Dalam kancah perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat
macam kelompok peran, yaitu:
1. Peran Alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi yang
ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efesiensi produksi.
2. Peran Distributif, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya kesempatan
dan hasil-hasil ekonomi secara wajar.
3. Peran Stabilisatif, peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan
memulihkannya jika berada dalam disequilibrium
4. Peran Dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan
ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju
Melalui Pengeluarannya ini pemerintah ikut serta dalam arus uang dan arus barang/jasa dan dengan
demikian dapat mempengaruhi seluruh kegiatan ekonomi.
1. Pajak
Pajak adalah sumbangan wajib, yang dipungut pemerintah yang sah (resmi), tanpa adanya balas
jasa (kontraprestasi) yang secara langsung diterima oleh pembayar pajak. Pendapatan dari pajak
dibedakan pajak dalam negeri (PPh, PPn, PBB, Cukai) dan pajak hasil perdagangan internasional
(Bea masuk, pajak ekspor). Dalam hal ini salah satu sumber keuangan Negara yang sangat besar bagi
Indonesia adalah pajak-pajak yang diperoleh dari produksi dan ekspor minyak bumi dan gas alam.
4. Pinjaman
Pemerintah bisa meminjam, baik dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri yang perlu
digarisbawahi bahwa uang pinjaman memang merupakan penerimaan bagi pemerintah, tetapi bukan
pendapatan. Sumber pinjaman ada 2 :
a. Dalam Negeri
Pemerintah biasanya meminjam dari Bank Indonesia, dalam bentuk uang muka, penjualan
kertas-kertas perbendaharaan Negara atau obligasi Negara yang berbunga
b. Luar Negeri
Pemerintah dapat memperolehnya dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan Bank
Dunia, dari pemerintahan Negara lain atau dari bank-bank Internasional. Sejak tahun 1968
sampai kini Indonesia banyak dibantu oleh sejumlah Negara donor IGGI (Inter-Govermental
Group on Indonesia) dimana pada tahun 1992 menjadi Consultative Group on Indonesia (CGI);
sekarang lebih dikenal dengan Paris Club.
Pengelolaan keuangan Negara harus dilaksanakan dengan penuh pertanggung jawaban karena ini
merupakan uang rakyat yang harus bisa mensejahterakan rakyatnya. Kebijakan pemerintah dalam
mengatur keuangan Negara (pengeluaran dan penerimaan, khususnya pajak) merupakan kebijakan Fiskal.
Kebijakan fiscal merupakan sarana pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi nasional,
pembangunan, produksi, komsumsi, kesempatan kerja, perdagangan, dan harga. Jelaslah kiranya bahwa
dalam hal pengelolaan keuangan negara unsur politik ikut memainkan peranan yang cukup penting!
Sesuai dengan UUD 1945 pasal 23, keuangan Negara diatur dengan sistem anggaran.
Pelaksanaannya melalui 5 langkah berikut:
1. Perencanaan
2. Pengesahan RAPBN oleh DPR
3. Pelaksanaan APBN oleh Pemerintah
4. Pengawasan
5. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN oleh Pemerintah kepada DPR
1. PERENCANAAN
Presiden dibantu Menteri Keuangan tiap tahun menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan
Negara(RAPBN) untuk tahun yang akan datang. RAPBN adalah suatu rencana rinci mengenai jumlah
biaya yang diperlukan untuk tahun yang akan datang, serta perkiraan sumber2 penerimaan Negara
untuk membiayai pengeluaran yang direncanakan itu.
Beberapa bulan sebelumnya Departemen Keuangan meminta pengajuan usulan untuk tiap
kementrian atau lembaga Negara berupa 2 anggaran ;
1. Anggaran Rutin dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan (DUK) dan usulan
2. Anggaran Pembangunan dalam bentuk Daftar Usulan Proyek (DUP).
Kemudian, Presiden memberikan evaluasi dan pengarahan kebijakan. Selanjutnya untuk mengatur
komposisi atau penyesuaian pengeluaran dengan kemampuan penerimaan diadakan pembahasan
bersama oleh Kementrian Keuangan dan Bappenas serta konsultasi dengan Bappeda. Berdasarkan
peraturan dan tata tertib DPR, Komisi APBN juga bertugas memberikan bahan-bahan pemikiran.
Proses penyusunan RAPBN selalu didasarkan asumsi, seperti:
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi yang ditargetkan,
2. Perkembangan kurs Dollar,
3. laju Inflasi dan suku bunga,
4. produksi dan harga minyak mentah, dan sebagainya.
Apabila ada perubahan dalam harga minyak, kurs dollar(asumsi dasar) akan menyebabkan angka2
berubah dan seluruh rencana perlu direvisi.
Setelah mendapatkan persetujuan Presiden, rencana2 anggaran dituangkan dalam naskah
Rancangan Anggaran yang diajukan kepada DPR, yaitu RAPBN, disertai Nota Keuangan. RAPBN
merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk masa yang akan datang, juga sarat dengan
pertimbangan politik dan pengaruh lembaga lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, CGI,
dan sebagainya. Maka tidak mengherankan setiap tahun RAPBN menimbulkan diskusi dan tanggapan
yang bermacam-macam, baik mengenai jumlah-jumlah yang dicantumkan untuk berbagi pos, realistis
tidaknya asumsi-asumsi dasarnya, komposisinya (serta keandalan pelaksana-pelaksananya).
Setiap pengeluaran Negara harus berdasarkan Daftar Isian Kegiatan (DIK) atau Daftar Isian
Proyek (DIP), dipertanggungjawabkan dan dibukukan. Berdasarkan Keppres tersebut para menteri
atau ketua lembaga negara mengajukan konsep Daftar Isian Kegiatan (DIK-untuk anggaran
rutin/disahkan oleh MenKeu) maupun Daftar Isian Proyek (DIP-untuk anggaran
pembangunan/disahkan MenKeu dengan Bappenas).
Untuk pelaksanaan teknis dari DIP/DIK tersebut, Biro Keuangan dari tiap departemen atau
lembaga menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) untuk setiap mata anggaran. SKO merupakan
surat kuasa ( dari menteri atau lembaga yang bersangkutan ) pada Kantor Perbendaharaan Negara
(KPN) untuk melakukan pembayaran bagi kegiatan yang disediakan dananya dalam DIK/DIP yang
bersangkutan.
Untuk pembiayaan urusan kantor/proyek yang bersangkutan bendaharanya harus mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP). Sedang pembayarannya dilakukan oleh Kantor Perbendaharaan
Negara (KPN) dalam bentuk Surat Perintah Membayar Uang (SPMU), yang dapat ditukarkan dengan
uang tunai di kantor Kas Negara.
4. PENGAWASAN
Instansi pengawas pelaksanaan APBN antara lain:
a. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku institusi tertinggi sesuai dengan ketentuan pasal 23
ayat 5 UUD 1945.
b. Pengawasan intern pada tingkat Eksekutif dijalankan oleh Direktur Jenderal Pengawasan
Negara (atas nama MenKeu)
c. Dalam setiap lingkungan Departemen pengawasan Intern (Sering disebut pengawasan
melekat atau “waskat”) dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (maupun Inspektorat jenderal
Proyek proyek Pembangunan).
Tapi kebocoran masih tetap ada dari temuan BPK dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan). Dengan nilai Triliunan namun kurang ditanggapi.
Keseimbangan APBN
APBN dikatakan seimbang apabila jumlah total pendapatan Negara (yang diperkirakan akan
masuk) tepat menutup semua pengeluaran yang direncanakan. Apabila pengeluaran > pendapatan,
berarti ada defisit yang harus ditutup dengan pinjaman atau dengan cara lain. Sebaliknya bila
pendapatan > pengeluaran, APBN dikatakan surplus.
Demi stabilisasi dalam pembangunan, pemerintah ORBA menganut asas “Anggaran Berimbang
Fungsional dan Dinamis”. Anggaran Berimbang harus diartikan: Penerimaan total sama dengan
jumlah pengeluaran yang direncanakan. Tetapi awas! Berimbang tidak sama dengan seimbang.
Sebab “penerimaan Negara” mencakup seluruh uang masuk, termasuk hutang-hutang luar
negeri( yang ikut dicantumkan dalam APBN sebagai “penerimaan pembangunan” dan dengan
demikian ikut disahkan oleh DPR). Jadi berimbang sebenarnya defisit! Fungsional mempunyai arti
penerimaan pembangunan hanya boleh dipakai untuk proyek-proyek pembangunan. Dinamis artinya
pembiayaan pembangunan dari sumber dalam negeri harus semakin besar dan ketergantungan dari
dana bantuan luar negeri semakin berkurang. (poin 2 dan 3 belum tercapai)
Dari kejadian krisis ekonomi 1997-1998 menjadi bukti masih rapuhnya kekuatan APBN kita
yang masih berketergantungan terhadap pinjaman LN sehingga menambah beban cicilan dan bunga
kita ketika rupiah terdepresiasi. Pada poin 2 dan 3 ini belum tercapai. Kenyataanya di Negara kita
menunjukkan keadaan defisit APBN yang cukup gawat. Adapun cara agar bisa menutupi defisit itu
ditempuh(dari T.Gilarso):
1. Menghemat pengeluaran rutin yang kurang perlu, meningkatkan efesiensi aparatur Negara serta
memperketat kontrol internal (termasuk pembasmian korupsi dan pemborosan)
2. Meningkatkan pendapatan Negara, khususnya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak tapi
perlu diwaspadainya akibat dari peningkatan pajak
3. Pengurangan subsidi pemerintah (BBG,BBM,TDL,dsb) tanpa membahayakan tercukupinya
kebutuhan utama masyarakat. Karena kebijakan tersebut akan berhadapan dengan politik dan
masyarakat.
4. Memfokuskan pembangunan
5. Pinjaman dalam negeri, dengan menjual obligasi Negara. Cara ini di Negara-negara maju adalah
yang paling biasa, meskipun bunga nya memberatkan.
6. Uang muka dari Bank Sentral, cara ini biasa dulu ditempuh yang mengakibatkan inflasi dengan
menambah jumlah uang beredar
7. Bantuan LN kalaupun ada yang memberi
8. Pinjaman LN, cara ini tidak ada bahaya inflasi, tetapi beban cicilan dan bunga pinjaman mungkin
berat sekali, syukur syukur ada rescheduling. (pinjaman LN positifnya bunga cicilannya rendah
dibandingkan pinjaman DN tapi intervensi LN-nya tinggi, sedangkan Pinjaman DN positifnya
intervensi asing rendah tapi bunga pinjamannya lebih tinggi dibandingkan dengan LN.