Anda di halaman 1dari 39

‫ه‬

ُ‫ت‬ُ‫َا‬
‫َك‬‫بر‬
ََ‫ِ و‬ َُ
‫ة هللا‬ ‫ْم‬
‫َح‬‫َر‬
‫ْ و‬
‫ُم‬‫ْك‬
‫لي‬ََ
‫ُ ع‬
‫السَّالَم‬

‫َى‬‫َل‬‫َع‬‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ْسَل‬
‫ُر‬‫الم‬
ْ َ ِ‫َا‬
‫ء و‬ ‫ِي‬‫نب‬ْ‫َْأل‬
‫َفِ ا‬ ‫َى َأشْر‬
‫َل‬
‫ُ ع‬
‫َالسَّالَم‬
‫ة و‬
َُ‫َّال‬
‫َالص‬
‫َ و‬
‫ْن‬‫ِي‬ َ َ
‫الم‬ ‫الع‬ ‫َب‬
ْ ِّ ‫ِ ر‬
‫د ِهلل‬
ُ‫م‬ ‫الح‬
َْ ْ
‫د‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ا‬‫م‬ ‫َأ‬
ُْ َ َّ َْ َْ ‫ن‬ ‫ي‬ِ‫ع‬ ‫م‬ ‫ج‬‫َأ‬ ِ
‫ه‬ ‫ب‬ ‫ح‬
َِْ َ‫ص‬ ‫و‬ ِ‫ه‬ ِ
‫ل‬َ‫ا‬

Pertama – tama marilah kita sampaikan rasa puji dan syukur


kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang senantiasa
memberikan hidayah dan nikmat-Nya sehingga kita semua dapat
berkumpul dalam ruangan ini dalam keadaan sehat walafiat. Tak
lupa marilah kita haturkan shalawat serta salam kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW.

Hadirin yang saya hormati,

SIAPA yang tak suka dijanjikan surga? Semua orang Muslim yang normal
pasti merindukan agar dijadikan dalam akhir yang baik dan dimudahkan
bisa masuk surga. Masalahnya, memasuki surga Allah Subhanahu Wata’ala
bukanlah sesuatu yang gratis dan mudah diperoleh.

Surga adalah puncak kenikmatan dan harapan setiap muslim dalam


kehidupan akhirat nanti. Begitu indahnya surga, karenanya jiwa dan
pikiran manusia sulit untuk menggambarkannya. Surga sering
dideskripsikan sebagai “sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata,
terdengar oleh telinga, terpikirkan oleh otak dan terbersit oleh indra
perasaan manusia.”

Namun tentu saja, mengingat surga berada itu berada di luar nalar
manusia, ciri-ciri tersebut lebih merupakan sekedar perbandingan dan
dorongan. Tujuannnya agar setiap muslim berlomba-lomba untuk meraihnya.

‫ِه ا‬
َ‫تحْت‬َ ‫ِن‬‫ِي م‬ ‫تجْ ر‬َ ٌ ‫َّات‬
‫ِمْ جَن‬
‫به‬ ‫ِند ر‬
َِّ َ ‫ْا ع‬
‫َو‬‫اتق‬ ‫ِين‬
َّ َ ‫َّذ‬
‫ِل‬‫ِكُمْ ل‬
‫َل‬
‫من ذ‬ ‫ِخَيْر‬
ِّ ٍ َ‫ْ َأُؤ‬
‫نبُِّئكُم ب‬ ‫ُقل‬
‫ِيها‬
َ ‫ف‬ ‫ن‬
َ ‫ِي‬
‫د‬ ِ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫خ‬ ‫ار‬
َ ُ َ ‫ه‬ ‫ن‬
ْ‫اَأل‬

Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?”. Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah),
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; mereka kekal didalamnya.” [QS: Ali Imron: 14]

Dalam ayat lain ;

‫ِين‬
َ ‫َّق‬
‫ُت‬ ْ‫ل‬
‫لم‬ ِ ْ َّ‫ْضُ ُأع‬
‫ِدت‬ ‫َاَألر‬
‫ُ و‬
‫َات‬
‫َاو‬
‫ها السَّم‬
َُ‫ْض‬
‫َر‬‫ٍ ع‬
‫َّة‬
‫َن‬‫َج‬
‫ْ و‬
‫ُم‬‫بك‬ ‫من ر‬
َِّّ ِّ ٍ
‫َة‬‫ِر‬
‫ْف‬ َ ‫ْ ِإَلى‬
‫مغ‬ ‫ُوا‬
‫ِع‬‫َسَار‬
‫و‬

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi,” (QS Ali Imran : 133).

Banyak jalan untuk menggapai surga. Beberapa diantaranya seperti


tercantum dalam sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassllah
berikut, “Surga merindukan empat orang : pembaca Al-Qur’an, orang yang
mengekang lisannya, orang yang gemar memberi makan orang yang lapar,
dan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.”

Ketiga hal pertama dalam hadits di atas terkumpul pada orang yang
berpuasa.

Pertama : 
Saat puasa selama bulan Ramadhan, kita dianjurkan agar memperbanyak
membaca Al-Qur’an. Baik membaca tadarus, membaca dengan menyimak
terjemahnya, membaca tafsir, maupun mengupas ayat-ayat Al-Qur’an
bersama dengan ulama serta membaca buku-buku agama.

Kedua : 
Saat puasa kita diharuskan menjaga lidah kita dari berkata-kata dusta,
kotor, mengumpat maupun erotis yang dapat mengundang nafsu birahi.
Meski tidak membatalkan ibadah puasa, tapi setidaknya hal-hal tersebut
menghilangkan pahala puasa.

Orang yang tidak dapat mengendalikan lidahnya saat berpuasa adalah


orang yang merugi. Seperti ditegaskan oleh Nabi, “Berapa banyak dari
orang-orang yang berpuasa, yang tidak meperoleh apa-apa dari puasa
mereka kecuali hanya lapar dan haus.”

Ketiga : 
Selama puasa, kita dianjurkan memperbanyak sedekah kepada mereka yang
tidak punya. Mulai dari yang dekat, terutama tetangga dan sanak
kerabat.

Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

‫ً كان له مثل أجره غير أنه ال ينقص من أجر الصائم شيء‬


‫َّر صائما‬
‫من فط‬
َ 
(‫) رواه الترمذي‬

“Barangsiapa yang memberi buka orang puasa, maka baginya pahala


semisalnya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun.”
[HR. Tirmizi]

Ringkasnya, kalau kita menekuni salah satu dari empat hal pada hadits
di atas saja, surga merindukan kita, apalagi kalau keempatnya kita
kerjakan. Tentu saja semua itu harus dikerjakan dengan ikhlas.

Semoga kita termasuk orang yang dirindukan oleh surga. Adakah kerinduan
yang lebih tinggi dari itu?

‫لو يعلم العباد ما في رمضان لتمنت أمتي أن تكون السنة كلها رمضان‬ 

“Seandainya umatku tahu keutamaan dan keagungan bulan Ramadhan, niscaya


mereka mengharapkan agar selama setahun penuh menjadi bulan Ramadhan,”
demikian sabda Rasulullah.

Demikianlah sedikit yang dapat saya sampaikan. Kurang lebihnya saya


mohon maaf. 
Billahitaufik walhidayah. 
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wa barokaatuuh..
ORANG-ORANG YANG DIRINDUKAN SURGA

Siapa sih manusia yang tak ingin masuk surga? Pasti


semua manusia ingin masuk surga, sekalipun ia seorang
pencuri. Kita sebagai manusia tidak bisa mengetahui
secara pasti apakah diri kita ini adalah golongan orang
yang masuk surga atau bahkan sebaliknya golongan orang-
orang yang masuk neraka.

Walaupun demikian kita harus tetap berusaha untuk


berbuat baik dalam kondisi apapun. Agar kita menjadi
orang yang senantiasa diberi kemudahan untuk memasuki
surga.

Di dalam Al- Quran surah Ali- Imran [3]:13 Allah


menjelaskan sebagai berikut.

“Dan bersegeralah kamu pada ampunan dari Tuhanmu dan


kepada surga yang luasnya langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Ayat diatas mengandung makna bahwa:

1. Kita sebagai manusia harus segera berlomba-lomba


dalam mencari ampunan Allah.
2. Kita sebagai manusia harus berlomba-lomba dalam
kebaikan agar kita bisa menggapai surga yang
luasnya seluas langit dan bumi.
Dalam berlomba-lomba mencari ampunan Allah dapat
dilakukan dengan menjalankan semua apa yang sudah
menjadi aturan dan ketentuan Allah dan meninggalkan
semua apa yang menjadi larangan Allah.

Sebagai manusia yang beriman, pasti mengharapkan untuk


bisa menjadi golongan orang-orang yang bisa menikmati
surga-Nya Allah. Walaupun kita tidak mengetahui apakah
kita sudah pasti masuk surga atau sebaliknya.
Namun tidak ada salahnya jika kita mengetahui golongan
orang- orang yang dirindukan surga. Maka Syekh Ustman
bin Hasan dalam kitab Dzurratun Nasihin menerangkan
empat golongan orang yang dirindukan surga, yaitu
sebagai berikut.
1. Golongan orang-orang yang gemar membaca Al- Quran
baik tiap pagi, siang, sore, maupun malam.
2. Golongan orang-orang yang mampu menjaga lisannya
dari berbuat tercela seperti ghibah, adu domba,
fitnah, caci maki, dan lain-lain.
3. Golongan orang-orang yang memberi makan orang
fakir atau orang kelaparan.
4. Golongan orang-orang yang berpuasa dalam bulan
Ramadhan.

Semoga artikel ini bermanfaat. Jangan lupa ya untuk


share kepada sahabat muslim laiinya. □

ORANG-ORANG YANG DIRINDUKAN SURGA


Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Q. S. Ali – Imran : 133


“Bersegeralah kalian kepada ampunan Allah SWT dan menuju surga yang
luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa.”

Ciri-ciri orang yang bertakwa adalah care/peduli, mampu menahan emosi


dan mudah memaafkan orang lain.

Hadits Riwayat Bukhari & Muslim


“Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci jiwa dan neraka
dikelilingi hal-hal yang disenangi.”

Keinginan atau keengganan kita untuk melakukan ibadah, itulah yang


menjadi pembeda antara orang-orang beriman dengan yang tidak beriman.

Di dalam kitabnya, Ibnu Qoyyim Al-Jauziah menulis :


“Surga memiliki nama-nama yaitu Jannatul Firdaus, Jannatul Adn,
Jannatul Na’iim, Jannatul Ma’wa, dan sebagainya.

Bangunan surga itu berbentuk seperti kubah-kubah dimana kubahnya indah


dan terbuat dari mutiara.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang sholat sunnah rawatib 12


rakaat sehari semalam maka akan didirikan rumah di surga oleh Allah
SWT. Begitu juga dengan sholat dhuha 8 rakaat.
Sholat sunnah rawatib tersebut ialah:
4 rakaat sebelum zuhur
2 rakaat setelah zuhur
2 rakaat setelah magrib
2 rakaat setelah isya
2 rakaat sebelum subuh

Sebagai pembelajaran kita, di Mekkah, diantara waktu adzan dan iqomah


jedanya 30 menit karena memberikan waktu jamaah untuk melakukan sholat
tahiyyatul masjid dan sholat rawatib serta waktu untuk berdoa yang
mustajab diantara adzan dan iqomah.

Surga memiliki delapan pintu surga. Yaitu pintu rayyan, pintu shalat,
pintu puasa, pintu sedekah, pintu Al-Ayman, pintu taubat, pintu
dzikir, pintu ilmu. Kita pun dapat masuk surga dari pintu manapun
sesuai dengan kualitas terbaik amalan kita. Luas dan lebarnya pintu
surga seperti jaraknya pengendara tercepat selama 3 hari. Dan luas
antar pintunya antara Mekkah dan Bushro.

Sahabat Nabi SAW, Abu Bakar RA ialah sahabat yang paling banyak
sedekahnya, paling kuat tekadnya dalam berjihad, paling dalam ilmunya,
paling bertakwa dan banyak amalannya. Sehingga Abu Bakar RA layak
masuk surga dari pintu manapun.

Seorang wanita yang shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, tidak


musyrik, menjaga kehormatan, taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya dan
suaminya, suaminya ridha maka dia diperbolehkan masuk ke surga dari
pintu manapun yang disukai.

Pernyataan ini terdapat di dalam hadits riwayat Ahmad & Thabrani dari
Abdurrahman bin Auf.
Itulah gambaran wanita shalihah yang didambakan surga. Wanita shalihah
ada 3 cirinya: jika dilihat ia menyenangkan, jika dipanggil ia
menghampiri, jika diperintah ia menurut dan menjaga dirinya ketika
suaminya pergi.

Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya surga terdapat 100 tingkatan


yang disediakan bagi orang yang berjihad di jalan Allah. Jarak antar
tingkatannya antara langit dan bumi. Maka jika kalian minta surga maka
mintalah surga firdaus.”

Di Surga terdapat mata air


Mata air surga diberikan oleh orang-orang yang mendekatkan diri kepada
Allah SWT (muqarrabin) sedangkan para abror (orang yang berbuat baik),
Allah akan berikan air campuran kafur (mata air surga)

Q. S. Al-Insaan : 5-7
” Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas
(berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air
(dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka
dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar
dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.”

Ada 4 empat sungai di surga. Dua sungai terlihat hulunya dan dua yang
lainnya tidak terlihat hulunya. Sungai yang terlihat hulunya ada di
dunia yaitu sungai Ifrad di Irak dan sungai Nil di Mesir. Sungai
tersebut akan mengering jika telah terjadi banyak fitnah di muka bumi.

Di surga ada macam-macam sungai

Q. S. Muhammad: 15
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-
orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak
berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb
mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman
dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?”

Di surga terdapat buah-buahan

Q. S. Yasin : 57
“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang
mereka minta.”

Di surga ada khamr.

Q. S. As-Saffat: 45-47
” Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamr dari sungai yang
mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang
minum. Tidak ada dalam khamr itu alkohol dan mereka tiada mabuk
karenanya.”

Di dunia khamr diharamkan namun di surga khamr dihalalkan.


Di surga ada madu

Q.S. Muhammad : 15
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-
orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang
tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak
berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb
mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman
dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?”

Di surga ada sesuatu yang dikehendaki

Q. S. 36 : 57
“Di surga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang
mereka minta.”

Di surga ada makanan-makanan

Q. S. Az-Zukhruf : 71
“Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan
di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan
sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya”.

Di surga tidak akan mabuk

Q. S. Al-Hasyr : 19
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah
orang-orang yang fasik.”

Di surga tidak akan kelaparan

Q. S. Taha : 118
“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan
telanjang.”

Di surga tidak akan merasa dahaga

Q. S. Taha : 119
“dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan
ditimpa panas matahari di dalamnya”.

Ibnu Abbas berkata: buah-buahan di surga seperti anggur, lebih lembut,


halus, dan tanpa biji. Buah-buahan di surga akan mendekat dengan
sendirinya jika penghuni surga menginginkannya.
Tanaman-tanaman yang ada di surga akan cepat tumbuh dan berbuah.

Rasulullah bersabda:
“Penghuni surga akan makan dan minum yang enak-enak. Mereka tidak
mengeluarkan ingus dari hidungnya, tidak buang air besar dan tidak
buang air kecil. Makanannya akan keluar dari tubuhnya dengan harum
kasturi.”

Ibnu Qoyyim meriwayatkan bahwa bau aroma surga dapat dicium dari jarak
100 tahun. Aroma surga dapat dicium oleh para arwah dan orang-orang
yang dikehendaki Allah SWT.
Keadaan penghuni surga wajahnya seperti bulan purnama

Sabda Rasulullah, “ciri penghuni surga ialah orang yang tawadhu, jika
bersumpah, Allah SWT perkenankan sumpahnya.”

Kelompok pertama yang masuk surga berjumlah 70.000 orang. Mereka


saling bergandengan tangan hingga masuk surga semuanya.
Orang yang pertama masuk surga :
1. Mati syahid
2. Orang yang taat
3. Orang fakir yang menjaga diri dari meminta-minta.

Di surga ada bidadari surga disebut khairatun hisan

Para penghuni surga akan selalu diberi kesibukkan. Kesibukkan mereka


ialah bersenang-senang dengan para bidadari.

Q. S. Ali -Imran :15


Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu? Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah),
pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-
sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri
yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya.”

Di dalam Al-Quran, target ramadhan ialah menjadi orang yang bertakwa.


Ciri orang bertakwa:
1. Hatinya bersih
2. Taat pada allah
3. Memiliki akhlak terpuji
4. Allah mencintainya
5. Dijanjikan surga oleh Allah

Q. S Al-Mukminun : 1-1
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-
orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, Orang-orang mukmin dan orang-
orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak
yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara
amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya. Orang-orang mukmin dan
orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang
yang akan mewarisi, orang-orang mukmin (yakni) yang akan mewarisi
surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”

 Akhlak terpuji dapat dibentuk dengan pondasi kita dalam


beribadah, ialah dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, melaksanakan
puasa. Shalat sebagai kunci surga.

Orang yang didambakan surga ialah mereka yang menginfakkan hartanya


saat kaya/lapang ataupun sempit/susah, mampu menahan emosi (sabar)
serta taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah merupakan suri teladan dalam berbagai hal. Salah satunya
kesabaran. Rasulullah pernah dilempari kotoran unta di kepalanya,
namun Rasulullah tidak pernah membalasnya.

Kesuksesan sesungguhnya ialah barangsiapa yang diselamatkan Allah


dari neraka lalu dimasukkan ke dalam surga.

Wallahu a’lam bishshawab

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Karena kami tidak sekedar memberi informasi tapi senantiasa untuk


selalu menginspirasi

PENJELASAN:

Khamar atau Kharm adalah sebuah istilah Islam untuk "sari anggur yang difermentasikan" atau
arak. Istilah tersebut terkadang secara garis yang lebih besar ditujukan kepada hal yang
memabukkan secara umum, seperti candu. Nabi Muhammad menyatakan: setiap hal yang
memabukkan adalah khamar, dan setiap khamar diharamkan
Khutbah Jumat:

Marhaban Sya’ban, Pintu Gerbang Bulan Ramadhan

Bulan Sya'ban

Khutbah I

‫ه ُد اَنْ اَل اِلٰ ه ااَّل هّٰللا‬0 ‫ َأ ْش‬.‫ و ٰلى ٰاله وَأصْ ابه ْالك ام‬.‫صاَل ةُ وال َّساَل م ٰلى ِّيد َنا م َّم ٍد َخيْر اَأْل َنام‬
ُ ِ َ َ ِ َ‫ِ ِ َ حَ ِ ِ ِر‬ َ‫ِ َ ع‬ ِ َ‫ُ عَ سَ ِ ُح‬ َ َّ ‫ َوال‬.‫َان َوااْل ِسْ اَل ِم‬ ِ ‫اَ ْلحَ مْ ُد هلِل ِ الَّذِيْ َأ ْنعَ َم َنا ِبنِعْ َم ِة ااْل ِ ْيم‬
‫ ِه َواَل‬0‫ َّق ُت َقا ِت‬0َ‫ ِا َّتقُوا هّٰللا َ ح‬0, َ‫ َفيَاَأ ُّيهَا ْالمُْؤ ِم ُن ْون‬:ُ‫ك ْالقُد ُّْوسُ ال َّساَل ُم َوَأ ْش َه ُد اَنَّ سَ يِّدَ َنا َوحَ ِب ْي َب َنا مُحَ َّم ًدا عَ ْب ُدهُ َورَ س ُْولُ ُه صَ احِبُ ال َّشرَ فِ َواِإْلحْ تِرَ ام َأمَّا َبعْ د‬ ُ ِ‫ْال َمل‬
‫ُأ‬
َ ‫ ِإنَّ هَّللا‬: ‫ الَى‬0َ‫ا َل َتع‬0‫ َق‬.‫ ِام‬0َ‫ َوجَ عَ لَ ُك ْم مِنْ َّم ِة َذ ِوى ْاَألرْ ح‬،‫ ِام‬0َ‫ ِل َواِإل ْنع‬0‫ض‬ ْ ‫م مِنَ ْال َف‬0ْ ‫ َوَأ ْوالَ ُك‬،‫الَ ِم‬0‫دَ ا ُك ْم لِِإل ْس‬0َ‫ا ه‬0َ‫ َوا ْش ُكر ُْوهُ عَ لَى م‬, َ‫َتم ُْو ُتنَّ ِااَّل َوَأ ْن ُت ْم مُسْ لِم ُْون‬
‫َو َماَل ِئ َك َت ُه يُصَ لُّونَ عَ لَى ال َّن ِبيِّ ۚ يَا َأ ُّيهَا الَّذِينَ آ َم ُنوا صَ لُّوا عَ لَ ْي ِه َوسَلِّمُوا َتسْ لِيمًا‬

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat kesehatan dan
kesempatan untuk berkumpul di majlis Jumat hari ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya yang mulia.

Pada kesempatan kali ini, marilah kita juga merenungkan tentang betapa pentingnya memiliki
ketakwaan sebagai seorang muslim. Takwa merupakan landasan yang menjadi kunci keselamatan
di dunia dan akhirat dan harus kita pertahankan sampai kita berpisah dengan kehidupan dunia.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Imran ayat 102:

‫هّٰللا‬
َ‫ٰ ٓيا َ ُّيهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َم ُنوا ا َّتقُوا َ حَ َّق ُت ٰقىتِهٖ َواَل َتم ُْو ُتنَّ ِااَّل َواَ ْن ُت ْم مُّسْ لِم ُْون‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”.

Ketakwaan juga adalah cara untuk membuktikan keimanan kita kepada Allah swt. Takwa
mendorong kita untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya.
Ketakwaan mengajarkan kita untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang berbakti kepada Allah swt
dan berbuat baik kepada sesama. sehingga kita perlu mengembangkan ketakwaan dalam berbagai
aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan sosial kemasyarakatan.

Ketakwaan memotivasi kita untuk berperilaku baik dan memperlakukan orang lain dengan adil dan
baik, serta menjauhi perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, mari kita
perkuat ketakwaan kepada Allah agar kita senantiasa berada di jalan yang benar dan mendapatkan
petunjuk dari Allah swt.

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Pada kesempatan khutbah ini, khatib akan menyampaikan materi khutbah berjudul: “Marhaban
Sya’ban, Pintu Gerbang Bulan Ramadhan.” Tema tentang ini penting untuk disampaikan mengingat
saat ini kita sudah memasuki bulan Sya’ban yang merupakan bulan ke-8 dalam kalender hijriah.
Bulan ini diapit oleh dua bulan mulia yakni Rajab dan Ramadhan dan seolah menjadi paket yang
ditunggu-tunggu umat Islam dengan banyaknya doa dipanjatkan yang merupakan hadits nabi
riwayat Anas bin Malik ra:

َ‫ َوبَلِّغ َنا رَ مَضَ ان‬، َ‫َاركْ لَ َنا فِي رَ جَ بَ َو َشعْ بَان‬


ِ ‫اللَّ ُه َّم ب‬

Artinya: “Ya Allah, anugerahkanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan
sampaikanlah umur kami pada bulan Ramadhan.”

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Hadirnya bulan Sya’ban sebelum bulan Ramadhan, seolah menjadikan bulan ini sebuah pintu
gerbang yang mengingatkan kita untuk menyiapkan diri dan membawa bekal persiapan yang cukup
untuk menghadapi dan memasuki suasana serta kondisi baru. Agar tidak kaget memasuki bulan
Ramadhan, Rasulullah saw telah memberi contoh untuk melakukan latihan-latihan di bulan Sya’ban
berupa peningkatan kuantitas berpuasa. Hal ini didasarkan hadits Rasulullah saw diriwayatkan dari
Sayyidah ‘Aisyah:

)‫ (رواه البخاري‬. َ‫ْت رَ س ُْو َل هّٰللا ِ صَ لَّى هّٰللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم اِسْ َت ْك َم َل صِ يَا َم َشه ٍْر ِااَّل رَ مَضَ انَ َومَارَ اَ ْي ُت ُه اَ ْك َثرَ صِ يَامًا ِم ْن ُه فِيْ َشعْ بَان‬
ُ ‫َفمَا رَ اَي‬

Artinya: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh kecuali
di bulan Ramadhan, dan tidak pernah melihat Rasulullah memperbanyak puasa dalam satu bulan
selain bulan Sya’ban” (HR. Bukhari).

Latihan ini penting karena pada bulan Ramadhan nanti, kita umat Islam akan menjalankan
kewajiban yang menjadi salah satu rukun Islam yakni berpuasa selama satu bulan penuh. Dengan
memulai latihan puasa di bulan ini, maka saatnya nanti menjalankan puasa di bulan Ramadhan,
tubuh kita akan sudah terbiasa dengan perubahan pola makan seperti di bulan-bulan lainnya.

Selain manfaat secara jasmani, keutamaan berpuasa di bulan Sya’ban juga sudah diingatkan oleh
Nabi Muhammad dalam haditsnya. Nabi menyebut bahwa pada bulan ini, amal ibadah manusia
akan diangkat oleh Allah swt sehingga Nabi ingin saat amal itu diangkat, beliau masih dalam
keadaan berpuasa. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Nasai:

‫ب َورَ مَضَ انَ َوه َُو َش ْه ٌر ُترْ َف ُع فِي ِه اَأْلعْ مَا ُل ِإلَى رَ بِّ ْالعَ الَمِينَ َفُأحِبُّ َأنْ يُرْ َفعَ عَ َملِي َوَأ َنا صَ اِئ ٌم‬
ٍ َ‫َذلِكَ َش ْه ٌر ي َْغفُ ُل ال َّناسُ عَ ْن ُه َب ْينَ رَ ج‬

Artinya: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya. Bulan yang berada di antara bulan Rajab dan
Ramadhan, yaitu bulan yang disana berisikan berbagai amal, perbuatan diangkat kepada Rabb
semesta alam, aku senang amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR Nasai).

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Bukan hanya ibadah puasa, pada bulan ini, kita juga dianjurkan untuk meningkatkan ibadah-ibadah
lain seperti membaca Al-Qur’an, shalat, berzikir, dan membaca shalawat. Terkait membaca
shalawat, memang bulan ini merupakan bulan yang spesial untuk nabi dan dianjurkan banyak
membaca shalawat padanya. Pasalnya, pada bulan inilah diturunkan sebuah ayat yang
memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Nabi. Bukan hanya kita saja sebagai manusia biasa,
Allah dan Malaikat-Nya pun dalam ayat ini disebutkan ikut bershalawat kepada Nabi. Ayat ini tertulis
dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 56 yang sudah sangat masyhur yakni:

‫ِإنَّ هَّللا َ َو َماَل ِئ َك َت ُه يُصَ لُّونَ عَ لَى ال َّن ِبيِّ ۚ يَا َأ ُّيهَا الَّذِينَ آ َم ُنوا صَ لُّوا عَ لَ ْي ِه َوسَ لِّمُوا َتسْ لِيمًا‬

Artinya: “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Turunnya ayat ini di bulan Sya’ban menjadi tanda bahwa Rasulullah menjadikan bulan ini spesial
baginya. Dalam sebuah hadits dari Dari Anas bin Malik ra rasulullah menyebut bulan Sya’ban ini
adalah bulan miliknya:

‫رجَ ب َش ْه ُر هَّللا ِ و َشعْ بَان َشه ِْري َورَ مَضَ ان َش ْه ُر ُأمَّتي‬

Artinya: “Rajab adalah bulan Allah, dan Syaban adalah bulanku, Ramadhan adalah bulan umatku.”

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Di bulan Sya’ban ini, mari kita gapai kualitas dan kuantitas ibadah dengan mempersiapkan jasmani
dan ruhani kita. Mari kita bersihkan diri kita dari dosa-dosa di masa lalu melalui istighfar
“Astaghfirullah” serta mengungkapkan rasa syukur karena masih diberi umur panjang bisa bertemu
bulan Sya’ban dengan ungkapan “Alhamdulillah”, sekaligus mempersiapkan diri memasuki gerbang
masa depan dengan ucapan “Bismillah”. Mari kita sirami tanaman amal kita di bulan Sya’ban yang
telah kita semai sebelumnya di bulan Rajab sehingga pada bulan Ramadhan nanti kita akan dapat
memanennya dengan baik.

Semoga kita dapat meraih keutamaan-keutamaan di bulan Sya’ban yang dalam Kitab Duratun
Nashihin diwakili oleh huruf-huruf yang ada dalam kata “Sya’ban” (‫)شعبان‬. Pertama adalah ‫( ش‬syin)
berarti asy-syafa’ah wasy syarafah (pertolongan dan kemuliaan), kedua ‫‘( ع‬ain) berarti al-‘izzah wal
karamah (kemuliaan dan kehormatan), ketiga ‫( ب‬ba’) berarti al-birr (kebajikan), keempat ‫( ا‬alif)
berarti al-ulfah (kecondongan atau kasih sayang), dan kelima ‫( ن‬nun) yang berarti an-nur (cahaya
atau menerangi).

Semoga Allah senantiasa mengabulkan harapan-harapan kita dan kita bisa terus menjalankan misi
utama kita di dunia yakni beribadah kepada Allah sekaligus mendapatkan pertolongan dan
perlindungan-Nya. Amin

‫هّٰللا‬
ِ َّ‫ ِإ َّن ُه ه َُو ْالغَ فُ ْو ُر الر‬،ُ‫ َفاسْ َت ْغفِر ُْوه‬0،‫ َوَأسْ َت ْغفِ ُر َ لِيْ َولَ ُك ْم‬،‫َأقُ ْو ُل َق ْولِيْ ٰه َذا‬
‫ح ْي ُم‬

Khutbah II

‫ ْولُ ُه‬0‫ ُدهُ َورَ ُس‬0‫ َه ُد َأنَّ مُحَ َّم ًدا عَ ْب‬0‫ َوَأ ْش‬.ِ‫ اد‬0َ‫ا ِباِإْل ِّتح‬00‫ َه ُد َأنْ اَل ِإلٰ َه ِااَّل هّٰللا ُ الَّذِيْ َأمَرَ َن‬0‫ َأ ْش‬.‫ص َم ِد الَّذِيْ لَ ْم َيل ِْد َولَ ْم ي ُْولَ ْد َولَ ْم َي ُكنْ لَ ُه ُكفُ ًوا َأحَ ٌد‬
َّ ‫ْالحَ مْ ُد هّٰلِل ِ ااْل َحَ ِد ال‬
‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم عَ لَى سَ ِّي ِد َنا َوحَ ِبي ِْب َنا َو َشفِ ْي ِع َنا َوم َْواَل َنا مُحَ َّم ٍد الَّذِيْ َأرْ سَ َل ل ِْلعَ الَ ِم ْينَ ِالَى ي َْو ِم ْالمَعَ ا ِد‬
َّ ‫ ال‬.ِ‫الَّذِيْ دَ عَ ا َنا ِبحُبِّ ْال ِباَل د‬
‫ص‪0‬لُّ ْوا‬ ‫ُص‪0‬لُّ ْونَ عَ لَى ال َّن ِبيِّ ٰيَأ ُّيهَ‪0‬ا الَّ ِذ ْينَ ٰأ َم ُن ْ‪0‬وا َ‬
‫از ْال ُم َّتقُ ْونَ ‪َ .‬ف َق‪0‬ا َل هٰللا ُ َتعَ‪ 0‬الَى اِنَّ هٰللا َ َو َماَل ِئ َك َت‪ُ 0‬ه ي َ‬
‫َأمَّا َبعْ دُ‪َ .‬فيَاَأ ُّيهَا ال َّناسُ ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى هٰللا ِ َف َق ْد َف َ‬
‫عَ لَ ْي ِه َو سَ لِّم ُْوا َتسْ لِ ْيمًا‬

‫‪0‬اركْ عَ ٰلى َس‪ِّ 0‬ي ِد َنا مُحَ َّم ٍد َوعَ ٰلى ٰا ِل َس‪ِّ 0‬ي ِد َنا مُحَ َّم ٍد َك َم‪00‬ا‬ ‫ٰ‬ ‫اَل ٰلّ ُه َّم صَ ِّل َوسَ لِّ ْم عَ ٰلى سَ ِّي ِد َنا مُحَ َّم ٍد َو عَ ٰلى ٰأ ِل سَ ِّي ِد َنا مُحَ َّم ٍد َك َم‪00‬ا َ‬
‫ص‪0‬لَّيْتَ عَ لى َس‪ِّ 0‬ي ِد َنا ِا ْب‪00‬رَ ا ِه ْي َم َو َب‪ِ 0‬‬
‫بَارَ ْكتَ عَ ٰلى سَ ِّي ِد َنا ِا ْبرَ ا ِه ْي َم َوعَ ٰلى ٰا ِل سَ ِّي ِد َنا ِا ْبرَ ا ِه ْي َم ْفي ْالعَ الَ ِم ْينَ ِا َّنكَ حَ ِم ْي ٌد َم ِ‬
‫ج ْي ٌد‬

‫ْن‪ .‬اَل ٰلّ ُه َّم ْ‬


‫اغفِ‪00‬رْ ل ِْلم ُْس‪00‬لِ ِم ْينَ‬ ‫‪00‬ابع ِِه ْم ا ِٰلى ي ْ‬
‫َ‪00‬و ِم ال‪ِّ 00‬دي ِ‬ ‫‪00‬اب ِع ال َّت ِاب ِع ْينَ َو َت ِ‬
‫ب َن ِبيِّكَ اَجْ َم ِع ْينَ ‪َ .‬وال َّت ِاب ِع ْبنَ َو َت ِ‬ ‫اش‪ِ 00‬د ْينَ ‪َ .‬وعَ نْ اَ ْ‬
‫ص‪00‬حَ ا ِ‬ ‫اَل ٰلّ ُه َّم َوارْ ضَ عَ ِن ْال ُخلَ َف‪00‬ا ِء الرَّ ِ‬
‫اص ‪ً 0‬ة‬ ‫الطاع ُْونَ َوااْل َمْ رَ اضَ َو ْالفِ َتنَ مَا اَل ي َْد َف ُع ُه غَ ْيرُكَ عَ نْ َبلَ ِد َنا هٰ َذا ِا ْند ُْو ِني ِْس ‪0‬يَّا َخ َّ‬ ‫ت اَل ٰلّ ُه َّم ْاد َفعْ عَ َّنا ْالغَ اَل َء َو ْال َوبَا َء َو َّ‬
‫ت َو ْالمُْؤ ِم ِن ْينَ َو ْالمُْؤ ِم َنا ِ‬
‫َو ْالمُسْ لِمَا ِ‬
‫ٰ‬
‫ار‬‫اِئر ِباَل ِد ْالمُسْ لِ ِم ْينَ عَ ام ًَّة يَا رَ بَّ ْالعَ الَ ِم ْينَ ‪ .‬رَ َّب َنا ٰا ِت َنا فِي ال ُّد ْنيَا حَ سَ َن ًة َو فِي ااْل خِرَ ِة حَ سَ َن ًة َو قِ َنا عَ َذابَ ال َّن ِ‬ ‫َوعَ نْ سَ ِ‬

‫اش‪ُ 0‬كر ُْوهُ عَ ٰلى نِعَ ِم‪ِ 0‬ه‬ ‫‪0‬اذ ُكرُوا هٰللا َ ْالعَ ظِ ْي َم َي‪0ْ 0‬ذ ُكرْ ُك ْم‪َ 0.‬و ْ‬
‫ِظ ُك ْم لَعَ لَّ ُك ْم َت‪0َ 0‬ذ َّكر ُْونَ ‪َ 0.‬ف‪ْ 0‬‬
‫ان َو َي ْنهَى عَ ِن ْال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك‪00‬ر‪َ .‬يع ُ‬
‫ِ‬
‫هٰللا ْأ‬ ‫هٰللا‬
‫عِ بَادَ ِ اِنَّ َ َي ُم ُر ِب ْالعَ ْد ِل َوااْل ِحْ سَ ِ‬
‫ي َِز ْد ُك ْم‪َ .‬ولَذ ِْك ُ‪0‬ر هٰللا ِ اَ ْك َب ُر‬

‫‪H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung‬‬


Khutbah Jumat:

Pesan Damai Bulan Ramadhan

Khutbah I
.‫ٰى‬‫ْ •و‬ ‫َّق‬
‫ِ الت‬ ‫َ َأِلج‬
‫ْ •ل‬ ‫َام‬‫ِّ•ي‬‫•ا الص‬ •َ ‫ْن‬‫لي‬ََ‫َضَ ع‬‫َر‬‫َف‬‫ و‬،‫ًا‬ ‫َك‬‫َار‬‫مب‬ ُ ‫ًا‬ ‫هر‬َْ‫ن ش‬ َ‫َا‬ ‫مض‬ََ‫َ ر‬ ‫َل‬
‫َع‬‫هّٰلِل ج‬
ِِ‫د‬ ‫َم‬
ُْ ‫َلح‬
ْ‫ا‬
. ‫ه‬ ‫ل‬
ُ ‫و‬ ••‫س‬ ‫ر‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫د‬ ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫َأ‬
ُ ْ ُ ََ َُُْ ًََّ ُ َّ َُْ َ ُ َ َِْ َ َُْ َ ‫د‬ ‫ه‬ ‫ش‬‫َأ‬ ‫و‬ ، ‫ه‬ َ
‫ل‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫ش‬ ‫ال‬ ‫ه‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫َأ َُْ ْ اَل ِإٰ َ ِإاَّل‬
‫ه‬ ‫ل‬ ۧ ‫ن‬ ‫َأ‬ ‫د‬ ‫ه‬ ‫ش‬
‫ٰى‬‫ُّق‬
‫ِ الت‬ ‫ه••ل‬ ْ‫ِ َأ‬ ‫ِه‬‫ْب‬‫َح‬ ‫ِ و‬
‫َص‬ ‫له‬ِ‫ٰى آ‬ ‫َل‬ ‫َع‬‫ و‬،‫ٰى‬ ‫َب‬‫ْت‬
‫ُج‬‫الم‬
ْ ٍ ‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬َ ‫َا‬ ‫ِن‬‫ِّد‬
‫ٰى سَي‬ ‫َل‬
‫ْ ع‬ ‫لم‬َِّ‫َس‬‫ِّ و‬
‫َل‬‫َّ ص‬ ‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬ ‫ا‬
ِ
‫ِ••ه‬‫َت‬‫َاع‬ ‫َط‬‫هّٰللا و‬
ِ ‫َى‬ ‫ْ••و‬ ‫َق‬‫ِت‬
‫ِيْ ب‬ ‫ْس‬‫نف‬ََ‫ْ و‬ ‫ُم‬‫ْك‬‫ِي‬‫ْص‬‫َ! ُأو‬ ‫ْن‬‫ُو‬‫ِم‬
‫ُسْل‬‫الم‬
ْ ‫ها‬ َ‫ي‬ُّ‫َاَأ‬‫َي‬‫ ف‬،‫د‬ ُْ‫بع‬َ ‫ما‬ َّ‫ َأ‬.‫ٰى‬ ‫َف‬
‫الو‬ْ َ‫و‬
‫ِن‬
َ ‫هّٰلِل م‬
ِ‫ِا‬ ‫ُ ب‬ ‫ْذ‬
‫ُ •و‬ ‫َأ‬
‫ ع‬:ِ ‫يم‬ ‫َ •ر‬
ِْ ْ ِ
‫الك‬ ‫ِ •ه‬ ‫َاب‬ ‫ِت‬‫ِيْ ك‬ ‫•الى ف‬
ٰ •َ ‫تع‬َ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ل‬ َ‫•ا‬ •َ‫َق‬‫ ف‬.‫َى‬ ‫اتق‬
َّ ِ‫من‬ َ َ ‫•از‬ •َ‫د ف‬ َْ‫َق‬
‫ف‬
‫ِب‬
َ ‫ُت‬
‫•وا ك‬ •ُ‫من‬َ‫ء‬ ٰ َ‫ين‬ ِْ‫الذ‬
َّ ‫•ا‬ •‫ه‬َ‫ي‬ ‫َأ‬
ُّ ۤ ‫يا‬َ .ِ ‫ْم‬‫َّحِي‬
‫•ر‬•‫ٰنِ ال‬ ‫ْم‬‫َّح‬
‫•ر‬•‫هّٰللا ال‬
ِ ِ ‫ِسْ•م‬ ‫ ب‬،ِ ‫ْم‬‫َّجِي‬‫َانِ الر‬ ‫ْط‬
‫الشَّي‬
‫ن‬‫ُو‬
َْ ‫َّق‬‫تت‬ َ ْ‫ُم‬ ََّ
‫لك‬ ‫ْ َلع‬ ‫ُم‬‫ِك‬ ‫َب‬
‫ْل‬ ‫ْ ق‬‫ِن‬‫َ م‬ ‫ين‬ ِْ‫الذ‬َّ ‫َى‬ ‫َل‬‫َ ع‬ ‫ِب‬
‫ُت‬‫َا ك‬ ‫َم‬‫ُ ك‬ ‫َام‬ ‫ِّي‬
‫ُ الص‬ ‫ُم‬ ‫ْك‬ ‫لي‬ََ ‫ع‬

Ma`âsyiral Muslimîn, Jamaah Jumat hafidhakumullâh!

Kini, kita memasuki sepuluh kedua Ramadhan, bulan yang penuh berkah
dan ampunan. Tidak ada dosa yang diperbuat seorang yang berpuasa, yang
puasanya dilakukan dengan khusyu’, ikhlas, imanan, dan ihtisaban,
kecuali akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Rasulullah
bersabda:

ِ
‫ِه‬ َْ
‫نب‬ ‫ِن‬
‫ْ ذ‬ ‫َ م‬
‫َدم‬
َّ‫تق‬
َ ‫ما‬ ُ‫َ َل‬
َ ‫ه‬ ‫ِر‬‫ُف‬
‫با غ‬
ً‫ِسَا‬
‫ْت‬‫َاح‬
‫ًا و‬
‫َان‬
‫ن ِإيم‬
َ‫َا‬
‫مض‬ ‫َ ر‬
ََ ‫َام‬
‫ْ ص‬
‫من‬َ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala


dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari
no. 38 dan Muslim no. 760).

Menurut catatan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari bi Syarh


Sahih al-Bukhari, yang dimaksud Imanan adalah berpuasa karena meyakini
akan kewajiban puasa, sedangkan yang dimaksud ihtisaban adalah
mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Itulah alasan mengapa Al-Qur'an
surat Al-Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa seruan kewajiban berpuasa
itu diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Yâ ayyuhal ladzîna
âmanû, kutiba ‘alaikumush shiyâm. Atas dasar imanan dan ihtisaban,
itulah tata cara puasa yang benar, yang membuat pelakunya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.

Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala


dan ridha Allah, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan
bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia
dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika
menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak
yang baik.

Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah!

Di antara hikmah Ramadhan adalah ada bahwa berpuasa itu adalah benteng
atau perisai bagi pelakunya. Rasulullah bersabda:
‫د‬
ٌ••َ‫ه َأح‬
ُ‫اب‬
َّ َ‫ن س‬ ‫ْ ف‬
ْ‫َِإ‬ ‫ْخَب‬
‫يص‬ ‫ْ و‬
َ ‫َاَل‬ ‫ُث‬‫ْف‬
‫ير‬ ‫ْ ف‬
َ ‫َاَل‬ ‫ُم‬‫ِك‬
‫َد‬‫ِ َأح‬
‫ْم‬‫َو‬
‫ُ ص‬
‫ْم‬‫يو‬
َ ‫ن‬ ‫َا ك‬
َ‫َا‬ ‫َِإذ‬ ٌَّ
‫ة و‬ ‫ُن‬‫ُ ج‬
‫َام‬
‫ِّي‬
‫َالص‬
‫و‬
‫َاِئم‬
ٌ ‫ٌُؤ ص‬
‫مر‬ْ‫ِّي ا‬‫ْ ِإن‬
‫ُل‬‫َق‬ َْ
‫لي‬ ‫ه ف‬
ُ‫ل‬ َ‫ت‬
َ‫َا‬ ‫َأو‬
‫ْ ق‬

“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa,
janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang
mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa puasa merupakan perisai, selama


tidak dinodai dengan perkataan dan perbuatan kotor yang dapat merusak
hakikat puasa itu sendiri. Yang dimaksud puasa itu ‫ة‬ ٌَّ
‫ُن‬ ‫( ج‬junnatun)
adalah bahwa puasa akan menjadi pelindung, yang akan melindungi
pelakunya di dunia dan juga di akhirat. Di dunia, puasa akan menjadi
pelindung bagi pelakunya untuk tidak mengikuti godaan syahwat yang
terlarang di saat puasa. Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang
berpuasa untuk membalas orang yang menganiaya dirinya dengan balasan
serupa. Sehingga jika ada yang mencela ataupun menghina dirinya, maka
hendaklah dia mengatakan “Aku sedang berpuasa”. Kemudian di akhirat,
puasa akan menjadi perisai bagi pelakunya untuk tidak dimasukkan ke
dalam api neraka pada hari kiamat.

Dalam konteks puasa sebaga junnah, setidaknya ada tiga manfaat puasa,
yaitu fâ’idah rûhiyyah, fâ’idah ijtimâ’iyyah, dan fâ’idah shihhiyyah.
Di antara faedah rûhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa
menjadikan kita membiasakan diri agar berlaku sabar, mengekang hawa
nafsu, dan membuat kita untuk selalu mengekspresikan sikap dan
karakter takwa dalam segala keadaan, karena memang takwa itulah yang
menjadi tujuan khusus dalam berpuasa. La’allakum tattaqûn.

Kemudian, di antara faedah ijtimâ’iyyah dalam puasa Ramadhan adalah


bahwa kita dibiasakan untuk hidup tertib, disiplin, rukun, damai, dan
bersatu padu. Puasa juga mengajarkan kita untuk cinta keadilan dan
kesetaraan di antara umat: antara yang kaya dan yang miskin, antara
yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan
seterusnya. Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib
berpuasa ketika telah memenuhi persyaratannya. Bahkan, puasa juga
menjadi ajang pembentukan rasa kasih dan sayang, untuk selalu berbuat
baik terhadap sesama, karena memang dengan berpuasa, segala pintu dosa
dan kemaksiatan menjadi tertutup karenanya. Sedangkan faedah
shihhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa itu membersihkan
usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus
beraktivitas, membersihkan badan dari lemak dan kolesterol yang
menjadi sumber penyakit, sehingga orang yang berpuasa menjadi sehat
adanya. Shûmû tashihhû, kata Nabi. Berpuasalah, niscaya kalian sehat.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!

Oleh karena itu, marilah bulan Ramadhan tahun ini kita jadikan sebagai
perisai spiritual, perisai sosial dan perisai kesehatan. Pemilu 2019
sudah berlalu. Biarkah KPU dan Bawaslu yang menentukan proses
selanjutnya. Dengan berpuasa, kita bina Indonesia damai. Damai jiwa
kita, rukun sosial kita, dan sehat raga kita.

Selaku intelektual Muslim moderat, kita jaga perdamaian pasca Pemilu


2019 ini dengan Junnahnya puasa. Jangan sampai puasa kita kali ini,
dirusak lagi dengan perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah, menebar
hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan adu domba, baik secara langsung
maupun melalui media digital, media elektronik, televisi, radio,
internet, dan media sosial. Biarlah semua itu terjadi di masa
kampanye. Tetapi setelah Pemilu, perkataaan dan perbuatan itu kita
bersihkan dengan puasa kita yang imanan wa ihtisaban. Kalau semua itu
masih kita lakukan di bulan Ramadhan ini, maka kita termasuk orang
yang disabdakan Rasulullah:
‫ُوع‬
ُ ْ ‫ِ ِإاَّل‬
‫الج‬ ‫ِه‬ ‫ِي‬
‫َام‬ ‫ِن‬
‫ْ ص‬ ُ‫ْسَ َل‬
‫ه م‬ ‫ٍ َلي‬
‫َاِئم‬ ‫ِن‬
‫ْ ص‬ ‫ْ م‬
‫َم‬‫ك‬

“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari
puasanya, selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).

Intinya, marilah kita jadikan momen Ramadhan tahun ini sebagai bulan
penyucian badan dan rohani dari segala keburukan Pemilu. Kita suarakan
pesan damai Ramadhan melalui rekonsiliasi nasional. Karena inilah
sikap intelektual Muslim moderat. Hal ini perlu kita gaungkan, agar
kita mendapatkan hikmah damai Ramadhan, sehingga bangsa dan negara
Indonesia yang tercinta ini, dapat kita jaga dari kehancuran moral.

Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!

Sebagai penutup khutbah pertama ini, marilah kita renungkan firman


Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf ayat 96:

‫َا‬‫ْن‬
‫َح‬‫َت‬ ‫َو‬
‫ْا َلف‬ ‫اتق‬ ‫ْا و‬
َّ َ ‫ُو‬
‫من‬َ‫ء‬
ٰ ٓ‫َى‬‫ُر‬
‫الق‬
ْ َ‫هل‬ْ‫ن َأ‬
َّ‫ْ َأ‬
‫ََلو‬
‫ و‬.ِ ‫ْم‬
‫َّجِي‬
‫َانِ الر‬ ‫ْط‬
‫َ الشَّي‬ ‫هّٰلِل م‬
‫ِن‬ ِ‫ِا‬ ‫ُ ب‬‫ْذ‬
‫ُو‬‫َأع‬
‫ن‬‫ُو‬
َْ ‫ِب‬‫ْس‬
‫يك‬َ ‫ْا‬
‫نو‬ُ‫َا‬ ‫ِم‬
‫َا ك‬ ‫ْ ب‬
‫هم‬ُ‫ن‬ٰ‫ذ‬
َْ‫ََأخ‬
‫ْا ف‬
‫بو‬ َّ‫ْ ك‬
ُ‫َذ‬ ‫ِن‬‫ََلك‬
‫ض و‬ ‫َْألر‬
ِْ ‫َا‬‫ء و‬ِ‫َآ‬
‫َ السَّم‬
‫من‬ ِّ ٍ‫ٰت‬
‫َك‬‫بر‬
َ ْ ‫ِم‬ ‫ْه‬
‫لي‬ََ
‫ع‬.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka sesuai
dengan apa yang telah mereka kerjakan”.

Semoga puasa kita yang imanan dan ihtisaban itu menjadi Junnah bagi
kita untuk dapat terus menjaga dan merawat Indonesia yang damai,
dengan mendapatkan keberkahan Ramadhan dari langit dan bumi. Amîn yâ
rabbal ‘âlamîn.

ِ‫•ات‬•‫ي‬َ‫ْآل‬ ‫ِن‬
‫َ ا‬ ‫ِ م‬
‫ْ •ه‬
‫•اِفي‬•َ
‫ِْبم‬ ‫ُم‬
‫ياك‬ ‫ِيْ و‬
َّ‫َِإ‬ ‫َن‬
‫َع‬‫نف‬
ََ‫ِ و‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫َظ‬
‫ْلع‬
‫ءانِ ا‬َ‫ْر‬ ُ‫ِا‬
‫ْلق‬ ‫ْ ب‬
‫ُم‬‫ََلك‬ ‫هّٰللا ل‬
‫ِيْ و‬ ُ َ‫َك‬ ‫بار‬
َ
‫ْم‬
ُ ‫َّحِي‬
‫ُ الر‬ ‫ْر‬
‫ُو‬‫َف‬
‫ْلغ‬
‫َ ا‬‫هو‬
ُ ‫ه‬ٗ‫ن‬
َّ‫ه ِإ‬
ُْ ‫ِر‬
‫ُو‬ ‫ْف‬‫َغ‬‫َاسْت‬‫ ف‬,ِ‫ْم‬‫ِي‬
‫َك‬‫الح‬
ْ ِ ‫ْر‬ ِّ َ
‫الذك‬ ‫و‬

Khutbah II

‫ه‬
َ‫ِل‬ ْ‫د َأ‬
َ‫ن الَ ا‬ ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ و‬.ِ‫ِه‬
‫َان‬‫ِن‬ ِْ
‫مت‬ ‫ِ و‬
‫َا‬ ‫ِه‬
‫ْق‬‫ِي‬
‫ْف‬‫تو‬
َ َ‫َلى‬ ُ‫ُ َل‬
‫ه ع‬ ‫ْر‬‫َالشُّك‬‫ِ و‬‫ِه‬
‫ْسَان‬ ‫َلىَ ِإح‬‫هّٰلِل ع‬
ِ ‫د‬ ‫َم‬
ُْ ‫َلح‬
ْ‫ا‬
‫ِى‬
‫•داع‬
َّ •‫ه ال‬ُ‫ُْل‬
‫س••و‬
َُ‫َر‬‫ه و‬
ُ‫د‬ ‫َب‬
ُْ ‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬
ُ ‫َا‬‫دن‬ ‫أن سَي‬
َِّ َّ ‫د‬
ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ه و‬ ُ‫يكَ َل‬
ِْ‫ه الَ شَر‬
ُ‫د‬ ‫َح‬
َْ ‫هّٰللا و‬
َُ ‫هّٰللا و‬
ُ َّ‫ِإال‬
‫لم‬
‫ْ‬ ‫َسَ•ِّ‬
‫ِ و‬
‫ِه‬‫َاب‬
‫ْ•ح‬‫ََأص‬
‫ِ و‬ ‫َِ‬
‫ل• ه‬ ‫َى ا‬
‫َل‬
‫ِع‬‫د و‬
‫ٍَّ‬
‫َم‬‫مح‬ ‫ِن‬
‫َا ُ‬‫ِّد‬
‫َى سَ•ي‬
‫َل‬
‫ِّ ع‬
‫َ•ل‬‫َّ ص‬
‫هـم‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫ِه‬
‫ِ‪ .‬ا‬ ‫َان‬
‫ْو‬‫ِض‬
‫َ ر‬
‫إلى‬
‫ًا‬
‫ْر‬ ‫ِثي‬‫ًا ك‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫تسْل‬
‫َ‬

‫ْا‬‫ُ••و‬ ‫َْ‬
‫لم‬ ‫َاع‬
‫هى و‬‫نَ‬‫َّا َ‬
‫َم‬ ‫ْا ع‬‫هو‬
‫َُ‬‫نت‬‫َاْ‬‫َ و‬ ‫َا َأَ‬
‫مر‬ ‫ْم‬ ‫هّٰللا ف‬
‫ِي‬ ‫ُوا َ‬ ‫ِتق‬
‫َّاسُ اَّ‬
‫ها الن‬ ‫َ اُّ‬
‫َيَ‬ ‫َيا‬
‫د ف‬‫ُْ‬‫بع‬
‫ما َ‬ ‫َأَّ‬
‫ن‬ ‫تعاَ‬
‫َلى ِإَّ‬ ‫ل َ‬
‫َاَ‬ ‫ِ و‬
‫َق‬ ‫ِه‬
‫دس‬ ‫ِق‬
‫ُْ‬ ‫ِ ب‬
‫ِه‬‫َت‬‫َآل ِئك‬
‫ِم‬‫َى ب‬
‫ثـن‬‫ََ‬
‫ِ و‬ ‫ِه‬ ‫ْس‬
‫َف‬‫ِن‬
‫ِ ب‬ ‫ِي‬
‫ْه‬ ‫دَأ ف‬
‫بَ‬ ‫مر‬
‫ٍ َ‬ ‫َِأْ‬
‫ْ ب‬‫ُم‬
‫َك‬ ‫هّٰللا َأَ‬
‫مر‬ ‫ن َ‬ ‫َأَّ‬
‫ْا‬‫ُو‬
‫لم‬‫س••ِّ‬
‫ََ‬‫ِ و‬
‫ْ••ه‬
‫لي‬‫ََ‬
‫ْا ع‬
‫لو‬ ‫َُّ‬
‫ْا ص‬‫ُو‬
‫من‬‫َ آَ‬‫ين‬‫ِْ‬ ‫الذ‬
‫ها َّ‬‫َيَ‬
‫ِى يآ اُّ‬‫َّب‬
‫َلىَ الن‬
‫ن ع‬ ‫لو‬
‫َْ‬ ‫َُّ‬
‫يص‬‫ه ُ‬
‫َُ‬ ‫مآلِئك‬
‫َت‬ ‫ََ‬‫هّٰللا و‬
‫َ‬
‫َ‬
‫ِنا‬‫ِّد‬
‫س••ي‬‫ِ َ‬‫َى آل‬‫َل‬‫َع‬
‫ْ و‬
‫لم‬‫س••ِّ‬
‫ََ‬‫ِ و‬
‫ْه‬ ‫ََ‬
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
‫َّى ُ‬ ‫َل‬
‫ٍ ص‬
‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬ ‫ِن‬
‫َا ُ‬‫ِّد‬
‫َى سَي‬
‫َل‬‫ِّ ع‬
‫َل‬ ‫َّ ص‬
‫هـم‬ ‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫ًا‪ .‬ا‬ ‫ْم‬‫ِي‬‫تسْل‬
‫َ‬
‫َ••اِ‬
‫ء‬ ‫ْلخَُ‬
‫لف‬ ‫َنِ ا‬
‫َّ ع‬
‫هم‬ ‫ْضَ الّ‬
‫لُ‬ ‫َار‬ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫َّب‬
‫َ••ر‬
‫ُق‬ ‫ِ ا‬
‫ْلم‬ ‫مآلِئك‬
‫َ••ة‬ ‫ََ‬‫ِكَ و‬
‫ُسُل‬
‫َر‬‫ِيآِئكَ و‬ ‫َْ‬
‫نب‬ ‫َى ا‬‫َل‬‫َع‬
‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
‫ُ‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬
‫َالت‬‫ِ و‬‫بة‬‫َاَ‬
‫َّ•ح‬‫ِ الص‬
‫َّة‬
‫ِي‬‫بق‬
‫ْ َ‬‫َن‬‫َع‬
‫ِى و‬‫َل‬‫َع‬
‫•ان و‬ ‫ْم‬
‫َ•‬ ‫ُث‬‫َع‬
‫•ر و‬ ‫َ•‬
‫ُم‬‫َع‬
‫ٍ و‬ ‫ْ •ر‬
‫بك‬‫ِى َ‬‫َ َأب‬
‫ين‬‫ِْ‬
‫ِد‬‫َّاش‬
‫الر‬
‫ي••ا‬‫ِكَ َ‬‫َت‬
‫ْم‬ ‫ِر‬
‫َح‬ ‫ْ ب‬‫هم‬
‫َُ‬‫مع‬
‫َّا َ‬
‫َن‬ ‫ْضَ ع‬
‫َار‬
‫ينِ و‬
‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫ْم‬
‫ِ‬ ‫َو‬ ‫ْسَانٍ اَ‬
‫ِلىي‬ ‫ِح‬‫ِا‬
‫ْ ب‬
‫هم‬‫َ َلُ‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬ ‫ِع‬
‫ِي الت‬ ‫تاب‬
‫ََ‬‫و‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫َّاحِم‬
‫َ الر‬ ‫َم‬
‫ْح‬‫َأر‬

‫هم‬
‫ْ‬ ‫ِن‬
‫ُْ‬ ‫ء م‬
‫ْي••آُ‬ ‫َاتِ ا‬
‫َالَح‬ ‫ِم‬‫س••ل‬
‫ُْ‬‫ْلم‬
‫َا‬ ‫َ و‬
‫ْن‬‫ِي‬‫ِم‬
‫ُسْل‬‫ْلم‬
‫َا‬‫َاتِ و‬‫ِن‬
‫ُْؤم‬
‫ْلم‬ ‫َا‬ ‫َ و‬ ‫ْن‬‫ِي‬
‫ِن‬‫ُْؤم‬
‫لم‬‫لْ‬‫ْ ِ‬
‫ِر‬‫ْف‬
‫َّ اغ‬
‫هـم‬‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬ ‫ا‬
‫ْص••ر‬
‫ْ‬ ‫َان ُ‬
‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِك‬‫ُشْ•ر‬‫ْلم‬
‫َا‬‫ْكَ و‬
‫الش••ر‬
‫ِّ‬ ‫ََأذَّ‬
‫ِل‬ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫ُسْل‬
‫ْلم‬‫َا‬‫َ و‬‫ِْإلسْالَم‬
‫َّ ا‬
‫ِز‬‫َّ َأع‬
‫هـم‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫َاتِ ا‬‫مو‬
‫ْالَْ‬
‫َا‬‫و‬
‫مر‬
‫ْ‬ ‫دِّ‬ ‫َ و‬
‫َ َ‬ ‫ْن‬‫ِي‬‫ِم‬
‫س••ل‬
‫ُْ‬‫ْلم‬‫ل ا‬
‫ذَ‬ ‫َ •َ‬
‫ْ خ‬ ‫من‬
‫ل َ‬
‫ذْ‬‫ْ••ُ‬
‫َاخ‬ ‫َ و‬
‫ين‬‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫َر‬
‫َ‬ ‫نص‬
‫ْ َ‬ ‫من‬ ‫ُر‬
‫ْ َ‬ ‫نص‬
‫َاْ‬
‫ة و‬‫ِيَ‬
‫ِّدَّ‬
‫َح‬ ‫ُو‬
‫ْلم‬‫ا‬ ‫دكَ‬ ‫ِب‬
‫َاَ‬ ‫ع‬
‫ء‬
‫َالََ‬
‫ْلب‬
‫َّا ا‬
‫َن‬‫ْ ع‬‫َ •ع‬
‫دف‬‫َّ اْ‬
‫هـم‬ ‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫ينِ‪ .‬ا‬‫•دْ‬
‫َ ال• ِّ‬
‫ْم‬ ‫ِكَ ِإَلى َ‬
‫ي• و‬ ‫ِم‬
‫َات‬ ‫َل‬
‫ِ ك‬
‫ْل‬‫َاع‬
‫ينِ و‬ ‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫ء‬
‫داَ‬ ‫َأع‬
‫َْ‬
‫َن‬
‫ْ‬ ‫َ ع‬‫َن‬‫بط‬‫ما َ‬
‫ََ‬‫ها و‬ ‫ِن‬
‫َْ‬ ‫َ م‬‫هر‬
‫ََ‬‫ما ظ‬
‫َ َ‬‫َن‬‫ِح‬‫ْلم‬ ‫ِ و‬
‫َا‬ ‫َة‬
‫ْن‬‫ِت‬
‫ْلف‬‫ء ا‬ ‫َسُو‬
‫َْ‬ ‫َ و‬ ‫ِح‬
‫َن‬ ‫ْلم‬ ‫َا‬
‫ل و‬ ‫َّالَز‬
‫َِ‬ ‫َالز‬ ‫ء و‬‫باَ‬
‫ََ‬‫ْلو‬
‫َا‬‫و‬
‫َ‪.‬‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫الم‬‫َ َ‬‫ْلع‬
‫َّ ا‬
‫َب‬‫يا ر‬‫ة َ‬‫عآمً‬
‫َّ‬ ‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِم‬‫ُسْل‬
‫ْلم‬‫دانِ ا‬ ‫ُْ‬
‫لَ‬ ‫ْلب‬
‫ِ ا‬‫َسَاِئر‬
‫ة و‬ ‫ًَّ‬
‫َّا خآص‬ ‫ِي‬‫ْس‬‫ِي‬ ‫دون‬
‫نُ‬‫ِْ‬ ‫ِن‬
‫َا ا‬ ‫بَ‬
‫لد‬ ‫َ‬
‫َ••ا‬
‫بن‬ ‫ِ‪ .‬ر‬
‫ََّ‬ ‫َّار‬
‫َ الن‬‫َاب‬‫َ••ذ‬ ‫ِن‬
‫َ••ا ع‬ ‫َق‬
‫ة و‬ ‫ًَ‬ ‫ِ ح‬
‫َسَن‬ ‫ْآلخِر‬
‫َة‬ ‫ِى ا‬‫َف‬
‫ة و‬‫ًَ‬‫َسَن‬
‫َا ح‬ ‫ني‬
‫الدْ‬
‫ُّ‬ ‫ِى‬ ‫َ ف‬
‫ِنا‬‫َا آت‬‫بن‬ ‫ر‬
‫ََّ‬
‫َ‪.‬‬‫ين‬ ‫ِ•ر‬
‫ِْ‬ ‫ْلخَاس‬ ‫ِن‬
‫َ ا‬ ‫َّ م‬
‫َن‬ ‫ْن‬
‫ُ •و‬
‫َك‬‫•ا َلن‬‫َ•‬ ‫ْن‬
‫َم‬‫ْح‬
‫تر‬ ‫•ا و‬
‫ََ‬ ‫ْ َلن‬
‫َ•‬ ‫ِ •ر‬
‫ْف‬‫تغ‬
‫ْ َ‬‫ن َلم‬
‫َاإْ‬‫َا و‬ ‫ُسَ•ن‬ ‫نف‬‫َْ‬‫•ا ا‬
‫َ•‬ ‫ْن‬‫لم‬‫ََ‬
‫ظ‬
‫َنِ‬
‫هى ع‬ ‫ين‬
‫َْ‬ ‫ْبىَ و‬
‫ََ‬ ‫ُ •ر‬
‫ْلق‬ ‫ِي ا‬‫ء ذ‬ ‫•آِ‬‫يت•‬ ‫ْسَ•انِ و‬
‫َِإْ‬ ‫ِْإلح‬
‫َا‬‫ِ و‬
‫دل‬‫َ •ْ‬
‫ْلع‬‫ِا‬‫َا ب‬‫ُن‬
‫مر‬‫يْأُ‬
‫هّٰللا َ‬
‫ن َ‬ ‫هّٰلِلا ! ِإَّ‬
‫دِ‬ ‫َاَ‬‫ِب‬
‫ع‬
‫ْم‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫َظ‬‫ْلع‬‫هّٰللا ا‬
‫ُوا َ‬ ‫ُ••ر‬ ‫َاْ‬
‫ذك‬ ‫ن و‬‫َْ‬‫ُو‬
‫َّر‬
‫َك‬‫ت•• ذ‬
‫ْ َ‬‫ُم‬ ‫ََّ‬
‫لك‬ ‫ْ َلع‬
‫ُم‬ ‫ِظ‬
‫ُك‬ ‫يع‬
‫ْي َ‬ ‫َغ‬
‫ْلب‬‫َا‬‫ِ و‬
‫َ••ر‬‫ْك‬‫ُن‬
‫ْلم‬ ‫َا‬ ‫ء و‬ ‫ْش••آِ‬ ‫َح‬
‫ْلف‬‫ا‬
‫َر‬
‫ْ‬ ‫هّٰلِلا َأك‬
‫ْب‬ ‫ُ ِ‬ ‫ِك‬
‫ْر‬ ‫ََلذ‬
‫ْ و‬
‫ُم‬‫دك‬
‫ِْ‬ ‫ِ َ‬
‫يز‬ ‫ِه‬ ‫ِع‬
‫َم‬ ‫َلىَ ن‬
‫ه ع‬
‫ُْ‬‫ُو‬
‫ُر‬‫َاشْك‬
‫ْ و‬
‫ُم‬‫ْك‬
‫ُر‬‫ذك‬
‫يْ‬‫َ‬
Khutbah Jumat:

Bagaimana Mengisi Jelang Akhir Ramadhan?

Khutbah I

‫د‬
ُ‫ه‬ ْ ‫ َأ‬،‫ًا‬
َ••‫ش‬ ‫ِر‬ َ ••َ
‫ذي‬ ‫َن‬‫ًا و‬‫ْر‬‫ِي‬‫بش‬ ‫ْن‬
َ َ ‫ِي‬ َ َ
‫الم‬ ‫لع‬ْ‫ل‬
ِ ‫ن‬َ‫َا‬ ‫ْق‬
‫ُر‬‫الف‬
ْ ‫ل‬ ََ ْ‫ِيْ َأ‬
‫نز‬ َّ ‫هّٰلِل‬
‫الذ‬ ِ ‫د‬ ُ‫م‬
َْ ْ‫ ا‬،‫د هّٰلل‬
‫َلح‬ ُ‫م‬ ‫َلح‬
َْ ْ‫ا‬
‫ْث‬
ُ ‫ُو‬
‫ْع‬‫َب‬
‫الم‬ْ ‫ه‬ُ‫ُْل‬
‫َسُو‬
‫َر‬ ‫ه و‬ُ‫د‬ ‫َب‬
ُْ ‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬
ُ ‫ن‬َّ‫د َأ‬
ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ و‬،‫ه‬ُ‫يكَ َل‬ ‫ه اَل شَر‬
ِْ ُ‫د‬ ‫َح‬
َْ ‫هّٰللا و‬
ُ َّ‫ه ِإال‬ َ‫ن اَل ِإَل‬ْ‫َأ‬
‫َى‬‫َل‬
‫ِكْ ع‬‫ب••ار‬
ََ‫ْ و‬‫لم‬ِّ••‫س‬
ََ‫ِّ و‬
‫َل‬‫َص‬
‫َّ ف‬
‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬‫ ا‬.‫ًا‬ ‫َار‬ ِْ
‫در‬ ‫ِ م‬
‫َم‬‫ِّع‬
‫ِ الن‬ ‫َاع‬‫نو‬ْ‫َِأ‬
‫َا ب‬ ‫ْن‬
‫لي‬ ََ
‫ل ع‬ََ
‫نز‬ْ‫ِيْ َأ‬‫الذ‬
َّ
‫ه••ا‬َ‫َي‬
ُّ‫َ••ا ا‬ ‫َي‬‫ ف‬.‫ًا‬ ‫ْ••ر‬‫ِي‬
‫ْه‬ َ ‫هّٰللا‬
‫تط‬ َ ‫ن‬ ‫ُو‬
َْ ‫َهر‬
ِّ‫يط‬
ُ َ ِْ
‫ين‬ َّ ِ
‫الذ‬ ‫ِه‬
‫ْب‬‫ص••ح‬
ََ ‫ِ و‬‫ِ•• ه‬
‫َى آل‬ ‫َل‬
‫َع‬‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
ُ ‫َا‬‫ِن‬‫ِّد‬
‫س••ي‬َ
‫هّٰللا ف‬
ْ‫ِى‬ ُ ‫ل‬ َ‫َ••ا‬
‫ ق‬.َ ‫ْن‬
‫ُو‬‫َّق‬
‫ُت‬‫الم‬
ْ َ ‫َاز‬ ‫د ف‬ َْ‫َق‬
‫ ف‬،ِ‫َى هّٰللا‬
‫ْو‬ ‫ِت‬
‫َق‬ ‫ْ ب‬
‫ُم‬‫ياك‬ ‫ِيْ و‬
َّ‫َِإ‬ ‫ْس‬
‫نف‬َ ْ‫ِي‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ْص‬‫ ُأو‬،َ‫ْن‬ ‫ِر‬
‫ُو‬ ‫َاض‬‫الح‬
ْ
،ِ‫در‬
ْ••َ ْ ِ
‫الق‬ ‫َ••ة‬‫ِي َلي‬
‫ْل‬ ‫ه ف‬ُ‫َ••ا‬
‫َلن‬ ْ‫َّا َأ‬
ْ‫نز‬ ‫ ِإن‬،‫ بسم هّٰللا الرحمن الرحيم‬.ِ ‫يم‬
ِْ‫َر‬ ْ ِ
‫الك‬ ‫ِه‬
‫َاب‬ ‫ِت‬
‫ك‬
‫ل‬ ‫•ز‬
َُّ •َ
‫تن‬َ ، ٍ
‫هر‬ْ•َ‫ْ َأْل• فِ ش‬
‫ِن‬‫ٌ م‬ ‫ْ •ر‬
‫َي‬‫ِ خ‬
‫در‬ْ• َ‫الق‬
ْ ‫ة‬ُ•‫ل‬َْ
‫ َلي‬،ِ‫در‬ْ• َ
‫الق‬
ْ ‫ة‬ُ‫ل‬
َْ‫ما َلي‬
َ َ‫َاك‬ ْ‫ما َأ‬
‫در‬ ‫و‬
ََ
‫ْر‬
ِ ‫َج‬‫الف‬
ْ ِ ‫َع‬
‫ْل‬
‫مط‬َ ‫َّى‬
‫َت‬‫ِيَ ح‬‫ٌ ه‬‫ سَاَل م‬، ٍ‫مر‬ْ‫ِّ َأ‬
‫ُل‬ ‫ِن‬
‫ْ ك‬ ‫ْ م‬
‫ِم‬‫به‬ ‫ْنِ ر‬
َِّ ‫ِِإذ‬
‫ها ب‬َ‫ِي‬
‫ُ ف‬‫ُّوح‬
‫َالر‬‫ة و‬َُ
‫َاَل ِئك‬
‫الم‬
ْ

Hadirin sidang Jumat hafidhakumullah,


Saya berwasiat kepada pribadi saya sendiri, juga para hadirin
sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah
subhanahu wa ta’ala dengan berusaha menjalankan perintah-
perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Hadirin,
Kita sekarang sudah memasuki bagian-bagian akhir pada bulan
Ramadhan. Kita perlu mengoreksi diri kita sendiri sebagai bahan
evaluasi. Mulai awal Ramadhan kemarin sampai hari ini: apakah
kualitas dan kuantitas ibadah kita sudah sesuai yang kita
harapkan?. Apabila sudah, mari kita jaga sekuat tenaga hingga
akhir Ramadhan. Jika belum sesuai dengan ekspektasi kita, mari
kita tingkatkan dengan sebaik-baiknya. Karena,
‫ِم‬
ِ ‫َات‬
‫ِالخَو‬
ْ ‫ل ب‬
ُ‫َا‬
‫ْم‬‫َا ااْلَع‬
‫ِنم‬
َّ‫ا‬

Artinya: “Setiap amal tergantung dengan endingnya”


Seperti orang yang sedang membangun rumah. Kita ini sudah
membangun rumah 70 persen. Bagaimana yang 30 persen sisanya, ini
sangat menentukan. Kalau finishing-nya bagus, akan jadi rumah
yang indah, tapi jika finishing-nya dikerjakan secara asal-
asalan, tentu rumah yang dibangun dengan permulaan susah payah,
hanya akan mendapatkan nilai buruk hanya masalah 30 persen yang
akhir adalah buruk.
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan pada sepertiga bulan
Ramadhan akhir ini. Di antaranya bahwa Allah menciptakan umat
Muhammad penuh dengan keistimewaan. Sebagian keistimewaannya
adalah Allah menciptakan umat Muhammad sebagai umat yang lahir
di muka bumi ini pada bagian paling akhir. Kenapa? Karena
apabila ada umat Muhammad yang menjadi seorang pendosa,
seumpama ia mati, di kuburan disiksa tidak terlalu lama lagi
kiamat akan datang, ia akan dientaskan dari siksaan kubur. Jika
ia dalam keadaan membawa iman, ia akan berpeluang besar
mendapatkan syafa’at Rasulullah ‫ﷺ‬. Kata Rasulullah ‫ﷺ‬:

ْ‫ِى‬
‫ُمت‬ ‫ِن‬
َّ‫ْ ا‬ ‫َاِئر‬
‫ِ م‬ ‫َب‬‫الك‬
ْ ِ َْ‫ْ اِل‬
‫هل‬ ‫ِي‬‫َت‬
‫َاع‬
‫شَف‬

Artinya: “Syafa’atku untuk para pendosa besar dari umatku.” (HR


Abu Dawud dan At- Tirmidzi)
Ada keutamaan lain, umat Muhammad tidak diciptakan oleh Allah
dengan umur yang panjang-panjang, 500 tahun, 700 tahun dan lain
sebagai. Umur umat Muhammad rata-rata antara 60 sampai 70 tahun.
Hal ini sebutkan dalam hadits Nabi:

‫َل‬
َ‫ِك‬‫ُ ذ‬
‫ُوز‬
‫يج‬ ‫من‬
َ ْ ‫هم‬
َ ْ ُّ‫ََأق‬
ُ‫َل‬ ‫ و‬،َ
‫ِين‬
‫ْع‬‫َ ِإَلى السَّب‬
‫ِّين‬
‫َ السِّت‬
‫ْن‬‫بي‬
َ ‫ما‬
َ ‫ِي‬
‫مت‬َّ‫ُ ُأ‬
‫َار‬
‫ْم‬‫َأع‬.

Artinya: “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit di


antara mereka yang melewati usia tersebut.” (HR At-Tirmidzi)
Umur yang pendek-pendek ini di antara hikmahnya adalah supaya
umat Muhammad tidak capek-capek beribadah yang panjang. Umat
Muhammad diberi oleh Allah umur yang pendek, namun dalam
pendeknya umur, Allah memberikan peluang lailatul qadar sehingga
apabila lailatul qadar ini bisa digunakan dengan baik, hal
tersebut lebih baik daripada seribu bulan atau 83 tahun lebih
yang tidak malam lailatul qadarnya. Maka, seumpama ada umat
Muhammad mulai ia baligh sekitar umur 13 tahun, setiap tahun ia
bisa menggunakan malam laitalul qadar dengan sebaik mungkin
sedangkan umurnya sampai 63 tahun, ia berarti telah menjalankan
ibadah lebih baik dari 4.500 tahun yang tidak ada lailatul
qadarnya. Betapa Allah sungguh memuliakan umat Muhammad
dibandingkan umat yang lain.
Lailatul qadar tidak bisa dipastikan jatuhnya kapan. Bisa pada
awal Ramadhan, tengah ataupun di bagian akhir Ramadhan. Hal ini
tidak dijelaskan secara pasti supaya kita mau menjaring terus
menerus. Dengan begitu, selama Ramadhan kita berusaha
memenuhinya dengan ibadah-ibadah. Hanya saja, secara umum memang
lailatul qadar itu banyak yang jatuh pada kisaran 10 hari
terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah begitu tampak sikapnya bagaimana beliau memenuhi
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Di antaranya Rasulullah
telah memberikan contoh kepada kita melalui hadits yang
diriwayatkan oleh istrinya Aisyah radliyallahu anha:

‫•ا‬•َ
‫ْي‬‫ََأح‬
‫ و‬،‫ه‬َُ‫َر‬‫ِْئز‬
‫د م‬َّ•َ‫ُ ش‬
‫َشْ•ر‬
‫َ الع‬
‫َ •ل‬
‫دخ‬َ ‫َا‬
‫َ ِإذ‬
‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬
‫ْه‬ ََ
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ُ ‫َّى‬ ‫َل‬
‫ِيُّ ص‬
‫َّب‬
‫ن الن‬
َ‫كا‬
‫ه‬
ُ‫ل‬ ْ‫َ َأ‬
َ‫ه‬ ‫َظ‬
‫يق‬ْ‫ََأ‬
‫ و‬،‫ه‬ َْ
ُ‫ل‬‫َلي‬

Artinya: “Nabi ‫ ﷺ‬ketika memasuki sepuluh hari terakhir


mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya.” (HR Bukhari Muslim)
Pengertian “mengencangkan sarungnya”, sebagaimana disebutkan
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam tafsirnya Fathul Bari, adalah
Rasulullah ‫ ﷺ‬memisahkan diri dari istrinya, tidak menggauli
istri beliau selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah
lebih fokus ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadits tersebut terkandung maksud bahwa cara Rasulullah
menghidupkan malam lailatul qadar adalah dengan tidak menjadikan
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan tersebut sebagai momen
bermals-malasan dan sarat tidur. Orang tidur sama dengan mati,
maka lawan katanya adalah menghidupkan. Rasulullah menghidupkan
malam dengan terjaga, beribadah, tidak mengisinya dengan tidur.
Selain itu, Baginda Nabi juga memperhatikan masalah ibadah
keluarganya. Beliau tidak ibadah sendirian sedangkan keluarga
yang lain santai-santai, tidak. Rasulullah membangunkan
keluarganya untuk beribadah malam, bersujud kepada Allah
subhanahu wa ta’ala.
Hadirin hafidhakumullah,
Amalan lain yang selalu dilakukan oleh Rasulullah pada sepuluh
malam terakhir di bulan Ramadhan adalah i'tikaf. Kisah ini
diceritakan oleh Sayyidatina Aisyah radliyallahu anha, istri
beliau:

‫ن‬
َ‫ض••ا‬َ‫م‬
ََ ‫ِن‬
‫ْ ر‬ ‫َ م‬
‫َاخِ••ر‬‫َ اَألو‬‫َشْر‬
‫ُ الع‬‫ِف‬ ‫َك‬ ‫ْت‬‫يع‬
َ ‫ن‬ َ‫َا‬
‫ ك‬،َ ََّ‫َس‬
‫لم‬ ‫ِ و‬
‫ْه‬ ََ
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ُ ‫َّى‬ ‫َل‬
‫ِيَّ ص‬
‫َّب‬ َّ‫َأ‬
‫ن الن‬
ِ
‫ِه‬‫ْد‬
‫بع‬ ‫ِن‬
َ ْ ‫ه م‬
ُُ‫َاج‬
‫ْو‬‫َ َأز‬‫َف‬‫َك‬
‫ْت‬‫َّ اع‬
‫ثم‬ُ ،ُ
‫ه هَّللا‬ُ‫َّا‬
‫َف‬ ‫تو‬َ ‫َّى‬
‫َت‬ ‫ح‬

Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬i'tikaf pada sepuluh


hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau dipanggil oleh Allah
subhanahu wa ta’ala kemudian istri-istri beliau i'tikaf setelah
beliau kembali ke rahmatullah.” (HR Bukhari)
Hadirin…
Hadits di atas menunjukkan bahwa i'tikaf merupakan perkerjaan
penting sehingga Rasulullah melaksanakan tidak hanya beberapa
hari saja di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Tidak juga hanya
melaksanakan pada salah satu Ramadhan, namun setiap sepuluh
akhir Ramadhan sampai beliau meninggalkankan dunia. Kita patut
mencontoh sunnah Nabi yang seperti ini. Dalam kitab Al-Majmu’
syarah Al-Muhadzab disebutkan:

‫لم‬
َ ََّ‫َس‬
‫ِ و‬‫ْه‬
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ََ ُ ‫َّى‬ ‫َل‬‫ِّ ص‬
‫ِي‬ ‫َّب‬
‫ِالن‬ ‫ء ب‬ َِ
َ‫دا‬ ‫د ااِل ق‬
‫ْت‬ ‫ْ َأر‬
َ‫َا‬ ‫من‬ ‫ُ و‬
ََ ‫َاب‬
‫ْح‬‫َاَأْلص‬ ‫ِع‬
‫ِيُّ و‬ ‫ل الشَّاف‬
َ‫َا‬
‫ق‬
‫ن‬
َ‫َا‬ ‫مض‬
ََ ‫ِن‬
‫ْ ر‬ ‫َاخِر‬
‫ِ م‬ ‫ِ اَأْلو‬
‫َشْر‬‫الع‬ْ ‫ِي اعتكاف‬ ‫ف‬

Kata Imam As-Syafi’i dan murid-muridnya “Barangsiapa yang ingin


mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬dalam menjalankan I’tikaf pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan

‫ِين‬
َ ‫ِش••ر‬
ْ ‫الع‬
ْ َ‫ِي و‬
‫َ••اد‬
‫الح‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫ْسِ َلي‬
‫ُوبِ الشَّم‬
‫ُر‬‫َ غ‬
‫ْل‬‫َب‬
‫د ق‬
َِ‫َسْج‬
‫الم‬ ‫ُل‬
ْ َ ‫دخ‬
ْ‫ي‬ ْ‫ِي َأ‬
َ ‫ن‬ ‫َغ‬‫ْب‬
‫َن‬‫َي‬
‫ف‬
‫منه‬

Maka hendaknya ia masuk masjid pada tanggal 20 Ramadhan sore


hari sebelum memasuki malamnya tanggal 21.

Hal ini penting dilakukan supaya apa?

‫ه‬
ُْ‫ِن‬
‫ٌْئ م‬
‫ه شَي‬
ُ‫ت‬ ‫ُو‬
ُْ ‫يف‬
َ َ‫ْال‬
‫َي‬ ِ
‫لك‬

Supaya tidak terlewatkan sedikitpun waktu untuk i’tikaf.


Kemudian kapan selesai i’tikafnya? Kalau ingin secara total
mengikuti Rasul seratus persen dalam hal ini, Imam Nawawi
melanjutkan

ِ
‫ِيد‬
‫الع‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫مسِ َلي‬
َّْ‫ُوبِ الش‬
‫ُر‬‫د غ‬
َْ‫بع‬ ‫ُج‬
َ ُ ‫يخْر‬
ََ‫و‬

Keluarnya setelah melewati maghrib malam hari raya Idul Fitri

‫َص‬
‫نق‬ ‫ُ َأو‬
َ ْ ‫هر‬َّْ‫َّ الش‬
‫تم‬ َ ‫ء‬
ٌ‫َا‬
‫سَو‬

Baik hitungan bulannya penuh 30 hari atau pun hanya 29

ِ
‫ِي••د‬‫الع‬
ْ ‫ة‬ ‫ِ ص‬
َ ‫َاَل‬ ‫ِيه‬‫َ ف‬‫ِّي‬
‫َل‬‫يص‬
ُ ‫َّى‬
‫َت‬ ِِ‫َسْج‬
‫د ح‬ ‫الم‬
ْ ‫ِي‬ ‫ِ ف‬
‫ِيد‬
‫الع‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫َ َلي‬
‫ُث‬‫مك‬
ْ‫ي‬ ْ‫ُ َأ‬
َ ‫ن‬ ‫َل‬ ‫َاَأْلف‬
‫ْض‬ ‫و‬
‫َّى‬
‫َل‬‫ُص‬
‫الم‬
ْ ‫ِي‬
‫ها ف‬ ‫لو‬
َْ ََّ ِْ
‫ن ص‬ ‫ِ العيد ا‬ ‫َاَل ة‬
‫لص‬ِ ‫َّى‬
‫َل‬‫ُص‬
‫الم‬ َ ‫ه‬
ْ ‫إلى‬ ُْ‫ِن‬
‫َ م‬‫ُج‬
‫يخْر‬ ‫َأو‬
َ ْ

Namun yang paling utama adalah tetap berdiam di masjid sampai


melaksanakan shalat id sekalian.
Sebagaimana kita ketahui bahwa I’tikaf hukumnya adalah sunnah,
namun I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan
hukumnya lebih sunnah atau sunnah muakkadah, sunnah yang sangat
kuat. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, juz 6, halaman
375)

Hadirin hafidzkumullah,

Pada bulan Ramadhan juga disebutkan sebagai bulan Al-Quran.

‫دى‬
َ•‫ه‬
ُ‫ال‬ ‫ِن‬
ْ َ ‫•اتٍ م‬
•َ‫ِّن‬
‫بي‬ ‫َّاسِ و‬
ََ ‫ِلن‬‫دى ل‬
ً•‫ه‬
ُ ‫ن‬
ُ‫ْآ‬
‫ُ •ر‬ ْ ِ
‫الق‬ ‫ِي •ه‬
‫ل ف‬
َِ ْ‫ِي ُأ‬
‫ن• ز‬ ‫الذ‬
َّ ‫ن‬
َ‫َ•ا‬
‫مض‬ ‫ُ ر‬
ََ ‫هر‬ْ•َ‫ش‬
ِ‫َان‬
‫ْق‬‫ُر‬
‫الف‬ ‫و‬
ْ َ

Artinya: “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya


diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan menjadi
penjelas dari petunjuk dan dari petunjuk-petunjuk itu dan
menjadi pembeda (dari perkara yang haq dan bathil).” (QS Al-
Baqarah: 185)

Pada bulan Ramadhan Rasulullah juga memperlakukan dengan


istimewa. Tidak sebagaimana bulan-bulan yang lain, pada bulan
ini beliau bertadarus dengan malaikat Jibril. Rasulullah ‫ﷺ‬
membaca satu ayat, malaikat Jibril membaca satu ayat secara
bergantian sampai khatam dalam sebulan. Kemudian kita
melestarikan tradisi bertadarus bersama dengan keluarga dan
saudara kita berawal dari kisah ini.
Imam Syafi’i apabila di luar Ramadhan selalu mengkhatamkan Al-
Qur'an sehari sekali dalam shalatnya. Namun apabila pada bulan
Ramadhan, dalam sehari semalam beliau menghatamkan Al-Qur'an
dalam shalat sebanyak dua kali khataman.
Oleh karena itu, mari pada bulan Al-Qur'an ini, kita perbanyak
bacaan Al-Qur'an kita. Bagi yang belum bisa, jadilah Ramadhan
ini sebagai tonggak awal kita dalam mempelajari Al-Qur'an sesuai
tajwid kepada guru yang mumpuni dan di kemudian hari bisa
sebagai bahan dasar untuk membaca Al-Qur'an.
Pada akhirnya, dalam khutbah ini, saya mengajak kepada para
hadirin, untuk bersungguh-sungguh memenuhi puasa Ramadhan dan
beribadah malamnya dengan sebaik mungkin. Semoga kita dan
keluarga kita senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah
subhanahu wa ta’ala untuk menjalankan ketaatan-ketaatan yang
‫‪pada akhirnya kelak kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan‬‬
‫‪husnul khatiman, amin.‬‬

‫ِن‬
‫َ‬ ‫ِ م‬ ‫ِي‬
‫ْ••ه‬ ‫َ••ا ف‬ ‫ِم‬
‫ْ ب‬‫ُم‬
‫ياك‬ ‫ْ و‬
‫َِإَّ‬ ‫ِي‬ ‫ََ‬
‫لن‬ ‫َع‬‫َج‬
‫ِ‪ ،‬و‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫َظ‬
‫الع‬
‫ْآنِ ْ‬ ‫ُر‬‫الق‬
‫ِي ْ‬ ‫ْ ف‬ ‫ََلك‬
‫ُم‬ ‫ِيْ و‬‫هّٰللا ل‬
‫َكَ ُ‬ ‫بار‬ ‫َ‬
‫ُ‬
‫ُوذ‬ ‫ُ‪ .‬أع‬‫ْم‬‫َّحِي‬
‫ُ الر‬ ‫ْف‬‫َُّؤو‬
‫ُ الر‬ ‫َّاب‬
‫َّو‬
‫ُّ الت‬
‫َر‬‫َ الب‬‫هو‬‫ه ُ‬
‫نُ‬‫ِ‪ِ .‬إَّ‬
‫ْم‬‫ِي‬‫َك‬
‫الح‬
‫ِ ْ‬ ‫ْر‬ ‫َ ِّ‬
‫الذك‬ ‫ِت و‬ ‫يا‬‫اآْل َ‬
‫ن‬
‫ِ (‪ِ )١‬إَّ‬ ‫ص••ر‬
‫َْ‬ ‫الع‬
‫َ ْ‬‫ْم‪ ،‬بسم هّٰللا الرحمن ال••رحيم‪ ،‬و‬ ‫َّجِي‬
‫ْطانِ الر‬ ‫ِن‬
‫َ الشَّي‬ ‫هّٰلِل م‬
‫ِاِ‬ ‫ب‬
‫ْا‬
‫اص••و‬
‫َ َ‬‫تو‬
‫ََ‬‫َاتِ و‬
‫لح‬‫الص••اِ‬
‫َّ‬ ‫ِل‬
‫ُوا‬‫َم‬‫َع‬
‫ُوا و‬
‫من‬‫َ آَ‬
‫ِين‬
‫الذ‬
‫ٍ (‪ِ )٢‬إاَّل َّ‬
‫ُسْر‬ ‫ن َلف‬
‫ِي خ‬ ‫ْسَاَ‬
‫اِإْلن‬
‫ِ (‪ )٣‬ـ‬
‫ْر‬‫َّب‬
‫ِالص‬
‫ْا ب‬
‫َو‬‫َاص‬
‫تو‬ ‫ِّ و‬
‫ََ‬ ‫َق‬ ‫ِالح‬
‫ب ْ‬

‫َ ـ‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ّاحِم‬
‫ُ الر‬
‫َم‬ ‫َ َأر‬
‫ْح‬ ‫نت‬‫ََأْ‬
‫ْ و‬
‫َم‬‫ْح‬
‫َار‬ ‫ِر‬
‫ْ و‬ ‫ْف‬
‫ِّ اغ‬
‫َب‬ ‫ْ ر‬
‫ُل‬‫َق‬
‫و‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫د َأْ‬
‫ن‬ ‫هُ‬ ‫ََأ ْ‬
‫ش••َ‬ ‫ِ‪ .‬و‬ ‫ِه‬ ‫ِن‬
‫َان‬ ‫مت‬‫ِْ‬‫َا‬‫ِ و‬‫ِه‬
‫ْق‬‫ِي‬
‫ْف‬‫تو‬
‫َلىَ َ‬
‫ه ع‬ ‫ُ َلُ‬
‫ْر‬ ‫ِ و‬
‫َالشُّك‬ ‫ِه‬‫ْسَان‬
‫َلىَ ِإح‬ ‫هّٰلِل ع‬
‫د ِ‬ ‫مُ‬
‫َْ‬‫َْلح‬
‫ا‬
‫ه‬
‫دُ‬‫ْ •ُ‬
‫َب‬‫دا ع‬ ‫َم‬
‫ًَّ‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬ ‫دن‬ ‫أن سَ•ي‬
‫َِّ‬ ‫د َّ‬‫هُ‬‫ََأشْ•َ‬ ‫يكَ َل• ُ‬
‫ه و‬ ‫ِْ‬‫ه الَ شَ•ر‬
‫دُ‬ ‫َح‬
‫َْ‬ ‫هّٰللا و‬
‫َُ‬ ‫هّٰللا و‬
‫ه ِإالَّ ُ‬ ‫الَ اَ‬
‫ِلَ‬
‫ِ‬
‫له‬‫َِ‬
‫لى ا‬ ‫ََ‬
‫ِع‬‫ٍ و‬ ‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬‫ِن‬‫ِّد‬
‫لى سَي‬ ‫ََ‬
‫ِّ ع‬
‫َل‬‫َّ ص‬
‫هـم‬
‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫ِ‪ .‬ا‬‫ِه‬‫َان‬ ‫ْو‬
‫ِض‬‫ِي إلىَ ر‬ ‫الداع‬
‫َّ‬ ‫ه‬
‫ُْلُ‬
‫َسُو‬
‫َر‬‫و‬
‫ًا‬
‫ْر‬‫ِثي‬
‫ًا ك‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫تسْل‬ ‫لم‬
‫ْ َ‬ ‫َسَِّ‬
‫ِ و‬
‫ِه‬‫َاب‬
‫ْح‬‫ََأص‬
‫و‬

‫هى‬‫نَ‬
‫َّا َ‬
‫َم‬‫ْا ع‬‫ه •و‬‫َُ‬‫نت‬
‫َاْ‬ ‫َ و‬ ‫•ا َأَ‬
‫م•ر‬ ‫َ•‬
‫ْم‬ ‫هّٰللا ف‬
‫ِي‬ ‫•وا َ‬ ‫ُ•‬‫ِتق‬
‫َّاسُ اَّ‬
‫ها الن‬ ‫يَ‬ ‫َُّ‬
‫َ ا‬ ‫َيا‬‫د ف‬ ‫بع‬
‫ُْ‬ ‫ما َ‬‫َأَّ‬
‫ِ‬
‫س••ه‬‫دِ‬ ‫ِق‬
‫ُْ‬ ‫ِ ب‬
‫ِه‬‫َت‬‫َآل ِئك‬
‫ِم‬‫َى ب‬
‫ثـن‬‫ََ‬
‫ِ و‬‫ِه‬‫ْس‬
‫َف‬‫ِن‬
‫ِ ب‬‫ْه‬ ‫دَأ ف‬
‫ِي‬ ‫بَ‬‫ٍ َ‬‫مر‬‫َِأْ‬
‫ْ ب‬‫ُم‬‫َك‬
‫مر‬ ‫هّٰللا َأَ‬
‫ن َ‬‫ْا َأَّ‬
‫ُو‬ ‫َْ‬
‫لم‬ ‫َاع‬‫و‬
‫ْا‬‫ُو‬
‫من‬‫َ آَ‬‫ين‬‫ِْ‬
‫الذ‬
‫ها َّ‬ ‫يَ‬‫َُّ‬
‫ِى يآ ا‬‫َّب‬
‫َلىَ الن‬ ‫ن ع‬ ‫لو‬
‫َْ‬ ‫َُّ‬
‫يص‬‫ه ُ‬ ‫َت‬
‫َُ‬ ‫مآلِئك‬
‫ََ‬‫هّٰللا و‬
‫ن َ‬ ‫ََلى ِإَّ‬‫تعا‬
‫ل َ‬‫َاَ‬‫َق‬‫و‬
‫لى آل‬
‫ِ‬ ‫ََ‬
‫َع‬‫ٍ‪ ،‬و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬‫ِن‬‫ِّد‬
‫س••ي‬‫لى َ‬‫ََ‬
‫ِّ ع‬
‫َل‬‫َّ ص‬‫هـم‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫ًا‪ .‬ا‬ ‫ْم‬‫ِي‬‫تسْل‬
‫ْا َ‬‫ُو‬ ‫َسَِّ‬
‫لم‬ ‫ِ و‬‫ْه‬ ‫ََ‬
‫لي‬ ‫ْا ع‬ ‫َُّ‬
‫لو‬ ‫ص‬
‫هـم‬
‫َّ‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫ْضَ ا‬
‫َار‬ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫َّب‬
‫َ••ر‬‫ُق‬ ‫ِ ْ‬
‫الم‬ ‫َة‬‫مآلِئك‬
‫ََ‬‫ِكَ و‬
‫ُسُل‬
‫َر‬‫ِيآِئكَ و‬ ‫َْ‬
‫نب‬ ‫لى ا‬‫ََ‬
‫َع‬ ‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫َ ُ‬
‫مح‬ ‫ِنا‬‫ِّد‬
‫سَي‬
‫ِ‬
‫َّة‬‫ِي‬
‫بق‬ ‫َن‬
‫ْ َ‬ ‫َع‬
‫ِى و‬‫َل‬ ‫َع‬
‫َ••ان و‬ ‫ْم‬
‫ُث‬‫َع‬
‫َ••ر و‬‫ُم‬
‫َع‬‫ٍ و‬ ‫ْ••ر‬
‫بك‬‫ِى َ‬‫َ َأب‬‫ين‬‫ِْ‬ ‫َّ ِ‬
‫اش••د‬ ‫ء الر‬ ‫َ••اِ‬ ‫ْلخَُ‬
‫لف‬ ‫َنِ ا‬ ‫ع‬
‫ينِ‬
‫•دْ‬
‫ِ ال• ِّ‬
‫ْم‬‫يو‬
‫ِلى َ‬‫ْسَانٍ اَ‬‫ِح‬
‫ِا‬‫ْ ب‬ ‫َ َلُ‬
‫هم‬ ‫ْن‬‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬
‫ِي الت‬‫ِع‬
‫تاب‬
‫ََ‬‫َ و‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬ ‫ِ و‬
‫َالت‬ ‫بة‬‫َاَ‬
‫َّح‬
‫الص‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫َّاحِم‬
‫َ الر‬‫َم‬
‫ْح‬‫يا َأر‬‫ِكَ َ‬‫َت‬
‫ْم‬ ‫ِر‬
‫َح‬ ‫ْ ب‬
‫هم‬ ‫مع‬
‫َُ‬ ‫َّا َ‬
‫َن‬‫ْضَ ع‬
‫َار‬
‫و‬

‫ء‬‫ْي••آِ‬‫َالَح‬
‫َاتِ ا‬ ‫ِم‬
‫س••ل‬
‫ُْ‬‫الم‬
‫َ ْ‬‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫ُسْل‬
‫الم‬ ‫َاتِ و‬
‫َ ْ‬ ‫ِن‬‫ُْؤم‬
‫الم‬ ‫َ و‬
‫َ ْ‬ ‫ْن‬‫ِي‬
‫ِن‬‫ُْؤم‬
‫لم‬‫لْ‬
‫ْ ِ‬
‫ِر‬ ‫ْف‬
‫َّ اغ‬ ‫هـم‬
‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫ا‬
‫ْكَ‬
‫الش••ر‬
‫ِّ‬ ‫ََأذَّ‬
‫ِل‬ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫س••ل‬
‫ُْ‬‫الم‬ ‫َ و‬
‫َ ْ‬ ‫ِْإل ْ‬
‫س••الَم‬ ‫ِّ ا‬
‫ِ••ز‬‫َّ َأع‬
‫هـم‬ ‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫َاتِ‪ ،‬ا‬‫م•• و‬
‫ْالَْ‬
‫َا‬‫ْ و‬
‫هم‬ ‫ِن‬
‫ُْ‬ ‫م‬
‫من‬
‫ْ‬ ‫ل َ‬ ‫ذْ‬
‫ْ••ُ‬
‫َاخ‬‫َ و‬ ‫ين‬
‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫َر‬
‫َ‬ ‫نص‬
‫ْ َ‬‫من‬ ‫ُر‬
‫ْ َ‬ ‫نص‬ ‫َاْ‬
‫ة و‬ ‫ِيَ‬
‫ِّدَّ‬
‫َح‬ ‫ُو‬
‫الم‬
‫دكَ ْ‬‫َاَ‬‫ِب‬‫ْ ع‬‫ُر‬
‫نص‬‫َاْ‬
‫َ و‬‫ْن‬‫ِي‬
‫ِك‬‫ُشْر‬
‫الم‬
‫َ ْ‬‫و‬
‫ْم‬
‫َ‬ ‫ِ••كَ ِإَلى َ‬
‫ي•• و‬ ‫َات‬ ‫ِم‬
‫َل‬‫ِ ك‬ ‫ََأع‬
‫ْل‬ ‫ينِ و‬
‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫ء‬
‫داَ‬‫َْ‬‫داَئكَ َأع‬
‫َْ‬‫ْ َأع‬
‫مر‬‫دِّ‬ ‫َ و‬
‫َ َ‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫ُسْل‬
‫ْلم‬ ‫ل ا‬ ‫ََ‬
‫ذَ‬ ‫خ‬
‫ء‬
‫َْ‬‫س••و‬
‫َُ‬‫َ و‬ ‫ِح‬
‫َن‬ ‫ْلم‬‫َا‬‫ل و‬ ‫َِ‬‫َّالَز‬
‫َال••ز‬ ‫ء و‬‫ب••اَ‬ ‫ْلو‬
‫ََ‬ ‫َا‬
‫ء و‬‫َالََ‬
‫ْلب‬‫َّا ا‬‫َن‬
‫ْ ع‬ ‫َع‬
‫دف‬‫َّ اْ‬
‫هـم‬
‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫ينِ‪ .‬ا‬‫الدْ‬
‫ِّ‬
‫آص••ً‬
‫ة‬ ‫َ َّ‬‫َّا خ‬
‫ِي‬ ‫ِي‬
‫ْس‬ ‫دون‬‫نُ‬ ‫ِْ‬‫َا ا‬ ‫ِن‬
‫لد‬‫بَ‬ ‫َن‬
‫ْ َ‬ ‫َ‪ ،‬ع‬‫َن‬‫بط‬
‫ما َ‬‫ََ‬‫ها و‬ ‫ِن‬
‫َْ‬ ‫َ م‬‫هر‬‫ََ‬‫ما ظ‬ ‫ِح‬
‫َنِ‪َ ،‬‬ ‫ْلم‬‫َا‬ ‫ِت‬
‫َنِ و‬ ‫ْلف‬‫ا‬
‫ِى‬‫َ ف‬‫ِن••ا‬‫َ••ا آت‬ ‫بن‬ ‫َ‪ .‬ر‬
‫ََّ‬ ‫ْن‬ ‫ِي‬ ‫َ• َ‬
‫•الم‬ ‫ْلع‬‫َّ ا‬
‫َب‬‫يا ر‬‫ة َ‬‫عآمً‬
‫َّ‬ ‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِم‬‫ُسْل‬
‫ْلم‬‫دانِ ا‬
‫لَ‬‫ُْ‬‫ْلب‬‫ِ ا‬‫َسَاِئر‬
‫و‬
‫•ا‬‫َ•‬‫من‬
‫لْ‬‫ََ‬‫•ا ظ‬‫َ•‬‫بن‬ ‫ِ‪ .‬ر‬
‫ََّ‬ ‫َّار‬‫َ الن‬ ‫َاب‬‫َ •ذ‬
‫•ا ع‬‫َ•‬‫ِن‬
‫َق‬‫ة و‬‫ًَ‬ ‫ِ ح‬
‫َسَ•ن‬ ‫ْآلخِر‬
‫َة‬ ‫ِى ا‬‫َف‬ ‫ًَ‬
‫ة و‬ ‫َسَن‬
‫َا ح‬ ‫ني‬
‫الدْ‬
‫ُّ‬
‫هّٰلِلا !‬
‫دِ‬ ‫ِب‬
‫َاَ‬ ‫َ‪ .‬ع‬
‫ين‬‫ِْ‬ ‫ْلخ ِ‬
‫َاس••ر‬ ‫ِن‬
‫َ ا‬ ‫َّ م‬
‫َن‬ ‫ْن‬
‫ُو‬ ‫َا َلن‬
‫َك‬ ‫ْن‬‫َم‬
‫ْح‬‫تر‬
‫ََ‬ ‫ْ َلن‬
‫َا و‬ ‫ِر‬‫ْف‬
‫تغ‬ ‫ن َلم‬
‫ْ َ‬ ‫َا و‬
‫َِإْ‬ ‫ُسَن‬
‫نف‬‫َْ‬
‫ا‬
ِ‫َن‬
‫هى ع‬َْ ‫ين‬ ‫ْبىَ و‬
ََ ‫ُ••ر‬
‫ْلق‬ ‫ِي ا‬‫ء ذ‬ِ‫يت••آ‬ ‫س••انِ و‬
ْ‫َِإ‬ َْ‫ِْإلح‬
‫َا‬‫ِ و‬
‫دل‬ْ••َ ‫ِا‬
‫ْلع‬ ‫َ••ا ب‬‫ُن‬
‫مر‬ُ‫يْأ‬
َ ‫هّٰللا‬
َ ‫ن‬ َّ‫ِإ‬
‫ْم‬
َ ‫ِي‬
‫َظ‬ ‫هّٰللا ا‬
‫ْلع‬ َ ‫ُوا‬ ‫ْك‬
‫ُ••ر‬ ‫َاذ‬‫ن و‬ ‫ُو‬
َْ ‫َّر‬
‫َك‬ ‫تذ‬ ‫ُم‬
َ ْ ‫لك‬ََّ
‫ْ َلع‬
‫ُم‬ ‫ِظ‬
‫ُك‬ ‫يع‬َ ِ‫ْي‬
‫َغ‬‫ْلب‬‫َا‬
‫ِ و‬‫َر‬
‫ْك‬‫ُن‬
‫الم‬ ‫ء و‬
ْ َ ِ‫ْشآ‬‫َح‬ ‫ْلف‬‫ا‬
‫َر‬
ْ ‫هّٰلِلا َأك‬
‫ْب‬ ِ ُ ‫ِك‬
‫ْر‬ ‫ََلذ‬
‫ْ و‬
‫ُم‬‫دك‬ ‫يز‬
ِْ َ ِ
‫ِه‬ ‫ِع‬
‫َم‬ ‫َلىَ ن‬‫ه ع‬ ‫ُو‬
ُْ ‫ُر‬
‫َاشْك‬‫ْ و‬‫ُم‬‫ْك‬
‫ُر‬‫ذك‬
ْ‫ي‬َ

Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-


Nasimiyyah, Semarang

‫ْم‬
ِ ‫َّحِي‬
‫ٰنِ الر‬
‫ْم‬ ‫هّٰللا الر‬
‫َّح‬ ِ ِ ‫ِسْم‬
‫ب‬

Khutbah Jumat:
Perbaiki Kualitas Hidup pada Lailatul Qadar
‫ن‬
ُ‫ْآ‬ ‫ُ••ر‬ ْ ِ
‫الق‬ ‫ِي••ه‬ ‫ل ف‬
َِ‫ِيَ ُأنز‬
‫الذ‬َّ ‫ن‬َ‫َا‬‫مض‬ََ‫ِ ر‬
‫هر‬َْ‫ِي ش‬ ‫ِ ف‬‫َّة‬
‫َن‬ ‫الج‬
ْ َ ‫َاب‬‫بو‬ْ‫َ َأ‬‫َح‬
‫َت‬‫الذي ف‬ ّ ‫هّٰلِل‬
ِ ‫د‬ ُ‫م‬
َْ‫َلح‬
ْ‫ا‬
َ‫ه ال‬
ُ‫د‬َ• ْ
‫َح‬‫هّٰللا و‬
ُ َّ‫ِال‬ ‫ه ا‬َ• ‫ِل‬ ْ‫د َأ‬
‫ن الا‬ َ•ْ‫ َأش‬.ِ‫•ان‬
ُ‫ه‬ •َ
‫ْق‬ ‫ُر‬
‫الف‬ ‫دى و‬
ْ َ َ‫ه‬ُ‫ال‬
ْ َ ‫من‬
ِّ ٍ‫َات‬‫ِّن‬
‫بي‬ ‫َّاسِ و‬
ََ ‫دى ِّللن‬ ً‫ه‬ُ
‫ه‬
ُ‫ُْل‬‫س••و‬
َُ‫َر‬‫ه و‬ُ‫د‬ ‫َب‬
ُْ ‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬ َّ‫د َأ‬
ُ ‫ن‬ ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫َانِ و‬‫ْر‬‫ِّي‬
‫َ الن‬ ‫ِن‬
‫ها م‬ َ‫ل‬َ‫َاِئ‬
‫ْجِي ق‬ ‫تن‬
ُ ‫ة‬ٌ‫د‬ َ‫ها‬ ُ‫يكَ َل‬
ََ‫ه ش‬ ‫شَر‬
ِْ
.‫ًا‬‫ْ••ر‬‫ِي‬
‫َث‬ ‫ًا ك‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫تسْل‬ ‫لم‬
َ َ ََّ‫َس‬
‫ِ و‬‫ِه‬‫ْب‬
‫َح‬ ‫ِ و‬
‫َص‬ ‫له‬ِ‫َى آ‬ ‫َل‬
‫َع‬‫ٍ و‬
‫ّد‬‫َم‬‫مح‬
ُ ‫َا‬‫ِن‬‫ِّد‬
‫َى سَي‬
‫َل‬‫ْ ع‬ َِّ‫َس‬
‫لم‬ ‫ِّ و‬
‫َل‬‫َّ ص‬
‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬ ‫ا‬
‫ُم‬
ْ ْ‫ََأ‬
‫نت‬ ‫ِالَّ و‬
‫َّ ا‬
‫تن‬ ‫ُ •و‬
ُْ ‫تم‬ ‫ِ و‬
َ ‫َال‬ ‫ِ •ه‬
‫َات‬‫تق‬ ‫•ق‬
ُ َّ ‫هّٰللا ح‬
•َ َ ‫ْا‬ ‫ُ •و‬
‫اتق‬
َّ ُ‫َّاس‬
‫•ا الن‬ •‫ه‬
َ‫أي‬
ُّ ‫•ا‬ •َ‫َي‬‫ ف‬.‫د‬ ‫بع‬
ُْ َ ‫أما‬َّ
‫م••ا‬
َ َ‫َاك‬ ‫در‬ْ‫م••ا َأ‬ََ‫ و‬. ِ ‫در‬ْ••َ ْ ِ
‫الق‬ ‫لة‬َْ
‫ِي َلي‬ ‫ه ف‬ ُ‫َا‬‫َلن‬
ْ‫نز‬ ْ‫َّا َأ‬ َ‫تعا‬
‫ ِإن‬:‫َلى‬ َ ‫ل‬
َ‫َا‬ ‫َق‬‫ و‬. ‫ن‬َْ ‫ِم‬
‫ُو‬ ‫مسْل‬ ُ
‫ها‬
َ‫ِي‬‫ُ ف‬‫ُّوح‬
‫َالر‬ َُ
‫ة و‬ ‫َاَل ِئك‬
‫الم‬
ْ ‫ل‬ ‫َز‬
َُّ ‫تن‬
َ. ٍ‫هر‬َْ‫ْ َأْلفِ ش‬
‫ِن‬‫ٌ م‬‫ْر‬
‫َي‬‫ِ خ‬
‫در‬َْ
‫الق‬ ُ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫ َلي‬. ِ
‫در‬َْ
‫الق‬ ُ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫َلي‬
‫ْر‬
‫َج‬‫الف‬
ْ ِ َْ
‫لع‬ ‫مط‬
َ ‫َّى‬
‫َت‬‫ِيَ ح‬ ‫ٌ ه‬ ‫ سَاَل م‬.ٍ ْ‫ِّ َأ‬
‫مر‬ ‫ُل‬ ‫ِن‬
‫ْ ك‬ ‫ْ م‬‫ِم‬‫به‬ ‫ْنِ ر‬
َِّ ‫ِِإذ‬
‫ب‬

Jamaah shalat Jumat Rohimakumullah

Segala puji dan syukur hanya milik Allah. Mari kita bersyukur
atas semua limpahan anugerah dan karunia-Nya. Hanya atas
anugerah Allah, kita bisa sehat wal afiat dan dapat menjalankan
aktifitas kita, semoga ibadah kita mampu menyempurnakan puasa
kita di bulan penuh berkah ini. Shalawat dan salam mari kita
sanjungkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat,
dan pengikut yang setia meneladani beliau. Semoga semua urusan
kita dimudahkan oleh Allah, dan kelak di akhirat kita mendapat
perlindungan syafaat beliau. Amin
Pada kesempatan ini marilah kita senantiasa memperkuat keimanan
dan ketakwaan kita kepada Allah ‫ ﷻ‬dengan iman dan takwa yang
sebenar-benarnya. Berusaha keras melaksanakan semua yang
diperintahkan oleh Allah dan berusaha sekuat tenaga menjauhi
semua yang dilarang oleh Allah ‫ﷻ‬.
Jama’ah Jum’at rahimakumullah

Kehadiran malam lailatul qadar yang menurut para ulama pasti


akan datang, sangat ditunggu-tunggu oleh para hamba-hamba yang
“berburu” kemuliaan di malam itu. Lail artinya malam, seperti
termaktub dalam QS. Al-Isra’ :78

‫ْ••ر‬
ِ ‫َج‬‫الف‬
ْ ‫ن‬
َ‫ْآ‬
‫ُ••ر‬
‫ن ق‬
َّ‫ِۖ ِإ‬
‫ْر‬‫َج‬
‫الف‬
ْ ‫ن‬
َ‫ْآ‬
‫ُر‬‫َق‬
‫ِ و‬
‫ْل‬ َّ
‫اللي‬ ‫ْسِ ِإَلىٰ غ‬
‫َسَق‬
ِ ‫دُلوكِ الشَّم‬
ُ‫ل‬ِ ‫ة‬ ‫ِ الص‬
َ ‫َّاَل‬ ‫ِم‬‫َأق‬
‫دا‬ً‫هو‬
ُْ‫مش‬
َ ‫ن‬
َ‫َا‬
‫ك‬

Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir


sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Sesungguhnya
shalat shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.
Kata lail artinya sebagian malam, dan al-qadar artinya penentuan
baik. Lailatul Qadar atau Lail al-Qadar (bahasa Arab: ِ َْ
‫لة‬ ‫َلي‬
‫در‬
ِ َْ
‫الق‬,
ْ malam ketetapan) adalah satu malam penting yang terjadi
pada bulan Ramadhan, yang dalam Al-Qur'an digambarkan sebagai
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati
sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an. Jika demikian, maka malam
lailatul qadar itu bisa saja diawali pada tengah malam, atau
bisa juga sejak dari awal terbenamnya matahari.
Jama’ah Jum’at yang berbahagia
Pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini
terdapat malam Lailatul Qadar, malam penentuan atau ketetapan di
suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam
lainnya. Pada malam yang penuh berkah itu, semua urusan manusia
atau hamba-hamba yang “berjuang” dan “berburu” keberkahan malam
lailatul qadar bisa merubah dan memperbaiki “takdir” jalan dan
kualitas hidup yang lebih baik lagi.

Di antara kemuliaan malam tersebut ditandai dengan malam yang


penuh keberkahan sebagaimana Allah berfirman dalam QS Ad
Dukhan:3-4

ٍ ْ‫ُّ َأ‬
‫م•ر‬ ‫•ل‬ •ُ
‫ُ ك‬
‫َق‬‫ْ •ر‬
‫يف‬ُ ‫ها‬
َ‫ِي‬
‫ف‬ . َ ‫ِر‬
‫ِين‬ ‫منذ‬
ُ ‫َّا‬
‫ُن‬ ‫َّا ك‬
‫ٍ ِإن‬
‫َة‬‫َك‬
‫َار‬
‫مب‬ُّ ٍ
‫لة‬َْ
‫ِي َلي‬
‫ه ف‬
ُ‫َا‬ ْ‫َّا َأنز‬
‫َلن‬ ‫ِإن‬
‫ِيم‬
ٍ ‫َك‬‫ح‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu


malam yang diberkahi. Dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi
peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah”.
Malam yang diberkahi ini dijelaskan secara jelas dalam satu
surat khusus yakni QS Surat Al-Qadr:
‫در‬
ِ َْ
‫الق‬
ْ ‫ة‬ ُ‫ل‬ َْ
‫ َلي‬. ِ َْ
‫در‬ ‫الق‬ْ ‫ة‬ ُ‫ل‬ َْ‫ما َلي‬
َ َ‫َاك‬
‫در‬ْ‫ما َأ‬
ََ‫ و‬. ِ‫در‬ َْ ْ ِ
‫الق‬ ‫لة‬َْ‫ِي َلي‬
‫ه ف‬ُ‫َا‬‫َلن‬
ْ‫نز‬ْ‫َّا َأ‬
‫ِإن‬
.ٍ ْ‫ِّ َأ‬
‫م•• ر‬ ‫ُ••ل‬‫ْ ك‬‫ِن‬
‫ْ م‬‫ِم‬
‫به‬ ‫ْنِ ر‬
َِّ ‫ِ••ِإذ‬ ‫ها ب‬
َ‫ِي‬‫ُ ف‬
‫ُّوح‬‫َالر‬
‫ة و‬َُ
‫َاَل ِئك‬
‫الم‬
ْ ‫ل‬ ‫َز‬
َُّ ‫تن‬
َ. ٍ َْ‫ْ َأْلفِ ش‬
‫هر‬ ‫ِن‬‫ٌ م‬
‫ْر‬‫َي‬
‫خ‬
‫ْر‬
‫َج‬‫الف‬
ْ ِ ‫لع‬َْ‫مط‬
َ ‫َّى‬
‫َت‬‫ِيَ ح‬‫ٌ ه‬‫سَاَل م‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada


malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu
turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) Kesejahteraan
sampai terbit fajar”.
Soal kapan Lailatul Qadar itu terjadi, ada beberapa riwayat yang
perlu dicermati. Di antaranya, pada sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
‫ن‬
َ‫َا‬
‫مض‬ََ ‫ِن‬
‫ْ ر‬ ‫ِ م‬ ‫ِ اَألو‬
‫َاخِر‬ ‫َشْر‬
‫الع‬
ْ ‫ِى‬
‫ِ ف‬
‫در‬َْ
‫الق‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫ْا َلي‬
‫َّو‬
‫َر‬‫تح‬
َ

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan


Ramadhan” (HR. Bukhari)

Namun turunnya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih


memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi
SAW:

‫ن‬
َ‫َا‬
‫مض‬ََ ‫ِن‬
‫ْ ر‬ ‫ِ م‬ ‫ِ اَألو‬
‫َاخِر‬ ‫َشْر‬
‫الع‬ ‫ِن‬
ْ َ ‫ِ م‬
‫تر‬ ‫الو‬
ِْ ْ ‫ِى‬
‫ِ ف‬
‫در‬َْ
‫الق‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫ْا َلي‬
‫َّو‬
‫َر‬‫تح‬
َ

“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam


terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Turunnya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan Ramadhan


itu ditekankan lagi dalam hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW
bersabda:

‫ْ َأو‬
ْ ‫ُم‬‫دك‬ ‫َ َأح‬
ُ••َ ‫ُف‬
‫َ •ع‬
‫ن ض‬
ْ‫َ••ِإ‬
‫ِ – ف‬ َْ
‫در‬ ‫الق‬
ْ ‫ة‬ َ‫ل‬
َْ‫ِى َلي‬
‫ْن‬‫يع‬
َ – ِ ‫ِ اَألو‬
‫َاخِر‬ ‫َشْر‬
‫الع‬
ْ ‫ِى‬
‫ها ف‬
َ‫ِسُو‬
‫َم‬‫الت‬
ْ
‫ِى‬
‫َاق‬‫َو‬‫الب‬
ْ ِ ‫ْع‬‫َى السَّب‬‫َل‬
‫َّ ع‬
‫َن‬ َْ
‫لب‬ ‫يغ‬
ُ َ‫َال‬
‫َ ف‬
‫َز‬‫َج‬
‫ع‬

“Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia


lemah atau letih, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam
yang tersisa” (HR. Muslim).
Tampaknya tidak ada yang pasti, atau memang ini menjadi rahasia
Yang Maha Kuasa. Ada yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar
adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay
bin Ka’ab RA. Ada yang mengatakan, karena diambil dari jumlah
huruf ‫ ليلة القدر‬sebanyak 9 huruf, dan disebut tiga kali dalam
QS. Al-Qadar. Jadi, 9x3 = 27 kali. Berarti malam lailatul qadar
jatuh pada tanggal 27 Ramadhan.
Pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat tersebut adalah
pendapat Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu
terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan
waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada
tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin
juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh
lima, tergantung kehendak Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
‫ِى‬
‫ ف‬، ‫َى‬
‫ْق‬‫تب‬
َ ٍ
‫َة‬ ِ ‫ت‬
‫اس••ع‬ َ ‫ِى‬
‫ِ ف‬
‫در‬َْ
‫الق‬ َ‫ل‬
ْ ‫ة‬ َْ
‫ن َلي‬
َ‫َا‬
‫مض‬ ‫ِن‬
‫ْ ر‬
ََ ‫ِ م‬ ‫ِ اَألو‬
‫َاخِر‬ ‫َشْر‬
‫الع‬
ْ ‫ِى‬
‫ها ف‬
َ‫ِسُو‬
‫َم‬‫الت‬
ْ
‫َى‬
‫ْق‬‫تب‬
َ ٍ
‫ِسَة‬
‫َام‬
‫ِى خ‬
‫ ف‬، ‫َى‬
‫ْق‬‫تب‬
َ ٍ
‫َة‬‫ِع‬
‫سَاب‬

“Carilah ia (lailatul qadar) di sepuluh malam terakhir dari


bulan Ramadhan pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima malam
yang tersisa” (HR. Bukhari).
Sidang jum’at yang berbahagia
Tampaknya Allah memang menyembunyikan tentang kapan terjadinya
malam lailatul qadar secara pasti. Sebab jika diinformasikan
secara pasti, seseorang tidak lagi semangat beribadah di hari
lain. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu
tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencari dan berburu malam
kemuliaan tersebut. Berburu dan mencari malam lailatul qadar
adalah bentuk kesyukuran hamba terhadap rahmat Allah dengan
memperbanyak amalan di hari-hari tersebut. Semoga Allah
memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini.
Adapun tanda lahiriyah tentang malam lailatul qadar berdasarkan
sabda Rasulullah SAW di antaranya pertama, udara dan angin
terasa tenang. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasulullah
SAW bersabda:
‫ها‬
َُ‫َت‬
‫ْح‬‫ِي‬
‫َ•ب‬‫مسُ ص‬ْ•َ‫ُ الش‬
‫ِح‬‫ْ•ب‬
‫تص‬ُ ‫ة‬
ً‫د‬ ‫•ار‬
َِ •‫ب‬ ‫ة و‬
َ ‫َاَل‬ ًَ‫َار‬ ٌَ
‫ة اَل ح‬ ََ
‫لق‬ ٌَ
‫ة ط‬ ‫مح‬ ٌ‫ل‬
َْ‫ة س‬ َْ
‫ِ َلي‬
‫در‬ََ ُ‫ل‬
‫ة الق‬ َْ
‫َلي‬
‫َاء‬
‫مر‬َْ‫ة ح‬ٌَ
‫ْف‬‫ِي‬
‫َع‬‫ض‬

“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak


begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari
bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan” (HR. Ath-Thayalisi).
Tanda kedua adalah malaikat turun membawa ketenangan sehingga
manusia merasakan ketenangan dan merasakan kelezatan dalam
beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari lain. Tanda
ketiga, manusia tertentu dapat melihat malam ini dalam mimpinya
sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat. Tanda keempat,
matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih dan
sejuk.
hal ini juga sesuai dengan hadits Rasulullah dari Ubay bin Ka’ab
bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Shubuh dari malam lailatul
qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana
hingga matahari itu naik” (HR. Muslim).

Saudaraku, di sisa sepuluh hari-hari terakhir ini, mari kita


ikhtiarkan untuk bisa berburu dan mencari malam lailatul qadar,
semoga Allah Yang Maha Mengatur alam ini mengijinkan dan
menghendaki kita sebagai hamba-hamba yang mendapatkan kemuliaan
malam lailatul qadar. Semoga Allah merubah hidup kita menjadi
lebih baik dan lebih berkualitas. Hanya kepada Allah lah kita
menuju dan menggapai keridhaan-Nya.
‫ْر‬
ِ ِّ •‫َال‬
‫•ذك‬ ‫ي••اتِ و‬ َ‫َ اآل‬‫ِن‬
‫ْ م‬‫ُم‬‫ِياك‬
ِّ‫َا‬‫ِي و‬‫َن‬‫َع‬‫نف‬ََ
‫ و‬.ِ‫ْم‬‫ِي‬‫َظ‬
‫الع‬
ْ ِ‫ْآن‬ ‫ُر‬‫الق‬
ْ ‫ِي‬ ‫ْ ف‬
‫ُم‬‫ََلك‬ ‫هّٰللا ل‬
‫ِي و‬ ُ َ‫َك‬ ‫بار‬
َ
‫ْم‬
ُ ‫ِي‬
‫َل‬‫الع‬
ْ ُ ‫ِي‬
‫ْع‬ ‫َاالسَّم‬ ‫هو‬
ُ ‫ه‬ُ‫ِن‬
َّ‫ه ا‬ُ‫ت‬ََ‫ِالو‬
‫ْ ت‬‫ُم‬‫ْك‬‫ِن‬
‫َم‬‫ِّي و‬
‫ِن‬‫ْ م‬‫ِّل‬
‫َب‬ ‫تق‬
ََ‫ِ و‬‫ْم‬‫ِي‬
‫َك‬‫الح‬
ْ

Khutbah II

‫ه‬ َ‫ن الَ ا‬


َ‫ِل‬ ْ‫د َأ‬ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ و‬.ِ ‫ِه‬
‫َان‬‫ِن‬
‫مت‬ ِْ
‫َا‬‫ِ و‬
‫ِه‬ ‫ِي‬
‫ْق‬ ‫ْف‬
‫تو‬َ َ‫َلى‬‫ه ع‬ُ‫ُ َل‬
‫ْر‬ ‫ِ و‬
‫َالشُّك‬ ‫ِه‬
‫ْسَان‬
‫َلىَ ِإح‬ ‫هّٰلِل ع‬
ِ ‫د‬ ُ‫م‬َْ ‫َلح‬
ْ‫ا‬
َ‫ِي إلى‬ ‫•داع‬
َّ •‫ه ال‬ ُ‫ُْل‬
‫َسُو‬
‫َر‬‫ه و‬
ُ‫د‬ُْ‫َب‬‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬
ُ ‫َا‬‫دن‬ ‫أن سَي‬
َِّ َّ ‫د‬
ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ه و‬ُ‫يكَ َل‬
ِْ‫ه الَ شَر‬
ُ‫د‬ ‫َح‬
َْ ‫هّٰللا و‬
ُ َّ‫ِإال‬
‫ًا‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫س••ل‬
ْ‫ت‬َ ْ‫لم‬ِّ••‫س‬
ََ‫ِ و‬‫ِه‬
‫َاب‬ ْ ‫ََأ‬
‫ص••ح‬ ‫ِ و‬ َِ
‫له‬ ‫َى ا‬ ‫َل‬
‫ِع‬‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
ُ ‫َا‬‫ِن‬
‫ِّد‬
‫َى سَي‬ ‫َل‬
‫ِّ ع‬
‫َل‬‫َّ ص‬
‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬‫ ا‬.ِ ‫ِه‬
‫َان‬ ‫ْو‬
‫ِض‬‫ر‬
‫ًا‬
‫ْر‬‫ِثي‬
‫ك‬

‫ْا‬‫ُ••و‬ َْ
‫لم‬ ‫َاع‬
‫هى و‬َ‫ن‬َ ‫َّا‬
‫َم‬ ‫ْا ع‬‫هو‬
َُ‫نت‬ْ‫َا‬‫َ و‬ َ‫َا َأ‬
‫مر‬ ‫ْم‬ ‫هّٰللا ف‬
‫ِي‬ َ ‫ُوا‬ ‫ِتق‬
َّ‫َّاسُ ا‬
‫ها الن‬ ُّ‫َ ا‬
َ‫َي‬ ‫َيا‬
‫د ف‬ُْ‫بع‬
َ ‫ما‬ َّ‫َأ‬
‫ن‬ َ‫تعا‬
َّ‫َلى ِإ‬ َ ‫ل‬
َ‫َا‬ ‫ِ و‬
‫َق‬ ‫ِه‬
‫دس‬ ‫ِق‬
ُْ ‫ِ ب‬
‫ِه‬‫َت‬‫َآل ِئك‬
‫ِم‬‫َى ب‬
‫ثـن‬ََ
‫ِ و‬ ‫ِه‬ ‫ْس‬
‫َف‬‫ِن‬
‫ِ ب‬ ‫ِي‬
‫ْه‬ ‫دَأ ف‬
َ‫ب‬ ‫مر‬
َ ٍ ْ‫َِأ‬
‫ْ ب‬‫ُم‬
‫َك‬ َ‫هّٰللا َأ‬
‫مر‬ َ ‫ن‬ َّ‫َأ‬
‫ْا‬‫ُو‬
‫لم‬ِّ••‫س‬
ََ‫ِ و‬‫ْ••ه‬ ََ
‫لي‬ ‫ْا ع‬ َُّ
‫لو‬ ‫ْا ص‬‫ُو‬‫من‬
َ‫َ آ‬ ِْ
‫ين‬ ‫الذ‬
َّ ‫ها‬ َ‫َي‬
ُّ‫ِى يآ ا‬ ‫َّب‬
‫َلىَ الن‬‫ن ع‬ ‫لو‬
َْ َُّ
‫يص‬ُ ‫ه‬َُ ‫مآلِئك‬
‫َت‬ ََ‫هّٰللا و‬
َ
‫َى‬‫َل‬
‫َع‬‫ٍ و‬ ‫َّد‬
‫َم‬ ُ َ
‫مح‬ ‫ِنا‬
‫ِّد‬
‫س••ي‬َ ِ‫َى آل‬ ‫َل‬
‫َع‬‫ و‬،ٍ
‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬ ‫ِن‬
ُ ‫َا‬ ‫ِّد‬
‫س••ي‬
َ ‫َى‬ ‫َل‬‫ِّ ع‬
‫ص••ل‬ ‫هـم‬
َ َّ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬ ‫ ا‬.‫ًا‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫س••ل‬ْ‫ت‬َ
‫ين‬
َ ِْ ِ َّ
‫اش••د‬ ‫ء الر‬ ِ‫َ••ا‬ َُ‫ْلخ‬
‫لف‬ ‫َنِ ا‬
‫َّ ع‬
‫هـم‬ ٰ
ّ‫َل‬
ُ‫ل‬ ‫ْضَ ا‬
‫َار‬‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫َّب‬
‫َر‬ ‫ُق‬ ْ ِ
‫الم‬ ‫مآلِئك‬
‫َة‬ ََ‫ِكَ و‬‫ُسُل‬‫َر‬
‫ِيآِئكَ و‬‫نب‬َْ
‫ا‬
‫ِي‬‫ِع‬
‫ت••اب‬ََ‫َ و‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬
‫َالت‬‫ِ و‬
‫بة‬َ‫َا‬‫الص••ح‬
َّ ِ
‫َّة‬
‫ِي‬‫بق‬
َ ْ‫َن‬‫َع‬‫ِى و‬
‫َل‬‫َع‬ ‫ْم‬
‫َ••ان و‬ ‫ُث‬
‫َع‬‫َ••ر و‬‫ُم‬
‫َع‬‫ٍ و‬‫ْ••ر‬
‫بك‬َ ‫ِى‬ ‫َأب‬
‫َم‬
َ ‫ي••ا َأر‬
‫ْح‬ َ َ‫ِ••ك‬
‫َت‬‫ْم‬
‫َح‬‫ِر‬
‫ْ ب‬
‫هم‬ ‫مع‬
َُ َ ‫َّا‬
‫َن‬ ‫ْضَ ع‬
‫َار‬ ‫ينِ و‬
ْ‫الد‬
ِّ ‫ْم‬
ِ ‫يو‬ َ‫ْسَانٍ ا‬
َ ‫ِلى‬ ‫ِح‬
‫ِا‬‫ْ ب‬
‫هم‬ُ‫َ َل‬
‫ْن‬‫ِي‬
‫ِع‬‫َّاب‬
‫الت‬
‫ْن‬
َ ‫ِي‬
‫َّاحِم‬
‫الر‬

‫هم‬
ْ ‫ِن‬
ُْ ِ‫ْي••آ‬
‫ء م‬ ‫َاتِ ا‬
‫َالَح‬ ‫ِم‬
‫س••ل‬
ُْ‫الم‬ ‫َ و‬
ْ َ ‫ْن‬‫ِي‬
‫ِم‬‫ُسْل‬
‫الم‬
ْ َ‫َاتِ و‬‫ِن‬
‫ُْؤم‬
‫الم‬
ْ َ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِن‬
‫ُْؤم‬
‫لم‬ ْ‫ل‬
ِ ْ‫ِر‬
‫ْف‬‫َّ اغ‬
‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬ ‫ا‬
‫ْص••ر‬
ْ ُ ‫َان‬
‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِك‬‫ش••ر‬ ‫الم‬
ُْ ‫ْكَ و‬
ْ َ َّ‫ََأذ‬
‫ِل الشِّر‬ ‫َ و‬‫ْن‬‫ِي‬
‫ِم‬‫ُسْل‬
‫الم‬ ‫َ و‬
ْ َ ‫ِْإلسْالَم‬
‫ِّ ا‬
‫ِز‬‫َّ َأع‬
‫هـم‬ ُ‫ل‬ٰ
ّ‫َل‬
‫ ا‬،ِ‫َات‬ ‫مو‬
َْ‫ْال‬
‫َا‬‫و‬
‫مر‬
‫ْ‬ ‫دِّ‬ ‫َ و‬
‫َ َ‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫س••ل‬
‫ُْ‬‫ْلم‬
‫ل ا‬
‫ذَ‬‫َ •َ‬
‫ْ خ‬‫من‬‫ل َ‬‫ذْ‬
‫ْ••ُ‬
‫َاخ‬‫َ و‬
‫ين‬‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫َر‬
‫َ‬ ‫نص‬
‫ْ َ‬
‫من‬‫ْ َ‬‫ُر‬‫نص‬
‫َاْ‬‫ة و‬‫ِيَ‬
‫ِّدَّ‬
‫َح‬‫ُو‬
‫الم‬
‫دكَ ْ‬ ‫َاَ‬‫ِب‬
‫ع‬
‫َّا‬
‫َن‬ ‫ْ ع‬
‫َ••ع‬
‫دف‬‫َّ اْ‬
‫هـم‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫ينِ‪ .‬ا‬ ‫•دْ‬
‫َ ال• ِّ‬‫ْم‬
‫يو‬‫ِكَ ِإَلى َ‬ ‫ِم‬
‫َات‬ ‫َل‬
‫ِ ك‬
‫ْل‬‫ََأع‬
‫ينِ و‬‫الدْ‬
‫ِّ‬ ‫ء‬
‫داَ‬ ‫داَئكَ َأع‬
‫َْ‬ ‫َْ‬‫َأع‬
‫م••ا‬ ‫ها و‬
‫ََ‬ ‫ِن‬
‫َْ‬ ‫َ م‬‫هر‬ ‫ما ظ‬
‫ََ‬ ‫َنِ‪َ ،‬‬‫ِح‬
‫ْلم‬ ‫َا‬‫َنِ و‬‫ِت‬
‫ْلف‬‫ء ا‬ ‫َسُو‬
‫َْ‬ ‫َ و‬
‫َن‬‫ِح‬‫ْلم‬‫َا‬
‫ل و‬ ‫َّالَز‬
‫َِ‬ ‫َالز‬ ‫ء و‬
‫باَ‬ ‫ََ‬‫ْلو‬‫َا‬
‫ء و‬‫َالََ‬
‫ْلب‬‫ا‬
‫َب‬
‫َّ‬ ‫ي••ا ر‬ ‫عآمً‬
‫ة َ‬ ‫َّ‬ ‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِم‬‫س••ل‬
‫ُْ‬‫ْلم‬
‫دانِ ا‬ ‫ُْ‬
‫لَ‬ ‫ْلب‬ ‫َسَاِئر‬
‫ِ ا‬ ‫ًَّ‬
‫ة و‬ ‫َآص‬ ‫َّا خ‬
‫ِي‬ ‫ِي‬
‫ْس‬ ‫دون‬ ‫ِْ‬
‫نُ‬ ‫ِن‬
‫َا ا‬ ‫لد‬‫بَ‬
‫ْ َ‬‫َن‬‫َ‪ ،‬ع‬ ‫َن‬‫بط‬
‫َ‬
‫َاب‬
‫َ‬ ‫َ •ذ‬
‫•ا ع‬ ‫ِن‬
‫َ•‬ ‫َق‬
‫ة و‬‫ًَ‬ ‫ِ ح‬
‫َسَ•ن‬ ‫َة‬‫ْآلخِ •ر‬
‫ِى ا‬‫َف‬‫ة و‬‫ًَ‬
‫َسَ•ن‬‫َا ح‬
‫ني‬‫الدْ‬
‫ُّ‬ ‫ِى‬‫َ ف‬‫ِنا‬ ‫َا آت‬‫بن‬ ‫َ‪ .‬ر‬
‫ََّ‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫َ َ‬
‫الم‬ ‫ْلع‬‫ا‬
‫ِن‬
‫َ‬ ‫َّ م‬
‫َن‬ ‫ْن‬
‫ُ •و‬
‫َك‬‫•ا َلن‬
‫َ•‬‫ْن‬
‫َم‬‫ْح‬
‫تر‬ ‫•ا و‬
‫ََ‬ ‫ْ َلن‬
‫َ•‬ ‫ِ •ر‬‫ْف‬
‫تغ‬ ‫ن َلم‬
‫ْ َ‬ ‫َا و‬
‫َِإْ‬ ‫ُسَ•ن‬
‫نف‬ ‫َْ‬
‫•ا ا‬ ‫َ•‬
‫ْن‬‫لم‬ ‫ََ‬
‫َا ظ‬ ‫بن‬ ‫ِ‪ .‬ر‬
‫ََّ‬ ‫َّار‬
‫الن‬
‫ْبى‬
‫َ‬ ‫ُ •ر‬‫ْلق‬‫ِي ا‬ ‫•آِ‬
‫ء ذ‬ ‫يت•‬‫َِإْ‬ ‫ِْإلح‬
‫ْسَ•انِ و‬ ‫َا‬‫ِ و‬
‫دل‬ ‫ْلع‬
‫َْ‬ ‫ِا‬
‫َا ب‬‫ُن‬ ‫يْأُ‬
‫مر‬ ‫هّٰللا َ‬
‫ن َ‬ ‫هّٰلِلا ! ِإَّ‬
‫دِ‬ ‫َاَ‬‫ِب‬
‫َ‪ .‬ع‬ ‫ين‬ ‫ِر‬
‫ِْ‬ ‫ْلخَاس‬
‫ا‬
‫هّٰللا‬
‫ُوا َ‬ ‫ُ •ر‬ ‫ْك‬
‫َاذ‬‫ن و‬‫َْ‬‫ُو‬
‫َّر‬
‫َك‬‫ت• ذ‬ ‫ُم‬
‫ْ َ‬ ‫ََّ‬
‫لك‬ ‫ْ َلع‬
‫ُم‬ ‫ِظ‬
‫ُك‬ ‫يع‬
‫ْيِ َ‬‫َغ‬
‫ْلب‬‫َا‬
‫ِ و‬‫َ •ر‬
‫ْك‬‫ُن‬
‫الم‬ ‫ء و‬
‫َ ْ‬ ‫•آِ‬‫ْش•‬
‫َح‬‫ْلف‬
‫َنِ ا‬
‫هى ع‬
‫َْ‬‫ين‬
‫ََ‬‫و‬
‫َر‬
‫ْ‬ ‫هّٰلِلا َأك‬
‫ْب‬ ‫ُ ِ‬ ‫ِك‬
‫ْر‬ ‫ََلذ‬
‫ْ و‬‫ُم‬
‫دك‬‫ِْ‬‫يز‬‫ِ َ‬
‫ِه‬ ‫ِع‬
‫َم‬ ‫َلىَ ن‬
‫ه ع‬‫ُْ‬‫ُو‬
‫ُر‬‫َاشْك‬
‫ْ و‬‫ُم‬
‫ْك‬‫ُر‬
‫ذك‬‫يْ‬
‫َ َ‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫َظ‬
‫ْلع‬‫ا‬

‫‪Khutbah Jumat:‬‬

‫!‪Ramadhan Bulan Literasi, Mari Mengaji‬‬

‫‪Khutbah I‬‬

‫ِيْٓ‬
‫الذ‬ ‫ن َّ‬
‫َ•اَ‬‫مض‬ ‫ََ‬‫ُ ر‬
‫هر‬‫ْآنِ‪ :‬شَ•ْ‬
‫ُ •ر‬ ‫ِ ْ‬
‫الق‬ ‫ِ •ه‬ ‫ِت‬
‫َاب‬ ‫ِيْ ك‬
‫ِ ف‬ ‫َاِئل‬
‫الق‬
‫يانِ‪ْ ،‬‬ ‫الدَّ‬
‫َّ‬ ‫ِكِ‬
‫َل‬ ‫هّٰلِل ْ‬
‫الم‬ ‫د ِ‬ ‫مُ‬
‫َْ‬‫َلح‬
‫اْ‬
‫َالسَّاَل م‬
‫ُ‬ ‫ة و‬ ‫َالص‬
‫َّاَل ُ‬ ‫ْق ۚ‬
‫َانِ‪ .‬و‬ ‫ُر‬‫الف‬
‫َ ْ‬‫دى و‬
‫هٰ‬‫الُ‬
‫َ ْ‬ ‫من‬
‫ٰتٍ ِّ‬
‫ِّن‬
‫بي‬ ‫َّاسِ و‬
‫ََ‬ ‫دى ِّللن‬
‫هً‬‫ن ُ‬ ‫ْا‬
‫ُٰ‬ ‫ُر‬ ‫ِ ْ‬
‫الق‬ ‫ِي‬
‫ْه‬ ‫ل ف‬
‫َِ‬ ‫ُْ‬
‫نز‬ ‫ا‬
‫م••انِ‪.‬‬ ‫ِّ الز‬
‫ََّ‬ ‫م••ر‬
‫َى َ‬ ‫ِ ع‬
‫َل‬ ‫ِي‬
‫ْ••ه‬ ‫ِع‬
‫تاب‬ ‫ِ و‬
‫ََ‬ ‫ِه‬
‫ْب‬‫َح‬
‫َص‬ ‫ِ و‬
‫له‬‫ِٰ‬
‫َى ا‬ ‫َل‬
‫َع‬‫َ‪ ،‬و‬ ‫َان‬ ‫دن‬
‫َْ‬ ‫ِ ع‬
‫ََلد‬
‫ِ و‬‫ِّد‬
‫ٍ سَي‬‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬
‫َى ُ‬ ‫َل‬‫ع‬
‫ِ‬
‫ه •ة‬
‫الجَِ‬
‫َ ْ‬ ‫ِ و‬
‫ِّة‬
‫ِي‬‫الجِسْ•م‬
‫َنِ ْ‬‫ه ع‬ ‫َـز‬
‫َُّ‬ ‫ُن‬‫الم‬
‫ه ْ‬ ‫يكَ َل• ُ‬
‫ِْ‬‫ه اَل شَر‬‫دُ‬ ‫َح‬
‫َْ‬ ‫هّٰللا و‬
‫ه ِإاَّل ُ‬ ‫د َأْ‬
‫ن آَل ِإٰلَ‬ ‫هُ‬‫ََأشَْ‬
‫و‬
‫ه‬
‫َ••ُ‬ ‫ُُ‬
‫لق‬ ‫ن خ‬ ‫ِيْ ك‬
‫َاَ‬ ‫الذ‬‫ه َّ‬
‫ُْلُ‬
‫َسُو‬
‫َر‬‫ه و‬‫دُ‬
‫ُْ‬‫َب‬
‫دا ع‬ ‫َم‬
‫ًَّ‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬‫دن‬ ‫ن سَي‬
‫َِّ‬ ‫د َأَّ‬
‫هُ‬‫ََأشَْ‬ ‫َانِ‪ ،‬و‬‫َك‬
‫الم‬
‫َ ْ‬ ‫مانِ و‬ ‫َالز‬
‫ََّ‬ ‫و‬
‫َّانِ ‪.‬‬
‫َن‬ ‫هّٰللا ْ‬
‫الم‬ ‫َى ِ‬ ‫ْ••و‬ ‫ِت‬
‫َق‬ ‫ِيْ ب‬‫ْس‬
‫نف‬‫ََ‬
‫ْ و‬
‫ُم‬ ‫ِي‬
‫ْك‬ ‫ِّيْ ُأو‬
‫ْص‬ ‫َإن‬
‫ٰنِ‪ ،‬ف‬‫ْم‬
‫َّح‬
‫د الر‬ ‫ِب‬
‫َاَ‬ ‫د‪ ،‬ع‬ ‫بع‬
‫ُْ‬ ‫ما َ‬‫ن َأَّ‬
‫ْآُ‬
‫ُر‬‫الق‬
‫ْ‬
‫ُم‬
‫ْ‬ ‫َْ‬
‫نت‬ ‫ِاَّل و‬
‫َا‬ ‫َّ ا‬
‫تن‬ ‫ُ •و‬
‫ُْ‬ ‫تم‬‫َاَل َ‬ ‫ِ •ه‬
‫ٖ و‬ ‫ٰىت‬‫تق‬ ‫•ق‬
‫َّ ُ‬ ‫هّٰللا ح‬
‫َ•‬ ‫•وا َ‬ ‫ُ•‬
‫اتق‬
‫•وا َّ‬ ‫ُ•‬
‫من‬ ‫َ ا‬
‫َٰ‬ ‫ين‬‫ِْ‬
‫الذ‬
‫•ا َّ‬ ‫ه•‬
‫َيَ‬
‫ياُّ‬‫َال‪ٓ :‬‬
‫ٰ‬ ‫َق‬
‫و‬
‫ن‬‫ُو‬
‫َْ‬ ‫ِم‬
‫مسْل‬
‫ُّ‬

‫‪Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah‬‬


‫‪Pada‬‬ ‫‪momentum‬‬ ‫‪mulia‬‬ ‫‪ini,‬‬ ‫‪tidak‬‬ ‫‪bosan-bosannya,‬‬ ‫‪khatib‬‬
‫‪mengingatkan pada diri khatib pribadi dan seluruh jamaah untuk‬‬
‫‪senantiasa meningkatkan serta menguatkan ketakwaan kita kepada‬‬
‫‪Allah swt dalam wujud menjalankan segala perintah Allah dan‬‬
‫‪menjauhi laranganNya. Kita perlu menyadari bahwa bukan harta‬‬
‫‪benda dan kemegahan dunia yang menjadi bekal sehingga sukses‬‬
‫‪dalam kehidupan dunia ini, namun ketakwaanlah yang akan menjadi‬‬
‫‪bekal utamanya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah‬‬
‫‪197:‬‬

‫َابِ‬
‫ِى ااْلَْلب‬
‫ُول‬
‫يا‬‫ْنِ ٓ‬
‫ٰ‬ ‫ُو‬‫اتق‬ ‫ۖ و‬
‫َ َّ‬ ‫ٰى‬‫ْو‬ ‫ِ الت‬
‫َّق‬ ‫َّاد‬
‫َ الز‬
‫ْر‬‫َي‬
‫ِن خ‬
‫َاَّ‬
‫ْا ف‬
‫دو‬ ‫َو‬
‫َُّ‬ ‫تز‬
‫ََ‬‫و‬
Artinya: “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang
mempunyai akal sehat.”
Selain meningkatkan ketakwaan, menjadi sebuah keniscayaan pula
bagi kita untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur atas nikmat
yang telah dianugerahkan oleh Allah swt. Mari kita syukuri semua
nikmat ini biqauli Alhamdulillah seraya diikuti dengan rasa
syukur dari dalam hati dan diwujudkan dalam tindakan kita
sehari-hari. Kita perlu menyadari pula, nikmat Allah yang
diberikan kepada kita tidaklah bisa dihitung satu persatu
sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran Surat An-Nahl: 18:
‫َحِيم‬
ٌ ‫ٌ ر‬
‫ُور‬
‫َف‬‫هّٰللا َلغ‬
َ ‫ن‬ َّ‫ ِإ‬،‫ُوها‬
‫ْص‬ ُ ‫هّٰللا اَل‬
‫تح‬ ِ ‫ة‬ ََ
‫ْم‬‫ِع‬
‫دوا ن‬ ‫تع‬
ُُّ َ ‫ن‬ ‫و‬
ْ‫َِإ‬

Artinya: “Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian


tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Di antara nikmat besar yang masih kita rasakan saat ini adalah
umur panjang sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk
menikmati kemuliaan bulan suci Ramadhan. Wujud syukur atas
nikmat ini harus kita wujudkan dalam bentuk memaksimalkan
keutamaan bulan suci Ramadhan dengan berbagai ibadah. Membaca
Al-Qur’an menjadi satu di antara ibadah yang sangat dianjurkan
dan menjadi spesial di bulan Ramadhan. Hal ini karena pada bulan
inilah wahyu pertama Allah swt diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw yakni Surat Al-Alaq ayat 1-5:
‫ِي‬‫الذ‬
َّ .ُ ‫َم‬
‫ْر‬‫بكَ اَأْلك‬ ‫َر‬
َُّ ‫َْأ و‬
‫ْر‬‫ اق‬.ٍ‫لق‬ََ
‫ْ ع‬‫ِن‬
‫ن م‬
َ‫َ اِإْلنسَا‬
‫لق‬ََ
‫ خ‬.َ
‫لق‬ََ
‫ِي خ‬
‫الذ‬
َّ َ‫بك‬ ‫ِ ر‬
َِّ ‫َْأ ب‬
‫ِاسْم‬ ‫ْر‬‫اق‬
‫لم‬
ْ َْ
‫يع‬ ‫ما َلم‬
َ ْ َ ‫ن‬ َ‫َ اِإْلنسَا‬
‫لم‬ََّ
‫ ع‬.ِ
‫لم‬ََ
‫ِالق‬
ْ ‫َ ب‬
‫لم‬ََّ
‫ع‬

Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah;
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah; Yang mengajar
(manusia) dengan perantara qalam (pena); Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya."
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dalam wahyu pertama ini, sudah tegas dan jelas bahwa kita
diperintahkan untuk membaca dengan kata iqra’ (bacalah). Selain
itu, Allah juga mengingatkan kita untuk senantiasa meningkatkan
kapasitas diri kita dengan terus belajar, yang dalam ayat ini
direpresentasikan dengan kata Al-Qalam (pena) yang memiliki
fungsi sebagai alat untuk menulis. Dari dua hal ini, bisa kita
sebut Ramadhan adalah bulan literasi, bulan tarbiyah, bulan
pendidikan dimana kita dianjurkan untuk banyak membaca dan
menulis.
Membaca dalam wahyu pertama ini memiliki makna yang luas baik
membaca yang bersifat tekstual maupun membaca secara
kontekstual. Makna membaca secara tekstual di bulan Ramadhan ini
adalah diwujudkan dalam bentuk mengaji atau tadarus Al-Qur’an
yang sama-sama kita rasakan bahwa intensitas umat Islam membaca
Al-Qur’an pada bulan Ramadhan sangatlah tinggi. Ini yang harus
terus kita pertahankan dan tingkatkan baik dari sisi kualitas
maupun kuantitas.
Mari jadikan Ramadhan ini sebagai bulan literasi dengan lebih
memperbaiki kualitas bacaan Al-Qur’an kita serta dengan
meningkatkan frekuensi membacanya, baik di siang hari maupun
malam hari. Jika biasanya kita hanya satu tahun sekali bisa
mengkhatamkan Al-Qur’an, misalnya, maka momentum saat ini, tepat
lah untuk meneguhkan diri kita agar bisa mengkhatamkan minimal
sekali dalam bulan Ramadhan.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Dengan intensitas membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan, maka kita
pun sejatinya telah meningkatkan kualitas ibadah puasa kita.
Keutamaan bulan Ramadhan ini bisa lebih sempurna dengan dihiasi
membaca Al-Qur’an yang juga merupakan salah satu ibadah utama
dengan banyak sekali keutamaannya. Dalam sebuah hadits dari an-
Nu‘man ibn Basyir, Rasulullah bersabda:

ِ‫ْآن‬
‫ُر‬‫الق‬
ْ ‫ة‬ُ‫ء‬ ‫ِر‬
َ‫َا‬ ‫ِي ق‬
‫مت‬َّ‫ِ ُأ‬
‫دة‬ ‫ِب‬
َ‫َا‬ ‫ُ ع‬
‫َل‬ ‫ َأف‬:َ
‫ْض‬ ‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬
‫ْه‬ ََ
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ُ ‫َّى‬ ‫هّٰللا ص‬
‫َل‬ ِ ‫ل‬ ُ‫َسُو‬
‫ل ر‬
َ‫َا‬
‫ق‬

Artinya: “Rasulullah saw bersabda, “Sebaik-baiknya ibadah umatku


adalah membaca Al-Qur’an.” (HR. Al-Baihaqi).
Keutamaan lain dari membaca Al-Qur’an juga diterangkan dalam
sebuah hadits Rasulullah dari Abdullah Ibnu Mas‘ud yang
menyatakan bahwa setiap huruf Al-Qur’an yang dibaca akan diberi
balasan satu kebaikan dan setiap kebaikan dilipatkan menjadi
sepuluh:
‫ًا‬‫ْف‬
‫َر‬‫ََأ ح‬
‫َر‬‫ْ ق‬
‫من‬َ :َ ََّ‫َس‬
‫لم‬ ‫ِ و‬
‫ْه‬ ََ
‫لي‬ ‫ُ ع‬
‫َّى هَّللا‬
‫َل‬‫ِ ص‬‫ل هَّللا‬
ُ‫َسُو‬
‫ل ر‬َ‫َا‬‫ ق‬:‫ل‬
ُ‫ُو‬
‫يق‬َ ،ٍ‫ُود‬
‫مسْع‬
َ َ‫بن‬ْ ِ ‫د هَّللا‬
َْ‫َب‬
‫عن ع‬
،ٌ‫ْف‬
‫َ •ر‬
‫ل الم ح‬ ُ‫•و‬ ‫ اَل َأق‬،‫•ا‬
•ُ •‫ه‬ ِ‫َا‬
َ‫ل‬ ْ‫ِ َأ‬
‫مث‬ ‫َشْ•ر‬ ‫ِع‬ َُ
‫ة ب‬ ‫َسَن‬
‫َالح‬
‫ و‬،ٌ
‫َة‬ ‫ِ ح‬
‫َسَن‬ ‫ِه‬‫ه ب‬
ُ‫ل‬ََ
‫ِ ف‬‫َابِ هَّللا‬ ‫ِت‬ ‫ِن‬
‫ْ ك‬ ‫م‬
‫ْف‬
ٌ ‫َر‬
‫ٌ ح‬‫ِيم‬‫َم‬‫ٌ و‬
‫ْف‬‫َر‬
‫ٌ ح‬‫َاَل م‬
‫ٌ و‬‫ْف‬
‫َر‬‫ٌ ح‬
‫لف‬ِ‫ْ َأ‬ ‫ِن‬
‫ََلك‬
‫و‬

Artinya: “Dari ‘Abdullah ibn Mas‘ud, Rasulullah saw bersabda,


“Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an), maka
dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan
dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku tidak mengatakan alif
lâm mîm satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lâm satu
huruf, dan mîm satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Selain membaca, kita juga perlu untuk memahami dengan mengaji


serta mengkaji kandungan mulia isi Al-Qur’an. Hal ini bisa kita
lakukan dengan meneladani sekaligus mengikuti kajian tafsir para
ulama kita di pesantren dan majelis taklim yang biasanya dalam
Ramadhan banyak mengaji kitab-kitab tafsir Al-Qur’an di samping
kitab-kitab lainnya. Dari kajian-kajian tersebut bisa kita tulis
untuk menjadi dokumen pemahaman kita dan jika sudah pada saatnya
nanti, bisa kita ajarkan kepada orang lain. Nabi bersabda dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
: ‫َّم‬ َ ِ
‫وس••ل‬ ‫ْ••ه‬
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ََ ُ ‫ّى‬ ‫ص••ل‬
َ ِ‫ل هَّللا‬
ُ‫ل رسو‬
َ‫ قا‬: ‫ه قال‬
ُ‫ن رضيَ هَّللا عن‬
َ‫ن بن عفا‬
َ‫عن عثما‬
‫ه‬
ُ‫َّم‬
‫َعل‬‫ن و‬َ‫ْآ‬
‫ُر‬‫َ الق‬ ََّ
‫لم‬ ‫تع‬ ‫من‬
َ ْ َ ‫ُم‬ ‫َيرك‬ ‫خ‬

Artinya: “Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda,


“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Mudah-mudahan di bulan Ramadhan ini, kita bisa memaksimalkan
kualitas dan kuantitas ibadah kita khususnya membaca dan
memahami kandungan isi Al-Qur’an. Dan semoga tekad kita ini
dicatat sebagai wujud komitmen rasa syukur kepada Allah yang
telah menegaskan bahwa siapa yang bersyukur kepadaNya, maka akan
ditambah nikmat dari apa yang telah dikaruniakanNya.
‫تم‬
ْ ‫َر‬
ُْ ‫َف‬‫ْ ك‬ ‫ََلى‬
‫ِٕن‬ ‫ْ و‬‫ُم‬
‫نك‬َّ‫د‬
َ‫ي‬ ‫ْ اَلَز‬
ِْ ‫تم‬ُْ‫َر‬‫ْ شَك‬ ‫ْ َلى‬
‫ِٕن‬ ‫ُم‬
‫بك‬ ‫ن ر‬
َُّ ََّ
‫َذ‬‫تا‬ ِْ
َ ‫ذ‬ ‫َا‬
‫ و‬. ِ ‫َّحِيم‬
‫ٰنِ الر‬ ‫ْم‬ ‫ِ هّٰللا الر‬
‫َّح‬ ‫ِسْم‬‫ب‬
‫ُم‬
ْ ‫ياك‬ ‫ِيْ و‬
َّ‫َِإ‬ ‫َن‬‫َع‬
‫نف‬ََ
‫ و‬،ِ ‫ْم‬‫ِي‬‫َظ‬ ‫الع‬
ْ ِ‫ْآن‬ ‫ُ••ر‬
‫الق‬ْ ْ‫ِي‬‫ْ ف‬ ‫ََلك‬
‫ُم‬ ‫هّٰللا ل‬
‫ِيْ و‬ ُ َ‫َك‬ ‫ب••ار‬
َ .‫د‬ ِْ
ٌ‫ي‬ ‫ِيْ َلشَد‬
‫َاب‬‫َذ‬ ‫ِن ع‬
َّ‫ا‬
‫ْع‬
ُ ‫ِي‬
‫َ السَّ•م‬ ‫ه •و‬
ُ ‫ه‬
ُ‫ن‬َّ‫ه ِإ‬
ُ •‫ت‬ ‫ِاَل و‬
ََ ‫ْ ت‬‫ُم‬
‫ْك‬‫ِن‬
‫َم‬ ‫ِّي و‬
‫ِن‬ ‫َ م‬ ‫َّل‬
‫َب‬ ‫تق‬
ََ‫ و‬،ِ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫َك‬
‫الح‬
ْ ِ ‫ْر‬
‫•ذك‬ِّ •‫َال‬ ‫•اتِ و‬•‫ي‬َ ‫َ اآْل‬‫ِن‬‫م‬
‫ه••و‬
َ ُ ‫ه‬
ُ‫ن‬َّ‫ْا ِإ‬
‫ُو‬‫ِر‬
‫ْف‬‫َغ‬
‫َاسْ•ت‬
‫ و‬،َ
‫ْن‬‫ِي‬
‫َّاحِم‬
‫ُ ال••ر‬
‫ْر‬‫َي‬
‫َ خ‬
‫نت‬ْ‫ََأ‬
‫ْ و‬
‫َم‬‫ْح‬
‫َار‬ ‫ِر‬
‫ْ و‬ ‫ْف‬
‫ِّ اغ‬
‫َب‬ ‫ْ ر‬
‫ُل‬‫َق‬
‫ و‬،ُ
‫ْم‬‫ِي‬
‫َل‬‫الع‬
ْ
‫ْم‬
ُ ‫َّحِي‬
‫ُ الر‬
‫ْر‬‫ُو‬
‫َف‬‫الغ‬
ْ

Khutbah II

،‫ه‬ُ‫ِيكَ َل‬ ‫ه اَل شَر‬


ُ‫د‬ ‫َح‬
َْ ‫هّٰللا و‬
ُ ‫ه ِإاَّل‬ َ ‫ن آل‬
َ‫إل‬ ْ‫د أ‬ ُ‫ه‬َْ‫ َأش‬.ِ‫د هَّلِل‬
ُْ‫َم‬‫الح‬
ْ َّ ‫ثم‬ُ ‫هّٰلِل‬
ِ ‫د‬ ‫َم‬
ُْ ‫الح‬
ْ َ ‫هّٰلِل و‬
ِ ‫د‬ ‫َم‬
ُْ ‫الح‬
ْ
‫لم‬
ْ ِّ••‫س‬
ََ‫ِّ و‬‫َل‬
‫َّ ص‬
‫هم‬ َّ ‫ ا‬.‫ه‬
ُ‫َلل‬ ُ‫د‬ َ‫ِيّ بع‬ َ ‫ِيْ اَل‬
‫نب‬ ‫الذ‬
َّ ‫ه‬ ُ‫ُْل‬
‫َسُو‬‫َر‬ ‫ه و‬ُ‫د‬ ‫َب‬
ُْ ‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬ ُ ‫َا‬‫دن‬ ‫أن سَي‬
َِّ َّ ‫د‬ ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫و‬
ِ
‫مة‬َ‫َا‬ ‫ِي‬
‫ِ الق‬ ‫ْم‬
‫يو‬ َ ‫ْسَانٍ ِإَلى‬ ‫ِِإح‬ ‫ْ ب‬‫هم‬
َُ‫ِع‬
‫تب‬َ ْ‫من‬ََ‫ِ و‬‫ِه‬‫َاب‬‫ْح‬ ‫ََأص‬
‫ِ و‬‫له‬ِ‫َى َأ‬‫َل‬‫َع‬ ‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬
ُ ‫َا‬ ‫ِّن‬‫ِي‬ ‫نب‬َ ‫َى‬ ‫َل‬‫ع‬
.َ‫ْن‬‫ُ •و‬
‫َّق‬
‫ُت‬‫الم‬
ْ َ ‫•از‬•َ
‫د ف‬ْ• َ ‫هّٰللا ف‬
‫َق‬ ِ ‫َى‬ ‫ْ •و‬
‫َق‬‫ِت‬‫ِيْ ب‬‫ْس‬
‫نف‬ََ‫ْ و‬‫ُم‬‫ْك‬ ‫ِي‬ ‫َّاسُ ُأو‬
‫ْص‬ ‫ها الن‬ ُّ‫َا َأ‬
َ‫ي‬ ‫َي‬
‫د ف‬ ُْ ‫بع‬
َ ‫ما‬ َّ‫َأ‬
‫ْا‬
‫ُ••و‬
‫من‬‫َ آَ‬
‫ين‬ ‫الِ‬
‫ذْ‬ ‫يه••ا َّ‬ ‫يَأ ُّ‬
‫ِيِّ‪ٰ ،‬‬
‫َّب‬
‫َى الن‬
‫َل‬
‫ن ع‬
‫َْ‬ ‫َُّ‬
‫لو‬ ‫يص‬‫ه ُ‬
‫َُ‬ ‫ماَل ِئك‬
‫َت‬ ‫ََ‬‫هّٰللا و‬
‫ن َ‬ ‫َ َ‬
‫الى‪ِ :‬إَّ‬ ‫هّٰللا َ‬
‫تع‬ ‫ل ُ‬ ‫َاَ‬
‫َق‬‫ف‬
‫ًا‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫تسْل‬
‫ْا َ‬
‫ُو‬ ‫َسَِّ‬
‫لم‬ ‫ِ و‬
‫ْه‬ ‫ََ‬
‫لي‬ ‫ْا ع‬‫لو‬‫َُّ‬
‫‪.‬ص‬

‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِن‬‫ُ••ْؤم‬
‫لم‬‫لْ‬‫ْ ِ‬
‫ِر‬‫ْف‬
‫َّ اغ‬
‫هم‬ ‫ٰ‬
‫ٍ‪ .‬الّ‬
‫لُ‬ ‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬
‫َا ُ‬‫دن‬ ‫ِ سَي‬
‫َِّ‬ ‫َى َأل‬
‫َل‬
‫َع‬‫ٍ و‬‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬ ‫دن‬ ‫َى سَي‬
‫َِّ‬ ‫َل‬
‫ِّ ع‬‫َل‬‫َّ ص‬
‫هم‬‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫ا‬
‫َ••ع‬
‫ْ‬ ‫دف‬‫َّ اْ‬‫هم‬
‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫َاتِ‪ .‬ا‬‫م•• و‬
‫ْالَْ‬
‫َا‬‫ْ و‬
‫هم‬‫ُْ‬‫ِن‬ ‫ْياِ‬
‫ء م‬ ‫ََأْلح‬
‫َاتِ‪ ،‬ا‬‫ِم‬
‫ُسْل‬
‫ْلم‬‫َا‬ ‫َ و‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِم‬
‫ُسْل‬‫ْلم‬
‫َا‬‫َاتِ و‬ ‫ِن‬‫ُْؤم‬
‫ْلم‬‫َا‬
‫و‬
‫م••ا‬
‫َ َ‬‫َن‬‫ِح‬‫ْلم‬‫َا‬ ‫ِت‬
‫َنِ و‬ ‫ْلف‬
‫ء ا‬ ‫س••و‬
‫َْ‬ ‫َُ‬‫َ و‬
‫َن‬‫ِح‬‫ْلم‬
‫َا‬‫ل و‬
‫َِ‬‫َّالَز‬
‫َال••ز‬‫ن و‬ ‫ُو‬
‫َْ‬ ‫ُر‬
‫ء والق‬ ‫باَ‬‫ََ‬‫ْلو‬
‫َا‬‫ء و‬‫َالََ‬
‫ْلب‬‫َّا ا‬‫َن‬
‫ع‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫ِم‬‫س••ل‬
‫ُْ‬‫ْلم‬
‫دانِ ا‬ ‫ُْ‬
‫لَ‬ ‫ْلب‬ ‫َسَاِئر‬
‫ِ ا‬ ‫ًَّ‬
‫ة و‬ ‫َّا خآص‬
‫ِي‬ ‫ِي‬
‫ْس‬ ‫دون‬
‫نُ‬ ‫ِن‬
‫َا ِإْ‬‫لد‬‫بَ‬ ‫َن‬
‫ْ َ‬ ‫َ ع‬
‫َن‬‫بط‬
‫ما َ‬
‫ََ‬‫ها و‬
‫َْ‬‫ِن‬
‫َ م‬
‫هر‬ ‫ظ‬
‫ََ‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬ ‫َ َ‬
‫الم‬ ‫ْلع‬‫َّ ا‬
‫َب‬‫يا ر‬‫ة َ‬‫عامً‬
‫َّ‬

‫هم‬
‫َّ‬ ‫َّ‬
‫اللُ‬ ‫َ••ً‬
‫ة‪.‬‬ ‫ْم‬‫َح‬
‫َر‬ ‫دا و‬
‫ه••ً‬
‫َُ‬‫ًا و‬
‫ُور‬
‫َن‬
‫ما و‬‫ماً‬ ‫ه َلن‬
‫َا ِإَ‬ ‫َْ‬
‫لُ‬ ‫ْع‬
‫َاج‬‫ءانِ‪ .‬و‬ ‫ُر‬
‫َْ‬ ‫ِالق‬‫َا ب‬
‫ْن‬‫َم‬
‫ْح‬‫َّ ار‬
‫هم‬ ‫َّ‬
‫للُ‬
‫ء‬
‫•آَ‬ ‫ن•‬ ‫ءاَ‬
‫ه َ‬
‫ت• ُ‬
‫ََ‬‫ِاَل و‬
‫•ا ت‬
‫َ•‬‫ْن‬
‫ُق‬‫ْز‬
‫َار‬
‫•ا‪ .‬و‬
‫َ•‬ ‫ِْ‬
‫لن‬ ‫َه‬
‫ما ج‬‫ه َ‬ ‫ِن‬
‫ُْ‬ ‫َا م‬‫ْن‬ ‫َِّ‬
‫لم‬ ‫َع‬‫َا‪ .‬و‬
‫ِين‬‫نس‬
‫ما َ‬‫ه َ‬ ‫ِن‬
‫ُْ‬ ‫َا م‬
‫ْن‬ ‫َك‬
‫ِّر‬ ‫ذ‬
‫ِى‬‫َ••ا ف‬‫ِن‬
‫َا آت‬ ‫بن‬ ‫ََّ‬‫َ‪ .‬ر‬ ‫ِين‬ ‫َ َ‬
‫الم‬ ‫الع‬
‫َّ ْ‬‫َب‬
‫يا ر‬ ‫ًَّ‬
‫ة َ‬ ‫ُج‬‫َا ح‬‫ه َلن‬
‫لُ‬‫َْ‬
‫ْع‬‫َاج‬‫ِ‪ .‬و‬ ‫هار‬ ‫َ الن‬
‫ََّ‬ ‫َاف‬ ‫ََأط‬
‫ْر‬ ‫ِ و‬‫ْل‬‫الي‬
‫َّ‬
‫ْن‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫لم‬‫َٰ‬
‫الع‬ ‫َب‬
‫ِّ ْ‬ ‫هّٰلِل ر‬
‫د ِ‬ ‫مُ‬
‫َْ‬‫َلح‬
‫َاْ‬
‫ِ‪ .‬و‬‫َّار‬
‫َ الن‬ ‫َاب‬
‫َذ‬
‫َا ع‬ ‫ِن‬
‫َق‬‫ة و‬‫ًَ‬ ‫ِ ح‬
‫َسَن‬ ‫َة‬‫ْآلخِر‬
‫ِى ا‬‫َف‬
‫ة و‬‫ًَ‬
‫َسَن‬
‫َا ح‬‫ني‬‫الدْ‬
‫ُّ‬

‫َنِ‬
‫هى ع‬‫َْ‬‫ين‬ ‫ْبىَ و‬
‫ََ‬ ‫ُ •ر‬
‫ْلق‬‫ِي ا‬‫ء ذ‬‫•اِ‬‫يت•‬ ‫َِإْ‬‫ْسَ•انِ و‬‫ِْإلح‬
‫َا‬‫ِ و‬
‫دل‬‫َ •ْ‬
‫ْلع‬‫ِا‬
‫ُ ب‬ ‫ي• ْأُ‬
‫مر‬ ‫هّٰللا َ‬
‫ن َ‬ ‫د هّٰللا‬
‫ِ‪ِ ،‬إَّ‬ ‫•اَ‬‫َ•‬‫ٍب‬
‫ع‬
‫ْم‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫َظ‬ ‫هّٰللا ا‬
‫ْلع‬ ‫ُوا َ‬ ‫ْك‬
‫ُ••ر‬ ‫َاذ‬
‫َ‪ ،‬و‬ ‫ْن‬
‫ُو‬‫َّر‬
‫َك‬ ‫ت•• ذ‬
‫ْ َ‬‫ُم‬
‫لك‬‫ََّ‬
‫ْ َلع‬‫ُم‬
‫ُك‬‫ِظ‬
‫يع‬‫ْيِ َ‬
‫َغ‬‫ْلب‬‫َا‬
‫ِ و‬
‫َ••ر‬ ‫ْك‬
‫ُن‬‫ْلم‬ ‫َا‬
‫ء و‬ ‫ْش••اِ‬ ‫َح‬
‫ْلف‬‫ا‬
‫َر‬
‫ْ‬ ‫هّٰللا َأك‬
‫ْب‬ ‫ُ ِ‬ ‫ِك‬
‫ْر‬ ‫ََلذ‬
‫ْ‪ ،‬و‬‫ُم‬‫دك‬
‫ِْ‬ ‫ِ َ‬
‫يز‬ ‫ِه‬
‫َم‬‫ِع‬
‫َلىَ ن‬ ‫ه ع‬ ‫ُو‬
‫ُْ‬ ‫ُر‬‫َاشْك‬‫ْ‪ ،‬و‬‫ُم‬‫ْك‬
‫ُر‬‫ذك‬
‫يْ‬‫َ‬

‫‪H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung‬‬


Khutbah Jumat: Puasa, Hakikat dan Tingkatannya

Khutbah I

‫َى‬‫َل‬
‫َع‬‫ و‬،َ ‫َان‬ ‫دن‬ ‫د ع‬
َْ ِ‫ََل‬ ‫ِ و‬
‫ِّد‬
‫ٍ سَي‬
‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬ُ ‫َى‬‫َل‬
‫ُ ع‬ ‫َالسَّاَل م‬
‫ة و‬ ‫َالص‬
ُ ‫َّاَل‬ ‫ و‬،ِ‫يان‬ َّ‫الد‬
َّ ِ‫ِك‬
‫َل‬ ْ ‫هّٰلل‬
‫الم‬ ِ ‫د‬ ُ‫م‬ ‫الح‬
َْ
َ‫يك‬
ِْ‫ه اَل شَر‬
ُ‫د‬ ‫َح‬
َْ ‫هّٰللا و‬
ُ ‫ه ِإاَّل‬ ْ‫د َأ‬
َ‫ن اَّل ِإل‬ ُ‫ه‬َْ‫ََأش‬
‫ و‬،ِ‫مان‬ ‫ِّ الز‬
ََّ ‫مر‬
َ ‫َى‬‫َل‬‫ِ ع‬ ‫ْه‬ ‫ِي‬
‫ِع‬‫تاب‬ََ‫ِ و‬
‫ِه‬ ‫ْب‬
‫َح‬ ‫ِ و‬
‫َص‬ ‫له‬ِ‫آ‬
‫َا‬‫دن‬ ‫ن سَ•ي‬
َِّ َّ‫د َأ‬ َ•ْ‫ََأش‬
ُ‫ه‬ ‫ و‬،ِ‫•ان‬•َ‫َك‬ ‫الم‬
ْ َ‫•انِ و‬•‫م‬ ََّ ‫ِ و‬
‫َالز‬ ‫هة‬ َِ‫الج‬ ‫ِ و‬
ْ َ ‫َّة‬
‫ِي‬‫الجِسْم‬ْ ِ‫َن‬ ‫ه ع‬ ‫َـز‬
َُّ ‫ُن‬ ‫الم‬
ْ ‫ه‬ ُ‫َل‬
،ِ‫ٰن‬
‫ْم‬‫َّح‬
‫د ال••ر‬ ‫ِب‬
َ‫َ••ا‬ ‫ ع‬،‫د‬
ُ••ْ
‫بع‬ َّ‫ َأ‬،َ
َ ‫ما‬ ‫ْآن‬‫ُر‬
‫الق‬
ْ ‫ه‬
ُُ‫لق‬ُُ
‫ن خ‬
َ‫َا‬ ‫ِيْ ك‬
‫الذ‬
َّ ‫ه‬ُ‫ُْل‬
‫َسُو‬
‫َر‬‫ه و‬
ُ‫د‬ ‫َب‬
ُْ ‫دا ع‬ ‫َم‬
ًَّ ‫مح‬
ُ
‫ه••ا‬َ‫َي‬
ُّ‫يا‬ٓ :ِ‫ْآن‬
ٰ ‫ُر‬ ْ ِ
‫الق‬ ‫ِه‬
‫َاب‬‫ِت‬‫ِي ك‬
‫ِ ف‬ ‫َاِئل‬
‫الق‬
ْ ،ِ‫َّان‬
‫َن‬‫هّٰللا الم‬
ِ ‫َى‬ ‫ْو‬
‫َق‬‫ِت‬‫ِي ب‬
‫ْس‬‫نف‬ََ
‫ْ و‬‫ُم‬
‫ْك‬‫ِي‬
‫ْص‬‫ِّي ُأو‬
‫َإن‬ ‫ف‬
‫ُم‬
ْ ََّ
‫لك‬ ‫ْ َلع‬
‫ُم‬‫ِك‬
‫ْل‬‫َب‬ ‫ِن‬
‫ْ ق‬ ‫َ م‬ ِْ
‫ين‬ ‫الذ‬
َّ ‫َى‬
‫َل‬ ‫ِب‬
‫َ ع‬ ‫ُت‬
‫َ••ا ك‬
‫َم‬‫ُ ك‬
‫َام‬
‫ِّ•ي‬
‫ُ الص‬
‫ُم‬‫ْك‬
‫لي‬ََ ‫ِب‬
‫َ ع‬ ‫ُت‬
‫ْا ك‬
‫ُ •و‬
‫من‬ ‫َ ا‬
َٰ ‫ين‬ِْ
‫الذ‬
َّ
)183 :‫ۙ (البقرة‬ ‫ن‬
َْ‫ُو‬
‫َّق‬
‫تت‬َ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di


akhirat. Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat
ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan
ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan
melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Puasa pada hakikatnya adalah meninggalkan syahwat nafsu yang


hukum asalnya mubah di luar puasa. Syahwat nafsu tersebut
diharamkan untuk sementara waktu, mulai terbit fajar hingga
terbenamnya matahari dan setelah itu dihalalkan kembali. Oleh
karenanya, puasa seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan
meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah dalam
segala keadaan, bukan hanya saat berpuasa.

Ibadah puasa adalah salah satu manifestasi ketundukan seorang


hamba kepada Allah. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat-
syahwat nafsunya di siang hari untuk mendekatkan diri kepada
Allah dan karena taat kepada-Nya. Kemudian berbuka dan kembali
memenuhi syahwat nafsunya saat malam tiba juga untuk mendekatkan
diri kepada Allah dan karena taat kepada-Nya. Ia tidak
meninggalkan syahwat nafsunya kecuali dengan perintah Tuhannya
dan tidak kembali memenuhi syahwat nafsunya kecuali dengan
perintah Tuhannya. Jadi dalam dua keadaan tersebut, seorang
hamba menaati perintah Tuhannya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Oleh karenanya, sungguh disayangkan ketika orang berpuasa dari


syahwat nafsunya yang diharamkan sementara waktu saat berpuasa,
namun ia tidak menjauhi perkara yang diharamkan oleh Allah dalam
segala keadaan, baik saat berpuasa maupun di luar puasa.
Demikian pula, orang yang berpuasa dan menjauhi syahwat nafsunya
yang diharamkan sementara waktu saat berpuasa, namun ia berbuka
dengan makanan atau minuman yang haram atau melakukan perkara
haram lainnya. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

‫•ه‬
•‫م‬َ‫َا‬
‫َ طع‬
‫دع‬َ •‫ي‬ ْ‫ِي َأ‬
َ ‫ن‬ ٌ• َ
‫ة ف‬ ‫هّٰلل ح‬
‫َاج‬ ِ َ‫ْس‬ ََ
‫لي‬ ‫ِ ف‬
‫َ ب •ه‬
‫َ •ل‬
‫َم‬‫ِ والع‬
‫ْر‬‫ُّو‬
‫•ز‬ •‫ل ال‬
َْ‫َ •و‬
‫ْ ق‬
‫دع‬َ‫ي‬ ‫ْ َلم‬
َ ْ ‫من‬َ
)ّ‫به(رواه البخاري‬
َ‫َا‬
‫وشَر‬

Maknanya: “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dosa


dan perbuatan dosa, maka Allah tidak akan menerima puasanya” (HR
al Bukhari)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah


Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah itu lebih ringan
daripada sabar menghadapi siksa-Nya. Karenanya, hendaklah kita
jaga perut kita dari memakan makanan atau minuman yang haram
waktu berbuka. Hendaklah kita jaga mata kita dari melihat yang
haram, kita jauhi perkataan kotor yang diharamkan seperti
berbohong, ghibah (membicarakan aib seorang muslim yang memang
benar ada padanya tanpa ada sebab yang diperbolehkan oleh syara’
di belakangnya). Hendaklah kita jaga pendengaran kita dari
mendengar omongan yang haram didengar. Juga kita cegah anggota-
anggota badan kita yang lain seperti tangan dan kaki dari
perbuatan-perbuatan maksiat, dosa dan perbuatan yang makruh.

Demikian pula, hendaklah kita menahan diri dari perbuatan keji,


pertengkaran, percekcokan dan perdebatan yang tidak ada
manfaatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫م•• ر‬
‫ٌُؤ‬ ْ‫َِإنِ ا‬
‫ و‬،ْ
‫ه •ل‬
َْ‫يج‬َ َ‫َال‬
‫ْ و‬
‫ُث‬‫ْف‬
‫ي• ر‬
َ َ‫َال‬ ‫َاِئم‬
‫ًا ف‬ ‫ْ ص‬‫ُم‬‫دك‬
َُ‫ن َأح‬
َ‫َا‬‫َا ك‬‫َِإذ‬
‫ة ف‬ٌَّ
‫ُن‬ ‫ُ ج‬
‫ْم‬‫َّو‬
‫َا الص‬
‫نم‬َّ‫ِإ‬
)‫ٌ (رواه الشيخان‬ ‫َاِئم‬‫ِّي ص‬ ‫َاِئم‬
‫ٌ ِإن‬ ‫ِّي ص‬
‫ ِإن‬:ْ‫ُل‬
‫َق‬ َْ
‫لي‬ ‫ه ف‬ ‫تم‬
َُ ‫ه َأو‬
َ‫ْ شَا‬ ُ‫ل‬َ‫ت‬َ‫َا‬‫ق‬

Maknanya: “Sesungguhnya puasa adalah perisai, jika salah seorang


dari kalian sedang berpuasa maka janganlah bersikap keji dan
jangan bertindak bodoh, jika ada orang yang mengganggunya atau
mencacinya maka hendaklah ia berkata: aku sedang berpuasa, aku
sedang berpuasa” (HR al Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga berbicara tentang dua


orang perempuan yang saat berbuka puasa membicarakan keburukan
orang lain. Baginda Nabi bersabda:

‫َسَت‬
ْ ‫َل‬
‫ ج‬،‫َا‬
‫ِم‬‫ْه‬
‫لي‬ ‫هّٰللا ع‬
ََ ُ َ ‫َّم‬
‫َر‬ ‫ما ح‬َ ‫َى‬‫َل‬‫تا ع‬ ‫َر‬
ََ ‫ََأف‬
‫ْط‬ ‫َا و‬‫هم‬ُ‫هّٰللا َلـ‬
ُ َّ ‫َّا َأح‬
‫َل‬ ‫َم‬ ‫َا ع‬‫مت‬َ‫َا‬
‫ْنِ ص‬
‫تي‬َ‫ها‬
َ ‫ن‬
َّ‫ِإ‬
)‫َّاسِ (رواه أحمد‬ ‫َ الن‬ ‫ْم‬
‫ُو‬ ‫يْأك‬
‫ُاَل نِ ُلـح‬ َ ‫َا‬‫لت‬ََ
‫َع‬‫َج‬
‫َى ف‬ ‫َا ِإَلى اُألخ‬
‫ْر‬ ‫هم‬ ُ‫دا‬
َْ‫إح‬

Maknanya: “Sesungguhnya kedua perempuan ini menahan diri dari


apa yang dihalalkan Allah bagi keduanya dan berbuka dengan apa
yang diharamkan bagi keduanya. Salah satu dari keduanya duduk
menemani temannya dan keduanya memakan daging-daging manusia
(berbuat ghibah)” (HR Ahmad)
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

‫َثِ (رواه‬
‫َّف‬
‫َال••ر‬
‫ِ و‬
‫ْو‬ َّ
‫اللغ‬ ‫ِن‬
َ ‫ُ م‬
‫َام‬
‫ِّي‬
‫َا الص‬
‫نم‬َّ‫ ِإ‬،ِ‫َاب‬
‫َالشَّر‬
‫ِ و‬
‫َام‬
‫َّع‬ ‫ِن‬
‫َ الط‬ ‫ُ م‬
‫َام‬
‫ِّي‬ ‫َلي‬
‫ْسَ الص‬
‫ّان‬
‫الحاكم والبيهقي وابن خزيمة وابن حب‬

Maknanya: “Puasa yang sempurna tidak hanya menahan diri dari


makanan dan minuman, melainkan menahan diri dari perkataan-
perkataan dan perbuatan yang diharamkan atau dimakruhkan” (HR al
Hakim, al Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Sebagian ulama seperti Imam al Ghazali membagi tingkatan orang-


orang yang berpuasa menjadi tiga. Beliau berkata dalam Ihya’
‘Ulumiddin:

.ِ‫ْص‬
‫ُو‬‫ص الخُص‬ ‫ُو‬
ِْ ‫ُص‬
‫ُ خ‬‫ْم‬
‫َو‬‫َص‬‫ص و‬
ِْ‫ُو‬
‫الخُص‬ ‫ْم‬
ُ ‫َو‬
‫َص‬‫ِ و‬
‫ُوم‬‫ُم‬
‫الع‬
ْ ُ ‫ْم‬
‫َو‬‫َاتٍ ص‬
‫َج‬‫در‬
َ ُ َ َ
‫ثاَل ث‬ ‫ْم‬‫َّو‬
‫ن الص‬َّ‫ْ َأ‬
‫لم‬َْ
‫اع‬
‫ْم‬
ُ ‫َ•و‬‫ما ص‬َّ‫ََأ‬
‫ و‬.ِ‫َة‬‫هو‬
ْ•َّ‫ء الش‬ِ‫َ•ا‬‫َض‬
‫ق‬ ‫َن‬
ْ ‫ْجِ ع‬
‫َ •ر‬
‫الف‬ ‫ْنِ و‬
ْ َ ‫َط‬‫الب‬
ْ ُّ‫َف‬
‫َ ك‬‫هو‬ ‫ِ ف‬
َُ ‫ُوم‬
‫ُم‬‫الع‬ ‫ْم‬
ْ ُ ‫َو‬‫ما ص‬ ّ‫وأ‬
‫ْل‬
ِ ‫ِّج‬
‫َالر‬ ‫ِ و‬
‫َد‬‫الي‬
ْ َ‫ِّسَانِ و‬
‫َالل‬‫ِ و‬ ‫َر‬
‫َص‬‫الب‬
ْ َ ‫ِ و‬
‫ْع‬‫ُّ السَّم‬
‫َف‬‫َ ك‬‫هو‬ َُ‫َ ف‬‫ْن‬‫َّالحِي‬ ‫ُ الص‬ ‫ْم‬
‫َو‬‫َ ص‬‫هو‬ ‫ص و‬
َُ ِ‫ُو‬ ‫الخُص‬ْ
‫َم‬
ِ ‫ِم‬
‫َنِ اله‬‫ْبِ ع‬ ‫َل‬
‫ُ الق‬ ‫ْم‬‫َو‬‫َص‬
‫ص ف‬
ِْ ‫ُو‬
‫ص الخُص‬ ‫ُو‬
ِْ ‫ُص‬
‫ُ خ‬ ‫ْم‬
‫َو‬‫وأما ص‬َّ .ِ‫ثام‬َ ‫َنِ اآْل‬
‫ِحِ ع‬‫َار‬‫َو‬ ‫الج‬
ْ ِ ‫َسَاِئر‬ ‫و‬
‫ُ•ل‬
ُ ‫ْص‬ ‫يح‬‫ِ و‬
ََ ‫َّة‬
‫ِّي‬
‫ُل‬
‫ِالك‬ ‫َّ ب‬
‫•ل‬•َ‫َّ وج‬
‫•ز‬ •‫هّٰللا ع‬
ِ ‫َى‬ ‫ِ•و‬‫َّا س‬‫َم‬
‫ه ع‬ ‫َف‬
ُُّ ‫َك‬ ‫ِ و‬
‫ية‬ ‫َو‬
َِّ ‫ني‬
ْ‫الد‬
ُّ ‫•ار‬
ِ •َ ‫َاَأْلف‬
‫ْك‬ ‫ِ و‬‫َّة‬
‫ِي‬ ‫الدن‬
َّ
‫ْر‬
ِ ‫ِك‬
‫ْلف‬‫ِ••ا‬
‫َب‬‫ِ و‬‫ِ اآْل خِر‬
‫ْم‬‫َو‬
‫َالي‬ ‫َّ و‬
‫َل‬‫َج‬
‫َّ و‬
‫َز‬ ‫هّٰللا ع‬
ِ ‫َى‬ ‫ِو‬‫َا س‬
‫ِ فيم‬ ‫ِك‬
‫ْر‬ ‫ِالف‬‫ِ ب‬‫ْم‬‫َّو‬
‫َا الص‬ ‫ُ في هذ‬ ‫ِط‬
‫ْر‬ ‫الف‬
ِ
‫ْه‬ ‫ِك‬
‫ُن‬ ‫ل ب‬
ٌ‫َا‬‫ْب‬‫ه ِإق‬ُ‫فإن‬
َّ ‫ْن‬
َ ‫ِي‬
‫َّب‬
‫َر‬‫ُق‬
‫َالم‬‫َ و‬‫ْن‬‫ِي‬
‫يق‬ ْ‫د‬ ‫َالص‬
ِِّّ ِ‫َا‬
‫ء و‬ ‫ِي‬ ْ‫ة اَأْل‬
‫نب‬ َُ‫تب‬
ُْ‫ِ ر‬ ‫ِه‬
‫هذ‬ ‫ و‬،‫َا‬
َٰ ‫ني‬
ْ‫الد‬
ُّ ‫في‬
‫ّف‬
‫هـ بتصر‬.‫ ا‬.‫ه‬
ُ‫ن‬َ‫َا‬
‫ْح‬‫هّٰللا سُب‬
ِ ِ ‫َي‬
‫ْر‬ ‫ْ غ‬
‫َن‬‫ٌ ع‬ ‫ِر‬
‫َاف‬ ‫نص‬
ْ‫َا‬
‫َّ و‬
‫َل‬ ‫َج‬ ‫هّٰللا عز‬
‫َّ و‬ ِ ‫َى‬ ‫ِ عل‬
‫َّة‬
‫ِم‬‫اله‬

Maknanya: “Ketahuilah bahwa puasa itu ada tiga tingkatan: (1)


Puasa orang-orang umum, (2) Puasa orang-orang khusus dan (3)
Puasa orang-orang yang terkhusus. (1) Puasa orang-orang umum
adalah mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi syahwatnya. (2)
Puasa orang-orang khusus -dan ini adalah puasanya orang-orang
shalih- adalah mencegah mata, telinga, lidah, tangan, kaki dan
semua anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa. (3) Sedangkan
puasa orang-orang yang terkhusus adalah puasanya hati dari
tekad-tekad yang buruk dan pikiran-pikiran duniawi dan
mencegahnya dari segala hal selain Allah secara total. Berbuka
dalam puasa seperti ini adalah dengan berfikir tentang selain
Allah dan hari akhir dan dengan berfikir tentang dunia. Ini
adalah tingkatan para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, karena ini
adalah menghadapkan semangat (tekad) kepada Allah dan berpaling
dari selain Allah.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Berdasarkan kualitas puasa dan tingkatan orang-orang yang


berpuasa inilah, sebagian ulama salaf berkata:

‫َام‬
ِ ‫َّع‬
‫َالط‬
‫َابِ و‬
‫ْكُ الشَّر‬
‫تر‬ ‫َام‬
َ ِ ‫ِّي‬
‫ن الص‬
َُ ْ‫َأ‬
‫هو‬

Artinya: “Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan minuman


dan makanan.”

Sahabat Jabir bin Abdillah berkata:

ِ ‫َى الج‬
‫َار‬ ‫ْ َأذ‬
‫دع‬ ‫ و‬،ِ
ََ ‫ِم‬
‫َار‬‫َح‬‫َالم‬‫ِبِ و‬
‫َذ‬‫َنِ الك‬ ‫ُكَ ع‬
‫ِسَان‬
‫َل‬
‫ُكَ و‬‫َر‬
‫بص‬ ‫ُكَ و‬
ََ ‫مع‬
َْ‫ْ س‬‫ُم‬‫َص‬
‫لي‬َْ
‫َ ف‬‫مت‬
ُْ‫َا ص‬‫ِإذ‬
‫ء‬
ً‫َا‬
‫ِكَ سَو‬
‫ْر‬‫ِط‬
‫َ ف‬‫ْم‬
‫يو‬ ‫ِكَ و‬
ََ ‫ْم‬‫َو‬
‫َ ص‬‫ْم‬
‫يو‬ ‫َل‬
َ ْ ‫ْع‬
‫تج‬ ‫ و‬،َ‫ِك‬
َ ‫َاَل‬ ‫ْم‬
‫َو‬‫َ ص‬
‫ْم‬‫يو‬
َ ‫ة‬ٌَ
‫ْن‬‫ِي‬
‫َسَك‬
‫ٌ و‬‫َار‬‫َق‬‫ْكَ و‬
‫لي‬ََ
‫ْ ع‬‫ُن‬
‫َك‬‫َْلي‬
‫و‬

Maknanya: “Jika engkau berpuasa maka hendaklah telinga, mata dan


lidahmu berpuasa dari berbohong dan perkara-perkara yang
diharamkan. Jangan sampai engkau menyakiti tetangga. Hendaklah
engkau dihiasi dengan kewibawaan/kekhidmatan dan ketenangan di
hari puasamu dan jangan engkau jadikan hari puasa dan tidak
berpuasa sama.”

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan


ini. Semoga Allah menganugerahkan taufik-Nya kepada kita
sehingga puasa kita termasuk dalam bagian puasa orang-orang yang
khusus dan bahkan termasuk puasa orang-orang yang paling khusus.
Amin.

‫ْر‬
ُ ‫ُ •و‬
‫َف‬ ‫الغ‬
ْ َ‫ه •و‬
ُ ‫ه‬
ُ‫ن‬َّ‫ ِإ‬،‫ه‬
ُْ ‫ِر‬
‫ُو‬ ‫ْف‬
‫َغ‬‫َاسْ•ت‬
‫ ف‬،ْ
‫ُم‬‫ََلك‬ ‫هّٰللا ل‬
‫ِيْ و‬ َ ُ ‫ِر‬
‫ْف‬ ‫ََأسْ•ت‬
‫َغ‬ ‫َا و‬
‫ه •ذ‬
ٰ ْ‫ِي‬‫َ •و‬
‫ْل‬ ‫ل ق‬
ُْ ‫َأق‬
‫ُ •و‬
‫ْم‬
ُ ‫َّحِي‬
‫الر‬.

Khutbah II
‫ِ‬
‫ل• ه‬‫َى آِ‬ ‫َل‬‫َع‬‫َى‪ ،‬و‬‫َف‬‫ْ•ط‬‫ُص‬‫الم‬
‫ٍ ْ‬ ‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬‫َا ُ‬ ‫ِن‬
‫ِّد‬ ‫َى سَ•ي‬‫َل‬
‫ع‬ ‫لم‬
‫ُ‬ ‫َُأسَ•ِّ‬
‫ِّيْ و‬
‫َ•ل‬‫َُأص‬
‫َى‪ ،‬و‬‫َف‬
‫َك‬‫هّٰلل و‬
‫د ِ‬ ‫م •ُ‬
‫َْ‬‫َلح‬
‫اْ‬
‫د َأَّ‬
‫ن‬ ‫هُ‬ ‫ََأ ْ‬
‫ش••َ‬ ‫ه‪ ،‬و‬‫َ•• ُ‬
‫يكَ ل‬ ‫ه اَل شَر‬
‫ِْ‬ ‫دُ‬ ‫َح‬
‫َْ‬ ‫هّٰللا و‬
‫ه ِإاَّل ُ‬‫ِإلَ‬ ‫د َأْ‬
‫ن اَّل‬ ‫هُ‬‫َا‪َ .‬أشَْ‬‫َف‬‫الو‬
‫ِ ْ‬‫هل‬‫ِ َأْ‬ ‫ِه‬
‫َاب‬‫ْح‬‫ََأص‬
‫و‬
‫ُم‬
‫ْ‬ ‫ْك‬‫ِ•ي‬‫ْص‬‫َ‪ُ ،‬أو‬‫ْن‬
‫ُو‬‫ِم‬
‫ُسْ•ل‬‫الم‬
‫•ا ْ‬ ‫ه•‬‫يَ‬‫•ا َأُّ‬‫َ•‬
‫َي‬ ‫د‪ ،‬ف‬
‫ْ •ُ‬
‫بع‬‫َ‬ ‫ما‬‫ه‪َ .‬أَّ‬‫ُْلُ‬‫َسُو‬
‫َر‬‫ه و‬‫دُ‬
‫ُْ‬‫َب‬ ‫دا ع‬ ‫َم‬
‫ًَّ‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬ ‫دن‬ ‫سَي‬
‫َِّ‬
‫ُم‬
‫ْ‬ ‫َك‬ ‫ٍ‪َ ،‬أَ‬
‫م•• ر‬ ‫ْم‬‫ِي‬‫َظ‬
‫ٍ ع‬‫مر‬‫ِ••َأْ‬ ‫ْ ب‬‫ُم‬‫َك‬ ‫مر‬‫هّٰللا َأَ‬
‫ن َ‬ ‫ْا َأَّ‬
‫ُو‬ ‫َْ‬
‫لم‬ ‫َاع‬‫ِ و‬ ‫ْم‬‫ِي‬
‫َظ‬‫الع‬
‫ِيِّ ْ‬ ‫َل‬ ‫هّٰللا ْ‬
‫الع‬ ‫َى ِ‬ ‫ْو‬
‫َق‬ ‫ِت‬
‫ِيْ ب‬ ‫ْس‬ ‫نف‬
‫ََ‬ ‫و‬
‫َى‬‫َل‬
‫ن ع‬ ‫ُّوَ‬
‫َ•ل‬‫يص‬‫ه ُ‬‫َ •ُ‬
‫َت‬‫ماَل ِئك‬
‫ََ‬‫هّٰللا و‬
‫ن َ‬ ‫ل‪ِ :‬إَّ‬ ‫•اَ‬ ‫َ•‬‫َق‬‫ِ ف‬‫يم‬
‫ِْ‬‫َ •ر‬ ‫ِ ْ‬
‫الك‬ ‫ِّه‬
‫ِي‬ ‫نب‬
‫َى َ‬ ‫َل‬‫ِ ع‬‫َالسَّ•اَل م‬ ‫ِ و‬ ‫َّ•اَل ة‬
‫ِالص‬ ‫ب‬
‫َى‬‫َل‬
‫ِّ ع‬‫َل‬
‫َّ ص‬‫هم‬
‫لُ‬‫ٰ‬
‫َلّ‬‫ًا‪ ،‬ا‬ ‫ِيم‬ ‫تسْل‬
‫ُوا َ‬ ‫لم‬‫َسَِّ‬‫ِ و‬ ‫ْه‬‫لي‬‫ََ‬
‫ُّوا ع‬‫َل‬‫ُوا ص‬ ‫من‬
‫َ آَ‬ ‫ِين‬
‫الذ‬
‫ها َّ‬ ‫يَ‬ ‫يا َأُّ‬ ‫ِّ‪َ ،‬‬ ‫ِي‬
‫َّب‬‫الن‬
‫َى آل‬
‫ِ‬ ‫َل‬
‫َع‬‫َ و‬‫ْم‬‫ِي‬‫َاه‬
‫بر‬‫َا ِإْ‬ ‫ِن‬‫ِّد‬
‫َى سَي‬ ‫َل‬‫َ ع‬ ‫ْت‬ ‫ََّ‬
‫لي‬ ‫َا ص‬ ‫َم‬
‫ٍ ك‬‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬‫َا ُ‬‫ِن‬ ‫ِّد‬
‫ِ سَي‬‫َى آل‬ ‫َل‬ ‫َع‬
‫ٍ و‬ ‫َّد‬
‫َم‬ ‫مح‬
‫َا ُ‬ ‫ِن‬ ‫ِّد‬
‫سَي‬
‫ْت‬
‫َ‬ ‫َك‬
‫ب••ار‬
‫َا َ‬
‫َم‬‫د ك‬
‫ٍَّ‬
‫َم‬‫مح‬
‫َا ُ‬‫ِِّ‬
‫دن‬ ‫ِ سَي‬
‫َى آل‬
‫َل‬
‫َع‬‫ٍ و‬
‫َّد‬
‫َم‬‫مح‬ ‫ِن‬
‫َا ُ‬‫ِّد‬
‫َى سَي‬
‫َل‬
‫ِكْ ع‬
‫بار‬
‫ََ‬‫َ و‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫َاه‬
‫بر‬ ‫ِن‬
‫َا ِإْ‬‫ِّد‬
‫سَي‬
‫د‬ ‫ِي‬
‫ْ••ٌ‬ ‫َم‬
‫َّكَ ح‬‫َ ِإن‬
‫ْن‬‫ِي‬ ‫َ• َ‬
‫•الم‬ ‫الع‬
‫ِيْ ْ‬‫َ‪ ،‬ف‬ ‫ِي‬
‫ْم‬ ‫َاه‬
‫ب•• ر‬ ‫َا ِإْ‬‫ِن‬‫ِّد‬
‫ِ سَي‬‫َى آل‬ ‫َل‬
‫َع‬‫َ و‬
‫ْم‬‫ِي‬
‫َاه‬‫بر‬
‫َا ِإْ‬ ‫ِن‬ ‫ِّد‬
‫َى سَي‬‫َل‬
‫ع‬
‫َ••اِ‬
‫ء‬ ‫َ••اتِ اَأْلح‬
‫ْي‬ ‫ِن‬‫ُْؤم‬
‫الم‬ ‫َ و‬
‫َ ْ‬ ‫ِي‬
‫ْن‬ ‫ِن‬ ‫ُْؤم‬ ‫َاتِ ْ‬
‫والم‬ ‫ِم‬‫ُسْل‬
‫الم‬
‫َ ْ‬ ‫َ و‬
‫ْن‬‫ِي‬‫ِم‬
‫ُسْل‬
‫لم‬‫لْ‬
‫ْ ِ‬‫ِر‬
‫ْف‬‫َّ اغ‬
‫هم‬ ‫ٰ‬
‫َلّ‬
‫لُ‬ ‫د‪ .‬ا‬ ‫مجِي‬
‫ٌْ‬ ‫َ‬
‫ء‬
‫ش••اَ‬‫َْ‬‫َح‬‫الف‬ ‫ء و‬
‫َ ْ‬ ‫ب••اَ‬ ‫الو‬
‫ََ‬ ‫ء و‬
‫َ ْ‬ ‫الغ‬
‫َاَل َ‬ ‫ء و‬
‫َ ْ‬ ‫الب‬
‫َاَل َ‬ ‫َّا ْ‬ ‫َن‬
‫ْ ع‬ ‫َ••ع‬
‫دف‬ ‫لهم اْ‬ ‫ٰ‬
‫َاتِ‪ ،‬الّ‬‫م•• و‬‫َاَأْلْ‬
‫ْ و‬‫هم‬
‫ُْ‬‫ِن‬
‫م‬
‫ما‬ ‫ها و‬
‫ََ‬ ‫َْ‬‫ِن‬‫َ م‬‫هر‬
‫ََ‬‫ما ظ‬‫َ‪َ ،‬‬ ‫ِح‬
‫َن‬ ‫الم‬ ‫د و‬
‫َ ْ‬ ‫داِئَ‬‫َالشََّ‬
‫ة و‬ ‫ََ‬
‫ِف‬‫َل‬
‫ُخْت‬
‫الم‬
‫ْ‬ ‫ْف‬
‫َ‬ ‫ُو‬
‫َالسُّي‬ ‫ْيَ و‬
‫َغ‬‫الب‬
‫َ ْ‬ ‫َ و‬
‫َر‬‫ْك‬
‫ُن‬‫الم‬
‫َ ْ‬‫و‬
‫ء‬‫ش••يٍْ‬ ‫ُ••ل‬
‫ِّ َ‬ ‫َى ك‬‫َل‬
‫َّكَ ع‬ ‫امً‬
‫ة‪ِ ،‬إن‬ ‫َ ع‬
‫َ َّ‬ ‫ْن‬‫ِي‬
‫ِم‬‫ُسْل‬‫الم‬
‫دانِ ْ‬ ‫بْ‬
‫لَ‬ ‫ْ ُ‬‫ِن‬
‫َم‬‫و‬ ‫ًَّ‬
‫ة‬ ‫َاص‬‫َا خ‬ ‫هذ‬
‫َا َ‬‫ِن‬
‫لد‬ ‫بَ‬ ‫ِن‬
‫ْ َ‬ ‫َ‪ ،‬م‬‫َن‬‫بط‬
‫َ‬
‫َنِ‬‫هى ع‬ ‫ين‬
‫َْ‬ ‫بى وَ‬‫َْ‬‫ُ••ر‬
‫الق‬
‫ِي ْ‬ ‫ء ذ‬ ‫َاِ‬‫يت‬ ‫ْسَانِ و‬
‫َِإْ‬ ‫َاإْل ح‬
‫ِ و‬‫دل‬ ‫ِالع‬
‫َْ‬ ‫ب ْ‬ ‫مر‬
‫ُ‬ ‫يْأُ‬‫هّٰللا َ‬
‫إن َ‬ ‫ِ‪َّ ،‬‬‫د هّٰللا‬ ‫ِب‬
‫َاَ‬ ‫ٌ ع‬ ‫ِْ‬
‫ير‬ ‫َد‬
‫ق‬
‫ْم‬
‫َ‬ ‫ِي‬
‫َظ‬ ‫هّٰللا ْ‬
‫الع‬ ‫ُوا َ‬ ‫ُر‬‫•اذك‬‫َ•‬
‫َ‪ .‬ف‬ ‫ْن‬
‫ُو‬‫َّر‬
‫َك‬ ‫ت• ذ‬ ‫ُم‬
‫ْ َ‬ ‫ََّ‬
‫لك‬ ‫ْ َلع‬
‫ُم‬ ‫ِظ‬
‫ُك‬ ‫يع‬
‫ْيِ‪َ ،‬‬
‫َغ‬‫َالب‬
‫ِ و‬
‫َ •ر‬
‫ْك‬‫ُن‬
‫الم‬ ‫ْشَ•اِ‬
‫ء و‬
‫َ ْ‬ ‫َح‬‫الف‬
‫َر‬
‫ُ‬ ‫هّٰللا َأك‬
‫ْب‬ ‫ُ ِ‬ ‫ْر‬
‫ذك‬‫ََلِ‬
‫ْ و‬‫ُم‬
‫ْك‬‫ُر‬
‫ذك‬‫يْ‬
‫‪َ.‬‬

Anda mungkin juga menyukai