Anda di halaman 1dari 20

Cerita Rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat

“Hu huuuu huuu.” tangis Malin Kundang sambil memegangi lengannya yang berdarah.
Rupanya lagi-lagi ia dipatok oleh ayam jago milik Datuk Firman. Bunda membersihkan
lukanya dengan sabar. Kali ini, luka Malin cukup parah. Bunda Malin Kundang yang
bernama Mande Rubayah membalutnya dengan perban.

Malin, jangan nakal. Jangan kau kejar-kejar lagi ayam jago itu. Ingat, kau sudah tidak
punya ayah, kaulah satu-satunya harapan Bunda," nasihat ibunya. Malin hanya
mengangguk dan menyeringai.

Sejak ayah Malin meninggal, ibunya bekerja keras untuk menghidupi Malin. Ia
membantu para nelayan membongkar ikan hasil tangkapan di pantai. Kadang, Malin
ikut dengannya. Di sana, Malin bertemu dengan Saudagar Ali, salah satu orang kaya di
kampung itu. Saudagar Ali telah menganggap Malin seperti anaknya sendiri. Beliau
mengajari Malin cara berdagang dan mengemudikan kapal. Bagi Saudagar Ali, Malin
cerdas dan dewasa, tidak seperti anak kecil pada umumnya.
Ketika Malin beranjak dewasa, Saudagar Ali mengajaknya untuk ikut berlayar ke negeri
seberang.Di sana, ia akan mengenalkan Malin pada saudaranya yang juga memiliki
usaha perdagangan. Malin pun berpamitan pada ibunya Mande Rubayah. "Bunda,
Saudagar Ali mengajakku untuk ikut dengannya. Izinkan aku pergi Bunda, karena aku
ingin bekerja di negeri seberang. Jika aku sukses, aku akan kembali dan memboyong
Bunda." Ibunya menunduk. Tak terasa, air matanya menetes. "Bunda tak bisa
melarangmu, Malin. Bunda tahu keinginanmu begitu besar," jawabnya.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, Malin berlayar ke negeri seberang. Rasanya
seperti mimpi yang jadi kenyataan. Saat Malin sedang melamun, tiba-tiba kapal
berhenti. Seperti ada sesuatu yang menabraknya. Mendengar suara gaduh di bawah,
Malin melongokkan kepalanya. Ia melihat segerombolan orang dengan pedang
terhunus menaiki kapal itu. Malin merasa tak enak. "Pasti mereka para perompak. Aku
harus segera bersembunyi," katanya dalam hati. Beruntung, ia menemukan sebuah
keranjang ikan dari bambu yang cukup besar untuk bersembunyi.

Para perompak itu mengambil semua uang dan emas milik Saudagar Ali. Mereka juga
membunuh Saudagar Ali dan anak buahnya. Malin selamat, karena para perompak itu
tidak tertarik pada keranjang bambu tempat persembunyian Malin. Mereka hanya
mengobrak-abrik peti-peti yang berisi uang dan emas. Sepeninggal para perompak itu,
Malin keluar dari tempat persembunyiannya. Ia mengemudikan kapal itu ke daratan
terdekat. Malin lalu menceritakan apa yang terjadi pada penduduk setempat. Warga
bergotong royong untuk menguburkan jenazah Saudagar Ali dan anak buahnya.

Karena tak tahu harus pergi ke mana, Malin memutuskan untuk tinggal di sana. Ia
menggunakan kapal Saudagar All untuk mengangkut barang- barang penduduk yang
akan dikirim ke tempat lain. Malin menerima bayaran dari jasa pengiriman itu. Lama
kelamaan, jasa pengirimannya itu berkembang pesat. Malin bahkan bisa membeli
kapal-kapal yang lain.

Malin sekarang telah menjadi pemuda yang kaya raya. Ia menikahi seorang gadis yang
cantik, anak tetua kampung itu. Sadar bahwa istrinya berasal dari keluarga yang
terpandang, Malin pun merahasiakan asal-usulnya. Tiap kali istrinya bertanya tentang
orang tuanya, Malin selalu menjawab kalau mereka sudah meninggal. Malin
mengatakan, bahwa Saudagar Ali adalah ayahnya. Ia tak tahu bahwa ibunya
menunggu dengan hati cemas di kampung halaman.

Suatu hari, Malin dan istrinya pergi berlayar. Entah mengapa, nahkoda membawa kapal
itu ke arah kampung halaman Malin. Mendekati bibir pantai, Malin tersadar. "Bukankah
ini kampung halamanku?" bisiknya cemas. Baru saja Malin ingin meminta nahkoda
untuk berbalik arah, istrinya berteriak kegirangan, "Suamiku... lihat! Kapal nelayan itu
sedang membongkar ikan. Aku ingin sekali makan ikan segar. Ayo kita turun untuk
membeli ikan!" Malin tak kuasa menolak. Ia dan istrinya berjalan menuju kapal nelayan
itu. "Minggir...minggir... Saudagar Malin mau lewat..." kata anak buah Malin.

Mande Rubayah ibu Malin yang kebetulan sedang membantu para nelayan terkesiap.
"MALIN? Apakah aku tidak salah dengar?" Mata wanita itu mencari-cari dan hatinya
berdesir, "Ya, benar. Itu Malin anakku!" Tak bisa menahan diri, ia berlari ke arah Malin.
"MALIN... MALIN KUNDANG anakku!!" teriak ibunya. Ia memeluk Malin erat-erat dan
menangis. Malin kaget bukan kepalang, ia tak siap dengan keadaan itu. Istrinya
menatapnya dengan heran, "Malin, bukankah kau bilang ibumu sudah meninggal sejak
kau kecil?"

Malin cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan ibunya. "Hei kau wanita tua, berani
sekali kau menyebutku anakmu," teriak Malin lantang.

Bunda terpana mendengar ucapan Malin itu. "Malin anakku sayang... sudah lupakah
kau pada bundamu sendiri?" ratap wanita itu.

Istri Malin berusaha menengahi keadaan, "Wahai Ibu, apakah Ibu bisa membuktikan
bahwa Malin benar-benar anak Ibu?" tanyanya dengan santun

"Semua orang di kampung ini tahu bahwa Malin adalah anakku. Namun jika kau tak
percaya, cobalah periksa lengan kanannya. Ada bekas luka karena patokan ayam
Datuk Firman. Bunda percaya kau masih ingat hal itu Malin," kata Bunda sambil
menatap Malin tajam. Istri Malin kemudian memeriksa lengan kanan suaminya dan
benar, ada bekas luka di sana. Istrinya memandang Malin dengan sedih, "Malin,
kenapa kau mengingkari ibumu sendiri?"

"Istriku, kau harus percaya padaku. Ibuku sudah meninggal ketika melahirkanku. Tentu
Ibu ini tahu tentang luka di lenganku, karena semua orang di sini tahu cerita itu," kata
Malin membela diri.

Setelah berkata demikian, Malin mengajak istrinya pergi dari tempat itu. Mereka
menaiki kapal. Bunda menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh di bawah kapal. "Malin
anakku... jangan kau tinggalkan Bundamu lagi, Nak... Bunda sangat merindukanmu.
Kaulah satu-satunya harta Bunda di dunia ini," ratapnya. Malin bergeming. Sambil
memandang sinis ke bawah, ia meludahi ibunya. "Dasar orang tua tak tahu diri, berani
sekali kau mengaku sebagai ibuku!"

Hati wanita tua itu sakit sekali. Tanpa sadar, ia mengucap doa, "Ya Tuhan, sadarkan
anak hamba. Ia telah mengingkariku sebagai ibu yang pernah melahirkan dan
menyusuinya." Seketika itu juga langit menjadi mendung clan hujan turun deras sekali.
Petir menggelegar dan angin bertiup sangat kencang. Tiba-tiba, petir menyambar tepat
di depan kaki Malin. Ajaib, di tengah gemuruh hujan, tubuh Malin langsung kaku.

Mula-mula kakinya tak bisa digerakkan. Istrinya berteriak, "Malin, apa yang terjadi pada
kakimu? Kakimu seperti batu!" Rupanya tak hanya kakinya yang menjadi batu,
perlahan- lahan seluruh tubuhnya juga jadi batu. Malin sangat ketakutan. Ia sadar ini
adalah hukuman Tuhan atas perbuatannya. "Bunda, ampuni aku. Tolong selamatkan
aku Bunda..." teriaknya. Namun semuanya sudah terlambat. Seluruh tuhuh Malin
akhirnya jadi batu.

Mulutnya menganga karena ia berteriak mohon ampun. Ibunya menangis, istri Malin
pun menangis. Mereka berdua memeluk Malin yang sudah jadi patung.

Konon kabarnya, batu yang menyerupai Malin Kundang masih dapat ditemui di Pantai
Air Manis, di sebelah selatan Kota Padang, Sumatra Barat.
Pesan dari Cerita Rakyat Malin Kundang dari Sumatera Barat untukmu adalah hormati
dan sayangi kedua orang tuamu, terutarna ibumu. Berkat doa merekalah kita bisa
meraih kesuksesan.
Cerita Rakyat Timun Mas dari Jawa Tengah

Dongeng timun mas : Perjanjian Dengan Raksasa

Mbok Sarni tinggal sebatang kara di hutan yang sepi. Ia sangat menginginkan
kehadiran seorang anak. Tiap hari ia tiada henti selalu berdoa, "Tuhan, karuniai
seorang anak padaku. Sesungguhnya hidupku sangat sepi. Jika engkau mengaruniai
aku seorang anak tentunya aku akan semakin bersyukur dan taat kepadamu."

Suatu hari, raksasa yang kebetulan lewat mendengar doa Mbok Sarni. Dengan
suaranya yang menggelegar, raksasa itu bertanya, "Hei wanita tua! Apakah kau
sungguh-sungguh menginginkan seorang anak?"

Mbok Sarni terkejut. Dengan gemetar, ia menjawab, "Benar sekali. Aku mendambakan
seorang anak yang bisa menemaniku. Namun sepertinya hal itu tak mungkin, usiaku
sudah tua, dan suamiku telah meninggal."

"Ha... ha... ha... aku bisa mengabulkan keinginanmu dengan mudah, tapi tentu ada
syaratnya. Apakah kau bersedia?" tanga si raksasa.
"Baiklah, aku bersedia," sahut Mbok Sarni menjawab walau hatinya takut melihat sosok
raksasa yang besar dan seram.

"Peliharalah anak yang kuberikan padamu nanti. Beri ia makan yang bangak supaya
gemuk. Aku akan menjemputnya saat ia berusia 6 tahun." Ucap si Raksasa
menggelegar.

"Menjemputnya? Untuk apa?" tanya Mbok Sarni heran.

"Tentu saja untuk kumakan. Anak yang gemuk adalah hidangan yang paling aku sukai.
Ha... ha... ha...", raksasa tergelak. Suaranya menggelegar menggetarkan hutan yang
tadinya sepi.

Tidak ada pilihan lain, Mbok Sarni menerima syarat tersebut. Raksasa itu memberinya
segenggam biji mentimun untuk ditanam.

Mbok sarni pun mengikuti saran si Raksasa untuk menanam biji mentimun yang
didapatkanya. Biji itu tumbuh dan berbuah dalam waktu singkat, dalam beberapa hari
saja pohon mentium tumbuh dengan buahnya yang sangat besar siap untuk dipanen.
Betapa terkejutnya Mbok Sarni ketika sedang memetik salah satu mentimun, di
hadapannya terdapat bayi perempuan yang cantik. Bayi itu dinamai Timun Mas, karena
ia lahir dari mentimun yang berwarna keemasan.

Hari ini Timun Mas genap berusia 6 tahun. Mbok Sarni ingin memasak nasi kuning
sebagai ucapan syukur. Ketika ia sedang sibuk di dapur, Bumi bergetar. Buumm...
bumm... buumm... seperti langkah kaki raksasa. "Gawat, raksasa itu sudah datang.
Untung Timun Mas sedang pergi. Aku harus mencari akal untuk mengusir raksasa itu,"
kata Mbok Sarni dalam hati

"Hai, Ibu Tua... keluarlah! Mana anakmu?" teriak raksasa itu.

Mbok Sarni cepat keluar menghampiri si Raksasa, "Sabar, aku akan menyerahkannya
padamu, tapi
apakah kau mau? Tubuhnya masih kecil dan kurus, aku rasa ia belum cukup lezat
untuk kau makan,"

"Hah? Berarti kau tidak menjaganya dengan balk! Mana anak itu?" teriak raksasa lagi.

"Ia sedang pergi. Percayalah padaku, kembalilah dua tahun lagi, aku jamin ia sudah
gemuk," jawab Mbok Sarni. Raksasa itu percaya pada perkataan Mbok Sarni. "Dua
tahun bukanlah waktu yang lama," pikirnya.

Sepeninggal raksasa, Mbok Sarni mencari akal untuk menyelamatkan Timun Mas. Ia
juga berdoa supaya Tuhan memberinya jalan keluar. Suatu malam, Tuhan menjawab
doanya. Mbok Sarni bermimpi bertemu dengan seorang pertapa di gunung. Pertapa itu
menguruh Timun Mas untuk menemuinya. Ia akan menolong Timun Mas. Saat Mbok
Sarni terbangun, ia merasa tak ada salahnya untuk mencari pertapa itu. Ia lalu
menceritakan semuanya pada Timun Mas, termasuk perjanjiannya dengan raksasa.
Timun Mas memang anak pemberani, ia tak takut ketika tahu bahwa raksasa akan
menyantapnya. Timun Mas bertekad untuk menemui pertapa di gunung. Sebelum
berangkat, ia memohon restu pada ibunya.

Setelah berhari-hari mendaki, Timun Mas akhirnya mencapai puncak gunung. Ia


melihat seorang lelaki tua berambut putih dan berjubah putih. "Permisi, Kek. Namaku
Timun Mas. Ibuku bilang, Kakek akan membantuku melawan raksasa jahat yang
hendak menyantapku," sapa Timun Mas.

"Oh, kau yang bernama Timun Mas? Ya, aku memang mendatangi ibumu lewat mimpi.
Cucuku, jika raksasa itu kembali, berlarilah dengan kencang," pesan si pertapa itu.

"Langkah kakinya lebar, aku pasti mudah tertangkap," kata Timun Mas heran.

"Ambillah empat buah bungkusan kecil ini. Lemparkan satu persatu ketika kau
melarikan diri," jawab pertapa itu dengan tegas.

Timun Mas paham. Ia lalu pamit pulang.


Dua tahun berlalu. Saatnya raksasa kembali untuk mengambil Timun Mas. Benar saja,
tiba-tiba terdengar langkah kaki dan teriakan menggelegar, "Mbok Sarni! Mana
anakmu? Aku sudah lapar!" teriaknya.

"Kumohon, jangan makan dia," pinta Mbok Sarni.

"Enak saja. Kau sudah berjanji, kau tak boleh mengingkarinya!" jawab raksasa. Dengan
terpaksa, Mbok Sarni membawa Timun Mas menemui raksasa itu.

Timun Mas berbisik padanya, "Jangan khawatir, Bu."

"Hahaha... wah... ibumu benar-benar merawatmu dengan baik. Badanmu cukup berisi,
pasti dagingmu nikmat sekali."

Timun Mas menjawab, "Dasar raksasa rakus, makanlah aku jika bisa!"

Setelah berkata demikian, Timun Mas lari sekencang-kencangnga. Dengan marah,


raksasa itu segera mengejarnya. Timun Mas terus berlari dan berlari. Namun, ia
mendengar Iangkah kaki raksasa itu semakin mendekat.

Timun Mas segera membuka bungkusan pemberian kakek pertapa itu. Bungkusan
pertama, ternyata berisi biji mentimun. Ia melemparkannya ke arah raksasa. Keajaiban
pun terjadi. Biji mentimun itu berubah menjadi ladang timun yang buahnya sangat
banyak. Langkah raksasa tertahan oleh ladang timun itu. Dengan susah payah ia harus
melewati rintangan dan batang-batang pohon yang meliliti tubuhnya. Namun, ia berhasil
meloloskan diri. Ia bertambah marah.

Timun Mas menoleh ke belakang, "Gawat, ia berhasil lolos. Aku harus segera
membuka bungkusan kedua," pikirnya. Bungkusan kedua itu berisi jarum. Timun Mas
melemparkan jarum- jarum itu. Apa yang terjadi? Jarum-jarum itu berubah menjadi
pohon-pohon bambu yang tinggi dan berdaun lebat. Raksasa harus bekerja keras
menerobos pohon-pohon bambu itu. Badannya terluka karena tergores batang-batang
bambu. Meskipun tubuhnya berdarah, ia pantang menyerah. Justru larinya semakin
kencang setelah berhasil melewati hutan bambu yang dibuat Timun Mas. Ia kesal
karena dipermainkan oleh Timun Mas.

Timun Mas membuka bungkusan ketiga. Sambil terus berlari, ia me lemparkan isi
bungkusan itu, yaitu garam. Lagi-lagi keajaiban terjadi. Ga ram itu berubah menjadi
lautan yang luas. Namun, lautan itu tak menjadi penghalang bagi raksasa. Ia berenang
melintasi lautan itu, dan berhasil mencapai tepi. Raksasa mulai kelelahan, tapi
mengingat lezatnya daging Timun Mas, ia kembali bersemangat berlari.

Timun Mas ketakutan melihat kekuatan raksasa itu. Bungkusan ter akhir adalah
harapan satu-satunya. Sambil berdoa, Timun Mas membuka bungkusan keempat.
Isinya terasi. Sekuat tenaga, Timun Mas melemparkan terasi itu ke arah raksasa. Apa
yang terjadi? Terasi itu berubah menjadi lautan lumpur yang panas mendidih. Raksasa
yang berlari kencang tak dapat menghentikan langkahnya. Ia pun terperosok ke dalam
lumpur. Ia berteriak dan meronta. Namun semakin ia meronta, semakin dalam lumpur
itu mengisap tubuhnya. Ia akhirnya tenggelam ke dalam lumpur panas.

Timun Mas menghentikan langkahnya. Ia lega karena berhasil menyelamatkan diri.


Dengan kelelahan ia berjalan pulang ke rumahnya.

Mbok Sarni, yang terus menangis sepeninggal Timun Mas, sangat bahagia melihat
kepulangan putrinya. Mereka berpelukan dan mengucap syukur pada Tuhan atas
pertolonganNya. Sejak saat itu, Mbok Sarni hidup bahagia bersama Timun Mas.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Jawa Tengah : Cerita Rakyat Timun Mas untukmu
adalah Jangan berjanji jika kau merasa tidak mampu untuk memenuhinya. Orang akan
marah, jika kau ingkar janji padanya.
Cerita Rakyat Indonesia Dongeng Keong Mas

Pada zaman dahulu kala. Hiduplah seorang Raja yang bernama Kertamarta. Ia
memimpin sebuah kerajaan yang sangat indah dan megah, kerajaan tersebut adalah
kerajaan Daha. Raja Kertamarta mempunyai dua orang Putri yang cantik, Dewi Galuh
dan Candra Kirana. Kehidupan mereka sangat bahagia dan berkecukupan.

Pada suatu hari, datanglah seorang Pangeran tampan dari kerajaan Kahuripan.
Pangeran tersebut bernama Raden Inu Kertapati. Kedatangan Pangeran ke kerajaan
Daha adalah untuk melamar salah satu Putri Raja, yaitu Candra Kirana. Kedatangan
dan maksud Pangeran sangat di sambut baik oleh Raja Kertamarta. Putri Candra
Kirana pun menerima lamaran Pangeran Raden Inu Kertapati.

Karena pertunangan itu lah membuat Dewi Galuh merasa sangat iri. Ia menaruh hati
pada Raden Inu Kertapati dan merasa dirinyalah yang lebih cocok menjadi
tunangannya. Dari perasaan irilah kemudian berkembang menjadi perasaan benci.
Dewi Galuh mulai merencanakan untuk menyingkirkan Candra Kirana dari kerajaan.

Suatu hari, secara diam-diam Putri Dewi Galuh pergi menemui sorang penyihir jahat. Ia
meminta bantuan kepada Penyihir untuk menyihir Candra Kiran menjadi sesuatu yang
menjijikan dan Pangeran Raden Inu menjauhinya. Ia pun berharap menjadi pengganti
Candra Kirana sebagai tunangannya.

Penyihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh. Namun, Penyihir tidak dapat masuk
istana karena akan menimbulkan sebuah kecurigaan. Akhirnya, Dewi Galu mempunyai
siasat untuk memfitnah Candra Kirana, sehingga ia di usir dari kerajaan. Candra Kirana
meninggalkan kerajaan dengan perasaan sedih. Di tengah perjalanan ia bertemu
dengan penyihir jahat dan menyihir Candra Kirana menjadi Keong Mas. Setelah
berhasil menyihir Candra Kirana, penyihir langsug membuangnya ke sungai.

‘’ Kutukanmu akan hilang, jika kamu dapat bertemu dengan tunanganmu Pangeran
Raden Inu.’’ Ujar Penyihir.

Suatu hari, seorang Nenek sedang mencari ikan dengan menggunakan jala. Akhirnya,
Keong Mas ikut tersangkut oleh jala tersebut. Melihat betapa indahnya Keong Mas yang
ia dapatkan. Si Nenek langsung membawanya pulang dan di simpannya Keong Mas di
tempayan. Nenek tersebut memelihara Keong Mas dengan baik dan memberikan
makan, agar tidak mati.

Keesokan harinya, sang Nenek kembali ke sungai untuk mencari Ikan. Namun, tidak
satu pun yang ia dapatkan. Karena sudah terlalu lama tapi tidak mendaptkan hasil. Ia
pun segera memutuskan untuk pulang kerumah.

Ketika Nenek sampai di rumah. Ia sangat terkejut. Ia melihat makanan yang sangat
enak sudah tersedi di atas mejanya. Ia merasa sangat heran dan bertanya-tanya siapa
yang sudah membuatkan makanan ini.

Setiap hari kejadian serupa terus terjadi. Karena merasa penasaran. Sang Nenek
memutuskan untuk pura-pura pergi ke laut. Sebenarnya ia ingin tahun dan mengintip
siapa yang sudah membuatkan makanan setiap hari.

Sang nenek sangat terkejut. Melihat Keong Mas yang ia simpan di tempayan berubah
menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Gadis cantik tersebut langsung meniapkan
makanan di atas meja. Karena rasa penasarannya, Sang Nenek langsung menghampiri
Gadis cantik tersebut

“ Siapa kamu Putri yang cantik? Dan dari manakah asalmu?”. Tanya sang Nenek

Keong Mas yang berubah menjadi wujud aslinya yaitu Candra Kirana. Sangat terkejut
melihat kedatangan Sang Nenek yang tiba-tiba. Akhirnya, Candra Kirana menjelaskan
siapa ia sebenarnya. Dan menceritakan kenapa ia berubah menjadi Keong Mas.
Setelah menjelaskan kepada Sang Nenek, Candra Kirana pun kembali berubah wujud
menjadi Keong Mas.

Sementara, Pangeran Raden In uterus mencari Putri Candra Kirana yang mendadak
hilang entah kemana. Namun, kabar dari Candra Kirana pun tidak dapat ia dapatkan.
Pangeran Raden Inu kertapati sangat yakin bahwaCandra Kirana masih hidup. karena
kenyakinan itu membuat Raden Inu tidak berhenti mencari. Ia pun berjanji, tidak akan
kembali ke kerajaan sebelum menemukan tunangannya Candra Kirana.

Akhirnya, Penyihir jahat mengetahui bahwa Pangeran Raden sedang mencari Candra
Kirana. Ia mencari cara agar Pangeran tidak dapat menemukan Candra Kirana. Ia pun
menyamar menjadi seekor Burung Gagak.

Di tengah perjalanan, Raden Inu di kejutkan oleh Burug Gagak yang dapat bicara.
Burung Gagak tersebut mengetahui tujuannya. Pangeran yang merasa senang dan
menganggap Burung tersbut tahu dimana keberadaan candra Kirana. Ia pun mengiikuti
petunjuk yang di berikan Burung Gagak. Padahal petunjuk jalan tersebut salah.

Pangeran Raden, mulai kebingungan dengan petunjuk yang di berikan Burung Gagak.
Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang Kakek tua yang sedang kelaparan. Ia
segera memberikan makanan. Ternyata, Kakek tersebut adalah seorang Kakek yang
sakti dan menolong Raden Inu dari Burung Gagak. Kakek memukul Burung Gagak
dengan tongkatnya dan tiba-tiba burung Gagak berubah menjadi asap.
Kakek tersebut memberikan petunjuk jalan. Pangeran Raden Inu Kertapati segeran
menuju Desa Dadapan. Berhari-hari, ia menempuh perjalanan. Namun, di tengah
perjalanan bekalnya telah habis. Ia merasa sangat kehausan . ia pun melihat sebuah
Rumah dan segera menuju ke rumah tersebut. Ia berniat untuk meminta segelas air.
Namun, bukannya hanya air yang ia dapatkan. Tetapi candra Kira yang ia cari. Ia
melihat tunangannya dari jendela sedang memasak.

Akhirnya, Pangeran Raden dapat menemukan Candra Kirana. Ia merasa sangat


senang. Begitu pula dengan Candra Kirana yang berhasil menghilangkan kutukannya,
apabila bertemu dengan tunangannya. Candra Kirana menjadi gadis cantik jelita.

Raden Inu Kertapti segera membawa Candra Kirana ke kerajaan Daha. Ia pun
mengajak Nenek yang sudah menolongnya. Candra Kirana pun menjelaskan perbuatan
Dewi Galu selama ini kepada Baginda Raja. Akhirnya, kejahatan Dewi Galu terbongkar.

Dewi Galuh mendapat hukuman atas perbuatannya itu. Namun, karena maerasa takut
akan hukuman. ia melarikan diri ke hutan. Sementara Baginda minta maaf kepada
Candra.

Akhirnya, Pangeran Raden Inu dan Candra Kirana memutuskan untuk menikah.
Mereka hidup behagia.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Keong Mas - Dongeng Keong Mas adalah
sebaik-baiknya kamu menutupi kejahatan, suatu saat akan terbongkar juga. Selalu
berbuat baik dan jauhkan diri dari iri dengki maka kamu akan selamat dalam menjalani
kehidupan.
Cerita Rakyat Nusantara : Legenda Batu Menangis

Dahulu kala, di sebuah bukit yang jauh dari Pedesaan. Hiduplah seorang Janda miskin
bersama anak perempuannya. Anaknya dari Janda tersebut sangat cantik jelita, ia
selalu membanggakan kecantikan yang ia miliki. Namun, kecantikannya tidak sama
dengan sifat yang ia miliki. Ia sangat pemalas dan tidak pernah membantu ibunya.

Selain pemalas, ia juga sangat manja. Segala sesuatu yang ia inginkan harus di turuti.
Tanpa berpikir keadaan mereka yang miskin, dan ibu yang harus banting tulang
meskipun sering sakit-sakitan. Setiap ibunya mengajaknya ke sawah, ia selalu
menolak.

Suatu hari, ibunya mengajak anaknya berbelanja ke pasar. Jarak pasar dari rumah
mereka sangat jauh, untuk sampai ke pasar mereka harus berjalan kaki dan membuat
putrinya kelelahan. Namun, anaknya berjalan di depan ibunya dan memakai baju yang
sangat bagus. Semua orang yang melihatnya langsung terpesona dan mengaggumi
kecantikannya, sedangkan ibunya berjalan di belakang membawa keranjang belanjaan,
berpakaian sangat dekil layaknya pembantu.

Karena letak rumah mereka yang jauh dari masyarakat, kehidupan mmereka tidak ada
satu orang pun yang tahu. Akhirnya, mereka memasuki kedalam desa, semua mata
tertuju kepada kecantikan Putri dari janda tersebut. Banyak pemuda yang
menghampirinya dan memandang wajahnya. Namun, penduduk desa pun sangat
penasaran, siapa perempuan tua di belakangnya tersebut.

’ Hai, gadis cantik! Siapakah perempuan tua yang berada di belakangmu? Apakah dia
ibumu?’’ Tanya seorang Pemuda.

‘’ Tentu saja bukan, ia hanya seorang pembantu!.’’ Jawabnya dengan sinis.

Sepanjang perjalanan setiap bertemu dengan penduduk desa, mereka selalu bertanya
hal yang sama. Namun, ia terus menjawab bahwa ibunya adalah pembantunya. Ibunya
sendiri di perlakukan sebagai seorang pembantu.

Pada awalnya, Sang ibu masih bisa menahan diri, setiap kali mendengar jawaban dari
Putri kandungnya sendiri. Namun, mendengar berulang kali dan jawabannya itu sangat
menyakkitkan hatinya, tiba-tiba sang ibu berhenti, dan duduk pinggir jalan sambil
meneteskan air mata.

‘’ Bu, kenapa berhenti di tengah jalan? Ayo lanjutkan perjalanan.’’ Tanya putrinya heran.

Beberapa kali ia bertanya. Namun, ibunya sama sekali tidak menjawab. Sang ibu malah
menengadahkan kedua tangannya ke atas dan berdoa. Melihat hal aneh yang di
lakukan ibunya, sang anak merasa kebingungan.

’ Ibu sedang apa sekarang!’’ bentak putrinya.

Sang ibu tetap tidak menjawab, dan meneruskan doanya untuk menghukum putrinya
sendiri.

‘’ Ya Tuhan, ampunilah hamba yang lemah ini, maafkan hamba yang tidak bisa
mendidik putrid hamba sendiri, sehingga ia menjadi anak yang durhaka. Hukumlah
anak durhaka ini.’’ Doa sang Ibu.

Tiba-tiba, langit menjadi mendung dan gelap, petir mulai menyambar dan hujan pun
turun. Perlahan-lahan, tubuhnya berubah menjadi batu. Kakinya mulai berubah
menjadi batu dan sudah mencapai setengah badan. Gadis itu menangis memohon
ampun kepada ibunya. Ia merasa ketakutan.

‘’ Ibu, tolong aku. Apa yang terjadi dengan kakiku? ibu maafkan aku. Aku janji akan
menjadi anak yang baik bu’’ teriak Putrinya ketakutan.

Gadis tersebut terus menangis dan memohon. Namun, semuanya sudah terlambat.
Hukuman itu tidak dapat di hindari. Seluruh tubuhnya perlahan berubah menjadi batu.
Gadis durhaka itu hanya menangis dan menagis menyesali perbuatannya. Sebelum
kepalanya menjadi batu, sang ibu masih melihat air matanya yang keluar. Semua orang
yang berada di sana menyaksikkan peristiwa tersebut. Seluruh tubuh gadis itu berubah
menjadi batu.

Sekalipun sudah menjadi batu. Namun, melihat kedua matanya masih menitihkan air
mata seperti sedang menangis. Oleh karena itu, masyarakat tersebut menyebutnya
dengan Batu Menangis. Batu Menangis tersebut masih ada sampai sekarang.

Pesan moral dari Cerita Rakyat Legenda Batu Menangis adalah selalu hormati dan
sayangi kedua orang tuamu, karena kesuksesan dan kebahagiaan mu akan sangat
tergantung dari doa kedua orangtuamu.
Dongeng Cerita Bawang Putih Bawang Merah dari Sumatera Barat

Di sebuah desa, hiduplah seorang janda dengan dua putrinya yang cantik, Bawang
Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih yang juga suami dari ibu
Bawang Merah telah meninggal lama, jadi Bawang Putih adalah saudara tiri dari
Bawang Merah.

Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki karakter dan kepribadian yang berbeda.
Bawang Putih rajin, baik hati, jujur dan rendah hati. Sementara itu, Bawang Merah
malas, glamor, bangga dan iri. Kepribadian Bawang Merah yang buruk diperburuk
karena ibunya memanjakannya. Ibunya selalu memberinya semua yang dia inginkan.
Sedangkan Bawang Putih yang melakukan semua pekerjaan di rumah. Mencuci,
memasak, membersihkan rumah, dan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Sementara
itu, Bawang Merah dan ibunya hanya menghabiskan waktu untuk diri mereka sendiri,
karena ketika mereka membutuhkan sesuatu, mereka bisa meminta Bawang Putih.
Bawang Putih tidak pernah mengeluh nasib buruk yang harus dia hadapi. Dia selalu
melayani ibu tiri dan saudara perempuannya dengan gembira. Suatu hari, Bawang
Putih sedang mencuci baju ibu dan saudara perempuannya di sungai. Bawang Putih
tidak menyadarinya ketika sepotong kain milik ibunya hanyut oleh sungai. Betapa
sedihnya dia, berpikir bahwa jika kain itu tidak dapat ditemukan, dia akan disalahkan,
dan bukan tidak mungkin dia akan dihukum dan diusir dari rumah.

Karena takut kain ibunya tidak bisa ditemukan, Bawang Putih terus mencari dan
berjalan di sepanjang sungai. Setiap kali dia melihat seseorang di tepi sungai, dia selalu
bertanya tentang pakaian ibunya yang hanyut oleh sungai, tetapi semua orang tidak
tahu di mana kain itu. Akhirnya Bawang Putih datang ke suatu tempat di mana sungai
mengalir ke sebuah gua. Anehnya, ada seorang wanita yang sangat tua di dalam gua.
Bawang Putih bertanya pada wanita tua itu jika dia tahu keberadaan kain milik ibunya.

Wanita itu tahu di mana kain itu, tetapi dia memberi syarat sebelum menyerahkannya
ke Bawang Putih. Syaratnya adalah dia harus bekerja membantu wanita tua itu.
Bawang Putih terbiasa bekerja keras sehingga pekerjaannya menyenangkan wanita tua
itu. Saat itu sore hari dan Bawang Putih sedang mengucapkan selamat tinggal kepada
wanita tua itu. Wanita itu menyerahkan kain itu padanya. Karena kebaikannya, wanita
tua itu menawarkannya hadiah labu . Ada dua di antaranya, yang satu lebih besar dari
yang lain. Bawang Putih diminta untuk memilih hadiah yang diinginkannya. Karena
Bawang Putih tidak serakah, maka dia memilih yang lebih kecil.

Setelah itu Bawang Merah kembali ke rumah. Ibu tirinya dan Bawang Merah sangat
marah karena Bawang Putih terlambat. Dia pun menceritkan apa yang terjadi. Ibu
tirinya masih marah karena Bawang Putih terlambat dan hanya membawa satu labu
kecil, jadi ibunya membanting labu itu ke tanah.

Prakk" dan labunya pecah, tapi aneh ternyata di labu ada perhiasan emas yang indah
dan berkilauan. Ibu tirinya dan Bawang Merah sangat terkejut. Mereka akan menjadi
sangat kya dengan perhiasan yang begitu banyak. Tapi mereka serakah, mereka malah
berteriak pada Bawang Putih dan membentak kenapa Bawang Putih tidak mengambil
labu yang besar. Dalam pikiran Bawang Merah dan Ibunya, jika labu yang lebih besar
diambil, mereka pasti mendapatkan lebih banyak perhiasan.

Untuk memenuhi keserakahan mereka, Bawang Merah mengikuti langkah-langkah


yang diceritakan oleh Bawang Putih. Dia rela menghanyutkan kain ibunya, berjalan di
sepanjang sungai, bertanya pada orang-orang dan akhirnya datang ke gua tempat
wanita tua itu tinggal. Namun, tidak seperti Bawang Putih, Bawang Merah menolak
perintah wanita tua itu untuk bekerja dan ia bahkan dengan arogan memerintahkan
wanita tua itu untuk memberinya labu yang lebih besar. Wanita tua itu memenuhi
permintaan Bawang Merah memberikan labu yang Besar untuk Bawang Merah.

Bawang Merah dengan senang hati membawa labu yang diberikan wanita tua itu,
sambil membayangkan berapa banyak perhiasan yang akan ia dapatkan.
Sekembalinya ke rumah, sang Ibu menyambut putri kesayangannya. Tidak lama
setelah itu, labunya dihancurkan ke tanah, tetapi alih-alih perhiasan, berbagai ular
berbisa yang menakutkan keluar dari dalam labu. Bawang Merah dan Ibunya akhirnya
menyadari apa yang telah mereka lakukan selama ini adalah salah dan meminta
Bawang Putih untuk memaafkan mereka.

Pesan moral dari Dongeng Cerita Bawang Putih Bawang Merah adalah jadilah anak
yang rajin maka orang lain akan menyukaimu. Selain itu ingatlah sifat serakah tidak kan
membuatmu bahagia, bahkan akan membaw kesusahan dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai