Anda di halaman 1dari 12

1.

1 Sejarah Sabun
1.2

Awal

Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia kuno adalah fakta
tentang pembuatan sabun sudah diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung
mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana hal tersebut adalah metoda pembuatan
sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan dari sabun itu.

Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir kuno terbiasa mandi. Papirus Eber, dokumen kesehatan
sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan tentang kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam
alkali untuk membuat bahan sejenis sabun yang berguna untuk menyembuhkan penyakit kulit dan
juga untuk membersihkan tubuh.

Disisi lain, orang Yunani kuno mandi untuk alas an estetik dan rupanya tidak menggunakan sabun.
Mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Tetapi pada abad
ke 2 M, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan pembersih. Setelah musim
gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun. Menurunnya kebersihan
pribadi dan berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi menambah beratnya wabah besar
di abad pertengahan, dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Pada abad ke-17, kebersihan
dan mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Mandi harian adalah adat yang
biasa di Jepang saat abad pertengahan dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas
adalah perkumpulan populer di sabtu sore.

Zaman Pertengahan

Membuat sabun adalah keahlian yang umum di Eropa pada abad ke-17. Minyak nabati dan hewani
digunakan dengan arang tanaman dan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih
banyak lagi tersedia untuk mencukur, mencuci rambut, mandi dan mencuci. Italia, Spanyol dan
Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun. Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke
12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622 karena Raja James I mengabulkan monopoli kepada
pembuat sabun untuk $100.000 setahun. Pada abad ke-19, sabun adalah pajak tertinggi sehingga
menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk
orang biasa dan standar kebersihan meningkat.

Pembuatan sabun komersial di Amerika colonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya
beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Sabun
pertama kali dipatenkan oleh kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc pada tahun 1791. Dimana saat itu
Leblanc membuat sabun dari soda abu atau sodium karbonat dari garam biasa. Sains dari pembuatan
sabun modern lahir 20 tahun kemudian oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya.
Penelitiannya menjadi dasar untuk pembuatan sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah
itu, pada pertengahan 1800-an penemuan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay membuat sabun
dengan proses amonia, di mana juga menggunakan sodium klorida untuk membuat soda abu.

Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk mengoperasikan pabrik,
membuat satu pembuatan sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika tahun 1850. Hal ini
mengubah sabun dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari.

Ahamad Y. Al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History,
menyebut jika Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan asal Persia, sebagai orang
pertama yang meracik ramuan sabun modern. Orang Arab membuat sabun dari minyak nabati atau
minyak atsiri. Sentra industri sabun pertama diketahui berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di
Palestina. Saat itu sabun sudah berbentuk padat dan cair.

Untuk di Indonesia sendiri, sebelum mengenal sabun masyarakat di Nusantara biasanya mandi
dengan menggosokan lempeng-lempeng batu yang halus untuk membersihkan kotoran yang ada di
tubuh. Agar kulit harum dan halus, mereka nenambahkan mawar, melati, kenanga, sirih, dan minyak
zaitun dalam wadah penampungan air. Kebiasaan ini masih berlangsung hingga 1980-an, terutama di
desa-desa. Bahkan sampai saat ini, sekalipun menggunakan sabun, ada yang merasa belum bersih
tanpa menggosokkan batu ketika mandi.

1.3 Bahan Baku Pembuatan Sabun


1.4

1.2.1 Bahan Baku Utama

1. Minyak atau lemak

Bahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa).
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :

a. Tallow

Tallow adalah lemak hewani yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun. Tallow
merupakan produk yang didapat dari industri pengolahan daging yang diambil dari lemak sapi dan
domba. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak),
kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya
digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam
tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

b. Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat
(60 ~ 65%) danasam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow,
lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang
dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat
diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan
karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu.

d. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun.
Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan
(kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat,
sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit.Minyak inti sawit memiliki kandungan asam
lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa.
Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak
sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah
stearin.

g. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak
tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai bahan baku.

h. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

i. Olive oil (minyak zaitun)

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna
kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

j. Campuran minyak dan lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak
yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling
melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat
membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun (Friadi, 2009).

Salah satu minyak atau lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah refined bleached
deodorized palm oil (RBDPO).

RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)


Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit tipis. Kadar
minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Patterson (1992) menyatakan bahwa minyak
kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil) sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses
pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau
(deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses pemurnian ini disebut refined bleached
deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini
biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan
berbagai industri turunan lainnya. Menurut Departemen Pertanian (2008), proses pemurnian RBDPO
dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% palm fatty acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan
lainnya.

2. NaOH

Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat
higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol. NaOH sering
digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat
yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. Menurut Departemen
Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan digunakan dalam pembuatan sabun transparan
dapat ditentukan dengan melihat besarnya bilangan penyabunan.

Sifat-sifat fisika :

a. Berat molekul : 40 gr/mol

b. Titik didih pada 1 atm : 139 0C

c. Densitas : 2,130 gr/cm3

d. ΔHf0 kristal : -426,73 KJ/mol

e. Kapasitas panas pada 00C : 80,3 J/K.mol

(Perry, 1997)
Sifat-sifat kimia :

a. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam air

b. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan air

c. Bereaksi dengan asam membentuk garam

d. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam air

e. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halida

f. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan gliserin

g. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol

(Othmer, 1976)

1.2.2 Bahan Baku Pembantu

a. Air

Air digunakan untuk melarutkan NaOH dan NaCl mengurangi viskositas sabun cair yang terbentuk
sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat – sifat kimia dan fisika air adalah sebagai berikut :

Sifat – sifat kimia :

1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, karbonmonoksida


membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara)
2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam – logam reaktif lain membebaskan
H2.

3. Air bersifat amfoter

4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur dioksida membentuk basa kalium dan asam sulfat

5. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol ( reaksi
hidrolisis trigliserida).

Sifat – sifat fisika :

1. Berupa zat cair pada suhu kamar

2. Berbentuk heksagonal

3. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna

4. Berat molekul : 18

5. Titik Beku pada 1atm, (0C) :0

6. Titik didih normal 1 atm, (0C) : 100

7. Densitas pada 300C, (kg/m3) : 995,68

b. Gliserin
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan ( additive ) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab
( mouisturizer ) pada sabun. Sifat – sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut :

Sifat – Sifat kimia :

1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis

2. Larut dalam air dan alcohol dengan semua perbandingan

3. Tidak larut dalam eter, benzene dan kloroform

4. Senyawa turunan alcohol (polialkohol) dengan tiga gugus OH

5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat

6. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab

7. Bereaksi dengan kalsium bisulfate membentuk akrolein

Sifat – sifat fisika :

1. Berat Molekul : 92 gr/mol

2. Titik lebur : 17,90C

3. Titik Didih : 2900C

4. Densitas : 1,26 gr/cm3


c. Surfaktan

Surfaktan atau surface active merupakan suatu molekul amphifatic atau amphifilic yang mengandung
gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah
untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel
yang terdispersi dan mengintrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W) atau water in
oil (W/O).

d. Pewangi

Pewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan
menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan
terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,5-5%
untuk campuran sabun. Pewangi yang biasa dipakai adalah Essential Oils dan Fragrance Oils.

Dari diagram alir di atas, maka dapat diuraikan proses pembuatan sabun, yaitu sebagai berikut :

Bahan baku berupa trigliserin masuk ke dalam kolom hidrolizer dengan penambahan katalis ZPO,
akan terjadi proses hidrolisis dengan ditambahkannya uap air panas yang masuk pada suhu 230-
250°C dan tekanan 40-45 atm, sehingga trigliserin terpisah menjadi asam lemak dan triglserin. Reaksi
yang terjadi yaitu :

(RCOO)3C3H5 + 3H2O 3RCOO.H + C3H5(OH)3

Asam lemak yang terbentuk lalu dimasukkan ke dalam flash tank agar suhunya turun dan asam lemak
yang dihasilkan menjadi lebih pekat, kemudian dimasukkan ke kolom high vacuum still hingga proses
destilasi, pada proses ini asam lemak akan menguap sedangkan zat yang tidak diharapkan akan
keluar melalui bawah kolom.

Uap asam lemak yang terbentuk kemudian dilewatkan ke dalam cooler sehingga dihasilkan asam
lemak yang berbentuk pasta murni lalu produk ini disimpan dalam holding tank.
Pada proses pembuatan sabun, bahan baku merupakan lemak yang dipompakan ke dalam mixer, lalu
ditambahakn NaOH dan diaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi proses saponifikasi atau
penyabunan. Reaksi yang terjadi adalah :

R.COO.H +NaOH RCOO.Na + H2O

Lalu dimasukkan ke dalam blender dengan kecepatan rendah agar campuran homogeny, Pada
blender terjadi pencampuran dengan bahan-bahan lain yang dibutuhkan, seperti parfum, TCC, dan
sebagainya. Kemudian produk sabun telah jadi, dan untuk finishing diteruskan dengan dipompa
melalui jalur dipanaskan ke bar sabun untuk sabun batangan dengan menggunakan tekanan, untuk
menghasilkan detergen menggunakan pengering semprot sehingga diperoleh sabun berupa serbuk
atau bubuk , dan untuk sabun cair yang dikeluarkan dari bagian bawah alat secara langsung
kemudian diikuti dengan operasi pengemasan.

Metode – Metode Pembuatan Sabun

Untuk mendapatkan sabun berkualitas dapat menggunakan dua metode[104-

107], yaitu:

a. Metode Batch

Pada metode batch, lemak atau minyak terlebih dahulu dipanaskan dengan

Sebuah alkali (NaOH atau KOH) berlebih pada sebuah ketel. Bila penyabunan

Selesai, ditambahkan garam-garam agar dapat mengendapkan sabun. Pada lapisan

Air yang terkandung gliserol, garam, dan kelebihan alkali dipisahkan dan pada
Proses penyulingan[108] akan memperoleh gliserol. Endapan sabun gubal

Dicampur[109] dengan garam, gliserol, dan gliserol lalu dimurnikan menggunakan

Air dan diendapkan berkali-kali dengan garam. Pada proses akhir endapan

Melakukan perebusan menggunakan air agar menghasilkan campuran halus yang

Berupa lapisan homogen[110] dan mengapung. Sabun tersebut bisa dijual tanpa

Adanya pengolahan lanjut. Seperti pasir atau batu apung sebagai bahan pengisi

Dapat ditambahkan sebagai pembuatan sabun gosok. Dengan beberapa perlakuan

Dibutuhkan pada sabun gubal agar dapat menjadi sabun mandi, sabun obat, sabun

Bubuk[111], sabun cuci[112], sabun apung (dilarutkan di udara), sabun wangi, dan

Sabun cair.

b. Metode Kontinu

Metode ini adalah metode yang banyak dilakukan pada zaman modern ini,

Lemak atau minyak terhidrolisis oleh air pada suhu dan tekanan tinggi dengan

Dibantu oleh katalis[113] seperti sabun seng[114]. Minyak atau lemak dimasukkan

Dengan secara kontinu dari ujung reaktor besar salah satunya. Gliserol dan asam

Lemak yang telah terbentuk kemudian mengeluarkannya dari ujung yang


Berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan

Dengan alkali untuk menjadi sabun.

Anda mungkin juga menyukai