D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK : 3
T. RIFAN HANDI
Nim:1805906010053
ATISAH
Nim : 1905906010006
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Intervensi (campur tangan) dan Fungsi Ekonomi pemerintah......................2
1. Peran Alokasi Pemerintah........................................................................2
2. Peran Distribusi Pemerintah.....................................................................3
3. Peran Stabilitas pemerintah......................................................................3
4. Peran Dinamisatif pemerintah..................................................................4
B. Dasar Teori Pengeluaran pemerintah..............................................................4
C. Pengeluaran Pemerintah Indonesia..................................................................6
BAB III LANDASAN TEORI..............................................................................11
3.1. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Peningkatan ............................................11
Pengeluaran Pemerintah.................................................................................12
BAB IV PENUTUP...............................................................................................13
KESIMPULAN.....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Menjelaskan Intervensi (campur tangan) dan fungsi ekonomi pemerintah.
2. Memahami dasar teori pengeluaran pemerintah.
3. Menguraikan pengeluaran pemerintah Indonesia.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
oleh setiap orang secara Cuma-Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah sendiri
sebagai pemasok tidak dapat menjualnya, hanya bisa memungut retribusi atau iuran
kepada yang menggunakan atau menikmati.
Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi yang dimaksud dapat
bersifat positif, sehingga turut dinikmati oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam
pengadaannya. Atau bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus
ditanggung oleh masyarakat. Akibat-akibat sampingan (dampak positif dan dampak
negatif) demikian dikenal dengan istilah eksternalitas.
2) Peran Distribusi Pemerintah
Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap negeri seringnya
tidak setara. Tanpa kesenjangan “anugrah awal” pun (initial endowment, maksudnya
kesenjangan kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan penikmatan
atau pembagian hasil dapat terjadi. Oleh karena itu, ketidakmerataan dalam bentuk
apapun, haruslah dikurangi atau ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan
kesempatan ekonomi akan cenderung mengkosentrasikan kekuatan atau kekuasaan
ekonomi di tangan pihak tertentu (lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu.
Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar. Permintaan bisa
merosot akibat ketidakmampuan kalangan kosumen menjangkau harga tawaran yang
dilambungkan oleh kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro
turut terimbas dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi, ketidakmerataan ekonomi
potensial mengakibatkan keresahan sosial.
Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik melalui jalur
penerimaan maupun jalur pengeluarannya. Di sisi penerimaan pemerintah
mengenakan pajak dan memungut sumber-sumber pendapatan lainnya untuk
kemudian didistribusikan secara adil-proporsional. Dengan pola serupa pemerintah
membelanjakan pengeluarannya.
3
4) Peran Dinamisatif pemerintah
Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk perintisan kegiatan-
kegiatan ekonomi tertentu seperti penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke
jalur baru yang masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain dengan
memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke lokasi baru, serta dalam bentuk
pemercepatan pertumbuhan bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan
anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan.
Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai dinamisator didukung
pula oleh sebuah premis yang dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena
pemerintah yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka merasa
paling bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial menimbulkan kesulitan
penyerasian atau bahkan pertentangan kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku
stabilisator, pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu ditempuh
dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar permintaan agregat terkendali
sehingga tidak tambah memicu kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran
pemerintah untuk lapisan masyarakat atau pihak atau sektor yang harus dibantu dapat
turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah pemerintah dapat
menjalankan distributifnya. Contohnya : pelaksanaanperan dinamisatif mungkin
mengundang kontroversi internal. Apabila pemerintah terlalu berlebihan dalam
meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka yang berkembang berkat
kebijaksanaannya boleh jadi hanya tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya
(instansi teknis dan perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika lembaga-
lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru terpasung.
B. Dasar Teori Pengeluaran pemerintah
Pemerintah dalam mengambil keputusan mengatur pengeluaran ada banyak
pertimbangan. Pemerintah tidak hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan
pengeluarannya, tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan
menikmati atau terkena kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan
tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas
kesempatan kerja adalah tidak memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa
(masyarakat lapisan mana) yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya.
Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian
tidak justru melemahkan kegiatan pihak swasta.
Menurut Adolph Wagner tehadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan
Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam
perekonomian cenderung semakin meningkat. Ekonom Jerman ini mengukur dari
perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Kemudian oleh
4
Ribard A. Musgrave dinamakan “hukum pengeluaran pemerintah yang selalu
meningkat”(law of growing public expenditures).
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah
selalu meningkat. Kelima penyebab tersebut meliputi tuntutan peningkatan
perlindungan, keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,
urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi, dan
ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.
WW Rostow dan RA Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah
dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan
ekonomi, menurut mereka, rasio investasi pemerintah terhadap investasi total/ dengan
perkataan lain juga rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif
besar. Hal itu dikarenakan pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan
berbagai sarana dan prasrana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi
pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas.
Bersamaan dengan itu porsi pihak swasta juga meningkat. Tahap besarnya peranan
pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi kegagalan pasar yang
ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi kasus
eksternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah
untuk turun tangan mengatasinya.
Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave, rasio investasi total
terhadap pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah terhadap
pendapatan nasional akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut
pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana
ekonomi ke pengeluaran –pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan
pendidikan.
Menurut Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa perkembangan
pengeluaran pemerintah berdasarkan analisis “dialektika penerimaan-penerimaan
pemerintah”. Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan
mengandalkan penerimaan dari pajak. Menurut mereka perkembangan ekonomi
menyebabkan pungutan pajak meningkat, meskipun tarif pajaknya mungkin tidak
berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula.
Jadi, pada keadaan normal kenaikan pendapatan nasional menaikan pula baik
penerimaan maupun pengeluarann pemerintah. Apabila keadaan normal tadi
terganggu, dikarenakan perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa
harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan
dimaksud. Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak
lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk
investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian
(displacement effect). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan,
5
gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh
aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan sering kali tidak cukup hanya diatasi
dengan pajak, sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana luar negeri.
Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga.
Pengeluaran pemerintah kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat
lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan
telah usai.
Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek
penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yang
disebut efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan
sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani
oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam itu
menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar pula. Yang
dimaksud dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah. Dalam
bahasa grafik, perkembangan pengeluaran pemerintah bukanlah berpola kurva mulus
berlereng positif sebagaimana tersirat pada pendapat Rostow-Mugrave, melainkan
berlereng positif dengan bentuk patah-patah seperti tangga
6
111 persen. Dengan demikian, dalam dalam analisis antar Pelita selama era PJP I,
terjadi perubahan pola pengeluaran pemerintah. Pengeluaran rutin lebih besar
daripada pengeluaran pembangunan dalam Pelita-pelita I, IV, dan V. Hanya dalam
Pelita II dan Pelita III porsi pengeluaran pembangunan lebih besar daripada
pengeluaran rutin.
Pengeluaran pemerintah dapat pulam ditelaah secara sektoral, baik
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Persektoran versi APBN ini
berkembang dari satu Pelita ke Pelita berikutnya seiring dengan perkembangan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Semasa Pelita I , APBN hanya mengenal 13
sektor. Jumlah ini berkembang menjadi 17 sektor pada Pelita II. Kemudian bertambah
lagi menjadi 18 sektor semasa Pelita III hingga Pelita V. Sejak Rapelita VI,
klasifikasi bidang kehidupan di dalam RAPBN terdiri atas 20sektor dan 47
subsektor.
Jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan selama PJP I (Pelita I
sampai dengan Pelita V). Dilihat secara sektoral, bagian terbesar pengeluaran
pembangunan pemerintah teralokasikan untuk sektor perhubungan dan pariwisata.
Sektor agama adalah sektor di dalam APBN yang paling sedikit menerima alokasi
pengeluaran pembangunan pemerintah. Masih ada dua sektor lain yang selama era
PJP I hanya menerima kurang dari setengah persen pengeluaran pembangunan
pemerintah, yaitu sektor hukum dan sektor penerangan, pers, dan komunikasi sosial.
7
Penyusutan barang modal Produksi berupa barang
Pajak tak langsung -
Secara lebih spesifik, yang diartikan dengan belanja barang ialah pengeluaran
pemerintah untuk pembelian barang-barang yang tidak tahan lama, yang habis
dipakai dalam proses produksi. Pengeluaran pemerintah untuk belanja barang
meliputi pembelian alat-alat tulis, barang cetakan, dan alat-alat rumah tangga, sewa
gudang dan kantor, biaya pengepakan, pengiriman dan penyimpangan barang, biaya
rapat, biaya penerimaan tamu, biaya listrik, telepon, teleks, faksimil, dan air, biaya
pemeliharaan gedung dan kantor, biaya pemeliharaan kendaraan dan inventaris
kantor, biaya perjalanan dinas, bunga dan cicilan utang dalam negeri, yang sebagian
besar berupa pembayaran atas tunggakan berbagai rekening instansi pemerintah, serta
pengeluararan rutin lainnya.
Belanja pegawai mencakup unsur-unsur upah dan gaji, baik dalam bentuk
uang maupun dalam bentuk barang, iuran untuk dana jaminan sosial, iuran dana
pensiun dan berbagai macam asuransi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan
sebagian pendapatan yang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru. Pajak
tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan
oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh
pemerintah.
Sisi produksi terdiri atas produksi yang dikonsumsi sendiri, peneriman dari
jasa, dan produksi berupa barang. Yang dimaksud dengan produksi berupa barang
ialah penjualan dari barang-baryang akan digunakan untuk pembelian barang modal
baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca produksi adalah yang
dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima
oleh pemerintah.
Penerimaan jasa terdiri atas penerimaan sumbangan pendidikan yang diterima
oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, penerimaan dari rumah sakit
pemerintah, penerimaan dari penjualan karcis lembaga-lembaga, serta objek-objek
wisata yang dikelola pemerintah, dan penerimaan dari jasa-jasa tenaga kerja dan
pekerjaan. Produksi yang dikonsumsi sendiri merupakan penyeimbang. Nilainya
diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah sisi biaya dengan jumlah penerimaan
dari jasa dan produksi berupa barang.
8
dengan badan-badan usaha milik negara, pemerintah dengan rumah tangga, serta
transaksi antara pemerintah dengan pihak luar negeri.
Neraca Peneriman dan Pengeluaran Pemerintah Pusat
Pengeluaran Penerimaan
Pengeluaran konsumsi pemerintah Laba bersih
Property Income dibayarkan Property Income diterima
Subsidi-subsidi Pajak tak langsung
Bantuan sosial Pajak langsung
Imputasi kesejahteraan pegawai Pungutan dan denda
Transfer-transfer Imputasi kesejahteraan pegawai
Tabungan pemerintah Transfer-transfer
Laba bersih dalam neraca ini maksudnya keuntungan dari perusahaan milik
instansi pemerintah tapi bukan BUMN yang pembukuannya tidak dapat dipisahkan
dari instansi yang bersngkutan, misalnya unit atau seksi percetakan dari suatu
departemen. Penerimaan kekayaan (Property Income yang diterima) adalah
penerimaan yang berasal dari kekayaan milik pemerintah, bersumber dari tiga hal
yaitu bunga, laba saham, serta sewa tanah, dan royalti.
Pajak tak langsung adalah pajak yang dipungut pemerintah melalui konsumen
berkenaan dengan barang/jasa yang diproduksi, dijual, dikirim, atau digunakan.
Adapun pajak langsung ialah pajak yang dipungut berkenaan dengan pendapatan
bersih seseorang atau sebuah perusahaan. Pungutan dan denda meliputi penerimaan
yang berhubungan dengan jasa yang diberikan atau fasilitas yang disediakan oleh
pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi pemerintah yang
dikonsumsi sendiri. Pengeluaran kekayaan (property income yang dibayarkan)
mencakup pembayaran bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Subsidi yang
dimaksudkan dalam neraca ini termasuk semua bantuan dalam bentuk uang dan
barang yang diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan swasta dan perusahaan
Negara. Bantuan sosial di sini maksudnya ialah bantuan langsung dari pemerintah
kepada perorangan dan rumah tangga, misalnya akibat bencana alam. Tabungan
pemerintah dalam neraca penerimaan dan pengeluaran merupakan penyeimbang.
Angkanya diperoleh dengan cara mengurangkan jumlah seluruh penerimaan dengan
jumlah yang sudah dijelaskan.
Neraca Modal
Proses kegiatan pemerintah dalam membentuk modal (investasi) ditunjukkan
oleh neraca modal. Di dalam neraca ini tergambarkan transaksi pemerintah dengan
9
badan-badan serta pihak luar negeri. Transaksi yang tecatat di sini hanyalah transaksi-
transaksi yang menyangkut pembentukan modal.
Perubahan stok terdiri atas stok berbagai macam barang yang akan dipakai,
sedang dalam proses pengerjaan, dan barang-barang yang sudah jadi namun belum
dijual atau terjual. Pembentukan modal tetap bruto adalah pengeluaran pemerintah
untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan barang-barang modal bekas.
Dalam publikasi BPS yan terbit sementara ini, nilai untuk pembelian tanah
dan pembelian barang modal adi indrawi tergabung dalam ayat pembentukan modal
tetap bruto. Transfer modal yang dicatat dalam neraca modal adalah transfer modal
yang oleh ihak penerima/ mengurangi penerimaan lancarnya. Transfer modal
berlangsung antar tingkatan pemerintahan, antara pemerintah dengan pihak swasta
dalam negeri. Serta antara pemerintah dengan pihak lur negeri.
Sesungguhnya transaksi keuangan pemerintahan pusat terdiri atas dua
kelompok dasar, yaitu transaksi anggaran (budgetary) dan transaksi bukan anggaran
(nonbudgetary). Transaksi anggaran maksudnya transaksi penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang terencana dan dibukukan di dalam APBN. Transaksi-
transaksi itu ditatausahakan melalui rekening-rekening Direktorat Jendral Anggaran.
Adapun transaksi non anggaran maksudnya transaksi yang dilakukan oleh pemerintah
pusat yang tidak tercatat dalam penerimaan dan pengeluaran APBN.
10
BAB III
LANDASAN TEORI
11
Akibat-akibat dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian
Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah
memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama,
pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan
dari masyarakat pada pemerintah. Agar dapat terlaksananya kegiatan ini kadang-
kadang dari masyarakat diharapkan kerelaannya menyerahkan resourses yang mereka
miliki.
Hyman (1987) mengatakan bahwa kegiatan pengeluaran pemerintah itu akan
membawa pengaruh yang penting dalam kegiatan perekonomian dan juga berakibat
pada bidang politik, yaitu:
12
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat dipilah dan ditelaah
menjadi empat macam kelompok peran, yaitu :
1. Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya
ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi
produksi.
2. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya,
kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara adil dan wajar.
3. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas
perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam menggerakkan proses
pembangunan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal tiga macam neraca,
yaitu neraca produksi, neraca penerimaandan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga
neraca ini disusun oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi APBN.
Ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah meningkat dari
tahun ke tahun. Menurut Sadono Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah
tergantung kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat social
dan politik.
Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatan-kegiatan pemerintah
memang sangat diperlukan dalam mengalokasikan resources terutama,
pendistribusian pendapatan, melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan
dari masyarakat pada pemerintah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Marzuki. 1989. Ilmu Keuangan Negara (Publik Finance). Jakarta: FKIP Universitas
Syiah Kuala.
14