,

perumahan);

- Di luar kota (pedesaan, penghubung antar daerah).

47
Muhammad Ikhsan, Lalu Lintas dan Permasalahannya, DIR LANTAS Polda Jabar,
Bandung, 2009, hal. 7
52

c) Volume Lalu Lintas.

Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa makin padat lalu lintas

jalan, makin banyak pula kecelakaan yang terjadi, akan tetapi kerusakan

tidak fatal, makin sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan kecelakaan

akan tetapi fatalitas akan sangat tinggi. Adanya komposisi lalu lintas

seperti tersebut diatas, diharapkan pada pengemudi yang sedang

mengendarai kendaraannya agar selalu berhati-hati dengan keadaan

tersebut.

d) Kelas Jalan.

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan

kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas, Pembagian jalan

dalam beberapa kelas didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan

modal secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik

masing-masing modal, perkembangan teknologi kendaraan bermotor,

muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan, 33

penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalan wajib dinyatakan dengan

rambu-rambu.

e) Fasilitas pendukung.

Fasilitas yang dimaksud meliputi fasilitas pejalan kaki, parkir

pada badan jalan, halte, tempat istirahat, dan penerangan jalan. Fasilitas

pejalan kali terdiri dari trotoar; tempat penyeberangan yang dinyatakan


53

dengan marka jalan dan/atau rambu-rambu, jembatan penyeberangan dan

terowongan penyeberangan.

Rekayasa lalu lintas untuk mengatasi masalah-masalah pelanggaran

lalu lintas yang pada dasarnya akibat pertumbuhan lalu lintas. Tingkat

pertumbuhan dari tahun ke tahun mengakibatkan peningkatan akan kebutuhan

prasarananya. Bila jalan raya adalah prasarana trasnportasi maka kendaraan

disebut sarana transportasi dimana satu sama lain saling mempengaruhi.

Adanya derajat toleransi yang dipandang penulis terhadap

penyelewengan peraturan dan ketentuan yang ada baik itu dilakukan oleh

oknum aparat penegak hukum ataupun dilakukan oleh masyarakat di

wilayahnya, hal tersebut terjadi karena faktor-faktor sebagai berikut:

a) Daya jangkau perundang-undangan sangat terbatas dan kurang mengikuti

nilai-nilai yang berlaku didalam masyarakat;

b) Heterogenitas penafsiran terhadap perundang-undangan, umumnya masih

berpatokan pada peraturan yang lama;

c) Kurang mampu dan trampilnya penegak hukum, yang disebabkan oleh

banyak hal diantaranya: Jumlah petugas yang tidak proporsional dengan

jumlah penduduk; Taraf pendidikan petugas yang kurang tinggi; Petugas

merasa harus mematuhi instruksi atasan baik salah maupun benar tetap

harus dilaksanakan; Kurangnya sarana dan prasarana; Kurangnya

sosialisasi terhadap ketentuan dan peraturan yang ada.


54

d) Antipati atau sikap apatis terhadap penegak hukum, oleh karena

pengalaman yang pahit pada waktu berurusan dengan penegak hukum,

atau karena mendengar dari orang lain;

e) Kekebalan institusional terhadap hukum, oleh karena timbulnya

pengecualian-pengecualian bagi golongan masyarakat yang menduduki

posisi-posisi tertentu, atau sesama keluarga besar POLRI;

f) Warga masyarakat pada umumnya kurang memahami dan merasakan

manfaat ketaatan terhadap kaidah-kaidah hukum, terutama yang berbentuk

tertulis.

Dalam pelaksanaannya masih banyak yang melakukan pelanggaran

lalu lintas baik dari pihak pengguna jalan maupun dari pihak penegak

hukumnya sendiri. Sesuai dengan yang terjadi dilapangan banyak

pelanggaran-pelanggaran lalu lintas yang dianggap kecil tapi bisa

mengakibatkan menggangu ketertiban umum, kerugian, dan bisa terjadi juga

kematian, diantaranya pelanggaran lalu lintas tersebut adalah para pengguna

jalan dan para pedagang kaki lima yang menggunakan ruas jalan untuk

berjualan hal tersebut sudah melakukan pelanggaran terhadap fungsi jalan

sesungguhnya.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 dalam Pasal 28 menggatur penggunaan dan perlengkapan jalan yang

isinya:

(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan


kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan;
55

(2) Setiap orang dilarang melakukan pebuatan yang mengakibatkan


gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1).

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dalam Pasal 25

ayat (1) menggatur perlengkapan jalan yaitu:

a) Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi

dengan perlengkapan jalan berupa :

b) Rambu Lalu Lintas;

c) Marka jalan;

d) lat pemberi isyarat lalu lintas;

e) Alat penerangan jalan;

f) Alat pengendali dan pengamanan jalan;

g) Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat, dan

h) Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di

jalan dan di luar badan jalan.

Berdasarkan uraian Pasal 28 dan Pasal 25 tersebut diatas

menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan yang

mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan dapat dipidana

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). Pelanggaran lalu lintas tidak

hanya dilakukan oleh pejalan kaki saja namun para pengemudi kendaraanpun

banyak melakukan pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.


56

Pemecahan masalah dalam lalu lintas dengan rekayasa lalu lintas

akan berperan penting dapat menjamin bahwa fasilitas yang dibangun tidak

akan “Over Designed” serta mampu digunakan secara optimal pada tempat

yang benar. Pelaksanaan pemecahan masalah lalu lintas menurut Alik

Ansyori Alamsyah dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu:48

1) Penyelidikan (Investigation), dibutuhkan sebelum tindakan pengurangan

masalah dilakukan. Misalnya dibutuhkan data survey lalu lintas dan

interpretasi terhadap informasi yang berhasil dikumpulkan sesuai

tujuannya;

2) Tindakan segera (Immediate Action), untuk mengatasi masalah yang ada

baik melalui teknik manajemen ataupun melalui pengawasaan lalu lintas

jalan;

3) Perencanaan akan Datang (Future Planing), kebanyakan tindakan segera

harus juga diikuti dengan perencanaan akan datang sesuai dengan detail

masalah yang berhasil dikumpulkan melalui penyelidikan lalu lintas dan

masalahnya.

Dalam penyelidikan yang dimaksud diatas untuk mengurangi suatu

masalah lalu lintas perlunya data survey yang akurat dilapangan dengan cara

melakukan penyidikan di jalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini,

banyak terjadi suatu pelanggaran di jalan raya maka perlu adanya tindakan

segera yang dilakukan pihak yang berwenang dengan tegas dalam melakukan

48
Alik Ansyori Alamsyah, op.cit, hal. 6
57

tindakkan dengan memberikan sanksi hukum sesuai dengan unsur-unsur

pelanggaran yang dilanggar.

Jika dalam penyelidikan dengan tindakan segera masih banyaknya

pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengguna jalan dengan data survey

yang dikumpulkan secara detail maka perlu adanya rencana kedepan untuk

pemecahan masalah lalu lintas sesuai dengan tujuannya keamanan,

ketenteraman dan ketertiban dalam berlalu lintas.

6. Kepatuhan Lalu Lintas di Jalan Raya.

Kemerosotan terhadap kepatuhan hukum, belum tentu diartikan

sebagai kemunduran tolak ukurnya, dengan demikian harus diteliti

mengakibatkan negatif atau positif di jalan raya. Hukum itu dianggapnya

sebagai suatu siksaan badaniah belaka, akibatnya proses penegakkan hukum

harus senantiasa diawasi oleh petugas-petugas hukum, karena oleh petugas itu

dilihat adanya kekuatan-kekuatan yang dapat menjatuhkan hukum badaniah

apabila hukum itu dilanggar.

Kepatuhan hukum yang disebabkan faktor itu merupakan taraf

kepatuhan yang paling rendah, karena timbul dari kekuatan-kekuatan yang

berada di luar orang yang patuh pada hukum. Contohnya yang berada di rute

jalan dan sekelilingnya dihari-hari Sabtu dan Minggu, maka petugas-petugas

secara intensif mengawasi lalu lintas yang terlibat dalam pengendara.

Pengendara biasanya lebih disiplin karena banyaknya petugas yang

mengawasi.
58

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan hukum menurut

Soerjono Soekanto secara teoritis terdapat golongan-golongan pemakai jalan

yang mematuhi hukum, yaitu:

a. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan kekuatan fisik, seperti kekuatan

fisik dalam mengemudikan kendaraan bermotor terhadap mematuhi

hukum;

b. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan sifat hedonistik, seorang

pengemudi mematuhi hukum atau melanggar hukum untuk kepuasan

dirinya sendiri;

c. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan aspek interpersonal, seseorang

mematuhi hukum untuk memelihara hubungan baik dengan pihak lain dan

untuk menyenangkan pihak lain;

d. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan hukum dan ketertiban;

e. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan kontrak sosial, hukum dianggap

sebagai patokan yang dapat mempertahankan stabilitas dan terjadinya

perubahan sosial;

f. Golongan kepatuhan hukum berdasarkan etika universal, adalah adanya

suatu keyakinan yang kuat terhadap hukum sebagai pencerminan dari

etika.

Berdasarkan uraian diatas golongan-golongan kepatuhan hukum

maka tidak berdasarkan pada satu bidang yang dilihat, kekuatan berdasarkan

fisik dipengaruhi oleh kekuatan fisik terhadap mematuhi hukum agar dia

terhindar dari penjatuhan hukuman atau sanksi negatif akibatnya proses


59

penegakan hukum harus senantiasa diawasi oleh petugas-petugas tertentu

karena timbul dari kekuatan-kekuatan yang berada diluar orangyangpatuh

pada hukum.

Faktor hedonistik keputusan untuk mematuhi atau melanggar

hukum benarbenar bersifat emosional, apabila semacam ini melanggar hukum

maka sukar untuk menggali latar belakang yang menjadi penyebabnya,

kecuali perasaannya yang tidak cocok dengan hukum yang berlaku. Jika dia

mematuhi hukum maka rasa kepuasan diri sendiri terhadap ketaatan hukum

harus mengakibatkan kepuasan pada perasaan orang tersebut.

Dalam faktor interpersonal atau antar pribadi dan hukum serta

ketertiban, seseorang mematuhi hukum memelihara hubungan baik dengan

pihak lain dan untuk menyenangkan pihak lain dengan cara bekerjasama

dengan penegak hukum atau pihak lain seperti dengan pengemudi yang

lainnya, dalam meningkatkan ketertiban lalu lintas dengan mematuhi

peraturan lalu lintas yang berlaku di jalan raya.

Faktor hukum dan ketertiban, maka masalah kekuasaan dan

wewenang menempati fungsi yang sangat penting dan menonjol. Hukum

dipatuhi karena penegak hukum mempunyai kekuasaan, dan kekuasaan

tersebut diakui, kekuasaan dan wewenang tersebut biasanya ditujukan untuk

mencapai keadaan tertib, artinya agar warga masyarakat pemakai jalan raya

terikat pada disiplin tertentu. Sebetulnya manusia mematuhi hukum karena

dia mendukung prinsipprinsip moral, terlepas dari apakah hukum itu


60

didukung suatu kekuasaan dan wewenang atau tidak, seseorang mematuhi

hukum terlepas sama sekali dari keadaan yang terpaksa.

Seseorang mematuhi hukum bukan karena memegang tidak ada

jalan lain, kecuali mematuhi hukum. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh

suatu kontrak sosial dan etika universal yang dikemukakan para sosiologi

hukum.Keadaan kontrak sosial seseorang mematuhi hukum, karena hukum

dianggap sebagai patokan yang dapat mempertahankan stabilitas dan

memberikan kemungkinan pada terjadinya perubahan sosial. Hal ini sesuai

dengan pasangan nilai stabilitas dan nilai perubahan, yang senantiasa harus

serasi, hukum dianggap sesuai dengan nilai yang dianut sehingga

mengakibatkan kepatuhan hukum.

Dalam faktor etika universal, maka hal itu ditandai dengan

kepatuhan hukum yang terutama disebabkan ada anggapan yang sangat kuat

bahwa hukum merupakan pencerminan dari etika. Hukum dianggap sebagai

refleksi dari hasil murni yang bersih atau dari kesusilaan, kesusilaan tersebut

dianggap sebagai dasar nilai sehingga menghasilkan asas hukum. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kepatuhan hukum bersifat pribadi warga

masyarakat yang mamakai jalan raya.

Berdasarkan golongan kepatuhan hukum diatas dapat diadakan

penerangan, penyuluhan, dan pendidikan lalu lintas di jalan raya untuk

mencapai suatu asas dan tujuan berlalulintas di jalan raya yang tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Klasifikasi dari golongan kepatuhan masyarakat terhadap


61

suatu peraturan lalu lintas, golongan-golongan tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Golongan yang taat pada kaidah-kaidah hukum, karena memahami

manfaat kaidah-kaidah hukum dan keserasian kaidah-kaidah hukum

dengan nilai-nilai yang dianutnya. Ketaatan ini harus diperkuat dengan

cara mempertebal kepercayaan akan manfaat kaidah-kaidah hukum baik

melalui penyuluhan, pendidikan maupun pemberian teladan dari golongan

panutan;

b. Golongan yang secara potensial merupakan pelanggar artinya golongan ini

tampaknya taat pada kaidah-kaidah hukum akan tetapi kepatuhan itu

sebenarnya bersifat rapuh karena tergantung pada apakah penegakan

kaidah-kaidah hukum diawasi atau tidak. Warga masyarakat golongan ini

biasanya mencari kesempatan untuk melanggar hukum terutama apabila

tidak ada petugas di lapangan;

c. Golongan masyarakat yang telah melanggar kaidah-kaidah hukum,

terhadap golongan ini harus diterapkan penjatuhan hukuman dan

pendidikan. Proporsi antara penjatuhan hukuman dengan pendidikan

senantiasa harus didasarkan pada keadaan pribadi pelaku saat melakukan

pelanggaran;

d. Golongan warga masyarakat yang pernah melanggar kaidah-kaidah

hukum, dalam pelanggaran ini perlu adanya rehabilitasi terhadap pelaku

pelanggaran adalah tugas penegak hukum untuk menetralisasi stigma yang

diberikan oleh masyarakat kepada golongan ini.


62

Berdasarkan uraian Penggolongan warga masyarakat ini harus

dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan Perundang-undangan

karena manfaat dari klasifikasi golongan tersebut adalah bagi perencana

program untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum warga

masyarakat dengan membuat jera para pelaku pelanggaran. Namun dalam

praktek di lapangan masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna

jalan karena petugas tidak memperhatikan beberapa faktor permasalahan

yang diterapkan di jalan.

Untuk meningkatkan kepatuhan tersebut maka diperlukan adanya

rekayasa lalu lintas yang dikembangkan untuk mengatasi masalah-masalah

yang timbul akibat pertumbuhan lalu lintas, yang selalu mengalami

peningkatan pertumbuhan dari tahun ketahun sehingga mengakibatkan

peningkatan akan kebutuhan prasarananya. Derajat kebutuhan akan angkutan

menunjukkan aktifitas masyarakat, maka perkembangan lalu lintas mengikuti

perkembangan masyarakat yang bersangkutan.

Masalah-masalah lain yang timbul menurut Alik Ansyori

Alamsyah sebagai akibat adanya pertumbuhan jumlah kendaraan antara lain

adalah:

a. Masalah lingkungan, timbul dampak yang merugikan dengan adanya

polusi udara, suara, dan lain-lain. baik sebagai akibat kendaraan maupun

pabrik pembuatnya;

b. Bahan bakar, bertambahnya jumlah kendaraan di jalan menuntut pula

pertumbuhan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar pada umumnya


63

diproduksi dengan ongkos yang lebih besar dari pada harga jualnya

sehingga pemakaian bahan bakar yang berlebihan akan menghabiskan

banyak devisa negara;

c. Kecelakaan, jumlah kecelakaan baik yang ringan maupun yang fatal akan

bertambah sebagai konsekuensi pertumbuhan kendaraan;

d. Kemacetan, pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan

kemampuan jalan untuk menampungnya akan menimbulkan kemacetan

yang akhirnya akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan (transportation

cost). Kemacetan juga akan mengurangi tingkat kenyamanan dan

kecepatan kendaraan disamping mempercepat kerusakan jalan dan

pemborosan;

e. Lain-lain, pertumbuhan jumlah kendaraan akan berakibat pada kebutuhan

tempat parkir, pertambahan alat pengatur lalu lintas dan lain-lain. untuk

memenuhi semua itu dibutuhkan dana yang besar yang belum tentu dapat

disediakan pada waktunya. Akibatnya masalah lalu lintas akan terus

bertumpuk dan membutuhkan penanganan yang lebih mahal lagi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah lalu

lintas tidak hanya mencakup pada pengemudi kendaraan, namun

pertumbuhan kendaraan yang setiap tahun meningkat lebih tinggi dapat

menyebabkan tingkat pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas meningkat lebih

tinggi, selain itu berdampak pada masalah lingkungan, pertumbuhan

ekonomi, dan kemacetan yang sering terjadi dalam kenyataannya di lapangan.

Dalam masalah pertumbuhan jumlah kendaraan sekarang ini tidak adanya


64

tindakan pemerintah dan kepolisian dalam menindak permasalahan yang

sering terjadi maka perlu adanya pembinaan, pengawasan dan kontrol pihak

kepolisian dengan pihak yang bersangkutan lainnya dalam melaksanakan

keamanan dan ketertiban lalu lintas yang sesuai dengan tugas dan

wewenangnya dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002

C. Tinjauan Umum Tentang Kepolisiaan Republik Indonesia

1. Pengertian Polisi

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat rumusan mengenai

defenisi dari berbagai hal yang berkaitan dengan polisi, termasuk pengertian

kepolisian. Hanya saja defenisi tentang kepolisian tidak dirumuskan secara

lengkap karena hanya menyangkut soal fungsi dan lembaga polisi sesuai yang

diatur dalam peraturan perundangundangan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang

dimaksud kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi

dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.49

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata

polisi adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan, ketentraman,

dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan

suatu anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga

49
H. Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian [Profesionalisme dan Reformasi Polri],
Penerbit Laksbang Mediatama, Surabaya, 2017, hal.53
65

keamanan dan ketertiban).50 Istilah “polisi” pada semulanya berasal dari

perkataan Yunani “Politeia”, yang berarti seluruh pemerintahan negara kota.

Pada abad sebelum masehi negara Yunani terdiri dari kota-kota

yang dinamakan “Polis”. Jadi pada jaman itu arti “Polisi” demikian luasnya

bahkan selain meliputi seluruh pemerintahan negara kota, termasuk juga di

dalamya urusan-urusan keagamaan seperti penyembahan terhadap dewa-

dewanya.51 Di karenakan pada jaman itu masih kuatnya rasa kesatuan dalam

masyarakat, sehingga urusan keagamaan termasuk dalam urusan

pemerintahan.

Selain itu di Jerman dikenal kata “Polizey” yang mengandung arti

luas yaitu meliputi keseluruhan pemerintahan negara. Istilah “Polizey” di

Jerman masih ditemukan sampai dengan akhir abad petengahan yang

dipergunakan dalam “Reichspolizei ordnugen” sejak tahun 1530 di negara-

negara bagian Jerman.52 Pengertian istilah polisi di berbagai negara

mempunyai tafsiran atau pengertiannya masing-masing seperti di Belanda

dalam rangka Catur Praja dari Van Vollenhoven maka istilah “Politie” dapat

ditemukan sebagai bagian dari pemerintahan.

50
W.J.S Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta,
Jakarta, 1996, hal. 763
51
Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
2004, hal. 13
52
Ibid.,
66

Van Vollenhoven membagi pemerintahan dalam 4 (empat) bagian,

yaitu:

1) Bestuur;

2) Politie;

3) Rechtspraak; dan

4) Regeling

Berdasarkan hal tersebut tergambar bahwa menurut ajaran Catur

Praja maka polisi tidak lagi termasuk dalam bestuur, tetapi sudah merupakan

pemerintahan yang tersendiri. Untuk lebih jelasnya tentang arti “Politei”

dapat ditemukan dalam defenisi Van Vollenhoven dalam bukunya Politei

Overzee yang menyatakan bahwa: Didalam pengertian polisi termasuk organ-

organ pemerintahan yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan

dengan jalan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan bahwa yang

diperintah berbuat atau tidak berbuat menurut kewajibannya masing-masing

yang terdiri dari:53

1) Melihat cara menolak bahwa yang diperintah itu melaksanakan kewajiban

umumnya;

2) Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak melaksanakan

kewajiban umum tadi;

3) Memaksa yang di perintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban

umumnya dengan melalui pengadilan;

53
Ibid, hal. 14-16
67

4) Memaksa yang diperintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban umum itu

tanpa perantara pengadilan;

5) Memberi pertanggung jawaban dari apa yang tercantum dalam pekerjaan

tersebut.

Van vollenhoven memasukkan “politei” kedalam salah satu unsur

pemerintahan dalam arti luas, yakni badan pelaksana (executive-bestuur),

badan perundang-undangan, badan peradilan dan badan kepolisian. Badan

pemerintahan termasuk di dalamnya kepolisian bertugas membuat dan

mempertahankan hukum, dengan kata lain menjaga ketertiban dan

ketentraman (orde en rust) dan menyelenggarakan kepentingan umum.54

Di Indonesia istilah polisi dikemukakan oleh Dr.Sadjijono, menurut

Sadjijono istilah polisi adalah sebagai organ atau lembaga pemerintah yang

ada dalam negara, sedangkan istilah “kepolisian” adalah sebagai organ dan

sebagai fungsi. Sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintahan yang

teroganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai

fungsi, yakni tugas dan wewenang serta tanggungjawab lembaga atas kuasa

undang-undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayom dan pelayan masyarakat.55

Pengertian kepolisian menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

54
Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Govenance, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2015, hal. 39
55
Sadjijono, Hukum Kepolisian, Perspektif Kedudukan Dan Hubungan Dalam Hukum
Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2006, hal. 6.
68

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka tereliharanya keamanan dalam

negeri.

Dari uraian-uraian tentang istilah “polisi” dan “kepolisian” di atas

maka dapat dimaknai sebagai berikut: istilah polisi adalah sebagai organ atau

lembaga pemerintah yang ada dalam negara. Sedangkan istilah Kepolisian

sebagai organ dan fungsi. Sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintah

yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan yang oleh undang-

undang diberi tugas dan wewenang dan tanggung jawab untuk

menyelenggarakan kepolisian.

Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan

undang-undang, yakni fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif

melalui pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat, dan fungsi represif dalam rangka penegakan hukum. Dan apabila

dikaitkan dengan tugas maka intinya menunjuk pada tugas yang secara

universal untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

2. Fungsi Kepolisian

Fungsi kepolisian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang berbunyi : “fungsi

kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,


69

perlindungan, pengayoman dan pelayanan dalam masyarakat” Fungsi

kepolisian terdiri dari 2 dimensi yakni dimensi yuridis dan dimensi

sosiologis.

Dalam dimensi yuridis fungsi kepolisian terdiri dari atas fungsi

kepolisian umum dan fungsi kepolisian khusus. 56 Fungsi kepolisian umum

berkaitan dengan kewenangan kepolisian berdasarkan undang-undang dan

atau peraturan perundang-undangan yang meliputi semua lingkungan kuasa

hukum yaitu:

1) lingkungan kuasa soal-soal yang termasuk kompetensi hukum publik;

2) lingkungan kuasa orang;

3) lingkungan kuasa tempat; dan

4) lingkungan kuasa waktu.

Fungsi kepolisian khusus, berkaitan dengan kewenangan kepolisian

yang oleh atau kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk satu

lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas kuasa

undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian

khusus dibidangnya masing-masing dinamakan alat-alat kepolisian khusus,

sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.

Fungsi kepolisian dari dimensi sosiologis, terdiri atas

pekerjaanpekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan masyarakat

dirasakan perlu dan ada manfaatnya, guna mewujudkan keamanan dan

ketertiban di lingkungannya, sehingga dari waktu kewaktu dilaksanakan atas

56
H. Pudi Rahardi, op. cit,. hal. 57
70

dasar kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri secara swakarsa serta

kemudian melembaga dalam tata kehidupan masyarakat. 57

Untuk melaksanakan tanggung jawabnya menjaga kemanan dan

ketertiban masyarakat, maka polisi mempunyai tiga fungsi utama yaitu: 58

a. Fungsi Pre-emptif,

Fungsi Pre-emptif yaitu segala usaha dan pembinaan masyarakat dalam

rangka usaha ikut serta aktif menciptakan terwujudnya situasi dan kondisi

yang mampu mencegah dan menangkal terjadinya gangguan keamanan

dan ketertiban masyarakat terhadap peraturan negara.

b. Fungsi Preventif,

Fungsi Preventif yaitu segala upaya dibidang kepolisian untuk

memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara

keselamatan orang-orang dan harta bendanya termasuk memberikan

perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah dilakukannya

perbuatan-perbuatan lain yang pada hakekatnya dapat mengancam atau

membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.

c. Fungsi Represif,

Fungsi Represif yaitu melakukan penindakan terhadap pelanggaran hukum

untuk diproses sampai ke pengadilan yang meliputi:

1) Penyelidikan, merupakan serangkaian tindakan-tindakan penyelidikan

untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

57
H. Pudi Rahardi, op. cit,. hal. 57
58
Awaloedi Djamin, Administasi Kepolisian Republik Indonesia: Kenyataan dan
Harapan, POLRI, Bandung, 1995, hal. 255
71

tindak pidana guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyelidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

2) Penyidikan, merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka.

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian

Ketentuan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, bahwa tugas

pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

b. Menegakkan hukum.

c. Memeberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Tugas kepolisian dalam melaksanakan tanggung jawabnya di

masyarakat juga tercantum dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor.

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka kepolisan bertugas:

a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, mencegah dan

memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat, memelihara

keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memeberikan

perlindungan dan pertolongan, mengusahakan ketaatan warga negara dan

masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara.


72

b. Dalam bidang peradilan mengadakan penyelidikan atas kejahatan dan

pelanggaran menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Hukum

Acara Pidana dan peraturan Negara lainnya.

c. Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang daat membahayakan

masyarakat dan negara.

d. Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh

suatu peraturan negara

Dalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, polisi mengupayakan untuk terciptanya suatu kondisi

yang aman dan tertib di dalam mayarakat. Mengenai paham dan pandangan

tentang “Keamanan” didapatkan pula didalam konsepsi Kepolisian Republik

Indonesia, Tata Tentram Karta Raharja dimana disebutkan bahwa : Arti

“Aman” mengandung 4 unsur pokok yakni:59

a. Securty : adalah perasaan bebas dari gangguan baik fisik maupun psikis.

b. Surety : adalah perasaan bebas dari kekhwatiran.

c. Safety : adalah perasaan bebas dari resiko.

d. Peace : adalah perasaan damai lahiriah dan batiniah.

Keempat unsur ini menimbulkan kegairahan kerja dan akhirnya

tercapainya kesejahteraan masyarakat materiil dan spirituil. Sedangkan istilah

“Ketertiban” terdapat dalam kamus Poerwadarminta yaitu terbagi menjadi 2

kata “Tertib” dan “Ketertiban” :

59
Momo Kelana, op. cit., hal. 35
73

a. Tertib : 1. Aturan ; Peraturan yang baik ;

2. Teratur; dengan aturan; menurut aturan; rapi, apik.

b. Ketertiban : 1. Aturan; peraturan (dalam Masyarakat).

2. Adat, Kesopanan; peri kelakuan yang baik dalam

pergaulan.

Menurut Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam melaksanakan tugas

pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum

bertugas:

1) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap

kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban

dan kelancaran lalu lintas di jalan;

3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap

hukum dan Peraturan Perundangundangan;

4) Turut serta dalam pembinaan hukum masyarakat;

5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa;
74

7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang- undangan

lainnya;

8) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas

kepolisian;

9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi

hak asasi manusia;

10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang;

11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepenti-ngannya

dalam lingkup kepolisian; serta

12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Kewenangan polisi dalam rangka menyelenggarakan tugasnya

secara umum tercantum pada Pasal 15 ayat (1), Kepolisian Negara Republik

Indonesia berwenang untuk:

1) Menerima laporan dan atau pengaduan;

2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

menganggu ketertiban umum;

3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;


75

4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam

persatuan dan kesatuan bangsa;

5) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administrasi kepolisian;

6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan;

7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

8) Mengambil sidik jari dari identitas lainnya serta memotret seseorang;

9) Mencari keterangan dan barang bukti;

10) Menyelenggarakan Pusat Informasi Keterangan Kriminal Nasional;

11) Mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam

rangka pelayanan masyarakat;

12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan

pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

13) Menerima dan menyimpan barang temuan sebagai barang bukti untuk

sementara waktu.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dinyatakan Kepolisian Negara

Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya

berwenang:

1) Memberi izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan

masyarakat lainnya;

2) Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

3) Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;


76

4) Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

5) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,

dan senjata tajam.

6) Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan

usaha di bidang jasa pengamanan.

7) Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih kepolisian khusus dan

petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

8) Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyelidiki

dan menberantas kejahatan internasional;

9) Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

10) Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional;

11) Melaksanakan tugas lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

Selain Kewenangan Kepolisian yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di atas,

wewenang polisi dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak

pidana juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Wewenang polisi selaku penyelidik

dirumuskan dalam pasal 5 ayat (1), yaitu:

1) Menerima laporan atau pengduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

2) Mencari keterangan dan barang bukti;


77

3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri dan;

4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Wewenang polisi sebagai penyidik dalam melakukan penyidikan

dirumuskan dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah:

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

2) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

3) Menyuruh berhenti seseroang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

5) Melakukan pemeriksaan dan peyitaan surat;

6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

9) Mengadakan penghentian penyidikan; dan

10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

4. Pengertian Patroli dan Fungsi Patroli

Polisi adalah organisasi yang memiliki fungsi sangat luas sekali.

Polisi dan Kepolisian sudah sangat dikenal pada abad ke-6 sebagai aparat

negara dengan kewenangannya yang mencerminkan suatu kekuasaan yang


78

luas menjadi penjaga tiranianisme, sehingga mempunyai citra simbol

penguasa tirani. Sedemikian rupa citra polisi dan kepolisian pada masa itu

maka negara yang bersangkutan dinamakan “negara polisi” dan dalam sejarah

ketatanegaraan pernah dikenal suatu negara “Politeia”.

Pada masa kejayaan ekspansionisme dan imprealisme dimana

kekuasaan pemerintah meminjam tangan polisi dan kepolisian untuk

menjalankan tugas tangan besi melakukan penindasan terhadap rakyat

pribumi untuk kepentingan pemerasan tenaga manusia, keadaan ini

menimbulkan citra buruk bagi kepolisian itu sendiri.

Di dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan

ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta

terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia, hal ini terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Identitas polisi sebagai abdi hukum itu memang seharusnya

demikian, Polisi yang memberikan pengabdian, perlindungan, penerang

masyarakat serta berjuang mengamakan dan mempertahankan kemerdekaan

dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan semangat tri

brata serta jiwa yang besar, Polisi yang memiliki hati nurani yang bersih,

bersikap tenang, mantap dan tidak tergoyahkan dalam situasi dan kondisi

apapun serta selalu tepat dalam mengambil keputusan.


79

Dari kesemua penjabaran tugas Kepolisian diatas, tugas Kepolisian

yang dinilai paling efektif untuk menanggulangi terjadinya kejahatan dalam

penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak pidana adalah tugas

preventif karena tugas yang luas hampir tanpa Batas; dirumuskan dengan

kata-kata berbuat apa saja boleh asal keamanan terpelihara dan asal tidak

melanggar hukum itu sendiri.

Dengan begitu pada tugas ini yang digunakan adalah asas

oportunitas, utilitas dan asas kewajiban. Preventif itu dilakukan dengan 4

kegiatan pokok; mengatur, menjaga, mengawal dan patroli (TURJAWALI).

Patroli merupakan kegiatan yang dominan dilakukan, karena berfungsi untuk

mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan agar tidak terjadi gangguan

Kamtibmas/pelanggaran hukum dalam rangka upaya memelihara/

meningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman masyarakat

guna mewujudkan/menjamin Kamtibmas.

Tentunya dalam pencegahan suatu tindak kejahatan diperlukan

pengetahuan tentang bagaimana kejahatan tersebut terjadi, bagaimana

keadaan lingkungan yang dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya dan kultur

sehingga dalam penanggulangan dan pengungkapan suatu tindak kejahatan

diperlukan personel yang mempelajari hal itu dan selanjutnya mendapatkan

cara yang tepat dalam penanggulangannya. Fungsi patroli polisi sangat

diharapkan sebagai salah satu ujung tombak dari POLRI yang bergerak

dibidang refresif yustisiil yakni penyidikan yang diharapkan dapat


80

meningkatkan kemampuan profesionalnya untuk mengantisipasi segala tipu

daya dan kemampuan penjahat yang semakin hari juga semakin meningkat.

Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia Patroli memiliki arti yang

sangat singkat yaitu perondaan, dan berdasarkan surat keputusan Kapolri

dengan nomor SKEP/608/VI/1997, Patroli adalah Salah satu kegiatan

Kepolisian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih anggota Polri sebagai

usaha mencegah bertemunya niat dan kesempatan, dengan jalan mendatangi,

menjelajahi, mengamati, mengawasi, memperhatikan situasi dan kondisi yang

diperkirakan akan menimbulkan segala bentuk gangguan Kamtibmas, serta

menuntut kehadiran Polri untuk melakukan tindakan kepolisian guna

memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum masyarakat.

Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana

keadaan sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas

masyarakat disatu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal

yang diluar kebiasaan daerah tersebut maka akan segera diketahui, dan mudah

menanggulangi kejahatan diwilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat

dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian

hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga harus menyadari dan mengakui

bahwa masyarakat juga harus turut berperan serta aktif untuk menciptakan

keamanan dan ketentraman ditengahtengah masyarakat.


BAB III

PENELITIAN DAN HASIL PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan turjawali oleh Polres Banyuasin terhadap Upaya Preventif


dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Banyuasin

Pelanggaran lalu lintas saat ini menjadi masalah yang dihadapi bagi

semua pengguna jalan. Semakin berbertambahnya kendaraan tidak seimbang

dengan perilaku pengguna kendaraan untuk mematuhi peraturan agar tercipta

kondisi lalu lintas yang aman dan tertib. Dalam hal ini peran kepolisian sangat

penting untuk menjalankan fungsinya dengan baik dan benar dalam pembinaan

lalu lintas untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran

dalam berlalu lintas dan diperlukan penetapan suatu aturan yang berlaku secara

umum.

Untuk itu diperlukan Strategi kepolisian untuk mencapai tujuan yang

menjadi tugas pokok kepolisian. Berbagai cara atau tindakan yang telah

dilakukan oleh pihak kepolisian Polres Banyu Asin untuk mengurangi

pelanggaran lalu lintas di wilayah hukum Polres Banyuasin, diantaranya dengan

menggunakan Strategi Preventif (Pencegahan) dan Strategi Represif

(Penindakan) yaitu sebagai berikut:

1. Strategi Preventif (Pencegahan)

Strategi preventif merupakan tindakan lanjut dari upaya pre-emtif

masih ada tataran pencegahan sebelum terjadi pelanggaran. Dalam strategi ini

yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk melakukan

kejahatan berupa pelanggaran. Dengan kata lain, strategi preventif

81
82

dimaksudkan sebagai usaha untuk mengadakan perubahan-perubahan yang

bersifat positif terhadap kemungkinan terjadinya gangguan-gangguan didalam

masyarakat, sehingga tercipta stabilitas hukum.

Adapun strategi preventif meliputi sosialisasi yang dilakukan kepada

pelajar dan masyarakat yaitu sebagai berikut:

a. Sosialisasi kepada Pelajar

Sosialisasi yaitu proses penanaman nilai dan aturan yang

dilakukan kepada para pelajar di Wilayah hukum Polres Banyuasin untuk

mengetahui bahwa sangat penting mematuhi peraturan-peraturan lalu

lintas sesuai dengan Undang-undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.

Sedangkan Pelajar merupakan aset yang penting bagi suatu

negara, karena generasi pelajar adalah bibit-bibit yang harus

dikembangkan untuk menjadi generasi yang dapat memajukan kehidupan.

Seorang pelajar yang baik harus mampu menempatkan dirinya dengan

baik pula di kalangan masyarakat. Karena sebagai seorang peserta didik,

secara tidak langsung pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki juga

lebih baik di bandingkan yang lain.

Strategi preventif (pencegahan) Pihak Kepolisian melakukan

sosialisasi yang disertai dengan pelatihan (sapaty riding) sebagai sesuatu

bentuk pola perilaku pada saat mengendarai kendaraan secara aman dan

nyaman dalam penggunaan kendaraan bermotor. Kegiatan ini dilakukan

kepada anak sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMA. Berikut ini data
83

pelaksanaan kegiatan sosialisasi di kalangan pelajar di wilayah hukum

Polres Banyuasin yaitu:

Tabel. 3.1: Data sosialisasi Satlantas Polres Banyuasin kepada


pelajar pada tahun 2022
Waktu Topik
No Tempat
Pelaksanaan
1 Senin, SDN 35 Talang Kecelakaan Lalu Lintas Yang Di
5 Juni 2023 Kelapa Lakukan Oleh Anak
2 Selasa, SDN 24 Talang Sosialisasi Kenalkan Rambu Lalu
6 Juni 2023 Kelapa Lintas Ke Sekolah Dasar
3 Rabu, SDN 33 Talang Sosialisasi Tertib Aturan Dan Lalu
7 Juni 2023 Kelapa Lintas Terhadap Siswa
4 Kamis SDN 26 Talang Sosialisasi Undang-Undang Lalu
8 Juni 2023 Kelapa Lintas Dan Angkutan Jalan Raya
5 Jumat, SDN 22 Talang Sosialisasi Tata Tertib Berlalu
9 Juni 2023 Kelapa Lintas
6 Sabtu SDN 12 Talang Sosialisasi Tptkp Laka Lantas
10 juni 2023 Kelapa Sejak Dini
7 Senin, SDN 1 Talang Sosialisai 12 Gerakan Lalu Lintas
12 juni 2023 Kelapa
8 Selasa, SDN 3 Talang Sosialiasi Keselamatan Berlalu
13 Juni 2023 Kelapa Lintas Sejak Dini
9 Rabu, SDN 32 Talang Sosialiasi Tanamkan Disiplin
13 Juni 2023 Kelapa Berlalu Lintas Sejak Dini
10 Kamis, SDN 27 Talang Sosialisasi Pengenalan Tugas
13 Juni 2023 Kelapa Polisi Kepada Anak-Anak
Sekolah Baik Unifrom
Perlengkapan Perorangan Maupun
Avil
Sumber: Polres Banyuasin tahun 2023

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan dikalangan pelajar setiap tahun telah di programkan oleh Polres

Banyuasin, hal ini sebagaimana paparan tabel di atas pada bulan Juni telah

dilakukan sosialisasi di Sekolah Dasar sebanyak 10 (sepuluh) kali.

Pemilihan sekolah dasar sebagai tempat sosialisasi ini karena akhir-akhir

ini semakin banyak anak-nak sekolah dasar yang sudah mengendarai

sepeda motor roda dua, hal ini agar para pelajar mengetahui bahaya dijalan
84

raya, karena mereka belum memahami resiko berkendara serta belum

mengerti rambu-rambu lalulintas. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa sosialisasi yang di lakukan pihak kepolisian Polres

Banyuasin kepada pelajar secara rutin.

Namun, sosialisasi yang di lakukan dalam setiap bulannya tidak

menentu. Hal ini dapat dilihat dari wawancara dengan Kaur Binopsnal

Satlantas Polres Banyuasin mengenai sosialisasi yang mengatakan bahwa:

“Sosialisasi dilakukan dilihat dari jumlah data laka, jika kecelakan

dominan terjadi di dalam kota, maka kami melakukan sosialisasi disana.

Sebelum melakukan sosialisasi kami juga melihat korban kecelakaannya,

jika korbannya lebih banyak masyarakat maka kami akan melakukan

sosialisasi kepada masyarakat setempat, namun jika korban kecelakaannya

lebih banyak pelajar maka kami akan melakukan sosialisasi disekolah-

sekolah” (Hasil wawancara dengan IA, 28 Juli 2023).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa

sosialisasi yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian dilihat dari jumlah data

laka dan korban kecelakaan lalu lintas. Jika korban kecelakaan lebih

banyak masyarakat maka solialisasi akan dilakukan ditengah-tengah

masyarakat sebaliknya jika korban kecelakaan lebih banyak kalangan

muda maka pihak kepolisian akan melakukan sosialisasi di sekolah-

sekolah. Jadi sosiasisasi yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian tergantung

dari lokasi dan korbaan kecelakaan lalu lintas.


85

Tambahan wawancara dengan Kaur Binopsnal Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Sebelum melakukan sosialisasi

disekolah, kami melakukan koordinasi dengan pihak sekolah karena kami

juga tidak mau mengorbankan jam pelajaran mereka, jadi kapan ada waktu

kami akan melakukan sosialisasi misalnya hari senin ketika upacara kami

menjadi Irup (inspektur) upacara dengan memberikan himbauan kepada

anak-anak sekolah” (Hasil wawancara).

Dapat diketahui bahwa sebelum melakukan sosialisasi atau

penyuluhan disekolah Pihak Kepolisian terlebih dahulu melakukan

koordinasi dengan pihak sekolah yang akan dilakukan sosialisasi sehingga

sosialisasi yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan baik. Berikut

adalah hasil wawancara yang dikemukakan Kanit Dikyasa Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Meski anak yang masih duduk

dibangku Sekolah Dasar belum bisa mengendarai kendaraan bermotor,

kami dari pihak kepolisian memperkenalkan lebih dini sejumlah arti rambu

lalu lintas yang ada di jalan” (Hasil wawancara).

Dari hasil wawancara di atas dapat di ketahui bahwa, pada

dasarnya anak-anak yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar belum

mengerti cara berkendara, namun hal ini dilakukan untuk memberikan

pemahaman sejak dini sehingga saat mereka bisa menggunakan kendaraan

sudah lebih paham tentang tata cara berlalu lintas yang baik dan benar.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan salah satu pelajar di SMA Negeri

Banyuasin mengatakan bahwa: “Kami diberikan sejumlah pengetahuan


86

tentang aturan tata tertib berlalu lintas, diantaranya di wajibkan untuk

menggunakan helm standar SNI baik pengendara dan penumpang/

pembonceng saat berkendara dan tidak memperbolehkan kami

menggunakan kendaraan bermotor jika belum cukup umur sesuai

ketentuan” (Hasil wawancara dengan).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa, Pihak Kepolisian

memberikan edukasi untuk keselamatan dijalan raya wajib menggunakan

helm standar SNI saat akan menggunakan kendaraan baik pengendara dan

penumpang/pembonceng dan menekankan untuk tidak menggunakan

kendaraan pada saat usia belum mencukupi sesuai dengan ketentuan yang

diperuntukkan. Adapun hasil wawancara yang dikemukakan Kanit

Dikyasa Satlantas Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Selain

melakukan sosialisasi dengan cara menerangkan kami juga memberikan

pelatihan langsung yang dilanjutkan dengan kegiatan Safety Riding dari

pihak Honda mengenai tata cara berkendara dengan baik dan benar” (Hasil

wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa Pihak Kepolisian tidak

hanya melakukan sosialisasi dengan cara memberikan penjelasan akan

tetapi juga di lakukan pelatihan tentang bagaimana tata cara berkendara

dengan baik dan benar yang melibatkan langsung siswa-siswa SMA

Banyuasin. Wawancara yang dikemukakan oleh salah satu siswa

mengatakan bahwa: “Memang betul Pihak Kepolisian telah melakukan

sosialisasi dan pelatihan tata tertib lalu lintas di kampus kami, awalnya
87

kami hanya mengetahui cara menggunakan kendara tapi belum cukup

paham mengenai peraturanperaturan lalu lintas, dengan sosialisasi dan

pelatihan yang dilakukan Kepolisian, kami jadi lebih mengerti dan

mendapatkan wawasan yang lebih luas lagi tentang tata cara berlalu lintas

dan bisa mengoreksi kesalahan yang pernah dilakukan saat mengendarai

motor seperti posisis berkendara” (Hasil wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa dengan adanya

sosialisasi dan pelatihan tata cara berlalu lintas maka akan lebih mengerti

dan memahami bagaimana tata cara berkendara dengan baik serta

memiliki kesadaran untuk mengoreksi diri sendiri terhadap pelanggaran

yang pernah dilakukan dan sebisa mungkin untuk tidak melakukan

pelanggaran yang sama serta lebih berhati-hati dalam menggunakan

kendaraan.

b. Sosialisai kepada Masyarakat

Sosialisasi sebagai sarana yang digunakan untuk menyampaikan

atau memberitahukan kepada masyarakat tentang tata cara berlalu lintas

dengan baik dan benar. Sedangkan masyarakat adalah sekumpulan

individu-individu yang hidup bersama, bekerja sama untuk memperoleh

kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-

norma dan adat istiadat yang di taati dalam lingkungan masing-masing.

Strategi preventif (pencegahan) yang dilakukan Pihak Kepolisian

kepada masyarakat melalui sosialisasi dan disertai dengan pembagian

brosur dan stikker. Pembagian brosur dan stikker merupakan salah satu
88

media yang digunakan untuk dapat menyampaikan suatu informasi berupa

himbauan kepada pengguna jalan agar dapat mematuhi tata tertib berlalu

lintas di di wilayah hukum Polres Banyuasin. Berikut ini data pelaksanaan

kegiatan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah hukum Polres

Banyuasin yaitu:

Tabel 3.2: Data sosialisasi Satlantas Polres Banyuasin kepada


masyarakat pada tahun 2022
Waktu Topik
No Tempat
Pelaksanaan
1 Senin, Desa Air Batu Sosialisasi Membangun Kesadaran
3 Juli 2023 Induk Masyarakat Berprilaku Tertib Berlalu
Lintas
2 Selasa, Desa Sungai Sosialisasi Tata Cara Benar Berlalu
4 Juli 203 Rengit Lintas Kepada Masyarakat
3 Rabu, Sukamoro Sosialisasi Dan Edukasi Keselamatan
5 Juli 2023 Lalu Lintas
4 Kamis, Tanah Mas Sosialisasi Berkendara Dengan
6 Juli 2023 Mematuhi Batas Kecepatan Berlalu
Lintas
5 Jumat, Sukajadi Sosialiasi Peraturan Perundang-Undang
7 Juli 2023 Berlaluntas
6 Sabtu, Desa Pangkalan Sosialisasi Sistem Etle (Elektronik
8 Juli 2023 Benteng Traffic Law Enforcement) Kepada
Masyarakat
7 Senin, Kenten Laut Sosialisasi Kepada Masyarakat
10 Juli 2023 Mengenai Pentingnya Pemahaman
Tertib Lalu Lintas Di Masa Modernisasi
8 Selasa, Desa Talang Sosialiasi Undang-Undang Nomor 22
11 Juli 2023 Keramat Tahun 2009 (Etika Berlalu Lintas) Di
Masyarakat
9 Rabu, Desa Gasing Sosialisai Jangan Menggunakan
12 Juli 2023 Knalpot Bising (Brong) Kepada
Masyarakat
10 Kamis, Desa Sosialiasi Tertib Berlalu Lintas Dan
13 Juli 2023 Sukamakmur Protokol Kesehatan
Sumber: Polres Banyuasin tahun 2023

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi yang

dilakukan kepada masyarakat telah dijadwalkan terlebih dahulu,


89

sebagaimana data pada tabel di atas bahwa pada bulan juli telah dilakukan

sosialisasi kepada masyarakat di 10 (sepuluh) wilayah. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat hanya

sebagian kecil dari jumlah penduduk di wilayah hukum Polres Banyuasin,

artinya sosialisasi yang dilakukan belum maksimal.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kaur Binopsnal

Satlantas Polres Banyuasin mengatakan bahwa: “Kami menekankan

kepada masyarakat sebagai orangtua untuk tidak memberikan kendaraan

kepada anak-anak mereka yang belum berusia 17 tahun sebagai syarat

ketentuan kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)” (Hasil wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa Pihak Kepolisian secara tegas

tidak memperbolehkan penggunaan kendaraan pada usia yang belum

mencukupi standar ketentuan kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai tanda

seseorang sudah memiliki kematangan seseorang berlalu lintas. Adapun

hasil wawancara yang dikemukakan Kanit Dikyasa Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Kami juga berharap masyarakat

sebagai orangtua dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-

anaknya untuk tidak melakukan pelanggaran” (Hasil wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa sebagai orangtua yang baik

harus memberikan contoh kepada anak-anaknya, karena pada umunya

anak-anak melakukan sesuatu bergantung dari apa yang mereka lihat.


90

Jadi sangat penting memberikan perilaku-perilaku yang baik

sehingga potensi pelanggaran lalu lintas dapat menurun. Berikut hasil

wawancara yang dikemukakan Kanit Turjawali Satlantas Polres Banyuasin

yang mengatakan bahwa: “Dalam melakukan sosialisasi kami juga

membagikan brosur dan stikker yang berupa himbauan kepada masyarakat

Dalam himbauan tersebut berisi tiga poin himbauan yakni menghimbau

pengendara roda dua agar selalu menggunakan helm standar SNI demi

keselamatan berlalu lintas, himbauan kedua petugas menghimbau agar

pengemudi mobil selalu menggunakan sabuk keselamatan saat berkendara,

sedangkan himbauan yang ke tiga yaitu dilarang menggunakan Handphone

pada saat berkendara.

Selain itu ketiga poin tersebut, juga terdapat himbauan kepada

masyarakat agar selalu patuh pada aturan berlalulintas dan tetap

memperhatikan keselamatan baik diri sendiri maupun orang lain” (Hasil

wawancara). Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa pemberian brosur

dan stikker berupa tulisan yang berisi himbauan untuk menjaga

keselamatan diri dalam berkendara baik diri sendiri maupun penggendara

lainnya.

Untuk itu masyarakat tidak hanya sebatas dibaca atau

didengarkan saja namun diharapkan masyarakat memiliki kesadaran

sehingga dapat lebih mematuhi tata tertib berlalu lintas sesuai dengan apa

yang telah disampaikan oleh pihak kepolisian. Adapun hasil wawancara

dengan masyarakat di wilayah hukum Polres Banyuasin yang mengatakan


91

bahwa: “Memang betul pihak kepolisian sudah melakukan sosialisasi

kepada masyarakat, namun sosialisasi tersebut tidak merata kesemua

lapisan masyarakat. Umumnya pihak kepolisian hanya melakukan

sosialisasi hanya diperkotaan saja, padahal sosialisasi seperti ini sangat di

perlukan bagi oleh masyarakat karena menurut saya menurut saya masih

banyak masyarakat yang tidak mengetahui peratura-peraturan lalu lintas

yang ada.” (wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa sosialisasi seharusnya

dilakukan secara menyeluruh tidak hanya di wilayah perkotaan saja

melainkan di wilayah desa juga perlu dilakukan sosialisasi, karena

sebagian masyarakat bekerja di kota jadi mereka juga harus mengetahui

dampak-dampak negatif yang terjadi ketika tidak mematuhi peraturan-

peraturan lalu lintas dalam berkendara sehingga hal tersebut dapat

membuat masyarakat tidak mementingkan kepentingan pribadi dalam

berlalu lintas.

Dari beberapa hasil wawancara di atas, sosialisasi yang dilakukan

kepada pelajar dan masyarakat dapat di ambil kesimpulan bahwa:

1) Realitanya anak yang masih belum dewasa saat berkendara sering

melanggar peraturan lalu lintas karena belum mengetahui dan

memahami peraturanperaturan lalu lintas. Pernyataan tersebut telah

dijelaskan dalam pasal 81 ayat (2), disebutkan bahwa “syarat usia

sebagaimana telah dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah

usia 17 tahun untuk surat izin mengemudi A, surat izin mengemudi C


92

dan surat izin mengemudi D. Dengan penetapan usia minimal mereka

yang berada dijalan raya sudah memiliki kematangan pemikiran,

sehingga dalam menjalankan kendaraan tidak didasarkan pada emosi,

namun lebih mengedepankan pemikiran sehat berdasar rasionalitas.

Oleh karena berbagai strategi yang telah dilakukan oleh Pihak

Kepolisian Satlantas Polres Banyuasin lebih banyak melakukan

sosialisasi atau penyuluhan serta memberkan pelatihan langsung

tentang tata cara berlalu lintas yang baik dan benar mulai dari tingkat

SD sampai SMA.

2) Perlu adanya kesadaran dari pihak orang tua untuk memberikan

pemahaman yang benar kepada anak-anaknya dan memberikan contoh

yang baik sehingga kedisiplinan berlalu lintas dapat terwujud. apalagi di

usia anak-anak yang masih kecil yang secara langsung meniru dan

mengaplikasikan apa yang telah diajarkan oleh orang tua. Tentunya

sosialisasi yang diberikan kepada anak haruslah yang bernilai positif

bukan negatif. Sosialisasi yang dilakukan harus merata kepada semua

masyarakat baik didaerah perkotaan maupun desa. Hal ini membuktikan

bahwa sosialisasi yang dilakukan masih kurang maksimal sehingga

masih banyak masyarakat masih melanggar karena belum mengetahui

tentang peraturan-peraturan lalu lintas dan dampak yang ditimbulkan

dari pelanggaran tersebut.

Hasil penelitian tersebut senada dengan teori yang didapatkan

pada bab II menurut Alam dan Amir Ilyas yang mengatakan bahwa dalam
93

strategi pencegahan yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan

untuk melakukan kejahatan berupa pelanggaran. Dengan kata lain, strategi

preventif dimaksudkan sebagai usaha untuk mengadakan perubahan-

perubahan yang bersifat positif. Mencegah tindak pidana atau pelanggaran

yaitu dengan cara memberikan pendidikan dengan memberikan sosialisasi

untuk mengurangi pelanggaran.

Sedangkan menurut Robert M.Z Lawang yang mengatakan bahwa

Sosialisasi merupakan proses mempelajari norma, nilai, peran dan semua

persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang

efektif dalam kehidupan sosial. Begitupun pada penelitian ini, sosialisasi

diberikan pihak kepolisian Satlantas Polres Banyuasin kepada pelajar

berupa memberikan pemahaman dan disertai dengan pelatihan (sapaty

riding) sedangkan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah hukum Polres

Banyuasin dengan cara memberikan pemahaman dan di sertai dengan

pembagian brosur dan stikker yang berisi himbauan untuk mematuhi

peraturan lalu lintas.

Namun sosialisasi tentang tata tertib berlalu lintas belum

dilakukan secara merata baik itu di sekolah-sekolah maupun masyarakat di

wilayah hukum Polres Banyuasin sehingga strategi preventif (pencegahan)

belum di lakukan secara maksimal. Seharusnya Satlantas Polres Banyuasin

melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah dan masyarakat secara rutin,

teratur dan merata keseluruh wilah di wilayah hukum Polres Banyuasin,


94

sehingga mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang sama mengenai

peraturan-peraturan lalu lintas.

2. Strategi Represif (Penindakan)

Strategi represif dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana atau

pelanggaran diberikan penindakan berupa penegakan hukum dengan

menjatuhkan hukuman berupa tilang serta melakukan penyitaan kendaraan.

Strategi Represif (penindakan) meliputi penilangan dan penyitaan. Tilang dan

penyitaan tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan oprasi, tetapi penyitaan

juga dapat dilakukan Kepolisian pada saat melakukan patroli atau pengaturan

lalu lintas dijalan ketika mendapati masyarakat yang melakukan pelanggaran

lalu lintas secara kasat mata.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Kaur Binopsnal Satlantas

Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Oprasi yang dilakukan juga

dilihat dari jumlah data Laka, dimana jumlah data Laka yang paling banyak,

maka disitulah akan dilakukan oprasi karena salah satu penyebab terjadinya

kecelakaan lalu lintas adalah melakukan pelanggaran lalu lintas” (Hasil

wawancara). Dari wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa operasi yang

dilakukan oleh pihak kepolisian tidak harus setiap hari, akan tetapi operasi

sebra dilakukan di daerah yang rawan terjadi kecelakaan lalu lintas sebagai

langkah pihak kepolisian melakukan penindakan terhadap pelanggar lalu

lintas sehingga dapat mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Adapun hasil wawancara dengan Banit Tilang Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Kegiatan operasi sebagai upaya untuk


95

menekan pelanggaran berlalu lintas, dan untuk melaksanakan penegakkan

hukum yang tegas kepada masyarakat yang memang melakukan pelanggaran

lalu lintas” (Hasil wawancara). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat

di ketahui bahwa kegiatan operasi dilakukan dengan tujuan untuk

menegakkan hukum secara tegas kepada masyarakat yang melakukan

pelanggaran lalu lintas.

Tabel 4: Data pelanggaran lalu lintas di Wilayah Hukum Polres Banyuasin


dari tahun 2020-2023
Jenis Jumlah Pelanggaran
No
Pelanggaran Tahun 2022 Tahun 2021 Tahun 2020
1 Tunggal 2 3 28
2 Depan-Depan 6 5 50
3 Depan-Belakang 6 7 13
4 Tabrak Manusia 2 2 10
Jumlah 16 17 101
Sumber Data: Polres Banyuasin tahun 2023

Berdasarkan data pelanggaran diatas menunjukkan bahwa jumlah

pelanggaran lalu lintas di wilayah hukum Polres Banyuasin dari tahun 2020-

2023 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam tindakan operasi

dilakukan penindakan sanksi kepada para pelanggar lalu lintas akan dilakukan

penilangan dan penyitaan terhadap pelanggar lalu lintas.

Adapaun wawancara peneliti dengan Banit Tilang Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Tilang sebagai bentuk pemberian

sanksi yang dikenakan bagi pelanggar lalu lintas agar tidak melakukan

kesalahan dalam berlalu lintas” (Hasil wawancara). Berdasarkan hasil

wawancara ini dapat di ketahui bahwa tilang yang dilakukan oleh pihak

kepolisian sebagai bentuk efek jera kepada pelanggar yang melakukan

pelanggaran lalu lintas yakni membayar sejumlah denda sesuai dengan


96

Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan. Hal ini sebagai tindakan agar pelanggar jera sehingga tidak melakukan

pelanggaran lalu lintas lagi pada saat berkendara.

Berikut ini adalah hasil wawancara dengan Kaur Binopsnal Satlantas

Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Pemberian tilang atau sanksi

sesuai dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan pengendara atau

pengemudi” (Hasil wawancara). Wawancara di atas dapat di ketahui bahwa

Pihak Kepolisian melakukan penilangan kepada setiap masyarakat yang

melakukan pelanggaran lalu lintas dan sanksi yang diberikan sesuai dengan

bentuk pelanggaran yang telah dilanggar.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kaur Binopsnal Satlantas

Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Pada saat terjadi pelanggaran

Kepolisian memiliki 3 hak, yang bisa kami sita ada 3 yaitu SIM, STNK dan

kendaraannya. Diluar dari itu kami tidak memiliki kewenangan untuk

melakukan penyitaan” (Hasil wawancara). Dari wawancara tersebut dapat di

ketahui bahwa dalam melakukan penilangan Kepolisian hanya dapat menyita

tiga benda pelanggar diantaranya yaitu SIM, STNK dan kendaraan pelanggar.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ba Tilang Satlantas

Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Kami cek surat-surat kendaraan

ada atau tidak seperi SIM dan STNK. Jika pajak kendaraan sudah lewat maka

kami akan mengambil SIMnya dan STNK tersebut wajib dibayar pajak

karena jika belum membayar pajak sama saja STNK tidak sah, begitupun

sebaliknya jika masa aktif SIMnya sudah lewat maka harus dilakukan
97

perpanjangan SIM. Jika SIM dan STNKnya tidak ada atau tidak sah maka

kami akan menyita kendaraannya” (Hasil wawancara dengan Ba Tilang

Satlantas Polres Banyuasin, 31 Juli 2023).

Berdasarkan hasil wawancara ini dapat di ketahui bahwa Kepolisian

memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan berupa SIM, STNK dan

kendaraan pelanggar. Jika SIM dan STNK yang ditunjukkan tidak sah atau

tidak dapat menunjukkannya kepada petugas Kepolisian maka kendaraannya

yang akan di sita sebagai tanda bukti penyitaan atas barang yang disita oleh

pihak Kepolisian dari pelanggar.

Adapun hasil wawancara yang masyarakat di wilayah hukum Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Pada saat itu kepolisian melakukan

oprasi zebra dan saya tidak membawa SIM karena saya sedang terburu-buru

dan ada keperluan mendesak makanya saya tetap nekad untuk melewati jalan

yang dilakukan oprasi oleh Kepolisian dan tiba-tiba saya disuruh berhenti

oleh salah satu Polisi yang sedang bertugas dan meminta surat-surat

kendaraan, karena saya tidak membawa SIM makanya saya hanya

menunjukkan STNK pada polisi dan polisi tersebut menahan STNK saya dan

digantikan dengan surat tilang” (Hasil wawancara).

Wawancara di atas dapat di ketahui bahwa faktor masayarakat

melakukan pelanggaran lalu lintas yakni adanyan keperluan yang mendesak

sehingga surat-surat penting dalam berkendara lupa dibawa sehingga

melakukan pelanggaran lalu lintas. Namun apapun alasannya masayarakat


98

tetap melakukan pelanggaran yang telah diatar dalam undang-undang No 22

tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

Pendapat yang sama dengan masyarakat sebagai pengemudi di

wilayah hukum Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Saya pernah

ditilang karena tidak membawa SIM dan pihak kepolisian menawarkan

kepada saya untuk disidang ditempat atau disidang dipengadilan. Lalu saya

memilih untuk disidang ditempat karena menurut saya apabila disidang di

pengadilan prosesnya lebih lama dan dendanya pun bisa lebih mahal” (Hasil

wawancara). Wawancara di atas dapat di ketahui bahwa proses hukum

terkesan berbelit-belit sehingga kebanyakan masyarakat lebih memilih untuk

sidang ditempat untuk melakukan damai dengan pihak kepolisian dengan

melakukan suap dibandingkan menyelesaikan perkara lalu lintas di

persidangan.

Dari beberapa wawancara diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa

Penindakan pelanggaran lalu lintas yang di lakukan oleh Polisi lalu lintas

terhadap pengguna jalan di wilayah hukum Polres Banyuasin yang biasanya

di kenal dengan proses tilang dan melakukan penyitaan berupa Surat Izin

Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) serta

kendaraan, sebagai sebagai tanda bukti penyitaan atas barang yang disita oleh

pihak Kepolisian dari pelanggar.

Hasil penelitian tersebut senada dengan teori yang dikemukakan oleh

Alam dan Amir Ilyas yang mengatakan bahwa strategi represif dilakukan

pada saat telah terjadi tindak pidana atau pelanggaran diberikan penindakan
99

berupa penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman berupa tilang dan

denda serta melakukan penyitaan. Tilang dan penyitaan dilakukan sebagai

bentuk efek jera agar masyarakat tidak lagi melakukan pelanggaran.

B. Hambatan dan Upaya yang dilakukan oleh Polres Banyuasin terhadap


turjawali sebagai pencegah kecelakaan lalu lintas

Faktor penghambat adalah sesuatu yang sifatnya menghambat. Hambat

sendiri maksudnya adala membuat sesuatu hal bisa perjalanan, pekerjaan dan

semacamnya menjadi tidak lancar, lambat atau tertahan. Adanya hambatan atau

kendala tersebut sering menyebabkan masyarakat di wilayah hukum Polres

Banyuasin untuk melakukan pelanggaran lalu lintas, diantaranya sebagai berikut:

a. Pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat masih kurang

Pengetahuan adalah segala informasi yang ketahui. Dengan adanya

pengetahuan yang didapatkan seseorang menjadi mengetahui perbedaan

kebenaran dan kesalahan. Setiap pengguna jalan wajib mengetahui dan

memahami setiap aturan yang telah dibakukan secara formal baik dalam

bentuk Undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah, Perda dan aturan

lainnya sehingga terdapat satu persepsi dalam pola tindak dan pola pikir

dalam berinteraksi di jalan raya.

Selain memiliki pengetahuan tentang peraturan dalam lalu lintas

masyarakat juga harus memiliki sikap kesadaran yang merupakan keadaan

mengingat, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat tidak

melakukan pelanggaran lalu lintas karena memiliki sikap kesadaran bahwa

melanggar peraturan lalu lintas adalah perbuatan yang salah. Oleh karena itu
100

pengetahuan dan kesadaran yang dimiliki masyarakat adalah dua hal yang

sangat penting dalam berlalu lintas.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kaur Binopsnal Satlantas

Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Pengetahuan masyarakat tentang

keselamatan dan tertib berlalu lintas masih kurang sehingga kesadaran

masyarakat tentang peraturan lalu lintas masih minim” (wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa pengetahuan masyarakat terhadap

peraturan lalu lintas atau tata tertib lalu lintas masih kurang, sehingga

masyarakat sering kali menyepelekan keselamatannya sendiri yang bahkan

bisa berdampak terhadap keselamatan orang lain.

Selain itu, kurangnya kesadaran dalam diri masyarakat dalam

mentaati peraturan lalu lintas karena menganggap hal tersebut tidak penting,

masyarakat hanya menganggap bagaimana bisa sampai ketempat yang ingin

dituju. Sikap kurangnya kesadaran inilah yang menjadi penyebab masyarakat

melakukan pelanggaran lalu lintas.

Berikut hasil wawancara di atas, Kanit Dikyasa Satlantas Polres

Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Masyarakat selalu menganggap bahwa

melakukan pelanggaran lalu lintas adalah hal-hal yang biasa sehingga mereka

terus melakukannya. Misalnya masyarakat tidak menggunakan helm ketika

tujuannya dekat” (wawancara). Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa

adanya anggapan bahwa melakukan pelanggaran lalu lintas adalah hal yang

biasa. Hal ini yang menyebabkan masyarakat sering melakukan pelanggaran

secara berulang baik itu pelanggaran yang sama maupun bentuk pelanggaran
101

yang berbeda terutama masyarakat tidak menggunakan helm ketika tempat

tujuan mereka dekat, namun masyarakat tidak menyedari bahwa penggunaan

helm ketika berkendara sangat penting bagi keselamatan diri sendiri sebagai

pemakai jalan.

Adapun hasil wawancara yang dikemukakan Kanit Turjawali

Satlantas Polres Banyuasin yang mengatakan bahwa: “Sebagian besar

masyarakat tertib berlalu lintas ketika ada polisi yang sedang melakukan

penertiban atau pengaturan lalu lintas dan oprasi, namun jika mereka tidak

melihat polisi yang sedang bertugas dijalan raya masyarakat kembali

melakukan pelanggaran lalu lintas” (wawancara).

Wawancara diatas dapat di ketahui bahwa tertib berlalu lintas

pengendara roda empat maupun pengendara roda dua hanya dilakukan pada

saat pihak kepolisian sedang melakukan tugas di jalan raya, selebihnya

masyarakat kembali melakukan pelanggaran lalu lintas baik dengan

pelanggaran yang sama maupun pelanggaran yang berbeda.

Dari beberapa wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahan dan kesadaran masyarakat di wilayah hukum Polres Banyuasin

dalam mematuhi peraturan-peraturan lalu lintas masih kurang, walaupun

sudah banyak dilakukan tindakan untuk memberikan pemahaman kepada

masyarakat seperti penyuluhan, sosialisasi, pembagian brosur dan stikker

namun masih banyak masyarakat di wilayah hukum Polres Banyuasin yang

melakukan pelanggaran.
102

Hal ini terjadi karena tingkat kesadaran dalam diri masih sangat

kurang. Untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan pengendara tidak

hanya cukup dibekali dengan pengetahuan, akan tetapi harus menumbuhkan

sikap kesadaran untuk berkendara juga sangat penting. Dengan adanya sikap

sadar dan didukung oleh pengetahuan yang dimiliki masyarakat maka

pengendara akan lebih mematuhi peraturan-peraturan berlalu lintas.

Namun kenyataannya, hal ini masih sebatas pemberian informasi

kepada masyarakat, tetapi belum mampu merubah kesadaran masyarakat atau

menanamkan kesadaran kepada masyarakat agar dapat mematuhi tata tertib

berlalu lintas. Namun demikian pihak Polres Banyuasin tetap melaksanakan

pembinaan terhadap masyarakat secara berkelanjutan, sehingga pengetahuan

masyarakat juga akan semakin baik terhadap tertib berlalulintas.

Dalam pelaksanaan pembinaan kesadaran masyarakat terhadap tertib

berlalulintas Polres Banyuasin senantiasa melakukan sosialisasi pemahaman

tentang keselamatan dan tata tertib berlalu lintas. Tujuannya untuk

membangun kesadaran, akan keselamatan di jalan raya bagi pelajar, maupun

masyarakat lainnya melalui program pendidikan masyarakat berlalu lintas.

Selain itu juga dengan sosialisasi tersebut akan terbangun kesadaran akan

pentingnya keselamatan diri dan menanamkan cara berlalu lintas yang baik

dan aman sejak usia dini. Selain arahan tentang disiplin berlalu lintas,

dilanjutkan arahan tentang etika menyeberang di jalan raya dan penggunaan

helm standar, rambu-rambu jalan dan lebih jauh mengenalkan kepada siswa

tentang tugas-tugas kepolisian, terutama Satuan Lalu lintas.


103

Sosialisasi mencakup tentang kewajiban dan etika pengendara di

jalan raya, seperti menggunakan helm Standar Nasional Indonesia (SNI),

menyalakan lampu (light on) dan mengendarai kendaraan di jalan raya yang

baik dan benar, tidak bermain hand phone saat berkendara, dan berkendara

tidak boleh dengan mabuk miras. Pelajar yang masih dibawah umur memang

belum diperkenankan menggunakan sepeda motor, namun paling tidak

melalui sosialisasi ini menjadi tahu bagaimana berkendara yang baik.

Menanamkan disiplin berlalu lintas sejak usia dini penting, karena

manfaatnya nanti bagi para generasi muda dimasa mendatang akan

menumbuhkan disiplin berlalu lintas, mengenalkan siswa tentang tata tertib

dan etika lalu lintas sejak dini dengan melibatkan siswa SMP dan SMA,

untuk mengetahui bagaimana beretika dalam berkendara, dengan harapan

mereka dapat menyampaikan informasi ini kepada yang lainnya.

Kesadaran pentingnya keselamatan berlalu lintas harus dibangun dari

bangku sekolah sampai perguruan tinggi. Hal ini penting bagi mereka selaku

generasi muda penerus bangsa, karena untuk menciptakan tertib berkendaraan

bagi pengguna dimulai edukasi edukasi mematuhi peraturan dan rambu-

rambu lalu lintas.

b. Kurangnya personil Kepolisian

Salah satu faktor yang menjadi hambatan Polres Banyuasin dalam

melakukan strategi untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas adalah

kurangnya personil Satlantas Polres Banyuasin.


104

Tabel 3.4: Jumlah Personel Satlantas Polres Banyuasin


No Jabatan Jumlah
1 Kasat Lantas 1
2 Kaur Binopsnal 1
3 Kaur Mitu 1
Banit Mitu 3
Kanit Regident 1
4 Kanit Dikyasa 1
5 Banit Dikyasa 3
6 Kanit Laka 1
7 Banit Laka 21
8 Kanit Turjawali 1
9 Banit Turjawali 12
Jumlah 46
Sumber Data: Polres Banyuasin tahun 2023

Sesuai dengan uraian tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah

anggota satuan lalu lintas (Satlantas) Polres Banyuasin berjumlah 46 orang yang

terdiri dari Kasatlantas 1 orang, Kaur Binopsnal 1 Kaur Mintu 1 orang yang

disertai dengan Banit Mintu 3 orang, Kanit Regident orang yang disertai dengan

Banit Regident 1 orang, Kanit Dikyasa 1 orang yang disertai dengan Banit

Dikyasa 3 orang, Kanit Laka 1 orang yang disertai dengan Banit Laka 21 orang,

dan Kanit Turjawali 1 orang yang disertai dengan Banit Turjawali sebanyak 12

orang, dengan jumlah keseluruhan 46 orang.

Berikut hasil wawancara peneliti dengan Kanit Dikyasa Satlantas Polres

Banyuasin mengatakan bahwa: “Salah satu yang menjadi hambatan kami

melakukan sosialisasi adalah kurangnya personel Kepolisian di bagian Satlantas,

dan jarak yang terlalu jauh sehingga kami tidak dapat menjangkau seluruh desa

yang ada di Polres Banyuasin” (Hasil wawancara). Wawancara di atas dapat di

simpulkan bahwa yang menjadi hambatan dalam melakukan sosialisasi di


105

pedesaan karena jarak yang jauh sehingga dapat menjangkau seluruh desa yang

ada di wilayah hukum Polres Banyuasin.

Adapun wawancara peneliti dengan Kaur Binopsnal Satlantas Polres

Banyuasin mengatakan bahwa: “Memang perlu penambahan personel yang

sekarang ini realnya hanya berjumlah 46 orang sehingga kami terkendala dalam

melakukan melakukan upaya mengurangi pelanggaran lalu lintas” (Hasil

wawancara). Wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa kurangnya personel

anggota kepolisian Satlantas menjadi kendala dalam melakukan upaya dalam

mengurangi pelanggaran lalu lintas.

Dari beberapa wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kurang

porsonel Satlantas Polres Banyuasin sangat mempengaruhi strategi Kepolisian

yang menjadi kendala dalam mengurangi pelanggaran lalu lintas di wilayah

hukum Polres Banyuasin. Kondisi ini dibuktikan dengan ketidaksesuaian

kebutuhan pelaksanaan tugas di lapangan yang sangat padat. Hal ini

meyebabkan Kepolisian terkendala dalam melakukan upaya pencegahan dan

penindakan dalam mengurangi pelanggaran lalu lintas, utamanya pada

Kepolisian yang bertugas dalam melakukan sosialisasi kepada pelajar dan

masyarakat yang hanya berjumlah 46 orang sementara wilayah hukum Polres

Banyuasin cukup luas. Hal ini menyebabkan Pihak Kepolisian tidak dapat

menjangkau seluruh wilah utamanya daerah pedesaan.

Dalam rangka mengatasi kurangnya personil kepolisian dalam

melaksanakan turjawali oleh Polres Banyuasin, maka Polres Banyuasin

melakukan optimalisasi setiap unit yang ada, effektivitas pelaksanaan tugas-


106

tugas dan fungsi masing-masing unit, sehingga tujuan pelaksanaan turjawali

dapat diwujudkan dengan baik. Upaya optimalisasi ini dilakukan dengan cara

pelatihan-pelatihan terhadap personil sehingga menambah kecakapan masing-

masing dalam melaksanakan tugas secara effektif dan efisien.


BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bab terdahulu maka, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Undang-undang telah mengisyaratkan agar aparat penegak hukum

bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian

lalu lintas dan angkutan jalan yang optimal sehingga mampu menanggulangi

ancaman keamanan keselamatan ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Satuan

Lalu lintas harus bekerja sama dengan tenaga pendidik atau guru, untuk

mengurangi pelanggaran lalu lintas pada kalangan pelajar. Satuan lalulintas

bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu

lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan

hukum di bidang lalu lintas. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif dalam

menanggulangi kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Banyuasin. Di wilayah

hukum Polres Banyuasin Turjawali tersebut telah dilaksanakan selain secara

langsung dijalanan juga melalui kegiatan sosialisasi kepada di kalangan

pelajar dan masyarakat.

2. Terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Turjawali terhadap

penceggahan terjadinya kecelakaan lalulintas yaitu pengetahuan dan tingkat

kesadaran masyarakat masih kurang. Untuk mengatasi hal tersebut maka

107
108

Polres Banyuasin senantiasa melakukan sosialisasi pemahaman tentang

keselamatan dan tata tertib berlalu lintas. Tujuannya untuk membangun

kesadaran, akan keselamatan di jalan raya bagi pelajar, maupun masyarakat

lainnya melalui program pendidikan masyarakat berlalu lintas. Hambatan

liannya adalah kurangnya personil Satlantas Polres Banyuasin. Kondisi ini

dibuktikan dengan ketidak sesuaian kebutuhan pelaksanaan tugas di lapangan

yang sangat padat. Hal ini meyebabkan Kepolisian terkendala dalam

melakukan upaya pencegahan dan penindakan dalam mengurangi

pelanggaran lalu lintas, utamanya pada Kepolisian yang bertugas dalam

melakukan sosialisasi kepada pelajar dan masyarakat. adapun upaya yang

dilakukan untuk mengadapi kendala-kendala tersebut maka Polres Banyuasin

melakukan optimalisasi setiap unit yang ada, effektivitas pelaksanaan tugas-

tugas dan fungsi masing-masing unit, sehingga tujuan pelaksanaan turjawali

dapat diwujudkan dengan baik. Upaya optimalisasi ini dilakukan dengan cara

pelatihan-pelatihan terhadap personil sehingga menambah kecakapan masing-

masing dalam melaksanakan tugas secara effektif dan efisien.

B. Saran-saran

Berdasarkan pada kesimpulan di atas maka maka penulis memberikan

saran sebagai berikut:

1. Pihak Polres Banyuasin senantiasa harus melakukan kerjasama, baik antara

pemerintah, tenaga pendidik, anakanak sekolah, orangtua maupun masyarakat

umum untuk meminimalisir atau mengurangi adanya masalah-masalah

pelanggaran lalu lintas.


109

2. Perlu adanya pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menghindari

terjadinya pelanggaran lalu lintas. Disinilah peran kepolisian sangat

dibutuhkan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat agar menerima dan

melaksanakan strategi atau cara-cara yang dilakukan oleh pihak kepolisian

dalam menangangani masalah pelanggaran lalu lintas.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz hakim, Negara Hukum dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2011
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, Kencana,
Jakarta, 2010
Aryo Putranto Saptohutomo, Korlantas Polri Catat 94.617 Kecelakaan pada
Januari-September 2022, https://nasional.kompas.com
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Citra Aditia Bakti, Bandung, 2015
________________,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Fajar Interpratama,
Semarang, 2011
_________________, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008
__________________, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2007
Dellyana,Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakart, 2018
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerbit Nusa Media,
Bandung, 2006
Hendri Ardana, Inventarisasi dan Analisa Terhadap Perundang-undangan Lalu
Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Fakultas Hukum
Universitas Tarumanegara, CV. Rajawali, Jakarta, 2014
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006
Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, Jakarta, 2006
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
Prenadama Group, Jakarta, 2016
Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

110
111

______________, Pengantar Penelitian Hukum, Univeritas Indonesia Press,


Jakarta, 2007
______________, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta, 1982
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2017
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta, 2012
Suwarjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB,
Bandung, 2012
Widianto Putero, Management Keselamatan Lalu Lintas, Lemdiklat Polri Pusdik
Lantas, Jakarta, 2001

Anda mungkin juga menyukai