Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehidupan ekonomi dunia sedang mengalami keterpurukan. Dalam menyikapi hal


tersebut, Negara-negara di Dunia mengeluarakan berbagai macam kebijakan ekonomi untuk
keluar dari masa krisis yang bebeda-beda. Kebijakan ekonomi yang diambil sangagtlah
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat suatu Negara tersebut. Salah satu elemen
kebijakan pemerintah adalah kebijakan dalam hal pengeluaran pemerintah. Untuk itu kita
perlu memahami tentang pengeluaran pemerintah.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah?

2. Apa dasar teori pengeluaran pemerintah?

3. Bagaimana pengeluaran pemerintah Indonesia?

4. Apa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah?

1.3 TUJUAN MASALAH

1.Menjelaskan Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah.

2.Memahami dasar teori pengeluaran pemerintah.

3,Menguraikan pengeluaran pemerintah Indonesia.

4.Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Intervensi (campur tangan) dan Fungsi Ekonomi pemerintah

Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah melakukan banyak


pengeluaran untuk membiyai kegiatan-kegiatannya. Pengeluaran tersebut berfungsi untuk
menjalankan roda pemerintahan sehari-hari dan membiyai kegiatan ekonomi. Pada negara-
negara berkembang pemerintah harus menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi
secara umum. Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi yang
masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk menjalankanya.

Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat
macam kelompok peran, yaitu :

Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi
yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi.

Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya,


kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.

Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan
memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.

Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pembangunan


ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju

1) Peran Alokasi Pemerintah

Setiap orang atau masyarakat selalu mempunyai prefensi tertentu terhadap barang-
barang atau jasa yang ingin dikonsumsi atau hendak diproduksinya. Barang ekonomi
berdasarkan perutukannya, dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial.
Barang pribadi adalah barang yang dapat dimiliki atau dinikmati secara pribadi, oleh
perorangan atau sekelompok orang, mempunyai harga yang jelas dan diperoleh melalui
proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang yang mengandung sifat-sifat
sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh pribadi dan tidak dinikmati secara pribadi. Contoh

2
barang atau jasa sosial misalnya adalah jalan umum, jembatan, pertahanan, dan keamanan
negeri. Barang-barang semacam ini tidak menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta
untuk memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual dan biaya awal yang
cukup tinggi.Pemerintah harus turun tangan sendiri untuk menyediakan barang atau jasa
social.

Biasanya ditangani oleh instansi teknis pemerintah seperti departemen atau lembaga
nondepartemen atau melalui perusahaan negara. Atau pengadaannya dipercayakan kepada
perusahaan swasta, namun biasanya pemerintah harus memberi subsidi untuk itu. Barang
barang tadi begitu tersedia, pada umumnya dapatdinikmati oleh setiap orang secara Cuma
Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri sebagai pemasok tidak dapat menjualnya,
hanya bisa memungut retribusi atau iuran kepada yang menggunakan atau menikmati.

Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat bersifat
positif, sehingga turut dinikmati oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam pengadaannya.
Atau bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus ditanggung oleh
masyarakat. Akibat-akibat sampingan (dampak positif dan dampak negatif) demikian dikenal
dengan istilah eksternalitas.

2) Peran Distribusi Pemerintah

Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap negeri seringnya tidak
setara. Tanpa kesenjangan “anugrah awal” pun (initial endowment, maksudnya kesenjangan
kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan penikmatan atau pembagian hasil
dapat terjadi. Oleh karena itu, ketidakmerataan dalam bentuk apapun, haruslah dikurangi
atau ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi akan
cenderung mengkosentrasikan kekuatan atau kekuasaan ekonomi di tangan pihak tertentu
(lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu.

Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar. Permintaan bisa merosot


akibat ketidakmampuan kalangan kosumen menjangkau harga tawaran yang dilambungkan
oleh kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro turut terimbas
dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi, ketidakmerataan ekonomi potensial
mengakibatkan keresahan sosial.

Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik melalui jalur penerimaan
maupun jalur pengeluarannya. Di sisi penerimaan pemerintah mengenakan pajak dan

3
memungut sumber-sumber pendapatan lainnya untuk kemudian didistribusikan secara adil-
proporsional. Dengan pola serupa pemerintah membelanjakan pengeluarannya.

3) Peran Stabilitas pemerintah

Tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah masalah yang timbul, bahkan
kadang-kadang tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara
objektif kalangan swasta tidak berdaya mengatasi misalnya adalah jika perekonomian negeri
dilanda inflasi, resesi, atau serbuan barang-barang impor. Sedangkan contoh objektif dimana
pihak swasta tidak mampu menyelesaikan masalah mereka sendiri misalnya dalam kasus
tingginya tingkat suku bunga perbankan, atau perang harga akibat politik dumping yang
dilakukan oleh perusahaan tertentu dalam suatu industri. Campur tangan pemerintah berperan
strategis untuk memecahkan permasahan-permasalahan seperti itu, agar perekonomian
kembali stabil.

4) Peran Dinamisatif pemerintah

Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-kegiatan


ekonomi tertentu seperti penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke jalur baru yang
masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain dengan memindahkan pusat
kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta dalam bentuk pemercepatan pertumbuhan
bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar ke bidang
bersangkutan.

Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai dinamisator didukung pula oleh
sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena pemerintah yang
merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka merasa paling bertanggung jawab
atas pelaksanaannya.

Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial menimbulkan kesulitan


penyerasian atau bahkan pertentangan kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku
stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh dengan cara
mengurangi pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali sehingga tidak tambah
memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk lapisan masyarakat
atau pihak atau sektor yang harus dibantu dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan
pengeluaran itulah pemerintah dapat menjalankan distributifnya. Contohnya : pelaksanaan
peran dinamisatif mungkin mengundang kontroversi internal. Apabila pemerintah terlalu

4
berlebihan dalam meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka yang berkembang
berkat kebijaksanaannya boleh jadi hanya tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya
(instansi teknis dan perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika lembaga-
lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru terpasung.

2. 2 Dasar Teori Pengeluaran pemerintah

Pemerintah dalam mengambil keputusan mengatur pengeluaran ada banyak


pertimbangan. Pemerintah tidak hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan
pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati
atau terkena kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata
untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak
memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa (masyarakat lapisan mana) yang akan
terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar
peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru melemahkan kegiatan pihak swasta.

Menurut Adolph Wagner tehadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang
pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung
semakin meningkat. Ekonom Jerman ini mengukur dari perbandingan pengeluaran
pemerintah terhadap produk nasional. Kemudian oleh Ribard A. Musgrave dinamakan
“hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat”(law of growing public
expenditures).

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu
meningkat. Kelima penyebab tersebut meliputi tuntutan peningkatan perlindungan, keamanan
dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi
pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, dan ketidakefisienan birokrasi yang
mengiringi perkembangan pemerintah.

WW Rostow dan RA Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan


tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut
mereka, rasio investasi pemerintah terhadap investasi total/ dengan perkataan lain juga rasio
pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal itu dikarenakan pada
tahap awal ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasrana. Pada tahap
menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu
pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi pihak swasta juga

5
meningkat. Tahap besarnya peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi
kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi
kasus eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah
untuk turun tangan mengatasinya.

Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave, rasio investasi total terhadap
pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan
nasional akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi
peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran –
pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.

Menurut Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa perkembangan pengeluaran


pemerintah berdasarkan analisis “dialektika penerimaan-penerimaan pemerintah”.
Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan
dari pajak. Menurut mereka perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak
meningkat, meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan
pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi, pada keadaan normal kenaikan pendapatan
nasional menaikan pula baik penerimaan maupun pengeluarann pemerintah. Apabila keadaan
normal tadi terganggu, dikarenakan perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa
harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya,
timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih
besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini
disebut efek penggantian (displacement effect). Postulat yang berkenaan dengan efek ini
menyatakan, gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan
oleh aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan sering kali tidak cukup hanya diatasi dengan
pajak, sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana luar negeri. Setelah
gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran
pemerintah kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak
tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah usai.

Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek
penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek
inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan
kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah
redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam itu menggugah kesediaan masyarakat

6
untuk membayar pajak lebih besar pula. Yang dimaksud dengan analisis dialektika
penerimaan-pengeluaran pemerintah. Dalam bahasa grafik, perkembangan pengeluaran
pemerintah bukanlah berpola kurva mulus berlereng positif sebagaimana tersirat pada
pendapat Rostow-Mugrave, melainkan berlereng positif dengan bentuk patah-patah seperti
tangga

2.3 Pengeluaran Pemerintah Indonesia

Dalam neraca anggaran dan pendapatan belanja negara, pengeluaran pemerintah


Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya diunsurkan pos-pos pengeluaran untuk
membiayai pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja
barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang) angsuran dan
bunga utang pemerintah, serta jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran
pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam
bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana
rupiah dan bantuan proyek.

Selama Pelita I pengeluaran pemerintah berjumlah Rp3.238,1 miliar, ekitar 62 persen


diantaranya berupa pengeluaran rutin. Jumlah pengeluaran selama Pelita II meningkat empat
setengah kali lipat (456 persen) menjadi Rp17.997,5 miliar. Proporsi pengeluaran
pembangunan sedikit lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin, yakni 50,78% berbanding
49,22%. Dalam pelita berikutnya, proporsi pengeluaran pembangunan juga lebih besar
daripada pengeluaran rutin. Kenaikan jumlah total pengeluaran tidak lagi sebesar
sebelumnya, hanya naik 269 persen. Selama Pelita IV dan Pelita V kembali proporsi
pengeluaran rutin lebih besar daripada pengeluaran pembangunan. Kenaikan jumlah total
pengeluaran antara Pelita III dan Pelita IV hanya 87 persen, sedangkan antara Pelita IV dan
Pelita V naik 111 persen. Dengan demikian, dalam dalam analisis antar Pelita selama era PJP
I, terjadi perubahan pola pengeluaran pemerintah. Pengeluaran rutin lebih besar daripada
pengeluaran pembangunan dalam Pelita-pelita I, IV, dan V. Hanya dalam Pelita II dan Pelita
III porsi pengeluaran pembangunan lebih besar daripada pengeluaran rutin.

Pengeluaran pemerintah dapat pulam ditelaah secara sektoral, baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan. Persektoran versi APBN ini berkembang dari satu Pelita
ke Pelita berikutnya seiring dengan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semasa Pelita I , APBN hanya mengenal 13 sektor. Jumlah ini berkembang menjadi 17 sektor

7
pada Pelita II. Kemudian bertambah lagi menjadi 18 sektor semasa Pelita III hingga Pelita V.
Sejak Rapelita VI, klasifikasi bidang kehidupan di dalam RAPBN terdiri atas 20sektor dan 47
subsektor.

Jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan selama PJP I (Pelita I sampai


dengan Pelita V). Dilihat secara sektoral, bagian terbesar pengeluaran pembangunan
pemerintah teralokasikan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Sektor agama adalah
sektor di dalam APBN yang paling sedikit menerima alokasi pengeluaran pembangunan
pemerintah. Masih ada dua sektor lain yang selama era PJP I hanya menerima kurang dari
setengah persen pengeluaran pembangunan pemerintah, yaitu sektor hukum dan sektor
penerangan, pers, dan komunikasi sosial.

2.4 Tiga Neraca Pemerintah Pusat

Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu
neraca produksi, neraca penerimaan dan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini
disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN.

1 .Neraca Produksi

Neraca produksi menggambarkan bagaimana proses kegiatan pemerintah dalam


menciptakan nilai tambah PDB sektor pemerintah dan pengeluaran konsumsi pemerintah.
Neraca ini terdiri atas ayat-ayat biaya (input) dan ayat-ayat produksi (output).

Biaya-biaya yang dikeluaran pemerintah dalam penyediaan jasa masyarakat terdiri dari
belanja barang, belanja pegawai, penyusutan, serta pajak tidak langsung. Adapun yang
dimaksud dengan produksi ialah produksi yang dikonsumsi sendiri, pendapatan dari hasil
penjualan barang-barang yang diproduksi, dan jasa yang diberikan.

 Neraca Produksi Pemerintah Pusat


 Biaya (input)
 Produksi (output)
 Belanja barang
 Produksi yang dikonsumsi sendiri
 Belanja pegawai
 Penerimaan dari jasa
 Penyusutan barang modal

8
 Produksi berupa barang
 Pajak tak langsung

Secara lebih spesifik, yang diartikan dengan belanja barang ialah pengeluaran
pemerintah untuk pembelian barang-barang yang tidak tahan lama, yang habis dipakai dalam
proses produksi. Pengeluaran pemerintah untuk belanja barang meliputi pembelian alat-alat
tulis, barang cetakan, dan alat-alat rumah tangga, sewa gudang dan kantor, biaya pengepakan,
pengiriman dan penyimpangan barang, biaya rapat, biaya penerimaan tamu, biaya listrik,
telepon, teleks, faksimil, dan air, biaya pemeliharaan gedung dan kantor, biaya pemeliharaan
kendaraan dan inventaris kantor, biaya perjalanan dinas, bunga dan cicilan utang dalam
negeri, yang sebagian besar berupa pembayaran atas tunggakan berbagai rekening instansi
pemerintah, serta pengeluararan rutin lainnya.

Belanja pegawai mencakup unsur-unsur upah dan gaji, baik dalam bentuk uang
maupun dalam bentuk barang, iuran untuk dana jaminan sosial, iuran dana pensiun dan
berbagai macam asuransi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan sebagian pendapatan
yang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung yang
dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada,
jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah.

Sisi produksi terdiri atas produksi yang dikonsumsi sendiri, peneriman dari jasa, dan
produksi berupa barang. Yang dimaksud dengan produksi berupa barang ialah penjualan dari
barang-baryang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak tak langsung
yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika
ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah.

Penerimaan jasa terdiri atas penerimaan sumbangan pendidikan yang diterima oleh
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, penerimaan dari rumah sakit pemerintah,
penerimaan dari penjualan karcis lembaga-lembaga, serta objek-objek wisata yang dikelola
pemerintah, dan penerimaan dari jasa-jasa tenaga kerja dan pekerjaan. Produksi yang
dikonsumsi sendiri merupakan penyeimbang. Nilainya diperoleh dengan cara mengurangkan
jumlah sisi biaya dengan jumlah penerimaan dari jasa dan produksi berupa barang.

2. Neraca Penerimaan dan Pengeluaran

Neraca penerimaan dan pengeluaran memperlihatkan bagaimana proses kegiatan


pemerintah pusat dalam membentuk tabungannya. Di sini disajikan semua transaksi lancar
9
(current) yang dilakukan oleh pemerintah. Transaksi dimaksud meliputi transaksi antar
pemerintah sendiri, pemerintah dengan swasta, pemerintah dengan badan-badan usaha milik
negara, pemerintah dengan rumah tangga, serta transaksi antara pemerintah dengan pihak luar
negeri.

 Neraca Peneriman dan Pengeluaran Pemerintah Pusat


 Pengeluaran
 Penerimaan
 Pengeluaran konsumsi pemerintah
 Laba bersih
 Property Income dibayarkan
 Property Income diterima
 Subsidi-subsidi
 Pajak tak langsung
 Bantuan social
 Pajak langsung
 Imputasi kesejahteraan pegawai
 Pungutan dan denda
 Transfer-transfer
 Imputasi kesejahteraan pegawai
 Tabungan pemerintah
 Transfer-transfer

Laba bersih dalam neraca ini maksudnya keuntungan dari perusahaan milik instansi
pemerintah tapi bukan BUMN yang pembukuannya tidak dapat dipisahkan dari instansi yang
bersngkutan, misalnya unit atau seksi percetakan dari suatu departemen. Penerimaan
kekayaan (Property Income yang diterima) adalah penerimaan yang berasal dari kekayaan
milik pemerintah, bersumber dari tiga hal yaitu bunga, laba saham, serta sewa tanah, dan
royalti.

Pajak tak langsung adalah pajak yang dipungut pemerintah melalui konsumen
berkenaan dengan barang/jasa yang diproduksi, dijual, dikirim, atau digunakan. Adapun
pajak langsung ialah pajak yang dipungut berkenaan dengan pendapatan bersih seseorang
atau sebuah perusahaan. Pungutan dan denda meliputi penerimaan yang berhubungan dengan

10
jasa yang diberikan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk kepentingan
masyarakat.

Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi pemerintah yang


dikonsumsi sendiri. Pengeluaran kekayaan (property income yang dibayarkan) mencakup
pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Subsidi yang dimaksudkan dalam
neraca ini termasuk semua bantuan dalam bentuk uang dan barang yang diberikan oleh
pemerintah kepada perusahaan swasta dan perusahaan Negara. Bantuan sosial di sini
maksudnya ialah bantuan langsung dari pemerintah kepada perorangan dan rumah tangga,
misalnya akibat bencana alam. Tabungan pemerintah dalam neraca penerimaan dan
pengeluaran merupakan penyeimbang. Angkanya diperoleh dengan cara mengurangkan
jumlah seluruh penerimaan dengan jumlah yang sudah dijelaskan.

3. Neraca Modal

Proses kegiatan pemerintah dalam membentuk modal (investasi) ditunjukkan oleh


neraca modal. Di dalam neraca ini tergambarkan transaksi pemerintah dengan badan-badan
serta pihak luar negeri. Transaksi yang tecatat di sini hanyalah transaksi-transaksi yang
menyangkut pembentukan modal.

Perubahan stok terdiri atas stok berbagai macam barang yang akan dipakai, sedang
dalam proses pengerjaan, dan barang-barang yang sudah jadi namun belum dijual atau terjual.
Pembentukan modal tetap bruto adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang
modal dikurangi penjualan barang-barang modal bekas.

 Neraca Modal Pemerintah Pusat


 Pengeluaran
 Penerimaan
 Perubahan stok
 Tabungan bruto
 Pembentukan modal tetap bruto
 Penyusutan barang modal
 Pembelian tanah
 Transfer modal
 Pembelian barang modal
 Pinjaman bruto

11
 Transfer modal

Dalam publikasi BPS yan terbit sementara ini, nilai untuk pembelian tanah dan
pembelian barang modal adi indrawi tergabung dalam ayat pembentukan modal tetap bruto.
Transfer modal yang dicatat dalam neraca modal adalah transfer modal yang oleh ihak
penerima/ mengurangi penerimaan lancarnya. Transfer modal berlangsung antar tingkatan
pemerintahan, antara pemerintah dengan pihak swasta dalam negeri. Serta antara pemerintah
dengan pihak lur negeri.

Sesungguhnya transaksi keuangan pemerintahan pusat terdiri atas dua kelompok


dasar, yaitu transaksi anggaran (budgetary) dan transaksi bukan anggaran (nonbudgetary).
Transaksi anggaran maksudnya transaksi penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang
terencana dan dibukukan di dalam APBN. Transaksi-transaksi itu ditatausahakan melalui
rekening-rekening Direktorat Jendral Anggaran. Adapun transaksi non anggaran maksudnya
transaksi yang dilakukan oleh pemerintah pusat yang tidak tercatat dalam penerimaan dan
pengeluaran APBN.

2.5 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Peningkatan Pengeluaran Pemerintah

Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke
tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada
faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat sosial dan politik.

1 Faktor yang bersifat ekonomi

Merupakan berhubungan dengan tujuan dalam pencapaian penggunaan tenaga penuh


tanpa menimbulkan inflasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan perekonomian secara
keseluruhan dapat berjalan dengan pesat. Masalah ini harus diselesaikan dalam waktu yang
cepat dan mendesak. Apabila dana yang ada tidak mencukupi maka salah satu cara adalah
dengan melakukan pinjaman-pinjaman dari masyarakat, badan-badan keuangan dari dalam
maupun luar negeri ataupun dengan mencetak uang bar.

2 Faktor yang bersifat sosial dan politik

Merupakan faktor yang menyedot anggaran pengeluaran pemerintah yang terbesar, seperti
memperkuat pertahanan dan keamanan, bantuan-bantuan sosial, bantuan musibah bencana
alam, menjaga kestabilan politik dan lain-lainnya.Sedangkan menurut Brownlee et.al (1960),

12
menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan kenaikan dalam pengeluaran pemerintah itu
ada 4 (empat) alasan yaitu:

1. Suatu kenaikan didalam “general level of price”, disini dimaksudkan kalau tidak
terjadi perubahan dari jumlah barang-barang serta jasa-jasa dan kalau transfer payment yang
dilakukan pemerintah diduga akan menyebabkan kenaikan harga pada umumnya.

2. Kenaikan pertambahan penduduk dan pembukaan daerah-daerah baru. Hal ini


menyangkut dengan bertambahnya permintaan jasa-jasa pemerintah, bertambahnya
permintaan pendidikan, berkembangnya jalan-jalan raya, jembatan-jembatan, fasilitas
kesehatan dan lain-lain.

3. Kenaikan permintaan untuk jasa-jasa pemerintah misalnya meningkatnya urbanisasi,


meningkatnya permintaan air minum, listrik, balai-balai pengobatan, merupakan juga
penyebab membengkaknya anggaran pengeluaran pemerintah.

4. Peperangan dan keamanan, ini adalah faktor yang sangat penting dalam melindungi
masyarakat dan negara terhadap serangan-serangan baik yang datangnya dari dalam maupun
dari luar. Biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membeli peralatan barang,
pembayaran untuk para veteran, membayar hutang-hutang perang, biaya pengobatan, dll
adalah bagian terbesar dari pengeluaran anggaran ini.

2.6. Akibat-akibat dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian

Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang


sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan,
melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah.
Agar dapat terlaksananya kegiatan ini kadang-kadang dari masyarakat diharapkan
kerelaannya menyerahkan resourses yang mereka miliki.Hyman (1987) mengatakan bahwa
kegiatan pengeluaran pemerintah itu akan membawa pengaruh yang penting dalam kegiatan
perekonomian dan juga berakibat pada bidang politik, yaitu:

13
1 .Terjadinya keseimbangan politik

Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya keseimbangan diantara barang-barang


dengan jasa-jasa pemerintah serta tergantung juga kepada kebijaksanaan dalam penetapan
pajak dari barang dan jasa-jasa itu. Kebijaksanaan sistem perpajakan yang terlalu sangat
mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan umum.

2. Terjadinya keseimbangan pasar

pada umumnya dan adanya efisiensi dan resources yang dipakai masyarakat. Setiap
pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi harga barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku
di pasar bebas sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam pengelolaan sumber-
sumber yang digunakan masyarakat.

3. Pendistribusian pendapatan

Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah berarti diperoleh dengan cara


mengambil pendapatan seseorang kemudian membagikannya pada orang lain. Jika hal ini
terjadi maka daya beli orang tersebut menjadi berkurang sehingga mempengaruhi permintaan
dan akan mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya pemerintah menggunakan
kebijaksanaan pengeluaran-pengeluaran sedimikian rupa dalam mempengaruhi barang dan
jasa, tidak mengurangi penghasilan masyarakat serta terjadinya pendistribusian pendapatan
yang lebih merata.

14
BAB III

STUDI KASUS

PENGELUARAN TERBESAR APBN ADALAH BELANJA PEGAWAI

JAKARTA, BeritAnda - Belanja Pegawai dan barang dalam APBN 2012 harus dipangkas.
Usulan itu disampaikan oleh pakar ekonomi-politik sekaligus Rektor Universitas Paramadina
Jakarta Anis Baswedan dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Serikat Mahasiswa
(SEMA) dengan tema ‘Membongkar Mekanisme Penganggaran dan Keberpihakan APBN:
Upaya Menelisik, Kenapa BBM Dipaksa Naik’. Acara tersebut diselenggarakan di kampus
Univ Paramadina Jakarta, Selasa (3/4/2012).

Menurut Anis Baswedan pengeluaran APBN terbesar adalah pada belanja pegawai dan
belanja rutin barang dalam setahun. Kenaikan belanja pegawai terjadi sejak 2006 sebesar Rp
73 Trilyun. “Dalam APBN 2012, tingginya belanja pegawai daripada subsidi BBM,
sementara dana bansos tetap menunjukan rakyatlah yang sebenarnya mensubsidi
pemerintah,” ungkapnya. Untuk itu, Anis mengatakan, alokasi anggaran belanja barang dan
belanja pegawai harusnya dipangkas dan dialihkan untuk subsidi dan bantuan sosial (bansos).
“Sedangkan untuk belanja barang seharusnya cukup Rp50 trilyun bukan Rp188 trilyun,”
tuturnya. Anis menandaskan, kemudian ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia, meski
tidak dipungkiri bahwa tidak ada yang bisa mengontrol harga minyak dunia, tapi setidaknya
kita siap menghadapi, dan Pemerintah juga harusnya mampu menjadi buffer (bemper) bagi
rakyat dengan menyediakan subsidi, sebab rakyatlah yang paling menerima dampaknya.
"Untuk belanja barang seharusnya Rp 50 Trilyun cukup, tapi kenapa sekarang jadi Rp 188
Trilyun? Sedangkan perubahan dana bansos dari Rp 40,71 Trilyun menjadi Rp 47,76 Trilyun.
Di tahun 2012 belanja pegawai lebih tinggi daripada subsidi BBM, sementara dana bansos
tetap. Ini menunjukan rakyatlah yang mensubsidi pemerintah. Anggaran untuk belanja
barang dan belanja pegawai harusnya di 'cut' untuk subsidi dan bansos," jelas Anis.

Sementara itu pakar ekonomi, Tedy Teguh mengatakan, penyusunan budget harus sesuai
dengan UU no. 24/2005 tentang rencana pembangunan nasional yang diawali dengan
musrenbang (musyawarah rencana pembangunan), kemudian rencana strategis kementrian
dan lembaga yang setiap tahunnya disusun menjadi rencana kerja tahunan yang nantinya
diterjemahkan kedalam RAPBN yang disampaikan oleh presiden tiap tanggal 17 Agustus
untuk kemudian dibahas DPR untuk disahkan. Tedy juga menambahkan bahwa Kewenangan

15
DPR untuk mengurusi/mencek RAPBN hingga sedetil-detilnya justru memunculkan celah
baru, yakni KKN dalam penunjukan vendor proyek atau anggaran fiktif yang dibuat di
Banggar. Polemik BBM tidak hanya masalah UU dan politik tapi juga ada kaitannya dengan
budgeting APBN, korupsi, dan planing. "Kewenangan untuk mengurusi dan mengecek
RAPBN hingga ke hal yang sekecil-kecilnya oleh DPR sebenarnya justru membuat ribet dan
membuka peluang terjadinya korupsi dalam praktek proyek dilapangan. DPR bisa ikut
menentukan penggunaan/pembelanjaan barang bahkan termasuk menunjuk vendor yang
diinginkannya," ujar Tedy. Menanggapi maraknya penangkapan mahasiswa yang dilakukan
oleh aparat Polisi dalam aksi unjukrasa menolak kenaikan harga BBM menjelang rapat
paripurna RI kemarin, menurut Anis Baswedan menambahkan, keberpihakan mahasiswa bisa
jadi salah secara kebangsaan, namun tidak bisa dipersalahkan secara moal. “Saya sudah
mengingatkan para mahasiswa agar jangan terlibat partisan parpol karena mahasiswa harus
meyakini jalan yang diambil dan sikap itu yang harus dijaga," ujarnya. Anis menjelaskan,
seorang aktivis yang berdemonstrasi tidak seharusnya ditangkap, tapi jika dalam aksi
demonstrasi itu juga dilakukan/terjadi pengrusakan terhadap fasilitas negara, maka siapapun
harus dipidanakan. "Jika Polisi kemarin langsung menangkap para aktivis yang melakukan
pengrusakan adalah wajar karena jika mereka pikir harus ditangkap, ya ditangkap saat itu
juga tanpa perlu surat penangkapan terlebih dulu. Ibaratnya kalau kita melihat ada kejahatan
yang terjadi didepan mata pada saat itu juga, apa kita harus pulang terlebih dulu untuk
membuat surat penangkapan lalu kembali lagi ketempat tadi untuk menangkap si Penjahat
dengan memperlihatkan surat penangkapan kepadanya? Yang ada orang yang seharusnya
mau ditangkap sudah kabur duluan", ujar Anis. Ketika orang-orang mengatakan aksi-aksi
Ketika orang-orang mengatakan aksi-aksi mahasiswa menolak kenaikan harga BBM kemarin
adalah aksi anarkhis yang berbau kekerasan, tapi Anis lebih memilih untuk mengatakannya
sebagai aksi 'fandalisme' yaitu aksi yang bersifat merusak dalam hal ini ada sekelompok
masyarakat yang berusaha melakukan pengrusakan. Eskalasi pada isu kenaikan harga BBM
sudah mulai memuncak tapi seharusnya bisa untuk dikendalikan. "Penangkapan yang terjadi
didepan mata saat kejahatan/aksi pidana berlangsung adalah hal yang sangat wajar.
Seharusnya aksi jangan 'violence',” ujar Anis seraya mengatakan, saya sudah ingatkan kepara
mahasiswa agar jangan terlibat partisan parpol.

16
SOLUSI UNTUK PENGELUARAN APBN

1. Kebijakan dalam pembiayaan dalam negeri

kebijakan di sisi pembiayaan dalam negeri tersebut akan ditempuh antara lain dengan:

a. melakukan pengelolaan portofolio surat utang negara melalui langkah-langkah pembayaran


bunga dan pokok obligasi negara secara tepat waktu, penerbitan SUN dalam mata uang
rupiah dan mata uang asing, penukaran utang, serta pembelian kembali obligasi negara;

b. melanjutkan kebijakan privatisasi yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan


yang berlaku di pasar modal

c. menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah

d. memberikan dukungan dana bagi percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka


kemitraanPemerintah-Swasta.

2. Kebijakan dalam pembiayaan luar negeri

Langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi:

a. Mengamankan pinjaman luar negeri yang telah disepakati dan rencana penyerapan
pinjaman luar negeri, baik pinjaman program maupun pinjaman proyek

b. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang sudah jatuh tempo.

c. Dalam rangka membiayai pembiayaan defisit anggaran, Pemerintah akan mengedepankan


prinsip kemandirian, dengan lebih memprioritaskan pendanaan yang bersumber dari dalam
negeri. Pendanaan dari luar negeri akan dilakukan lebih selektif dan berhati-hati, dengan
mengupayakan beban pinjaman yang paling ringan melalui penarikan pinjaman dengan
tingkat bunga yang rendah dan tenggang waktu yang panjang, dan tidak mengakibatkan
adanya adanya ikatan politik, serta diprioritaskan untuk membiayai kegiatankegiatan yang
produktif.

17
Kebijakan dari Sisi Pengeluaran:

1. Mengurangi subsidi

Yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu
konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta
kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak
(BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya.

2. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan

Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk
pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya
tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.

3. Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan

Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut


prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang
menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara
ditunda pelaksanaannya.

4. Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien

Program-program semacam itu adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan


sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan
penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati.
Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada
kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output.

18
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN :

Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah menjadi empat
macam kelompok peran, yaitu :

1. Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya


ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi
produksi.
2. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya,
kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
3. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas
perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses
pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.

Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca, yaitu neraca
produksi, neraca penerimaandan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun
oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN.

Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung kepada faktor-
faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat social dan politik.

Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah memang sangat


diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan,
melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari masyarakat pada pemerintah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ilyas, Marzuki. 1989. Ilmu Keuangan Negara (Publik Finance). Jakarta: FKIP Universitas
Syiah Kuala.

APBN 2005 sampai 2010 Diakses dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/ webbkf/download


/datapokok-ind2010.pdf pada tanggal 10 Desember 2010.

http://beritanda.com. Selasa, 03 April 2012

20

Anda mungkin juga menyukai