Anda di halaman 1dari 5

Bukit Siguntang

Bukit Siguntang
Lathifah Zahratul Ahya
SMKN 3 PAYAKUMBUH

Dahulu kala, Hiduplah seorang anak yatim yang bernama Malim Deman. Ia tinggal
bersama ibunya. Setiap hari, Malim Deman bekerja membantu pamannya, mengerjakan
sawah ladang milik ibunya di pinggir hutan. Bertetangga dengan Malim Deman, tinggalah
seorang janda baik hati bernama Mande Rubiah. Mereka sudah seperti keluarga. Mande
Rubiah biasa membawakan Malim Deman makanan saat Malim Deman menjaga tanaman
padinya, atau pun saat Malim Deman memancing ikan di batang Mango, batang air besar
yang berada di pinggir hutan.
Di suatu pagi, saat Malim Deman pergi memancing, ia tidak sengaja mendengar suara
gelak tawa yang berasal dari belakang rumah Mande Rubiah. Karena penasaran, ia kemudian
mengintip dari dari belakang sebuah pohon besar. Alangkah terkejutnya Malim Deman ketika
melihat ada tujuh orang perempuan sedang mandi di kolam. Wajah mereka begitu cantik.
membuat Malim Deman langsung jatuh hati. Tidak jauh dari tempatnya mengintip, ia melihat
sebuah batu besar dengan tujuh helai baju di atasnya. Malim menduga bahwa itu adalah baju
milik tujuh perempuan tersebut. Ia kemudian mengambil sebuah baju kemudian
menyembunyikan di balik bajunya.
Menjelang matahari terbenam, ketujuh perempuan tersebut segera berkemas dan
menggunakan bajunya kembali. Seorang perempuan,yang diketahui bernama Putri Bungsu,
Nampak mencari-cari bajunya. Ia meminta bantuan saudari-saudarinya untuk mencarikan
baju miliknya. Ia berkata, “saudariku baju ku hilang bisakah saudariku membantu
mencarikanya?”
Lalu saudarinya menjawab, “kenapa bajumu bisa hilang saudariku?”
“aku tidak tahu seingat ku aku meletakan nya di atas batu ini.”
Keenam saudarinya kemudian mencari cari baju Putri Bungsu. Namun, hingga matahari
terbenam, baju Putri Bungsu tidak juga di temukan. Akhirnya keenam saudari Putri Bugsu
terpaksa pergi terbang ke kayangan dengan meninggalkan Putri Bungsu seorang diri.
Saudarinya berkata, “karna matahari akan terbenam, terpaksa kami meninggalkan adik
sendiri disini.”

1
Bukit Siguntang

Putri Bungsu menjawab, “baiklah saudariku, walaupun hati ini iba melepas saudari pulang,
tapi aku ikhlas.”
Ternyata mereka bertujuh adalah bidadari kayangan. Tinggalah Putri Bungsu seorang
diri menangis di pinggir air terjun. Malim Deman pun tidak menyia nyiakan kesempatan
tersebut. Dengan mendekati Putri Bungsu. Malim berpura-pura menanyakan kenapa ia
menangis.
Malim Deman berkata, ”adinda, kenapa wajahmu murung?”
Lalu putri bungsu menjawab, “aku sedih kanda, karna baju yang seharusnya ada disini,
menghilang begitu saja.”
“den mangaia di ateh batu, urang mangaia di ateh pinggan, den mangaia dapek baju, urang
mangaia dapek ikan.” {saya memancing di atas batu, orang memancing di atas piring, saya
memancing dapat baju, orang memancing dapat ikan}”
“Ada kiranya kanda melihat bajuku?”
“tidak dinda, aku tidak melihat bajumu.”
Setelah bercakap-cakap sebentar, Malim Deman kemudian menawarkan Putri Bungsu
agar tinggal di rumah Mande Rubiah yang tidak jauh dari kolam tersebut.
Malim deman berkata, “hari sudah senja, bagaimana kalau adinda ikut kanda ke rumah
Mande Rubiah. Tidak baik rasanya seorang gadis duduk di sini sendirian.”
Putri Bungsu pun menerima ajakan Malim karena tidak ada pilihan lain. Malim deman
pun membawa Putri Bungsu ke rumah Mande Rubiah. Dengan senang hati, Mande Rubiah
menerima Putri Bungsu dan mengakui sebagai anaknya.
Malim Deman kemudian pulang ke rumah dan menceritakan kejadian tersebut, kepada
ibunya. Ia kemudian menyerahkan baju Putri Bungsu kepada ibunya untuk menjaga baju
tersebut dengan baik.
Sejak saat itu Malim Deman menjadi sering berkunjung ke rumah Mande Rubiah.
Karena sering bertemu, lambat laun Malim Deman dan Putri Bungsu menjadi saling jatuh
hati. Tidak lama kemudian mereka pun menikah dan di karunia seorang anak bujang bernama
Malim Duono. Putri Bungsu merasa sangat bahagia dengan kehidupannya. Namun, setelah
kelahiran anak bujang mereka, Malim berubah menjadi sangat pemalas. Ia tidak lagi pernah
bekerja di sawah ladang. Malah banyak menghabiskan waktu di meja judi. Kadang berhari-
hari tidak pulang karena asik berjudi atau kadang menyabung ayam.

2
Bukit Siguntang

Suatu pagi, Putri Bungsu berkunjung ke rumah mertuanya. Mereka bercakap-cakap


sebentar hingga akhirnya, sang mertua meminta Putri Bungsu unuk mencari kutu di
kepalanya. Putri Bungsu yang masih penasaran dengan bajunya, ia kemudian memberikan
sirih tanya kepada mertuanya dan menyuruh mertuanya untuk memakan sirih tersebut.
“boleh bertanya mandeh? Dimana di sembunyikan baju songsong barat ambo?”
Lalu mertuanya menjawab “di dalam lobang tiang yang paling sudut di letakan malim deman
nak.”
Putri Bungsu merasa sangat marah ketika mengetahui bahwa suami dan mertuanya lah
yg telah menyembunyikan baju miliknya. Ia menduga bahwa Malim Deman sengaja
mengambil bajunya sewaktu mandi dahulu. Putri Bungsu kemudian berpura-pura kepada
mertuanya untuk mengambil air minum ke dapur, saat mertuanya sibuk menyisir rambutnya.
Dengan amarah yang membara Putri Bungsu mengambil baju songsong barat milik nya,
kemudian cepat-cepat pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Putri Bungsu menyuruh
tetangganya yang bernama Bujang Samaik untuk mencari Malim Deman ke tempat
penyabung ayam. Melihat wajah Putri Bungsu yang begitu merah seperti menahan amarah,
Bujang Samaik pun segera mencari Malim Deman.
Bujang Samaik berkata, “Malim cepat lah pulang Putri Bungsu menyuruhku untuk
mencarimu. Sepertinya, ia ada urusan penting yang harus di bicarakan dengan mu.”
Lalu Malim Deman pum menjawab, “Sepenting itukah sampai Putri Bungsu menyuruhmu
untuk mencariku?”
“aku juga tidak tahu sepertinya, sangat penting. Karena wajahnya begitu merah.”
Mendengar pesan yang di sampaikan Bujang Samaik, Malim Deman pun segera
bergegas pulang ke rumah. Dengan napas yang sesak ia mencari Putri Bungsu ke seluruh
penjuru rumah.
Tanpa disadari ternyata Putri Bungsu sudah duduk di atas kepala pintu. Betapa
terkejutnya Malim Deman melihat baju yang di pakai istrinya itu. Tanpa pikir panjang Malim
Deman langsung meminta maaf kepada Putri Bungsu, agar tidak pergi ke kayangan dengan
membawa Malim Duono. Sayangnya semua itu sudah terlambat Putri Bungsu yang sangat
marah tidak mau mendengarkan penjelasan dari Malim Deman. Ia malah terbang lebih tinggi
ke atas atap rumah, sambil menyampaikan pesan terakhirnya kepada Malim Deman.
Putri bungsu berkata, “kanda karena dinda sudah mengetahui semuanya, dinda meminta
izin untuk kembali pulang ke kayangan dengan membawa Malim Duono.”

3
Bukit Siguntang

Hingga akhirnya ia terbang lebih tinggi ke atas pohon kelapa dan semakin tinggi hingga
ke kayangan. Bersama Malim Duono yang ia apit di antara tangan dan ketiaknya. Malim
Deman yang menyaksikan hal tersebut merasa sangat hancur. Dengan berbagai penyesalan
dihatinya. Ia pun menangis sejadi jadinya dihadapan ibunya dan Mande Rubiah atas segala
sesuatu yang telah, ia lakukan.
Setelah kepergian Putri Bungsu, Malim Deman hidup dengan rasa bersalah dan
kerinduan besar terhadap anak dan istrinya yang tidak tahu kapan akan bertemu lagi.
Kehidupanya tidak seperti dulu lagi karena, ia selalu pergi berjudi dan menyabung ayam
untuk mengalihkan pikiranya agar tidak mengingat Putri Bungsu dan Malim Duono.
Beberapa tahun kemudian, Malim Duono pergi bermain dengan teman-temannya di
kayangan. Mereka satu persatu menceritakan tentang ayah mereka. Malim Duono yang tidak
memiliki ayah merasa sedih, ia diejek karena tidak memiliki seorang ayah. Malim Duono
yang merasa kesal segera berlari ke tempat Putri Bungsu dan menyakan siapa ayahnya dan
dimana ayahnya sekarang.
Malim Duono berkata, “Mande, tadi ambo pergi bermain dengan teman-teman. Mereka
menceritakan ayahnya. Ayah ambo siapa ndeh? Dimana dia sekarang?”
Putri Bungsu pun terkejut mendengar cerita anaknya itu. Ia pun menceritakan semua
tentang Malim Deman ke Malim Duono.
Malim Duono yang mendengar cerita ibunya, merasa bahagia karena, ia memiliki
seorang ayah.
Suatu hari Malim Duono turun ke bumi untuk mencoba mencari keberadaan ayahnya
dengan membawa ayam kuriak belang miliknya. Ia pun mulai berjalan-jalan hingga pada
akhirnya, ia melihat orang menyabung ayam. Malim Duono yang tertarik melihatnya,
mengikut sertakan ayamnya dalam penyabungan tersebut. Hingga akhirnya ayam Malim
Duono lah yang menang. Tapi ada seorang bapak tua yang tidak mau membayar hutang
kekalahannya.
Malim Duono merasa kesal. Di tengah-tengah kerumunan tersebut, ia pun menyebut
nama ayahnya di hadapan semua orang.
“Ambo Malim Duono, Ambo sengaja datang kesini untuk mencari ayah ambo yang bernama
Malim Deman. Adakah bapak- bapak di sini yang mengenal ayah ambo?”
Alangkah terkejutnya bapak tua tadi mendengar nama Malim Deman. Ternyata bapak
tua itu adalah Malim Deman. Ayah dari Malim Duono. Bapak tua itu lansung berlari

4
Bukit Siguntang

menghampiri anaknya dan memeluk erat anaknya tersebut, sambil menangis terharu karena
anak yang dirindukannya selama ini sudah ada dihadapannya.
Malim deman berkata, “Malim Duono? Ini ayah nak, Malim Deman.
Malim Duono yang terkejut pun menjawab, “Ayah, bagaimana kabar ayah? Ambo rindu
sekali dengan ayah, Ambo sengaja datang kesini untuk mancari ayah. Ambo ingin membawa
ayah untuk berkumpul bersama dengan mandeh.”
“Tapi nak, ayah sungkan untuk bertemu dengan mandeh kembali. Salah ayah ke mandeh
sudah terlalu banyak. Apakah mungkin mandeh bisa memaafkan ayah setelah apa yang ayah
lakukan dahulu? Ayah sadar diri nak, salah ayah sudah terlalu besar.”
“Ayah, mandeh bukan orang yang pendendam. Masa lalu biarlah berlalu. Untuk kedepanya
mari kita perbaiki dari awal kembali. Aku yakin mandeh pasti senang kalau kita bersama
kembali.”
Akhirnya setelah melalui percakapan panjang, Malim Duono berhasil meyakinkan sang
ayahnya untuk ikut bersamanya. Mereka pun terbang ke kayangan dan bertemu dengan Putri
Bungsu. Mereka saling bercerita, melepas rindu, dan saling memaafkan mereka kembali
hidup bersama layaknya keluarga yang bahagia.
Setelah kepergian Malim Demam ke kayangan, tempat turunnya tujuh bidadari
tersebut, diberi nama Bukit Siguntang. Sebuah bukit yang berada di Dusun Pincuran Tujuh,
Jorong Parumpung, Kenagarian Koto Baru Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Tempat yang berada ditengah-tengah
persawahan dan perkebunan kini menjadi tempat beristirahat bagi para petani, karena di sana
udaranya sangat sejuk dengan adanya pohon besar yang tumbuh di sana, Sampai saat ini
cerita tersebut masih tetap melekat di masyarakat pincuran tujuh, Ketika melihat Bukit
Siguntang.

Anda mungkin juga menyukai