i
“Sinergitas Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah guna
menghadapi ancaman Nirmiliterdalam rangka mendukung
penyelenggaraan Pertahanan Negara”.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................
B. Identifikasi Masalah................................................................
C. Perumusan Masalah...............................................................
D. Tujuan Penelitian....................................................................
E. Manfaat penelitian..................................................................
F. Ruang Lingkup dan Tata Urut................................................
G. Pengertian...............................................................................
ii
D. Lokasi dan Narasumber Penelitian.........................................
E. Kerangka Pemikiran...............................................................
F. Pengumpulan Data.................................................................
G. Teknik Analisis Data...............................................................
BAB IV FAKTA-FAKTA
A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah......................................
B. Hasil FGD........................................................................................
C. Prioritas Ancaman Nirmiliter yang paling tinggi di Provinsi
Jawa Tengah...................................................................................
D. Indikasi Menguatnya Ancaman yang menjadi Prioritas..................
BAB VI ANALISIS
A. Fakta- Fakta Temuan Penelitian.....................................................
1. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk
menanggulangi ancaman Nirmiliter.....................................
2. Kebijakan Pertahanan Negara di Provinsi Jawa
Tengah?...............................................................................
3. Upaya untuk mengatasi kesenjangan persepsi
mengenai sistem pertahanan negara di Daerah..................
4. Bentuk keterlibatan warga negara di dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di Provinsi Jawa
Tengah.................................................................................
77
B. Analisis............................................................................................
1. Analisis & Pemetaan Masalah Kebijakan Pertahanan
Negara..................................................................................
2. Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2002 Tentang Pertahanan Negara......................................
3. Analisis Stakeholder.............................................................
iii
4. Analisis SWOT.....................................................................
C. Solusi...............................................................................................
1. Sinergitas Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah
guna menghadapi ancaman nirmiliter dalam rangka
mendukung pertahanan negara...........................................
2. Framework Sinergitas Pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah untuk Menanggulangi Ancaman Nirmiliter
dalam rangka mendukung pertahanan negara....................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Persepsi Responden Tentang Tanggung Jawab
Penanggulangan Ancaman Nirmiliter.....................................
Gambar 1.2 Persepsi Responden Tentang Keterlibatan Pertahanan
Negara....................................................................................
Gambar 1.3. Persepsi Responden tentang Bentuk Keterlibatan
Warga Negara di dalam Penyelenggaraan Pertahanan
Negara di Daerah...................................................................
Gambar 1.4. Hubungan kerjasama yang dapat menghasilkan
sinergitas.................................................................................
Gambar 2.1 Kerangka Teori......................................................................
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian.......................................................
Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah...................................................
Gambar 4.2 Posisi Strategis PTP Kemenhan Provinsi Jawa Tengah.......
Gambar 6.1. Lima Kesenjangan Persepsi Penyelenggaraan
Pertahanan Negara di Provinsi Jawa Tengah untuk
Menanggulangi Ancaman Nirmiliter........................................
Gambar 6.2 Diagram Masalah Kebijakan Pertahanan Negara di
Daerah (Provinsi Jawa Tengah).............................................
iv
Gambar 6.3 Legal Framework Bekerjanya UU No. 3/2002.......................
Gambar 6.4 Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Kekuatan
Pengaruh dan Kepentingannya terkait Penyusunan
Kebijakan Pertahanan Negara di Provinsi Jawa Tengah.......
Gambar 6.5 Konsep Sinergitas Pembangunan di Provinsi Jawa
Tengah untuk menanggulangi ancaman nirmiliter.................
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Permasalahan yang Berpotensi Menjadi ancaman
Nirmiliter....................................................................................
Tabel 4.1. Peta Kekuatan dan Kelemahan................................................
Tabel 4.2 Peta Peluang dan Ancaman......................................................
Tabel 4.3 Matriks Evaluasi Faktor Internal................................................
Tabel 4.4 Matriks Evaluasi Faktor Strategis Eksternal..............................
Tabel 4.5. Indikasi dan Parameter Penguatan Ancaman Nirmiliter...........
Tabel 5.1 Tekanan dan/atau Ancaman Globalisasi beserta
Dampaknya...............................................................................
Tabel 5.2 Ancaman, Tekanan dan Dampak Perkembangan
Strategis Regional.....................................................................
Tabel 5.3 Pengaruh Perkembangan Global, Regional dan Nasional
Terhadap Penanggulangan Ancaman Nirmiliter di Provinsi
Jawa Tengah...............................................................................
Tabel 6.1 Matriks Strategi S – O................................................................
Tabel 6.2 Matriks Strategi W – O...............................................................
Tabel 6.3 Matriks Strategi S – T................................................................
Tabel 6.4 Matriks Strategi W – T...............................................................
Tabel 6.5 Framework Sinergitas Pembangunan di Jawa Tengah
dalam Menanggulangi Ancaman Nirmiliter...............................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
LAMPIRAN................................................................................................
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia dengan 17.499 pulau dan luas perairan laut
yang mencapai 5,8 juta km² dan garis pantai sepanjang ± 81.000 km.
Kondisi ini menempatkan Indonesia pada kedudukan dan peranan penting
dalam hubungan dengan dunia internasional yaitu sebagai centre of
gravity kawasan Asia Pasifik1 . Indonesia berada di tengah-tengah jalur
lintas antara Samudera Pasifik dengan India dan antara Benua Asia
dengan Australia. Posisi ini menyebabkan indonesia memiliki fungsi
kontrol terhadap 4 dari tujuh titik kontrol (check points) termasuk Selat
Malaka, sehingga kehidupan politik, ekonomi dan militer kawasan Asia-
Pasifik tergantung pada stabilitas, kebijakan dan geopolitik Indonesia 2.
Indonesia yang menjadi bagian dari masyarakat internasional
menghadapi dan dipengaruhi oleh konstelasi politik dan keamanan global,
terutama perubahan lanskap politik negara-negara di di Timur Tengah
seperti Tunisia, Mesir, Turki, Iran, Irak, Suriah dan lain-lain. Kondisi sosial
politik negara-negara tersebut sedang mengalami guncangan atau
turbulensi karena perlawanan terhadap rezim yang berkuasa, yang
diperburuk dengan munculnya berbagai isu ketidakpuasan terhadap
kekuasaan monarki absolut, Hak Asasi Manusia (HAM), fundamentalisme
agama, demokratisasi, radikalisme dan terorisme dimana semuanya itu
mengindikasikan adanya ancaman terhadap keamanan manusia, aset dan
sumber daya dari tiap negara di seluruh dunia. Serangan teroris yang
1
Hankam RI. 2012. Penataan Pengamanan Wilayah Maritim guna memelihara
Stabilitas Keamanan dalam Rangka menjaga Kedaulatan NKRI. Jurnal Kajian
Lemhanas. Edisi 4. Des.
2
Lihat: Rabasa and Chalk, 2001; Laksmana, 2011 dalam Paryanto, Indonesian
Security Challenges: Problems and Prospect to Improve National Security, Malang,
Universitas Brawijaya, 2012, hlm. 1.
1
belum lama terjadi di Perancis menjadi bukti bahwa pergolakan yang
terjadi di Timur Tengah dapat menjadi ancaman nyata bagi semua
negara, terutama Indonesia yang memiliki populasi penduduk muslim
terbesar di dunia.
Perkembangan lingkungan strategis menghadirkan situasi
keamanan global yang penuh ketidakpastian. Munculnya isu-isu baru
menyebabkan pergeseran paradigma ancaman, yang tidak hanya terbatas
pada ancaman militer atau non moliter tetapi keduanya saling terkait dan
bahkan jika tidak dikelola dengan baik dapat menggangu ketahanan
nasional maupun ketahanan teritorial setiap negara. Ketahanan Nasional
adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta
keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional
dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun luar,
secara langsung maupun tidak langsung yang mengancam dan
membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan nasional. 3
Ketahanan nasional berkaitan langsung dengan tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan yang dapat dicapai dan dipertahankan jika
kondisi keamanan baik secara nasional maupun di daerah cukup stabil,
dan dalam rangka mewujudkan keamanan, maka negara harus
melakukan upaya pertahanan. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara, pertahanan negara dimaknai sebagai
segala usaha untuk mempertahankan kedudukan negara, keutuhan
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara. Sementara pengertian sistem pertahanan negara menurut
UU No. 3 Tahun 2002 adalah sistem pertahanan yang
bersifatsemesta,yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan
sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
3
RM. Sunardi, Pembinaan Ketahanan Bangsa, Jakarta, Kuaternita, hlm. 16
2
pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan
berlanjut untukmenegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatansegenap bangsa dari segala ancaman.
Keamanan adalah kemampuan bangsa melindungi diri terhadap
ancaman dari luar maupun dari dalam. Keamanan dan ketahanan
nasional akan berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap tingkat
kesejahteraan suatu negara. Kesejahteraan berarti kemampuan suatu
bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan diri secara
menyeluruh guna mencapai tingkat kehidupan dan penghidupan yang
dicita-citakan.
Doktrin ketahanan nasional mencakup organisasi dan implementasi
dari suatu keseimbangan antara keamanan dan kesejahteraan dalam
kehidupan bangsa, yang secara holistik meliputi semua aspek yang
berlandaskan filosofi bangsa, ideologi negara, konstitusi dan identitas
nasional melalui metode ASTAGATRA. Astagatra terdiri dari delapan
aspek yang terbagi atas Pancagatra (lima aspek sosial) dan Trigatra (tiga
aspek alamiah). Pancagatra adalah integrasi dari faktor-faktor dinamis :
(1) ideologi (2) politik (3) ekonomi (4) sosial budaya dan (5) pertahanan
dan keamanan. Trigatra berfokus pada relasi antara tiga aspek alamiah
Indonesia yaitu: (1) keistimewaan geografis Indonesia; (2) sumber
dayaalam; (3) potensi dan kemampuan rakyat.4
Doktrin ketahanan nasional lebih memandang ke dalam (inward-
looking), atau tertuju pada bangsa Indonesia sendiri. Tujuan utamanya
adalah pencapaian identitas dan karakter nasional melalui ketahanan
pribadi. Hal ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia menerapkan
nasionalisme yang sempit atau mengisolasi diri dari pergaulan
internasional. Karakteristik memandang ke dalam (inward-looking)
berjalan searah dengan pemeliharaan hubungan
4
Heru Susetyo, Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berperspektif
Keamanan Manusia Dalam Kebijakan Keamanan Nasional Indonesia, Lex Jurnalica
Vol. 6 No.1, Desember 2008, hlm. 5-6.
3
internasional.5Ketahanan Nasional Indonesia itu dapat dicapai apabila
dilakukan pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan
secara seimbang, serasi dan selaras dalam aspek hidup dan kehidupan
nasional. Guna mencapai tujuan nasional, maka kebijakan pertahanan
nasional dikelola berdasarkan sistem “Pertahanan Total (Total defence)”,
yaitu sistem pertahanan yang melibatkan seluruh warga negara
berdasarkan peran dan fungsinya masing. Pelibatan setiap warga negara
di dalam sistem pertahanan nasional itu selaras dengan amanat konstitusi
UUD 1945 yang diimplementasikan dalam bentuk “program bela negara”. 6
Berdasarkan doktrin tersebut, maka kebijakan pertahanan negara
lebih diarahkan pada pertahanan di tiap-tiap daerah Provinsi (Pertahanan
Teritorial) sebagai bagian dari sistemPertahanan Nasional guna
mewujudkan ketahanan nasional.Hal itu terjadi karena adanya pergeseran
konsep dan orientasi pertahanan pasca berakhirnya perang dingin antara
negara-negara Blok Barat (Amerika Serikat beserta sekutunya)dengan
negara-negara Blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya) sesudah runtuhnya
komunisme di Uni Soviet pada tahun 1991. Kondisi inilah yang mendorong
Indonesia untuk mengubah cara pandangnya dengan lebih “melihat ke
dalam (inward looking)”, dan mengarahkan konsep dan orientasinya pada
faktor keamanan di dalam negeri, yang dijalankan secara seimbang
dengan upaya upaya pertahanan untuk menangkal ancaman atau
serangan dari luar maupun dalam.
Sejalan dengan perubahan konsep pertahanan negara, konsepsi
keamanan juga ikut berubah dari konsepsi keamanan klasik dimana
keamanan dimaknai sebagai upaya untuk menjaga keutuhan teritorial
negara dari ancaman luar, misalnya konflik antar negara yang mengarah
pada ancaman militer berupa perang. Pada konteks ini, negara memiliki
peran inti sebagai subjek dan sekaligus objek sengketa dalam rangka
5
Lihat Anwar (2000) dalam Heru Susetyo, Ibid.
6
Ryamizard Ryachudu, Defence White Paper, Jakarta, Defence Ministry of Republic of
Indonesia, hlm. vi
4
menjaga keamanan.7Konsep keamanan yang semula berorientasi pada
“keamanan negara” dengan negara sebagai pusatnya (state centered)
berubah menjadi “keamanan komprehensif” dimana manusia menjadi
pusatnya (people centered).
Konsep keamanan komprehensif menempatkan manusia sebagai
subjek dan sekaligus objek ancaman. Permasalahan keamanan dan
ancaman itu kemudian digolongkan menjadi bagian dari isu-isu keamanan
non konvensional. Pada pendekatan non konvensional, konsepsi
keamanan lebih ditekankan kepada kepentingan keamanan pelaku-pelaku
bukan negara (non - state actors). Konsepsi ini menilai bahwa keamanan
tidak bisa hanya diletakkan dalam perspektif kedaulatan nasional dan
kekuatan militer. Konsepsi keamanan juga ditujukan kepada upaya
menjamin keamanan warga negara/keamanan manusianya.
Di sisi lain, pendekatan sekuritisasi lebih menekankan perhatian
pada konsep kemanan masyarakat (societal security) daripada keamanan
yang berasal dari kedaulatan negara (state sovereignty). Gagasan utama
dari pendekatan ini adalah menolak dominasi pihak tertentu (apakah
negara atau masyarakat) dalam menafsirkan dan menetapkan keamanan.
Keamanan dipandang sebagai konstruksi sosial dari realitas (socially
constructed) oleh elit tertentu. Keamanan menjadi suatu praktik “referensi
oleh diri sendiri (self referential)`. Suatu isu menjadi isu keamanan tidak
semata-mata karena eksistensi ancaman keamanan yang nyata-nyata
terjadi melainkan karena isu tersebut dipersepsikan sebagai ancaman. 8
Perkembangan lingkungan strategis menghadirkan situasi
keamanan global dan dalam negeri yang penuh dengan ketidakpastian.
Munculnya isu-isu keamanan baru telah menyebabkan pergeseran
paradigma ancaman yang semula terbatas pada ancaman militer saja,
menjadi isu keamanan yang kompleks dan multi dimensi mencakup
ancaman, militer, Nirmiliter dan campuran (hybrid). Ketiga bentuk
7
Lihat Al Araf & Aliabbas, (2007) dalam Heru Susetyo Op.Cit, hlm. 2
8
Lihat Tow In Tan & Boutin (2001) dalam Heru Susetyo, Op.Cit., hlm. 4
5
ancaman itu saling berkaitan, dan apabila tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan hancurnya negara. Akibatnya, pertahanan negara
memerlukan pengelolaan komprehensif yang mengintegrasikan kekuatan-
kekuatan pertahanan yang mencakup TNI, POLRI dan seluruh warga
negara.9 Pada konteks ini, kekuatan-kekuatan pertahanan dan keamanan
yang terdiri dari multi stakeholder, perlu mensinergikan dan
mengintegrasikan kegiatan dan program strategis dengan upaya
pembangunan secara keseluruhan, karena unsur pertahanan dan
keamanan pada dasarnya adalah bagian tak terpisahkan dari
pembangunan.
Bentuk-bentuk ancaman itu termasuk terorisme, radikalisme,
separatisme, pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran
batas negara, bajak laut dan pencurian sumber daya alam, epidemi,
serangan lewat jejaring maya (cyber attack) seperti video “Join the rank”
yang diunggah oleh kelompok ISIS dan menampilkan wajah orang
Indonesia, spionase, konflik SARA, perdagangan manusia dan
penyalahgunaan obat, demikian juga halnya dengan konflik militer antar
negara. Pertahanan negara baik secara nasional maupun di daerah tidak
bisa terlepas dari pengaruh perubahan lingkungan strategis yang dipicu
oleh ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan tekonologi
(IPOLEKSOSBUDTEK).
Menurut Adi Sulistyo, bentuk-bentuk ancaman nir militer seperti ini
disebut sebagai “ancaman asimetri”, ancaman yang tidak menggunakan
serangan frontal melalui kekuatan bersenjata, melainkan dapat melakukan
serangan dengan menggunakan isu-isu ideologis, politik, hukum,
ekonomi, sosial, budaya dan teknologi informasi. Ancaman asimetri
merupakan dampak negatif dari globalisasi yang lebih banyak menyentuh
dimensi nir-militer dari sistem pertahanan negara, sehingga cukup sulit
bagi militer untuk mengerahkan kekuatan militernya dalam menghadapi
9
Puguh Santoso, Pergeseran Paradigma Ancaman: Pertahanan Perlu Dikelola
Lebih Komprehensif dan Terintegrasi, WIRA, Vo. 35., No. 19, 2012, hlm. 1
6
ancaman/perang asimetris.10Ancaman nir militer sendiri mempunyai
pengertian sebagai berikut:
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang
menggunakan faktor-faktor nir-militer yang dinilai mempunyai kemampuan
yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa.11
Menghadapi masalah ancaman nir militer atau asimetri yang dapat
mengganggu stabilitas ketahanan dan keamanan, maka negara
menjalankan fungsi pertahanan nir militer yang digunakan ketika negara
menghadapi konflik dengan intensitas rendah. Pertahanan nir militer
mengedepankan pendekatan fungsional. Pada unsur TNI, pertahanan nir
militer diwujudkan dalam bentuk komponen cadangan dan komponen
pendukung, sedangkan pertahanan nir militer dari unsur sipil
dikembangkan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga di luar unsur
pertahanan.12
Persoalannya adalah bagaimana mensinergikan dan
mengintegrasikan komponen cadangan dan komponen pendukung yang
sebenarnya dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer, pada fungsi
pertahanan sipil yang dijalankan oleh Kementerian/Lembaga di luar unsur
pertahanan. Harus ada upaya tersendiri untuk menjabarkan kebijakan
pertahanan nasional dan menerapkannya pada lingkup daerah. Perlu
dirumuskan bagaimana kebijakan pertahanan negara di daerah yang
tepat, dan masih menjadi sub sistem dari kebijakan pertahanan nasional,
bersinergi dan terintegrasi secara komprehensif dengan kebijakan
pembangunan daerah.
Adanya persoalan itu memunculkan kebutuhan untuk melakukan
penelitian yang mengkaji tentang:
10
Adi Sulistyo, Ancaman Asimetris Terhadap Sistem Pertahanan Negara Dalam Sudut
Pandang Pertahanan Nir-Militer, Jakarta, Inonesia Defense University, hlm. 1
11
Rod Thornton, Asymmetric Warfare: Threat and Response in The Twenty-First
Century, Cambridge Polity Press, 2011.
12
7
“Sinergitas Pembangunan diProvinsi Jawa Tengah guna
menghadapi ancaman Nirmiliterdalam rangka mendukung
penyelenggaraan Pertahanan Negara”.
B. Identifikasi Masalah
Di dalam upaya mengidentifikasi masalah pembangunan yang
berkaitan dengan ancaman nir militer, maka dilalukan survei cross
sectional, yaitu survei yang dilaksanakan dengan menyebarkan kuesioner
kepada masyarakat di Jawa Tengah secara serentak pada saat tertentu,
yaitu antara bulan Mei sampai dengan Juni 2017. Survei bertujuan
untukmengetahui dan mengukur persepsi responden mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan sinergitas kebijakan pertahanan negara dan
pembangunan di daerah, dalam konteks menanggulangi ancaman
Nirmiliter yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dan kelancaran
pembangunan. Hasil survei menunjukkan bahwa 94,60% responden
menyatakan bahwa radikalisme dan terorisme di Provinsi Jawa Tengah
adalah ancaman nirmiliter yang paling tinggi prioritasnya untuk
ditanggulangi oleh pemerintah. Prioritas kedua ditempati oleh gangguan
kamtibmas yang dinyatakan oleh 92,60% responden (Hasil survey
terlampir).
Radikalisme dan terorisme ternyata menurut masyarakat dianggap
sebagai ancaman nir militer, sementara TNI mengklasifikasikan
radikalisme dan terorisme sebagai “ancaman campuran (hybrid)”, dan
Undang-Undang Anti Terorisme Nomor 9 Tahun 2013 menggolongkannya
sebagai “Tindak Pidana Terorisme” yang menjadi domain POLRI untuk
penanggulangan dan pemberantasannya. Terdapat perbedaan atau
kesenjangan penafsiran atau persepsi di antara elite politik, pemangku
kepentingan dan masyarakat. Perbedaan itu berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku individu, kelompok dan negara dalam menghadapi ancaman
radikalisme dan terorisme. Pemaknaan maupun klasifikasi yang tidak
8
tepat dapat menimbulkan kesalahan di dalam pembuatan kebijakan,
strategi dan rencana aksi di dalam menghadapi radikalisme dan terorisme.
Diperlukan satu “kerangka acuan (frame of refference)” bagi pihak-
pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam menyusun
kebijakan pertahanan negara di daerah. Ditinjau dari perkembangan
situasi dewasa ini, maka klasifikasi konvensional mengenai jenis ancaman
seperti: ancaman militer, Nirmiliter, dan campuran (hybrid), meskipun
masih bisa dipakai tetapi kurang tepat, karena klasifikasiitu didasarkan
pada elemen-elemen, bentuk dan karakteristik yang jelas dan pasti dari
ancaman, sementara profil ancaman yang berkembang saat ini lebih
didasarkan pada unsur-unsur: perubahan bentuk yang cepat (Volatility)
“ketidakpastian (Uncertainty)”, , kompleks (multi dimensi, multi aktor dan
multi perspektif) (Complexity), serta tidak jelas (Ambiguity). Empat
karakter ancaman tersebut lazim disingkat dengan VUCA.
Karakteristik ancaman yang berkembang saat ini memanfaatkan
unsur-unsur kelemahan negara di berbagai bidang seperti: ketimpangan
sosial ekonomi, ketidakadilan, lemahnya penegakan hukum, krisis
identitas, moral dan wawasan kebangsaan, kemiskinan, pengangguran
dan lain-lain. Kelemahan-kelemahan pemerintah ini dijadikan sasaran
serangan oleh pihak-pihak non negara untuk melakukan serangan
langsung kepada pemerintah dengan menggunakan kekuatan-kekuatan
tersembunyi (hidden forces). Tiga gelombang demonstrasi besar 411, 211
dan 313 adalah gambaran nyata dari kekuatan tersembunyi yang dapat
digerakkan secara serentak melalui jejaring maya dan mediasosial.
Profil ancaman yang secara konvensional terklasifikasikan dalam
tiga jenis ancaman: militer, Nirmiliter dan campuran (hybrid) telah berubah
menjadi ancaman dengan dimensi,bentuk dan sifat baru yang disebut
sebagai “ancaman asimetri”. Menurut Adi Sulistyo, pengertian ancaman
asimetri adalah sebagai berikut: 13
13
Adi Sulistyo, Op.Cit., hlm. 5
9
“Ancaman yang di lakukan oleh pihak lawan yang lebih lebih
lemah, baik individu, kelompok, maupun negara terhadap sistem
pertahanan negara dengan menggunakan metode yang berbeda atau
tidak terpikirkan sebelumnya”.
Asimetri secara harfiah berarti “tidak seimbang/sebanding/sejajar”
yang menyangkut banyak hal seperti: kekuatan, kekuasaan, sumber daya,
informasi dan lain-lain. Ketidakseimbangan atau ketimpangan inilah yang
dijadikan landasan untuk menyusun doktrin ancaman asimetris. Pada
konteks ini, negara berada di pihak kuat karena memiliki kekuasaan dan
alat kekuasaan, namun mempunyai sejumlah kelemahan. Kelemahan
negara inilah yang diserang oleh aktor non negara yang jauh lebih lemah
dibandingkan dengan negara, tetapi memiliki kekuatan tersembunyi yang
dapat digunakan menyerang kelemahan negara. Aktor non negara itu
dapat berupa individu, kelompok masyarakat baik domestik maupun trans
nasional.
Ancaman asimetris dapat dilakukan oleh aktor non-negara dengan
dukungan teknologi, kemampuan finansial yang tinggi, serta kemampuan
networking yang luas dan mendalam. Ancaman asimetris terjadi karena
ada kesenjangan atau ketimpanganb di antara pihak yang bertikai
dimana aktor negara berhadapandengan aktor non-negara. Kompleksitas
dalam menghadapi ancaman asimetris jauh lebih tinggi dari pada
menghadapi ancaman konvensional, karena gerakan aktor non-negara
tidak mengenal batas-batas teritorial suatu negara dan dilakukan di
bawah tanah. Juga secara formal mereka bukan entitas yang sejajar
dengan negara, sehingga harus dihadapi oleh negara pula. 14
Komponen yang berisikan ancaman asimetris pada umumnya adalah
terorisme, insurjensi (separatis), operasi informasi dan ancaman lain yang
tidak terdefinisikan.15
14
Tim Penulis Dewan Ketahanan Nasional, Keamanan Nasional : Sebuah Konsep dan
Sistem Keamanan bagi Bangsa Indonesia Jakarta : Dewan Ketahanan Nasional,
2010, h.14-15.
15
David L. Buffaloe, The Land Warfare Paper No.58 : Defining Asymmetric Warfare,
Virginia The Institute of Land Warfare, 2006), h.17.
10
Akumulasi dari ancaman asimetris dapat menjurus kepada jenis
peperangan baru yang disebut peperangan asimetris, yang dapat di
definisikan sebagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang
berada pada posisi lemah terhadap pihak yang berada di posisi kuat,
dimana penyerang (pihak lemah) dapat berupa aktor negara atau aktor
non-negara, mencoba untuk menghasilkan pengaruh yang mendalam
disemua level peperangan baik taktis maupun strategis dengan
mengerahkan keunggulan yang dimiliki serta memanfaatkan kerawanan-
kerawanan atau mengeksploitasi titik-titik lemah yang ada pada pihak
yang lebih kuat (negara).16 Definisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara menyebutkan bahwa peperangan asimetris
adalah aplikasi lain dari strategi, taktik, pedekatan dan kapabilitas yang
digunakan untuk mengaburkan atau meniadakan kekuatan pihak lawan,
sementara pada sisi lain juga memanfaatkan kelemahan pihak lawan.
Prinsip dari ancaman atau perang asimetris adalah penggunaan
pendekatan-pendekatan non konvensional yang tidak terpikirkan atau
tidak terantisipasi sebelumnya untuk mengikis kekuatan negara dengan
mengekploitasi kerentanan atau kelemahan yang ada menggunakan cara-
cara atau teknologi yang tidak terduga. 17 Ancaman asimetris yang terjadi
di negara Indonesia sampai saat ini mengarah kepada fungsi pertahanan
nir-militer NKRI, seperti gerakan/isu insurjensi (separatis), aksi terorisme,
serta ancaman melalui jaringan dunia maya.
Hasil survei ini menunjukkan perbedaan antara elite politik negara
yang direpresentasikan oleh Kementerian Pertahanan dan
Keamanan(selanjutnya disingkat KEMENHANKAM), dan mungkin juga
Pemerintah provinsi Jawa Tengah dengan masyarakat mengenai apa
yang dianggap sebagai ancaman yang mendesak untuk ditanggulangi.
Perspektif KEMENHANKAM adalah ancaman Nirmiliter karena hal itu
16
Rod Thornton, Asymmetric Warfare: Threat and Response in The Twenty-First
Century Cambridge : Polity Press, 2011, h.1, Lihat Asi Sulistyo, Op. Cit, Ibid.
17
Dhirendra Singh, IAS, et.al., Intelligence, Security and Asymmertic Warfare:
Strategies for Solution, New Delhi : Manas Publications, 2010, h.94., Adi Sulistyo,
Ibid., hlm.6.
11
sesuai dengan ranah yang diatur oleh Undang-Undang TNI dan Undang-
Undang Pertahanan Negara, sementara menutur apa yang dipahami dan
dirasakan langsung oleh masyarakat di Provinsi Jawa Tengah adalah
“ancaman radikalisme dan terorisme” di urutan tertinggi dan “ancaman
kamtibmas” di urutan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pada konteks
tertentu yang berkaitan dengan perubahan paradigma ancaman, maka
klasifikasi terminologis ancaman konvensional: militer – Nirmiliter –
campuran (hybrid) tidak sesuai lagi dengan realitas atau kenyataan yang
terjadi.
Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang
mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu
atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau
masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi. 18 Ancaman atau
penggunaan kekerasan secara ilegal yang dilakukan oleh aktor non-
negara baik berupa perorangan maupun kelompok untuk mencapai
tujuan politis, ekonomi, religius, atau sosial dengan menyebarkan
ketakutan, paksaan, atau intimidasi adalah definisi dari ancaman
terorisme.19 Implikasi dari terorisme adalah ancaman terhadap jiwa
manusia dan kedaulatan negara, terorisme menghadirkan ketidakpastian
tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan terjadi sehingga
menuntut kesiapsiagaan kekuatan nasional untuk menghadapinya.
Ditinjau dari perspektif pertahanan negara, terorisme menjadi ancaman
keselamatan bangsa sehingga menjadi bagian dari tugas dan fungsi
pertahanan negara.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan pertama sebagaimana disajikan pada boks 1:
18
Lihat Loudewijk F. Paulus dalam Adi Sulistyo, Ibid. Hlm. 6
19
IEP, Global Terrorism Index : Capturing the Impact of Terrorism for the Last
Decade, Sydney, Institute for Economics and Peace, 2012, h.6, Adi Sulistyo, Ibid.
Hlm. 6
12
Boks 1.1
Prioritas Penanggulangan Ancaman Pembangunan di
Provinsi Jawa Tengah yang dirasakan oleh responden
13
alasan bahwa bentuk dan karakter ancaman yang dihadapi saat ini,
khususnya yang berkaitan dengan radikalisme dan terorisme sudah sulit
dibedakan antara militer atau Nirmiliter. 4,20% responden menjawab
bahwa ancaman Nirmiliter menjadi tanggung jawab setiap warga negara
untuk menanggulanginya. Alasan kelompok responden ini adalah “bahwa
setiap warga negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk
berpartisipasi mewujudkan ketahanan dan keamanan baik di tingkat
nasional maupun di daerahnya masing-masing. 2,60% responden
menyatakan bahwa ancaman Nirmiliter adalah tanggung jawab
Kementerian/Lembaga sebagai unsur penunjang pertahanan negara, dan
1,5% responden menjawab tidak tahu. Kelompok responden ini
berpendapat bahwa setiap ancaman adalah tanggung jawab pemerintah
untuk menanggulanginya.
Deskripsi hasil penelitian pada gambar 2 di atas, mengindikasikan
bahwa terdapat ketidaksamaan pemahaman atau persepsi tentang
ancaman dan sistem pertahanan Nirmiliter serta siapa yang
bertanggungjawab melaksanakannya. Fungsi pertahanan terdiri dari
pertahanan militer dan non-militer. Fungsi pertahanan Nirmiliter adalah
untuk ancaman terhadap negara ketika kondisi ancaman masih berupa
konflik intensitas rendah, melalui penanganan yang mengedepankan
pendekatan fungsional. Kekuatan pertahanan non-militer diwujudkan
dalam bentuk Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang
dirancang untuk menghadapi ancaman militer.
Pertahanan Nirmiliter dalam konteks sipil, dikembangkan oleh
Kementerian/Lembaga di luar pertahanan sesuai dengan fungsi masing-
masing. Pada UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara pada Bab I
Pasal 1 Ayat 6 dinyatakan bahwa “Komponen Cadangan adalah unsur
yang terdiri atas warga negara yang telah dilatih, sumber daya alam,
sumber daya buatan, sarana dan prasarana, serta wilayah negara yang
telah dipersiapkan untuk menjadi pengganda komponen utama melalui
mobilisasi.”, kemudian Komponen Pendukung dinyatakan pada Bab I
14
Pasal 1 Ayat 7 dengan pernyataan sebagai berikut: “Komponen
pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan
komponen cadangan.”
Berkenaan dengan adanya kebutuhan untuk mensinergikan
kebijakan pertahanan negara dengan dinamika pembangunandi daerah,
khususnya yang berkaitan dengan penanggulangan terhadap ancaman
Nirmiliter dan/atau ancaman asimetri seperti radikalisme dan terorisme
yang mengancam kedaulatan negara dan stabilitas keamanan, maka
terdapat kebutuhan untuk mewujudkan dan melembagakan
(institusionalisasi) komponen cadangan dan kompenen pendukung
sebagaimana diatur di dalam UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara,
dalam rangka menunjang kinerja pembangunan berkelanjutan di Provinsi
Jawa Tengah, maka masalah kedua yang teridentifikasi melalui survei ini
dapat dirumuskan pada Boks 2 sebagai berikut:
Boks 1.2
Realisasi dan institusionalisasi Komponen Cadangan dan
Komponen Pendukung Pertahanan Negara Di Daerah
15
33,68% responden menyatakan bahwa warga negara tidak perlu
terlibat di dalam melaksanakan pertahanan negara, karena hal itu
merupakan tanggung jawab TNI/POLRI, 29,76% responden menyatakan
warga negara mutlak perlu terlibat, karena tiap warga negara memiliki
tanggung jawab dan kewajiban untuk berpartispasi di dalam
menyelenggarakan pertahanan dan keamanan negara, 28,32%
menyatakan tidak tahu, dan 8,24% menyatakan bahwa dalam keadaan
darurat, warga negara perlu dilibatkan di dalam penyelenggaraan
pertahanan dan keamanan negara.
Hasil survei pada gambar 3 menunjukkan bahwa pemahaman
mengenai sistem pertahanan negara sebagaimana dimaksud di dalam UU
No. 3/22 Tentang pertahanan Negara belum dipahami secara utuh dan
seragam. Terdapat perbedaan persepsi yang cukup mendasar, dan yang
paling memprihatinkan adalah adanya 28,32% responden yang tidak tahu
sama sekali tentang pertahanan negara. Kondisi ini merupakan gambaran
bahwa pertahanan negara sebagaimana yang dimaksud oleh undang-
undang tidak dipahami sama sekali oleh 23,32% responden atau dipahami
secara tidak tepat oleh (33,68% + 8,24% = 41,92%) responden, dan
hanya 8,24% responden yang memahami dengan tepat.
Kondisi itu dapat terjadi karena kurangnya diseminasi, sosialisasi,
promosi dan edukasi mengenai makna, substansi, arah dan tujuan dari
pertahanan negara sebagaimana yang dimaksud oleh undang-undang.
Hasil survei tersebut mengungkapkan permasalah mengenai beberapa hal
antara lain: (1) Sistem Pertahanan Negara di level nasional dan daerah;
(2) Komponen-komponen pertahanan negara; (3) Kebijakan Pertahanan
Negara di Daerah (Provinsi Jawa Tengah); dan (4) Postur Pertahanan
Negara di Daerah (Provinsi Jawa Tengah).
Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah ketiga yang
teridentifikasi melalui survei ini dapat dirumuskan pada Boks 3 sebagai
berikut:
16
Boks 1.3
Penyamaan Persepsi tentang Sistem Pertahanan Negara di
Daerah yang meliputi:
17
pendukung, dan 1,21% responden menyatakan bentuk keterlibatan itu
berupa menjadi bagian dari komponen cadangan dan pendukung serta
menjalankan kewajiban bela negara.
Hasil survei ini menggambarkan bahwa sosialisasi UU No. 3 Tahun
2002 Tentang Pertahanan Negara sampai dengan saat ini, ternyata masih
belum efektif. Pemahaman responden tentang pertahanan negara justru
lebih sedikit dibanding pemahaman mereka tentang radikalisme dan
terorisme serta ancaman Nirmiliter lainnya, karena hal-hal tersebut
dirasakan dan terpapar secara langsung di dalam keseharian kehidupan
mereka. Hal ini mengungkapkan kondisi kritis mengenai rendahnya
wawasan kebangsaan dan pengetahuan atau kesadaran responden
mengenai tanggung jawab warga negara di dalam menyelenggarakan
pertahanan negara sebagaimana dimaksud di dalam undang-undang. Hal
ini menyangkut pembentukan karakter, integritas dan budaya bangsa
yang dapat menciptakan ketahanan nasional dan daerah untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasi
permasalahan keempat sebagaimana disajikan pada Boks 4 sebagai
berikut:
Boks 4
Bentuk Keterlibatan Warga Negara di dalam
Penyelenggaraan Pertahanan Negara di Daerah (Provinsi
Jawa Tengah):
18
4. Gambaran Umum Permasalahan di ProvinsiJawa Tengah yang
berkaitan dengan ancaman Nirmiliter.
19
ancaman yang dianggap paling serius untuk ditangani, ternyata belum
menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Upaya perlindungan masyarakat (Linmas) yang diselenggarakan
melalui Dinas Kesbangpol tidak secara spesifik diarahkan pada
penanggulangan radikalisme dan terorisme yang sudah menjadi ancaman
nyata. Upaya Linmas sebatas untuk menciptakan kamtramtibum dan tidak
atau belum dilaksanakan dalam konteks pertahanan negara di daerah.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan lima masalah yang sudah teridentifikasi di atas, maka
dapat permasalahan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Upaya apakah yang sudah ditempuh oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah untuk menanggulangi ancaman Nirmiliterkhususnya ancaman
radikalisme dan/atau terorisme.
2. Kebijakan apakah yang dapat dirumuskan untuk merealisasikan dan
melembagakan komponen cadangan dan komponen pendukung guna
menyelenggarakan pertahanan negara di Provinsi Jawa Tengah?
3. Upaya apakah yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi
kesenjangan persepsi mengenai sistem pertahanan negara?
4. Bagaimana bentuk keterlibatan warga negara di dalam
penyelenggaraan pertahanan negara di Provinsi Jawa tengah?
5. Bagaimana sinergitas pembangunan di Provinsi Jawa Tengah dalam
rangka mendukung penyelenggaraan pertahanan negara di daerah?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji dan menganalisis tentang upaya yang dapat dirumuskan
untuk merealisasikan dan melembagakan komponen cadangan dan
komponen pendukung guna menyelenggarakan pertahanan negara di
Provinsi Jawa Tengah.
20
2. Mengkaji dan menganalisis tentang kebijakan untuk merealisasikan
dan melembagakan komponen cadangan dan komponen pendukung
guna menyelenggarakan pertahanan negara di Provinsi Jawa Tengah.
3. Mengkaji dan menganalisis upaya untuk mengatasi kesenjangan
persepsi mengenai sistem pertahanan negara.
4. Mengkaji dan menganalisis tentang bentuk keterlibatan warga negara
di dalam penyelenggaraan pertahanan negara di Provinsi Jawa
Tengah.
5. Mengkaji dan menganalisis tentang sinergitas pembangunan di
Provinsi Jawa Tengah dalam rangka mendukung penyelenggaraan
pertahanan negara di di daerah
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
masukan tentang kebijakan Pertahanan Negara di daerah dan
manfaat praktis lainnya bagi para pemangku kepentingan
(stakeholder) antara lain:
1. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah
Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah
2. Pemerintah Pusat dan/atau Kementerian Pertahanan dan
Keamanan
3. Pemangku kepentingan (stakeholder) terkait
4. Perguruan tinggi
5. Masyarakat umum
21
asimetris yang berdimensi IPOLEKSOSBUDTEK dalam rangka
merumuskan kebijakan pertahanan negara di Provinsi Jawa Tengah guna
menunjang pembangunan berkelanjutan secara sinergis melalui integrasi
fungsional
Penelitian ini disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Perumusan Masalah
D. Tujuan dan Manfaat
E. Ruang Lingkup dan Tata Urut
F. Dasar Hukum
G. Pengertian
BAB IV FAKTA-FAKTA
A. Umum
B. Kondisi / Bahasan Pasal
22
C. Permasalahan
D. Indikasi
BAB V LINGKUNGAN STRATEGI
A. Umum
B. Perkembangan Global
C. Perkembangan Regional
D. Perkembangan Nasional
E. Ancaman
DAFTAR PUSTAKA
TENTANG PENYUSUN
23
G. Pengertian
Pada sub bab ini diberikan penjelasan mengenai istilah-istilah atau
variabel yang digunakan di dalam penelitian ini.
1. Pertahanan Negara:
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, pertahanan negara dimaknai sebagai segala usaha untuk
mempertahankan kedudukan negara, keutuhan wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
2. Sistem Pertahanan Negara:
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, sistem pertahanan negara adalah suatu sistem pertahanan
yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara
dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu,
terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala
ancaman.
3. Ancaman nir militer:
Ancaman nirmiliter adalah adalah ancaman yang menggunakan
faktor-faktor nir-militer seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya
dan teknologi (IPOLEKSOSBUDTEK) yang dinilai mempunyai
kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
4. Ancaman asimetris
Ancaman asimetris adalah ancaman nir militer yang bentuk maupun
spesifikasinya belum terdefinisikan atau bahkan belum terpikirkan
yang ditujukan untuk menyerang kelemahan pihak lawan dengan
memanfaatkan kekuatan yang tersembunyi.
5. Kebijakan:
24
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan dimaknai sebagai
“rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis
haluan”
6. Sinergitas:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinergitas diartikan sebagai
“kegiatan atau operasi gabungan”. Dalam arti luas, sinergitas berarti
kegiatan kerjasama dari dua pihak atau lebih yang dapat ditempuh
melalui pembentukan jejaring kerja (networking), koordinasi, kooperasi
dan kolaborasi yang merupakan suatu kontinum dari tingkatan
terendah (networking) sampai tertinggi (kolaborasi). Kontinum
hubungankerjasama yang dapat menghasilkansinergitas dapat
digambarkan sebagai berikut:
25
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
A. UMUM
Lingkungan strategis pertahanan negara mengalami dua
perubahan penting sejak berakhirnya era perang dingin antara Blok Barat
(Amerika Serikat dengan sekutunya) dengan Blok Timur (Uni Soviet dan
sekutunya), telah mengakhiri drama perang ideologi liberalisme –
kapitalisme dengan komunisme yang sudah berlangsung selama 60
tahun, sehingga menjadikan liberalisme – kapitalisme tampil sebagai
ideologi dominan tanpa tandingan. Hal ini kemudian memicu munculnya
ideologi alternatif terutama yang bersumber dari kalangan Islam
fundamentalis/radikal di Timur Tengah sebagai respon terhadap dominasi
Barat di dunia ketiga. Selain itu, pasca berakhirnya perang dingin ditandai
pada dekade 1990-an ditandai dengan merebaknya globalisasi yang
dipicu oleh perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
yang memicu perubahan-perubahan besar di berbagaiaspek kehidupan
dan penghidupan manusia.
Globalisasi dengan perubahan-perubahannya yang bersifat VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity), menyebabkan semua
negara dan manusia di dunia menjadi saling terhubung (interkoneksi) dan
tergantung (interdependensi) satu sama lain yang menyatukan dunia
menjadi satu masyarakat ekonomi global di bawah kendali negara-negara
Barat. Interkoneksi, interdependensi dan mengaburnya batas-batas
teritorial, administratif, poleksosbud, ruang dan waktu yang menjadi
fenomena atau gejala utama globalisasi, menyebabkanberubahnya
definisi dan konsep kedaulatan negara.
26
Terjadi dua perubahan penting di bidang kenegaraan yang
menyertai perubahan lingkungan strategis itu: pertama, perubahan cara
pandang dalam mempertahankan kedaulatan negara, yang semula
dipertahankan terutama terhadap ancaman militer dari luar (outward
looking) berubah menjadi dipertahankan terhadap ancaman militer, nir
militer, dan campuran (hybrid)dari dalam negeri, bahkan yang terakhir
terhadap ancaman asimetris yang belum terdefinisikan; kedua, perubahan
paradigma pertahanan megara yang semula terpusat pada negara (state
centered) selaku subjek sekaligus objek, menjadi terpusat kepada
keselamatan, keamanan dan kesejahteraan manusia (people centered)
sebagai subjek dan sekaligus objek pertahanan negara.
B. Paradigma Nasional
Perubahan-perubahan lingkungan strategis sebagaimana telah
diuraikan di atas, yang berujung pada meningkatnya kuantitas, intensitas
dan kualitas ancaman di dalam negeri telah menggeser paradigma dan
penekanan pertahanan negara ke arah pertahanan teritorial di daerah.
Ditambah dengan berubahnya paradigma ancaman ke arah ancaman
asimetris, yang apabila tidak dapat dikelola dengan baik akan
menyebabkan kehancuran negara, maka diperlukan upaya
penanggulangan ancaman nir militer dan/atau ancaman asimetris,
khususnya radikalisme dan terorisme melalui kebijakan pertahanan
negara di daerah yang dapat menciptakan kondisifitas dan sinergitas
pembangunan di provinsi Jawa Tengah.
C. Peraturan
Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum penyelenggaran pertahanan negara baik pada level nasional
maupun daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain:
27
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan Umum
Pertahanan Negara tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 200)
4. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Doktrin
Pertahanan Negara;
5. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Pedoman Strategis Pertahanan Nirmiliter
D. Landasan Teori
Perubahan lingkungan strategis menghadirkan bentuk-bentuk
ancaman baru yang dapat mengganggu integritas (keutuhan) sistem
pertahanan negara sehingga ketahanan nasional maupun ketahanan
teritorial menjadi lemah. Bentuk-bentuk ancaman baru itu meliputi
ancaman nir militer, dan campuran (hybrid). Belakangan muncul jenis
ancaman yang tidak termasuk di dalam klasifikasi konvensional (militer,
nirmiliter dan campuran. Perubahan paradigma ancaman ini berpengaruh
terhadap munculnya kebijakan pertahanan teritorial yang diorientasikan
pada ketahanan dan keamanan di dalam negeri.
Pertahanan teritorial menganut prinsip-prinsip sebagai berikut: (1)
polanya bertahan (defensif) dan tidak menyerang (ofensif) sehingga tidak
dilihat oleh negara lain sebagai ancaman; (2) Pertahanan negara
diarahkan pada upaya menangkal ancaman laten/nirmiliter dengan
spektrum luas yang mencakup pertahanan militer dan sipil, dan
merupakan proyeksi dari pertahanan; (3) Sistem yang diorientasikan untuk
28
mempertahankan teritorialnya sendiri dan dengan tidak membentuk aliansi
militer dengan negara lain.20
Pada konteks Provinsi Jawa Tengah, sesuai dengan hasil survei
bahwa ancaman radikalisme dan terorisme menempati urutan tertinggi
menurut persepsi responden, ditambah fakta bahwa: (1) beberapa daerah
di Jawa Tengah seperti Surakarta, Yogyakarta, Temanggung,
Banjarnegara, Brebes, Cilacap telah dijadikan wilayah operasi kelompok
radikal dan/atau teroris; (2) sebagian besar pelaku teror yang telah
tertangkap berasal dari Jawa Tengah; (3) adanya perubahan bentuk dan
karakter ancaman nirmiliter menjadi ancaman asimetris, maka isu
keamanan strategis di Provinsi Jawa Tengah ini relevan dianalisis dengan
teori ancaman.
Menurut Adi Sulistyo,21 ancaman nirmiliter pada hakikatnya adalah
ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir-militer yang dinilai
mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.Ancaman-
ancaman terhadap pertahanan nir-militer tidakberbentuk ancaman fisik
secara langsung, sehingga tidak memungkinkan untuk di tangkal dengan
menggunakan kekuatan militer/senjata. Ancaman nir-militer terhadap
sistem pertahanan negara adalah ancaman yang berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi, dan keselamatan
umum.
Ancaman berdimensi ideologi adalah ancaman yang berusaha
menggunakan atau memasukkan ideologi lain selain ideologi pancasila ke
dala m faham pemikiran masyarakat umum, hal ini terlihat pada gerakan
kelompok radikal yangada di indonesia. Motif yang melatarbelakangi
gerakan-gerakan tersebut dapat berupa dalih agama, etnik, atau
kepentingan rakyat. sampai saat ini masih terdapat unsur-unsur
20
Horst Mendersheusen. Reflections on Territorial Defense, Santa Monica, RAND
Corporation, 1980, hlm. 2
21
Adi Sulistyo, Op.Cit, hlm. 4
29
radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan
negara dengan ideologi lain.
Ancaman berdimensi Politik dapat terjadi dari luar negeri yang
dilakukan oleh aktor negara dan aktor yang bukan negara dengan
menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk menyerang atau
menekan Indonesia. Pelaksanaan Indonesia Defense
Universitypenegakan HAM, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup,
serta penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel selalu
menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk
mengintervensi suatu negara. ssedangkan ancaman yang bersumber dari
dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa mobilisasi
massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau
menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.
Ancaman berdimensi ekonomi terdiri dari 2 (dua) faktor, Internal
dan ekstenal. Ancaman internal dapat berupa inflasi dan pengangguran
yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi
yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya
tinggi, sedangkan secara eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja
ekonomi yang buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan menghadapi era
globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.
Ancaman berdimensi sosial budaya diusung oleh isu-isu
kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan bila dilihat
dari perspektif dalam negeri. Ancaman dari luar timbul bersamaan
dengan dinamika yang terjadi dalam format globalisasi dengan melakukan
penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang dapat mempengaruhi
nilai- nilai sosial dan kebuayaan asli Indonesia.
Ancaman berdimensi teknologi dan komunikasi berasal dari
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai media
penghantarnya, seperti kejahatan cyber dan kejahatan perbankan.
Ancaman lain adalah lambatnya perkembangan kemajuan Iptek di
Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap
30
negara – negara maju semakin tinggi, serta rendahnya tingkat apresiasi
masyarakat terhadap produk Iptek dalam negeri.
Ancaman berdimensi keselamatan umum berasal dari bencana
alam yang terjadi di indonesia yang dapat berpotensi mengganggu
stabilitas nasional, bencana alam termasuk kedalam dimensi ancaman
pertahanan nir-militer dikarenakan secara geografis indonesia berada di
dalam wilayah yang rawan bencana alam, disamping juga bencana alam
yang terjadi akibat kesalahan dari manusianya sendiri.
Teori-terori yang digunakan sebagai alat analisis di dalam
penelitian ini, secara garis besar digambarkan dalam kerangka teori
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
ISU STRATEGIS
1. Ancaman nirmiliter
2. Ketahananan Nasional & Daerah
3. Sinergitas Pembangunan
TEORI
1. Teori Ancaman
2. Teori Pertahanan
3. Teori Pembangunan
4. Teori Kebijakan
5. Teori Ketahanan (Resilience Theory)
SINERGITAS PEMBANGUNAN
DI PROVINSI JAWA TENGAH
E. Studi Pustaka
31
1. Adi Sulistyo (2013) di dalam penelitiannya yang berjudul Ancaman
Asimetris Terhadap Sistem Pertahanan Negara Dalam Sudut Pandang
Pertahanan Nir-Militer menyatakan bahwa Kemunculan ancaman –
ancaman yang bersifat asimetris telah menggeser paradigma
pertahanan negara dengan menggunakan kekuatan militer (hard
power) atau peperangan simetris menjadi peperangan yang bersifat
asimetris yang tidak menggunakan metode serangan secara frontal,
melainkan dapat melakukan serangan dengan menggunakan isu – isu
ideologis, politik, hukum, ekonomi, sosial – budaya, dan teknologi
informasi. Ancaman asimetris merupakan dampak negatif dari
globalisasi yang lebih banyak menyentuh dimensi nir-militer dari
sistem pertahanan negara, sehingga cukup sulit bagi militer untuk
mengerahkan kekuatan militernya dalam menghadapi ancaman/perang
asimetris. Sistem pertahanan semesta yang dianut oleh NKRI
mewajibkan bagi seluruh komponen bangsa untuk ikut berpartisipasi
dalam usaha mempertahankan kedaulatan negara dari segala jenis
ancaman yang menyertainya. Peranan masyarakat sipil pada sistem
pertahanan semesta sangat berguna sebagai unsur pelengkap /
pendukung dari unsur militer yang terdefinisi sebagai komponen
cadangan dan komponen pendukung. Upaya fungsi nir-militer dalam
pencegahan ancaman terorisme dapat bermula dari peran serta para
pemuka agama yang pada setiap syiar agama yang dilakukan untuk
selalu menanamkan sifat toleransi dalam kehidupan bermasyarakat,
peran aktif kewaspadaan masyarakat untuk melaporkan kepada pihak
yang berwajib aktifitas setiap individu / organisasi yang dinililai tidak
sesuai dengan kultur setempat sebagai upaya deteksi dini, peran aktif
pemerintah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terhadap
isu – isu SARA yang berkembang di dunia internasional, memperkecil
komunitas masyarakat yang mendukung pola pikir terorisme, serta
peran lembaga pendidikan dan masyarakat untuk bisa menekan
faham etnosentrisme di indonesia.
32
2. Fitriyah dan Dzunuwanus Ghulam Manar (2011) dalam penelitiannya
yang berjudul: “Anatomi Konflik Sosial Di Jawa Tengah: Studi Kasus
Konflik Penistaan Agama di Temanggung” menyatakan bahwa
Konflik SARA memiliki makna yang istimewa bagi Indonesia karena
pada dasarnya Indonesia yang terpapar dari Sabang sampai Merauke
memiliki potensi konflik yang sangat besar mengingat Indonesia terdiri
dari beragam suku bangsa, agama, golongan dan kepentingan.
Kegagalan untuk mengelola perbedaan akan menjadi sebuah konflik
yang menghabiskan sumber daya yang luar biasa guna
menanggulangi berbagai bentuk manifestasi konflik seperti
permusuhan yang, perang antarsuku/golongan, kerusuhan, prasangka
dan perasaan superioritas atas kelompok lain yang pada akhirnya akan
mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia. Meski pemerintah
dengan dibantu organisasi keagamaan, organisasi masyarakat sipil
serta para tokoh telah berupaya meminimalisasikan konflik SARA,
namun demikian dalam kenyataannya masih saja terjadi. Seperti yang
terjadi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 8
Februari 2011, yakni konflik yang dimulai dari tindakan penistaan
agama.
BAB III
33
METODE PENELITIAN
A. Umum
Penelitian inidilakukan di Provinsi Jawa Tengah. Terkait situasi
umum aktual di Indonesia saat ini bahwa ancaman nirmiliter – asimetris
telah mengemuka secara mencolok dalam bentuk ekspresi kekuatan
tersembunyi melalui tiga demonstrasi besar 411, 212 dan 313 yang
menyerang kedaulatan pemerintah di bidang politik dengan
memanfaatkan kelemahan pemerintah di bidang penegakan hukum, dan
pada khususnya berkaitan dengan hasil survei bahwa ancaman
radikalisme dan terorisme serta ancaman kamtibmas menjadi prioritas
tertinggi menurut persepsi responden, maka studi ini difokuskan untuk
mengkaji isu-isu strategis yang berkaitan dengan radikalisme dan
terorisme serta keamanan, ketenteraman dan ketertiban umum
(kamtramtibum) dalam rangka menyusun kebijakan pertahanan negara di
daerah yang dapat bersinergi dengan dinamika pembangunan di Provinsi
Jawa Tengah.
Proses penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode
sebagaimana dijelaskan pada sub bab berikut ini.
B. Jenis Penelitian
Studi ini merupakan penelitian eksploratorik dengan tema sinergitas
pembangunan sinergitas pembangunan di Provinsi Jawa Tengah dalam
konteks menghadapi ancaman nirmiliter guna menunjang pertahanan
negara di daerah. Penelitian eksploratorik adalah studi yang bertujuan
untuk mengeksplorasi tentang fenomena atau gejala yang bersangkutan
dengan ancaman nirmiliter yang dapat mengganggu pertahanan dan
keamanan negara beserta faktor-faktor yang mendasarinya. Melalui studi
ini, diharapkan akan dapat diketahui: (1) fenomena atau ancaman
nirmiliter apa yang menonjol dan berpotensi mengganggu pertahanan dan
keamanan negara di daerah?; (2) faktor-faktor apa saja yang mendasari
34
timbulnya fenomena atau ancaman nir militer?; (3) bagaimana kebijakan,
strategi dan upaya untuk menghadapi ancaman nirmiliter tersebut?; dan
(4) bagaimana mensinergikan kebijakan pertahanan negara di daerah
(teritorial) dengan dinamikan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah?
C. Pendekatan Penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitiatif secara
berurutan (sequential mixed type). Pada tahap awal dilakukan studi dan
analisis deskriptif data kuantitatif untuk memperoleh deskripsi mengenai
profil ancaman nir militer yang ada di Provinsi Jawa Tengah beserta
faktor-faktor yang mendasarinya. Hasil analisis data kuantitatif kemudian
dijadikan dasar untuk menyusun rancangan penelitian kualitatif guna
menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana yang telah disebutkan di
dalam sub bab perumusan masalah. 22
Pada konteks studi ini, pendekatan kuantitatif tidak dimaksudkan
untuk melakukan generalisasi sebagaimana penelitian kuantitatif pada
umumnya, tetapi untuk memberikan deskripsi objektif secara apa adanya
mengenai fakta dan fenomena yang teramati secara empiris, oleh karena
itu teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan
bukan teknik analisis inferensial untuk menguji hipotesis. Pendekatan
kuantitatif, dalam hal ini dimaksudkan untuk menunjang penelitian
kualitatif.
22
John W. Craswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed;
Edisi Ketiga;Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 4
35
2. Narasumber Penelitian
Narasumber atau informan penelitian di dalam penelitian ini dipilih
berdasarkan preferensi metodologi yang mensyaratkan adanya
keterkaitan dengan tema dan konteks penelitian, kapasitas, kapabilitas
serta kedudukannya berkenaan dengan gejala, situasi, peristiwa yang
sedang diteliti. Penetapan narasumber atau informan dilakukan dengan
menggunakan alat bantu analisis stakeholder. Berdasarkan pengertian
tentang narasumber tersebut, maka narasumber di dalam penelitian ini
meliputi:
a. Kepala Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
b. Panglima Kodam Diponegoro
c. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah
d. Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Tengah
e. Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Tengah
f. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah
g. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah
h. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
i. Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah
j. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah
E. Kerangka Pemikiran
36
F. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh
peneliti secara langsung dari sumbernya melalui penyebaran kuesioner
(data kuantitatif) atau melalui wawancara dan FGD (data kualitatif).
Datase kunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung berupa
data, informasi, catatan, dokumen dari institusi yang terkait dengan objek
penelitian.
37
G. Teknik Analisis Data
Berdasarkan jenis pendekatan yang digunakan pada penelitian ini,
yaitu pendekatan campuran sekuensial, maka dipakai dua teknik analisis
data yang meliputi: (a) Analisis deskriptif pada data kuantitatif; dan (2)
analisis preskriptif pada data kualitiatif. Analisis preskriptif adalah teknik
analisis yang tidak hanya menjelaskan fakta atau fenomena yang
terungkap serta hubungannya dengan faktor-faktor yang mendasari atau
menyertainya, tetapi juga memberikan pemikiran mengenai solusi atas
permasalahan yang sedang diteliti.
BAB IV
FAKTA-FAKTA
38
Bab ini memaparkan mengenai gambaran umum tentang Provinsi
Provinsi Jawa Tengah yang dihadiri oleh kurang lebih 40 undangan dari
seorang anggota kelompok yang bersedia secara suka rela diserahi tugas
(Formulir terlampir).
39
forum.Hasil diskusi masing-masing kelompok dinilai secara cepat (rapid
1. Kondisi Geografis
terletak antara 5°40' dan 8°30' Lintang Selatan dan antara 108°30' 111°30'
sebelah selatan, Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, dan Provinsi Jawa
Timur di sebelah timur. Luas wilayahnya tercatat sebesar 3,25 juta hektar
atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas
Indonesia.
2. Pemerintahan
40
Provinsi Jawa Tengah terbagi dalam 29 kabupaten dan 6 kota yang
terdiri atas 573 kecamatan, 750 kelurahan dan 7.809 desa. Rincian jumlah
Boks 4.1
Tingkat kepadatan kota Surakarta adalah tertinggi dibanding kota lain
diJawa Tengah. Kepadatan tinggi meningkatkan risiko konflik dan
agresifitas sosial yang dapat menimbulkan pathologi sosial berupa:
kekerasan, radikalisme, kriminalitas, gangguan kamtramtibmas dan 41
terorisme (Brad J. Bushman & I Rowell Huesmann, 2009; Elaf Dawodieh,
2017: 14-15)
3. Ketenagakerjaan
tahun 2015 mencapai 17,30 juta. Jumlah penduduk yang bekerja pada
menyerap tenaga kerja, dengan menyerap 4,71 juta orang (28,66 persen)
tenaga kerja, yaitu hanya menyerap 2,07 juta orang (12,62 persen)
Boks 4.2
Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah pada tahun 2015 yang belum
terserap lowongan kerja di sekotor formal maupun non formal adalah
sebesar 860 ribu atau 4,97%. Kondisi ini setidaknya menggambarkan bahwa
pengangguran bukan merupakan ancaman di Provinsi Jawa Tengah.
4. Kondisi Sosial
42
a. Pendidikan
Diploma II 9.686 jiwa, Diploma III 13.833 jiwa, dan Diploma IV sebanyak
masih sekolah pada kelompok umur 7-12 tahun (kelompok usia SD/MI)
usia SMA/MA) sebesar 67,66 persen, dan kelompok umur 19-24 tahun
43
pada kelompok umur 7-24 tahun persentase penduduk yang masih
dan 0,48 persen pada kelompok usia 13-15 tahun yang tidak/belum
pernah bersekolah.
Boks 4.3
Terdapat 0,35% kelompok umur 7 – 12 tahun dan 0,48% kelompok umur 13-
15 tahun dengan jumlah total sebesar 0,83% dari kelompok umur 7-15
tahun yang tidak atau belum pernah sekolah, menggambarkan bahwa
pendidikan dasar dan menengah di Jawa Tengah belum dapat menjangkau
semua penduduk. Kelompok tidak terdidik ini selain tidak bisa menjadi
angkatan kerja yang tidak produktif, juga bisa menjadi masalah di masa
depan terkait dengan ancaman nirmiliter seperti: kemiskinan, kriminalitas,
narkoba, radikalisme dan/atau terorisme.
b. Kesehatan
kualitas kesehatan dan gizi yang baik tidak hanya penting untuk generasi
status kesehatan dan gizi masyarakat. Hal ini akan terwujud bila adanya
di Jawa Tengah sebanyak 276 buah dan rumah sakit bersalin 175
44
buah. Ditambah pula tersedianya Pusat Kesehatan Masyarakat
itu tersedia pula fasilitas kesehatan yang lain yaitu Posyandu 48.615
4.257 dokter umum, dan 1.074 dokter gigi. Menurut Dinas Kesehatan,
sebanyak 39.638 kasus, DBD 16.179 kasus, IMS 14.302 kasus, HIV/AIDS
Boks 4.4
Ancaman nirmiliter di bidang kesehatan yang dapat mengancam ketahanan
dan kepentngan pertahanan negara di Provinsi Jawa Tengah dari urutan
tertinggi ke terendah berturut-turut adalah: penyakit diare/muntaber,
Tubercolosis (TBC), Demam Berdarah Dengue (DBD), Infeksi Menular
Seksual (IMS), dan HIV/AIDS. Ancaman ini harus ditanggulangi dengan
intervensi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah di bidang: Peningkatan
hygiene/sanitasi, Pemberantasan penyakit menular (Diare/muntaber, TBC,
IMS/HIV?AIDS), DBD dan malaria.
c. Perekonomian
45
ekonomi (PDRB atas dasar harga konstan). Pada tahun 2014, Jawa
Konsumen (IHK), pada tahun 2015 inflasi tertinggi tercatat di kota Tuai
yaitu sebesar 8,58 persen dan terendah di kota Meulaboh yaitu 0,58
persen.
dasar harga konstan 2010, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu
pertumbuhan rendah pada tahun 2015 sektor Pengadaan Listrik dan Gas,
terhadap ekonomi Jawa Tengah yaitu sebesar 35,25 persen, dengan laju
kenaikan harga dari waktu ke waktu baik secara agregat maupun secara
46
sektoral. Secara agregat indeks implisit di Jawa Tengah tahun 2015
atau di atas angka rata-rata indeks implisit Jawa Tengah pada tahun
2015 terjadi pada sektor jasa pendidikan 143,48 persen. Sektor lain
informasi dan komunikasi yaitu sebesar 92,45 persen. Data PDRB terinci
Boks 4.5
Ditinjau dari aspek kepentingan pertahanan, maka pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,28% masih jauh dari cukup bagi Provinsi Jawa
Tengah untuk memberikan kontribusinya untuk ketahanan negara di
daerah, karena sebagian besar hasil pertumbuhan akan digunakan
untuk membiayai pembangunan di sektor lain. Industri di Jawa Tengah
belum prospektif karena masih didominasi oleh industri pengolahan
dan substitusi impor sehingga belum dapat mencapai pertumbuhan
ekonomi di atas 7-8 %.
d. Kemiskinan
Boks 4.6
Angka kemiskinan di Jawa Tengah mengalami penurunan dari 16,56%
di tahun 2010 menjadi 13, 27% pada tahun 2016. Tingkat penurunan
rata-rata per tahun adalah sebesar 0,54%. Angka ini lebih rendah dari
angka rata-rata penurunan kemiskinan nasional 0,94% per tahun.
Kemiskinan merupakan ancaman nirmiliter yang dapat mengancam
ketahanan dan pertahanan negara, karena warga miskin rentan
terinfiltrasi oleh ideologi atau faham radikal yang bertentangan dengan
Pancasila yang mengancam NKRI dan pertahanan negara.
e. Pengangguran
47
Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun
penduduk yang bekerja pada Agustus 2015 sebesar 16,44 juta orang.
menyerap 4,71 juta orang (28,66 persen) pekerja, sementara sektor jasa
menyerap 2,07 juta orang (12,62 persen) pekerja. Data terinci dapat
Boks 4.7
Angka pengangguran di Provinsi Jawa Tengah adalah 4,97% yang
masih lebih rendah dibandingkan dengan angka pengangguran
nasional sebesar 5,33% pada tahun 2017. Setidaknya pengangguran
belum merupakan ancaman bagi kepentingan pertahanan negara
yang perlu diprioritaskan saat ini dalam penyusunan kebijakan
pertahan negara.
B. Hasil FGD
survey pada bulan Mei – Juni 2017 di Provinsi Jawa Tengah tentang
48
SWOTyang merupakan singkatan dari:Kekuatan (Strength), Kelemahan
FGD.
sebagai berikut:
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
PRT KEKUATAN (STRENGTH) KELEMAHAN (WEAKNESS)
Reformasi TNI selama lebih dari 16
1 tahun dan masih berlangsung Anggaran sangat terbatas
hingga sekarang
Belum ada regulasi untuk keterli-batan
TNI yang kuat, profesional dan ti-
2 TNI dalam penyelenggaran pertahanan
dak berpolitik
dan keamanan negara di daerah
Jejaring dengan akses terhhubung Belum ada kebijakan pertahanan negara
3
dari pusat sampai ke desa di daerah
Politik Pertahanan Negara tentang
Postur pertahanan negara di dae-rah
4 Komponen Cadangan, Komponen
belum jelas
Pendukung dan OMSP
5 Konsep Pertahanan Semesta Belum ada Kantor Wilayah di daerah
Tersedia modal sosial cukup Komponen Cadangan dan Kompo-nen
6
pendukung yang masih seba-tas konsep
7 Sumber daya dan kapasitas perta- Kondisi komponen pendukung yang
49
hanan yang besar masih belum siap
Posisi geografis Indonesia yang Perbatasan yang luas dan pengawasan
8
strategis lemah
9 Adanya program bela negara
Sumber: Hasil FGD yang diolah, 2017; PRT = Prioritas
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
PRT PELUANG (OPPORTUNITIES) ANCAMAN (THREATS)
Perkembangan lingkungan strate-
gis internal dan eksternal: perim-
1 Radikalisme dan/atau terorisme
bangan postur pertahanan global,
regional, nasional dan teritorial
Peran Indonesia di dalam konste- Ideologi khilafah & ancaman terhadap
2 lasi geopolitik global, regional dan eksistensi Pancasila dan NKRI, neolibe-
nasional ralisme, komunisme
Konstelasi siatem politik, ekonomi, Posisi geografis Indonesia yang terbuka
3
sosial dan ekonomi yang kondusif terhadap infiltrasi,
Pertambahan jumlah pendudukyang tidak
Fokus dan orientasi kebijakan per-
4 produktif, kepadatan tinggi dan sebaran
tahanan negara di dalam negeri
penduduk yang tidak merata
Kebutuhan untuk membuat dan
Instabilitas politik di dalam negeri dan
5 melaksanakan kebijakan pertahan-
politisasi agama
an di daerah
Liberalisasi pasar dan perdagangan be-
bas, serbuan produk impor, kompetisi
6
yang tinggi, pertumbuhan ekonomi masih
di bawah standar
Kemiskinan, pengangguran, penyalahgu-
naan narkoba, perdagangan manusia,
7 seks bebas dan HIV/AIDS, hoaks &
ujaran kebencian, gangguan kamtram-
tibmas, pengangguran, kemiskinan
Konsumerisme, budaya asing/Barat, por-
8
nografi,
Penyalahgunaan internet dan media
9 sosial, transaksi ilegal dan penipuan
online
Regulasi yang menghambat atau meng-
10 halangi penyelenggaraan kebijakan perta-
hanan di daerah
Bencana alam, kekerasan dan kerusuhan
Sumber: Hasil FGD yang diolah, 2017; PRT = Prioritas
50
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL STRATEGIS
No BOBOT RATING SKOR
KEKUATAN (STRENGTH)
. (a) (b) (axb)
1
Reformasi TNI selama lebih dari 16 tahun dan
0,13 2,1 0,27
masih berlangsung hingga sekarang
2 TNI yang kuat, profesional dan tidak berpolitik 0,09 1,6 0,14
3
Jejaring dengan akses terhhubung dari pusat
0,03 0,53 0,02
sampai ke desa
4
Politik Pertahanan Negara tentang Komponen
0,03 0,53 0,02
Cadangan, Komponen Pendukung dan OMSP
5 Konsep Pertahanan Semesta 0,03 0,53 0,02
6 Tersedia modal sosial cukup 0,03 0,53 0,02
7
Sumber daya dan kapasitas pertahanan yang
0,06 1,06 0,10
besar
8 Posisi geografis Indonesia yang strategis 0,03 0,53 0,02
9 Tersedia modal sosial cukup 0,03 0,53 0,02
No
KELEMAHAN (WEAKNESS)
.
1 Anggaran sangat terbatas 0,11 1,88 0,21
Belum ada regulasi untuk keterli-batan TNI
2 dalam penyelenggaran pertahanan dan 0,08 1,41 0,11
keamanan negara di daerah
Belum ada kebijakan pertahanan negara di
3 0,08 1,41 0,11
daerah
Postur pertahanan negara di daerah belum
4 0,06 0,94 0,06
jelas
5 Belum ada Kantor Wilayah di daerah 0,06 0,94 0,06
Komponen Cadangan dan Komponen
6 pendukung yang masih seba-as konsep
0,06 0,94 0,06
Kondisi komponen pendukung yang masih
7 belum siap
0,06 0,94 0,06
8 Perbatasan yang luas dan pengawasan lemah 0,03 0,53 0,02
TOTAL 1,00 1,32
Sumber: Hasil FGD yang diolah, 2017; PRT = Prioritas
51
FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL
BOBOT RATING SKOR
NO. PELUANG (OPPORTUNITIES)
(a) (b) (axb)
Perkembangan lingkungan strategis internal
dan eksternal: perimbangan postur
1 0,09 1,32 0,1188
pertahanan global, regional, nasional dan
teritorial
Peran Indonesia di dalam konstelasi
2 0,07 1,32 0,0924
geopolitik global, regional dan nasional
Konstelasi sistem politik, ekonomi, sosial dan
3 0,07 0,99 0,0693
ekonomi yang kondusif
Fokus dan orientasi kebijakan pertahanan
4 0,09 0,09 0,0081
negara di dalam negeri
Kebutuhan untuk membuat dan
5 melaksanakan kebijakan pertahan-an di 0,09 1,32 0,1188
daerah
52
dapat ditentukan posisi strategis Pelaksana Tugas Pokok Kementerian
daerah.
O
4
II I
Stabilisasi Ekspansi
3 Mendukung
Mendukung Strategi
Rasionalisasi Strategi Ofensif
2 (1,32, 1,64
PTP KEMHAN Prov.
JATENG
1
-4 -3 -2 -1 1 2 3 4
W S
-1 IV
III
Penciutan Kombinasi
Mendukung Strategi Mendukung Strategi
-2
Defensif Diversifikasi
-3
S = Strength (Kekuatan)
W = Weakness (Kelemahan)
O = Opportunity (Peluang)
T = Threat (Ancaman) -4
53
Menurut hasil survey pada bulan Mei – Juni 2017 dan hasil FGD
nirmiliter yang menjadi prioritas dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai
berikut:
ANCAMAN
No. INDIKASI PARAMETER
NIRMILITER
Frekuensi kasus meningkat
Munculnya gerakan yang
dan munculnya reaksi berupa
akan mengubah Pancasila
1 Ideologi khilafah gerakan yang menolak ide-
dan NKRI menjadi negara
ologi khilafah dan membela
Islam
Pancasila serta NKRI
Munculnya Perpu No. 2/2017
Menguatnya faham radikal-
tentang Pembubaran Ormas
isme dan gerakan dari
yang tidak sesuai dengan
Radikalisme dan/ ormas radikal.
2 Pancasila dan NKRI. Mening-
atau terorisme Meningkatnya aksi, kasus
katnya frekuensi pencegahan
dan jumlah pe-laku teror di
dan penindakan terorisme di
Jawa Tengah
Jawa Tengah.
Belum adanya pengetahu-
Konstelasi sosial
an, pemahaman, orientasi Belum ada kebijakan, stratgi
poitik yang rawan
3 dari Pemerintah Provinsi Ja- dan program untuk menang-
terhadap ancam-
wa Tengah tentang gulangi ancaman nirmiliter
an nirmiliter
ancaman nirmiliter
Sumber: Data primer diolah, 2017
54
BAB V
LINGKUNGAN STRATEGI
A. Umum
kompetisi perebutan pengaruh yang ketat baik di level global, regional dan
55
cita-cita bangsa, yaitu: negara hukum demokratis berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945 yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
keadilan sosial.
mencakup mencakup penataan struktur, kultur dan tata nilai sebagai satu
demokrasi. Perubahan pada aspek kultur dan tata nilai diarahkan pada
56
memposisikandiri sesuai peran dan tugasnya sebagai insan pertahanan
pertahanan negara, yang menjauhkan diri dari politik praktis dan selalu
yang dipilih oleh rakyat secara konstitusional dan demokratis. TNI adalah
1. Konteks Strategis
keamanan yang terjadi pada lingkup global dan regional, ikut berpengaruh
Isu keamanan domestik yang mengemuka pada dekade terakhir ini, tidak
langsung.
57
faktor politik dan sosial. Akumulasi faktor eksternal dan internal tersebut
intensitasnya pada saat ini dan ke depan menjadi semakin kecil. Peran
58
Ancaman itu meliputi: terorisme, gerakan separatisme, kejahatan
bangsa, serta ikut secara aktif dalam usaha -usaha perdamaian dunia.
nasional.
berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Meskipun perkiraan
59
mempertahanankan diri harus selalu disiapkan dan dilaksanakan tanpa
dapat melepaskan diri dari keterkaitan dengan dunia luar. Oleh karen a itu
60
B. Perkembangan Global
asimetri.
61
globalisasi menimbulkan tekanan dan/atau ancaman beserta dampaknya
62
trading, spekulasi forex,
pembobolan bank, krisis
likuiditas, dan krisis ekonomi
C. Perkembangan Regional
kebijakan domestik atas arus barang dan jasa, kapital, tenaga kerja dan
(Frred Bergstern dalam Scott L. Baier et al., 2006:3-5), sebagai efek dari
perdagangan dan tarif (General Agreement on Trade and Tariff). Hal itu
63
strategis Asosiasi Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (Association of South
internasional.
64
yang pada giliran berikutnya mengganggu ketahanan dan keamanan
nasional.
D. Perkembangan Nasional
nasional, pada tahun 1998 telah terjadi reformasi sistem sosial dan politik
65
yang diatur dengan undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
profesionalisme TNI; (c) Pemisahan Polri dari TNI; dan (d) pemisahan
domain POLRI.
terorisme sehingga menjadi domain POLRI. Pada situasi ini, TNI tidak
66
penggunaan kompoen cadangan, komponen pendukung, dan Operasi
komponen bangsa.
diterapkan.
peluang pasar barang, saja, modal dan tenaga kerja yang dapat
67
governance. Pada saat yang sama, pengaruh negatifnya juga muncul
68
Desentralisasi kewenangan Otonomi daerah
pusat Munculnya basis gerakan radikal di
Radikalisme Jawa Tengah
Reformasi Pertahanan dan Pemisahan Polri dari TNI, pemisahan
keamanan fungsi pertahanan dan fungsi kea-
NASIONAL
BAB VI
ANALISIS
yaitu:
agama,
69
b. Realisasi dan institusionalisasi komponen cadangan dan
komponen pendukung
kebijakan atau upaya apapun. Hal ini disebabkan dua alasan, yaitu:
70
undang yang sama menyatakan bahwa “.........pertahanan negara
2 UU No. 3/2003.
71
Kenyataan bahwa sampai dengan saat ini Pemerintah Provinsi
tentang ancaman nirmiliter baru diketahui dan terbentuk pada saat FGD
jelasnya makna tersirat dari dari kata “pemerintah” dalam Pasal 7 ayat (1)
“pemerintah pusat”.
penting dan strategis terutama dalam hal membentuk persepsi yang benar
72
negara di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.
pelayanan publik. Pelayanan publik dalam arti luas juga mencakup fungsi
73
dan Parasuraman (1990) terdapat 5 kesenjangan (gap) persepsi
a. Kesenjangan (Gap) 1
Kesenjangan antara harapan publik dengan persepsi Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah tentang ancaman nirmiliter dan
penyelenggaraan fungsi pertahanan negara. Harapan publik
dalam hal ini adalah bahwa pemerintah daerah memiliki tugas
dan tanggung jawab untuk menanggulangi setiap bentuk
ancaman, khususnya ancaman nirmiliter dengan
menyelenggarakan fungsi pertahanan negara. Pada praktiknya
hal itu belum dilaksanakan karena pemerintah daerah
mempersepsikan bahwa fungsi pertahanan negara untuk
menanggulangi ancaman nirmiliter adalah urusan yang menjadi
domain dan wewenang pemerintah pusat.
b. Kesenjangan (Gap) 2
Kesenjangan antara persepsi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dengan spesifikasi ancaman yang harus ditanggulangi.
Spesifikasi ancaman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 6
UU No. 3/2002 belum jelas, demikian juga halnya dengan
spesifikasi ancaman nirmiliter yang dimaksud di dalam Pasal 7
ayat (3) UU No. 3/2002. Ketidak jelasan tentang spesifikasi
ancaman yang akan ditanggulangi akan menjadi penyebab
belum adanya kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan
negara untuk menanggulangi ancaman nirmiliter.
c. Kesenjangan (Gap) 3
Kesenjangan antara kualitas kebijakan pertahanan negara
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan penyelenggaraan
pertahanan negara untuk menanggulangi ancaman nirmiliter.
d. Kesenjangan (Gap) 4
Kesenjangan antara penyelenggaraan pertahanan negara di
Jawa Tengah oleh pemerintah daerah dengan komunikasi
eksternal.
e. Kesenjangan (Gap) 5
Kesenjangan antara kualitas penyelenggaran pertahanan negara
di Provinsi Jawa Tengah oleh pemerintah daerah dalam
menanggulangi ancaman nirmiliter yang diharapkan dengan
kualitas perlindungan yang dirasakan oleh publik.
74
ancaman nirmiliter, terutama ancaman radikalisme dan/atau terorisme
75
Berdasarkan analisis tentang kesenjangan persepsi tersebut, maka
76
Upaya penyamaan persepsi yang dapat dilaksanakan meliputi:
dilaksanakan)
(direncanakan).
77
Makna tersirat dari Pasal 2 UU No. 3/2002 menyatakan bahwa
kekuatan sendiri”. Hal itu berimplikasi pada pengertian yang lebih luas
dan juga menjadi hak dan kewajiban setiap warga negara yang berdomisili
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.
negara ditegaskan dalam pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 3/2002 sebagai
78
dan komponen cadangan masih belum jelas karena menurut pasal * ayat
3 UU No. 3/2002, hal itu harus ditentukan lebih lanjut dengan undang-
undang.
B. Analisis
alat bantu (tool) Tulang Ikan (Fish bone) dari Ishikawa sebagai berikut:
79
seharusnya karena terkendala oleh sejumlah faktor penyebab. Setidaknya
Manusis (SDM); (e) Anggaran dan Kinerja; dan (f) Kesenjangan (Gap).
pada tahun 2002, tetapi sampai dengan tahun 2017 belum ada peraturan
dilaksanakan secara efektif dan konsisten karena belum ada dasar hukum
tahun yang lalu, tetapi hingga saat ini (2017) undang-undang komponen
80
pertahanan negara belum juga dibuat. Hal ini jelas menghambat kerja
warga negara berhak dan wajib ikut serta di dalam upaya bela negara”,
81
implisit tersirat dua realitas sosial yang merepresentasikan pergulatan
kepentingan di level elit politik: (a) Dominasi badan legislatif yang sangat
Boks 6.1
1. Pertahanan negara belum dapat dilaksanakan secara komprehensif,
konsisten dan efektif karena belum ada dasar hukum (PP
PertahananNegara, UU Komponen Pertahanan Negara, dan UU Bela
Negara) untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pertahanan
Negara No. 3/2002.
2. Dominasi badan legislatif terhadap badan eksekutif (pemerintah) yang
menghambat kinerja pemerintah dalam membangun pertahanan negara.
3. Badan legislatif melakukan kontrol terhadap dalam urusan-urusan teknis
yang seharusnya menjadi domain pemerintah, dengan menerapkan proses
legislasi mengambang yang mengakibatkan peran dan fungsi pemerintah
tersandera.
negara.
82
Ketika UU No. 23/2002 diberlakukan pada tahun 2002, serta merta
undang yang diberlakukan itu diterima dan dipatuhi secara sosial oleh
83
Ditinjau dari perspektif teori bekerjanya hukum di masyarakat dari
domain, yaitu: (a) Lembaga Pembuat Peraturan; Presiden dan DPR; (b)
84
UU Pertahanan Negara No. 3/2002 lahir karena kebutuhan,
85
Pasal 7 ayat (3) UU No. 3/2002 menyediakan ruang untuk
Boks 6.2
Membangun kolaborasi atau sinergi dengan Pemrintah Daerah di Tiap
Provinsi adalah langkah strategis Kementerian Pertahanan RI untuk
membangun pertahanan negara di daerah terhadap ancaman nirmiliter.
Dalam jangka panjang, langkah ini memberikan hasil (outcome) positif dan
signifikan bagi upaya membangun pertahanan negara secara keseluruhan di
masa depan.
3. Analisis Stakeholder
berikut:
86
Gambar 6.4 Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Kekuatan Pengaruh
dan Kepentingannya terkait Penyusunan Kebijakan Pertahanan
Negara di Provinsi Jawa Tengah
berikut:
a. Promoters
87
b. Defenders
c. Latens
d. Apathetics
4. Analisis SWOT
88
negara di Jawa Tengah adalah “Ekspansi dalam mendukung strategi
sebagai berikut:
hal ini lebih pro aktif atau progresif dalam menyikapi kelemahan tidak
No. 3/2002.
yang sama, PTP Kemenhan Provinsi Jawa Tengah berperan ekpansif dan
89
Ketiga, sejak UU No. 3/2002 Tentang Pertahanan Negara
undangan..
karena tiga alasan: (a) belum ada payung hukum untuk melaksanakan
diperbaiki atau dibangun (rule of change); dan (c) belum ada aturan
90
dengan hal ini, Kementerian Pertahanan sebagai organ dari Pemerintah
negara, dan Pasal 9 ayat (1) undang-undang yang sama tentang hak dan
kewajiban warga negara untuk ikut serta di dalam upaya bela negara
belum dapat dilaksanakan secara utuh karena belum ada payung hukum
multi dimensi itu, lebih disebabkan karena belum adanya payung hukum
Boks 6.3
1. Penyelenggaraan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam UU
Pertahanan Negara No. 3/2002, belum bisa dilaksanakan secara efektif
karena payung hukumnya berupa: PP Pertahanan Negara, Undang-
undang Komponen Pendukung, dan Undang-undang Bela Negara belum
ada.
2. Penyelenggaraan pertahanan negara di daerah dapat dilakukan secara
tidak langsung melalui integrasi muatan materi pertahanan negara di
dalam program pembangunan daerah
3. Ruang yang tersedia bagi Pemerintah Pusat melalui Kementerian91
Pertahanan adalah memasukkan muatan materi pertahanan negara
terhadap ancaman nirmiliter di dalam kebijakan pembangunan daerah
jangka menengah dan panjang yang tertuang di dalam RPJMD dan
Konsep pelaksanaan dari upaya penyelenggaraan pertahanan
a. Strategi S-O
Strategi menggunakan kekuatan (S) dan memanfaatkan peluang
(O)
b. Strategi W-O
Strategi mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang
c. Strategi S-T
Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
d. Strategi W-T
Strategi mengatasi kelemahan untuk menghadapi ancaman
a. Strategi S – O
92
FAKTOR INTERNAL 1. Reformasi TNI selama lebih dari 16
tahun dan masih berlangsung hingga
sekarang
2. TNI yang kuat, profesional dan tidak
berpolitik
3. Jejaring dengan akses terhhubung dari
pusat sampai ke desa
4. Politik Pertahanan Negara tentang Kom-
ponen Cadangan, Komponen
Pendukung dan OMSP
5. Konsep Pertahanan Semesta
6. Tersedia modal sosial cukup
7. Sumber daya dan kapasitas pertahanan
yang besar
FAKTOR EKSTERNAL 8. Posisi geografis Indonesia yang strategis
9. Adanya Program bela negara
93
FAKTOR INTERNAL KELEMAHAN (W)
1. Anggaran sangat terbatas
2. Belum ada regulasi untuk keterli-batan
TNI dalam penyelenggaran pertahanan
dan keamanan negara di daerah
3. Belum ada kebijakan pertahanan negara
di daerah
4. Postur pertahanan negara di dae-rah
belum jelas
5. Belum ada Kantor Wilayah di daerah
6. Komponen Cadangan dan Kompo-nen
pendukung yang masih seba-tas konsep
7. Kondisi komponen pendukung yang
masih belum siap
FAKTOR EKSTERNAL 8. Perbatasan yang luas dan pengawasan
lemah
PELUANG (O) Hasil Perumusan Strategi W - O
1. Perkembangan lingkungan strategis 1. Mendayagunakan sumber daya pendu-
internal dan eksternal: perim-bangan kung yang mencakup warga negara,
postur pertahanan global, regional, sumber daya lain, lembaga pemerintah
nasional dan teritorial di luar bidang pertahanan
2. Peran Indonesia di dalam konste[asi 2. Membuat Peraturan Daerah (Perda)
geopolitik global, regional dan nasional tentang penyelenggaraan pertahanan
3. Konstelasi siatem politik, ekonomi, negara di Provinsi Jawa Tengah
sosial dan ekonomi yang kondusif 3. Membuat dan mengimplementasikan
4. Fokus dan orientasi kebijakan per- ke-bijakan dan program pembangunan
tahanan negara di dalam negeri pertahanan negara Provinsi Jawa
5. Kebutuhan untuk membuat dan Tengah
melaksanakan kebijakan pertahanan di 4. Merumuskan postur pertahanan negara
daerah di Provinsi Jawa Tengah
6. Perkembangan lingkungan strategis 5. Mendorong lembaga pemerintah di luar
internal dan eksternal: perim-bangan bidang pertahanan untuk membangun
postur pertahanan global, regional, komponen cadangan dan komponen
nasional dan teritorial pendukung
7. Peran Indonesia di dalam konstelasi 6. Kerjasama dengan institusi pendidikan
geopolitik global, regional dan nasional dasar, menengah dan tinggi untuk
8. Konstelasi siatem politik, ekonomi, mengembangkan program bela negara
sosial dan ekonomi yang kondusif 7. Membangun sinergitas dengan Peme-
9. Fokus dan orientasi kebijakan per- rintah Provinsi Jawa Tengah dan
tahanan negara di dalam negeri lembaga pemerintah lainnya di dalam
10.Kebutuhan untuk membuat dan menyelenggarakan pertahanan di
melaksanakan kebijakan pertahanan di Provinsi Jawa Tengah
daerah
11.Perkembangan lingkungan strategis
internal dan eksternal: perim-bangan
postur pertahanan global, regional,
nasional dan teritorial
12.Peran Indonesia di dalam konstelasi
geopolitik global, regional dan nasional
c. Strategi S-T
94
FAKTOR INTERNAL 1. Reformasi TNI selama lebih dari 16
tahun dan masih berlangsung hingga
sekarang
2. TNI yang kuat, profesional dan tidak
berpolitik
3. Jejaring dengan akses terhhubung dari
pusat sampai ke desa
4. Politik Pertahanan Negara tentang Kom-
ponen Cadangan, Komponen
Pendukung dan OMSP
5. Konsep Pertahanan Semesta
6. Tersedia modal sosial cukup
7. Sumber daya dan kapasitas pertahanan
yang besar
FAKTOR EKSTERNAL 8. Posisi geografis Indonesia yang strategis
9. Adanya Program bela negara
95
FAKTOR INTERNAL KELEMAHAN (W)
1. Anggaran sangat terbatas
2. Belum ada regulasi untuk keterli-batan
TNI dalam penyelenggaran pertahanan
dan keamanan negara di daerah
3. Belum ada kebijakan pertahanan negara
di daerah
4. Postur pertahanan negara di dae-rah
belum jelas
5. Belum ada Kantor Wilayah di daerah
6. Komponen Cadangan dan Kompo-nen
pendukung yang masih seba-tas konsep
7. Kondisi komponen pendukung yang
masih belum siap
FAKTOR EKSTERNAL 8. Perbatasan yang luas dan pengawasan
lemah
ANCAMAN (T) Hasil Perumusan Strategi W - T
1. Radikalisme dan/atau terorisme 1. Melakukan penilaian risiko terhadap
2. Ideologi khilafah & ancaman terhadap ancaman nirmiliter, radikalisme dan/atau
eksistensi Pancasila dan NKRI, neo- terorisme
liberalisme, komunisme 2. Membangun kekuatan dan ketangguhan
3. Posisi geografis Indonesia yang warga negara dan lembaga pemerintah
terbuka terhadap infiltrasi, di luar bidang pertahanan untuk meng-
4. Pertambahan jumlah pendudukyang hadapi ancaman nirmiliter, radikalisme
tidak produktif, kepadatan tinggi dan dan/atau terorisme melalui program bela
sebaran penduduk yang tidak merata negara
5. Instabilitas politik di dalam negeri dan 3. Menggerakkan keterlibatan dan partisi-
politisasi agama pasi warga negara, lembaga pemerintah
6. Liberalisasi pasar dan perdagangan di luar bidang pertahanan dan stake-
bebas, serbuan produk impor, kom- holder terkait menyelenggarakan perta-
petisi yang tinggi, pertumbuhan eko- hanan negara di Provinsi Jawa Tengah
nomi masih di bawah standar melalui upaya edukasi, promosi dan
7. Kemiskinan, pengangguran, advokasi
penyalah-gunaan narkoba, 4. Membangun kesiapan respon dan ke-
perdagangan manu-sia, seks bebas tangguhan warga negara dalam meng-
dan HIV/AIDS, hoaks & ujaran hadapi ancaman nirmiliter, radikalisme
kebencian, gangguan kam- dan/atau terorisme
tramtibmas, pengangguran, kemiski- 5. Mencegah infiltrasi masuknya kelompok
nan militan melalui perbatasan atau titik-titik
8. Konsumerisme, budaya asing/Barat, masuk keimigrasian lainnya dengan
pornografi, meningkatkan pengawasan
9. Penyalahgunaan internet dan media keimigrasian.
sosial, transaksi ilegal dan penipuan 6. Menyusun kerangka kerja (framework),
online rencana aksi dan programpertahanan
10. Regulasi yang menghambat atau negara di Provinsi Jawa Tengah untuk
menghalangi penyelenggaraan kebi- menanggulangi ancaman nirmiliter
jakan pertahanan di daerah
11. Bencana alam, kekerasan dan keru-
suhan
C. Solusi
96
Persoalan yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari dua substansi
dasar “sinergi” yang berati “kerja atau operasi gabungan atau kolektif”
tinggi. Hasil antara yang dicapai dalam suatu kolaborasi adalah “integrasi”
24
KBBI online.com
97
Daerah Provinsi Jawa Tengah maupun PTP Kemenhan di Jawa Tengah.
di daerah.
sebagai berikut:
98
99
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
100
Berdasarkan temuan fakta-fakta dan analisis hasil penelitian, maka
dan/atau terorisme
militer
101
5. Konsep sinergitas pembangunan di Provinsi Jawa Tengah untuk
B. Rekomendasi
a. Kepada Presiden
ancaman nirmiliter.
102
Kementerian Pertahanan RI melalui PTP Kementerian
103
DAFTAR PUSTAKA
Buffaloe David L., The Land Warfare Paper No.58 : Defining Asymmetric
Warfare, Virginia The Institute of Land Warfare, 2006.
Craswell John W., Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed; Edisi Ketiga;Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.
Hankam RI.,Penataan Pengamanan Wilayah Maritim guna memelihara
Stabilitas Keamanan dalam Rangka menjaga Kedaulatan NKRI.
Jurnal Kajian Lemhanas. Edisi 4. Des. 2012.
Mendersheusen Horst,Reflections on Territorial Defense, Santa Monica,
RAND Corporation, 1980, hlm. 2
Paryanto, Indonesian Security Challenges: Problems and Prospect to
Improve National Security, Malang, Universitas Brawijaya, 2012.
Ryachudu Ryamizard, Defence White Paper, Jakarta, Defence Ministry of
Republic of Indonesia, 2015.
Santoso Puguh, Pergeseran Paradigma Ancaman: Pertahanan Perlu
Dikelola Lebih Komprehensif dan Terintegrasi, WIRA, Vo. 35., No.
19, 2012.
Singh Dhirendra, IAS, et.al., Intelligence, Security and Asymmertic
Warfare: Strategies for Solution, New Delhi : Manas Publications,
2010,
Sulistyo Adi, Ancaman Asimetris Terhadap Sistem Pertahanan Negara
Dalam Sudut Pandang Pertahanan Nir-Militer, Jakarta, Inonesia
Defense University, 2013
Susetyo Heru, Menuju Paradigma Keamanan Komprehensif Berperspektif
Keamanan Manusia Dalam Kebijakan Keamanan Nasional
Indonesia, Lex Jurnalica Vol. 6 No.1, Desember 2008.
Thornton Rod, Asymmetric Warfare: Threat and Response in The
Twenty-First Century, Cambridge Polity Press, 2011.
Tim Penulis Dewan Ketahanan Nasional, Keamanan Nasional : Sebuah
Konsep dan Sistem Keamanan bagi Bangsa Indonesia Jakarta :
Dewan Ketahanan Nasional, 2010.
LAMPIRAN I
Jenis Kelamin
Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3)
Angkatan Kerja 10 298 071 7 000 854 17 298 925
Bekerja 9 725 307 6 709 835 16 435 142
Pengangguran Terbuka 572 764 291 019 863 783
Bukan Angkatan Kerja 2 203 283 5 990 255 8 193 538