Anda di halaman 1dari 13

HAKIKAT BUDAYA JAWA KAITANNYA DENGAN AGAMA HINDU DI

BALI

Oleh: Poniman
Dosen Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar

Abstrak

Keberadaan budaya Bali telah berlangsung dengan adanya pengaruh asing. Demikian pula ketika
Agama Hindu dan Buddha dianut oleh masyarakat Bali. Hal itu juga mempengaruhi Agama Hindu di
Bali yang sampai saat ini terlihat dominan dan memberi rona serta mewarnai budaya dan kehidupan
masyarakat Bali. Sampai saat ini, keberadaan Agama dan Budaya Bali menghadapi tantangan
global, tantangan materialisme, dan bahkan dampak perkembangan Media Sosial mempengaruhi
kebudayaan Bali. Mengetahui Hakikat Budaya Jawa dalam kaitanya dengan perkembangan Hindu
di Bali membentuk karakter Hindu Bali yang pada akhirnya menjadi Budaya Bali. Agama Hindu
di Bali lebih terlihat pada Adat dan Tradisinya, hal ini diakibatkan adanya pembudiyaan Agama
menjadi praktik kehidupan nyata. Sehingga keberadaan Agama Hindu tidak secara jelas terlihat
dengan kitab Wedanya sebagai dasar pedomannya melainkan Lontar-Lontar yang dijadikan praktik
dalam adat baik dalam ritual maupun nyastra sehingga tidak dijumpai ketika acara keagamaan
memakai Weda sebagai bahan bacaan di Pura maupun dalam pedoman ritualnya.
Kata Kunci : Budaya , agama Hindu

Abstract

The existence of Balinese culture has taken place in the presence of foreign influences. Similarly,
when Hinduism and Buddhism were embraced by Balinese people. It also affects Hinduism in Bali,
which until now seems dominant and gives a hue and coloring the culture and life of Balinese people.
Until now, the existence of the Religion and Culture of Bali faced global challenges, the challenges
of materialism, and even the impact of the development of Social Media influenced Balinese culture.
Knowing the Nature of Javanese Culture in relation to the development of Hinduism in Bali forms
the character of Balinese Hinduism which eventually becomes the Balinese Culture. Hinduism in
Bali is more visible in Adat and Tradition, this is due to the formation of Religion as a real-life
practice. So that the existence of Hinduism is not clearly seen with the Wedanya book as the guiding
basis but Lontar-Lontar which is used as a practice in adat both in rituals and literature so it is not
found when religious events use Vedas as reading material in Pura and in ritual guidelines.
Keywords: Culture, Hinduism

A.Pendahuluan Bali. Demikian jika disimak ketika suatu postingan


di media sosial. Namun demikian tidak banyak
Sudah menjadi bahan perbincangan yang
yang memperbincangkan ketika sesungguhnya
panjang, ketika perkembangan umat Hindu di
keberadaan Budaya Bali banyak dipengaruhi
Jawa saat ini dipengaruhi oleh masuknya Budaya
oleh Budaya Jawa. Maka melalui tulisan ini

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 1


sedikit akan menggugah serta mengingatkan B. Hakikat Budaya Jawa
bahwa munculnya peradaban manusia itu selalu
Mulanya diceritakan dalam berbagai tulisan
mengalami perubahan yang didalamnya banyak
bahwa Pulau Jawa seolah terbungkus oleh misteri,
terdapat sumber yang mempengaruhinya sehingga
karena sama sekali tidak diketahui keberadaannya
terbentuknya suatu Budaya. Demikian Budaya
oleh dunia sampai pulau ini dikunjungi oleh
yang diciptakan manusia akan selalu mengalami
peziarah dari China, Fa Hien pada tahun 412
perubahan seiring perkembangan jamannya.
Masehi. Namun berdasarkan buku Sejarah Gaib
Keberadaan Agama Hindu di Bali dan Budaya
Tanah Jawa, karangan CW Leadbeater, Cetakan 1
Bali terlihat memiliki perpaduan tampak sejak
Maret 2015, disebutkan, pada 2.000 tahun sebelum
masa prasejarah Bali. Dari tinggalan arkeologi
masehi (SM), dan dikatakan bahwa keberadaan
ditemukan bahwa Bali telah mengadakan
Pulau Jawa sudah menjadi koloni bangsa Atlantis,
hubungan dengan India, China dan Jawa.
akan tetapi saat Atlantis mengalami kehancuran,
Keberadaan budaya Bali telah berlangsung dengan
adanya pengaruh asing. Demikian pula ketika Pulau Jawa menjadi suatu negeri terpisah antara
Agama Hindu dan Buddha dianut oleh masyarakat berbagai pulau lainnya.
Bali. Hal itu juga mempengaruhi Agama Hindu Sejak jaman kerajaan hingga saat ini
di Bali yang sampai saat ini terlihat dominan keberadaan Pulau Jawa adalah pulau yang menjadi
dan memberi rona serta mewarnai budaya dan aikon disamping pulau lainnya di Nusantara. Hal
kehidupan masyarakat Bali. Walaupun demikian, itu beralasan sebab di pulau ini pusat administrasi
kedatangan dan pengaruh Agama Buddha, Kong pemerintahan Indonesia di jalanan. Oleh
Hu Chu, Tao juga kepercayaan masa prasejarah karenanya pulau ini menjadi pualu terpadat di
bersinergi dengan pertumbuhan budaya Bali. Indonesia. Sebelum  islam masuk di pulau jawa
Sejak keruntuhan Majapahit di Jawa Timur, Bali terlebih dahulu agama hindu budha masuk dan
mampu mempertahankan identitas budayanya. menjadi agama yang di ikuti masyarakat jawa.
Pengaruh Islam turut pula memberi warna dalam Pada perkembangannya terjadilah akulturasi
perkembangan kebudayaan Bali. Pada masa Budaya Jawa dan Agama Hindu-Budha yang
penjajahan Belanda, para misionaris Kristen di bawa para pedagang dan biksu dari India,
(Katolik dan Protestan) juga mengembangkan menghasilkan budaya yang baru. Apalagi setelah
sayapnya di Bali yang berlanjut dengan adanya pengaruh Islam masuk di Jawa yang di
pergerakkan kebangsaan, yang kemudian diikuti bawa para pedagang dan para wali, budaya di
dengan tumbuh dan berkembang nasionalisme jawa semakin ter akulturasi dari islam dan agama
Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut Bali Hindu Budha. Oleh karena itu sesungguhnya
semakin mampu menunjukkan jati dirinya dan Budaya Jawa merupakan Akulturasi dari Budaya
budaya Bali mulai tampil di berbagai belahan Hindu-Buddha dan Islam yang datang ketika
dunia seperti telah dijelaskan di atas. masa kerajaan yang hingga saat ini masih menjadi
Sampai saat ini, keberadaan Agama dan perdebatan Identitasnya. Lalu bagaimana dengan
Budaya Bali menghadapi tantangan global, kebradaan Agama Hindu di Bali, berikut akan
tantangan materialisme, dan bahkan dampak dipaparkan agar dapat memberikan benang merah
perkembangan Media Sosial mempengaruhi dalam menyikapi keberadaan Agama Hindu
kebudayaan Bali. Bagaimana Hakikat Budaya dan Budaya Bali yang sampai kini juga menjadi
Jawa kaitannya dengan Agama Hindu Bali yang bahan perdebatan intelektual dalam khasanah
membentuk Budaya Bali tersebut akan dibahas identitasnya.
dalam tulisan ini.

2 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


C. Hakikat Agama Hindu di Bali mendalam terhadap hakekat Tuhan Yang Maha
Esa, jiwa, penciptaan, bentuk pemujaan dan tujuan
Untuk memahami keberadaan Agama Hindu
kehidupan ini. Hindu Dharma tidak bersandar
yang berkembang di Bali, maka perlu dipahami
pada satu doktrin tertentu ataupun ketaatan
dasar disebutnya sebagai Agama Hindu bahwa
akan beberapa macam ritual tertentu maupun
tidak lepas dari Kitab Suci Weda sebagai pedoman
dogma-dogma atau bentuk-bentuk pemujaan
keberagamaannya. Selain kitab suci Veda (Úruti)
tertentu. Ia memperkenalkan kepada setiap orang
yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa sebagai
untuk merenungkan, menyelidiki, mencari dan
sumber tertinggi, dikenal pula hiarki sumber
memikirkannya, oleh karena itu, segala macam
ajaran Agama Hindu yang lain yang merupakan
keyakinan/Úraddhà, bermacam-macam bentuk
sumber hukum Hindu adalah Småþi (kitab-kitab
pemujaan atau Sàdhana, bermacam-macam ritual
Dharmaúàstra atau kitab-kitab hukum Hindu), Úìla
serta adat-istiadat yang berbeda, memperoleh
(yakni tauladan pada mahàrûi yang termuat dalam
tempat yang terhormat secara berdampingan
berbagai kitab Itihàsa (sejarah) dan Puràóa (sejarah
dalam Hindu Dharma dan dibudayakan serta
kuno), Àcàra (tradisi yang hidup pada masa yang
dikembangkan dalam hubungan yang selaras
lalu yang juga dimuat dalam berbagai kitab Itihàsa
antara yang satu dengan yang lainnya.
(sejarah) dan Àtmanaûtuûþi, yakni kesepakatan
bersama berdasarkan pertimbangan yang matang Tafsiran terhadap Hindu Dharma di dalam
dari para mahàrûi dan orang-orang bijak yang Mahàbhàrata dapat dijumpai sebuah pernyataan
dewasa ini diwakili oleh majelis tertinggi umat : “Bukanlah seorang mahàrûi (muni) bila tidak
Hindu dan di Indonesia disebut Parisada Hindu memberikan pendapat terhadap apa yang
Dharma Indonesia Pusat yang dipresentasikan dipahami” (Radhakrishnan, 1989: 27). Inilah
dengan kedudukan Sabha Pandita sebagai organ salah satu ciri atau karakteristik dari Hindu
tertinggi Parisada, sedang Pengurus Harian adalah Dharma. Karakteristik atau ciri khas lainnya
sebagai eksekutan yang bila melanggar AD/ART yang merupakan barikade untuk mencegah
dapat diberhentikan oleh Sabha Pandita. Majelis berbagai pandangan yang memungkinkan tidak
yang dipresentasikan oleh Sabha Pandita inilah menimbulkan pertentangan di dalam Hindu
yang berhak mengeluarkan Bhìûama (semacam Dharma adalah Adikàra dan Iûþa atau Iûþadevatà.
fatwa) bilamana tidak ditemukan sumber atau Adikàra berarti kebebasaan untuk memilih
penjelasannya di dalam sumber-sumber ajaran disiplin atau cara tertentu yang sesuai dengan
Hindu yang kedudukannya lebih tinggi. kemampuan dan kesenangannya, sedangkan Iûþa
atau Iûþadevatà adalah kebebasan untuk memilih
Keberadaan Hindu Dharma yang berkembang
bentuk Tuhan Yang Maha Esa yang dijelaskan
di Bali memperkenalkan kemerdekaan mutlak
daalam kitab suci dan susatra Hindu, yang ingin
terhadap pikiran rasional manusia. Hindu Dharma
dipuja sesuai dengan kemantapan hati.
tidak pernah menuntut sesuatu pengekangan
yang tidak semestinya terhadap kemerdekaan Svami Sivananda, seorang dokter bedah
dari kemampuan berpikir, kemerdekaan dari yang pernah praktek di Malaya (kini Malaysia)
pemikiran, perasaan dan pemikiran manusia. Ia kemudian meninggalkan profesinya itu menjadi
memperkenalkan kebebasan yang paling luas seorang Yogi besar dan rohaniawan agung pendiri
dalam masalah keyakinan dan pemujaan. Hindu Divine Life Society menyatakan: Hindu Dharma
Dharma adalah suatu agama pembebasan. Ia sangatlah universal, bebas, toleran dan luwes.
memperkenalkan kebebasan mutlak terhadap Inilah gambaran indah tentang Hindu Dharma.
kemampuan berpikir dan perasaan manusia Seorang asing merasa terpesona keheranan apabila
dengan memandang pertanyaan-pertanyaan yang mendengar tentang sekta-sekta dan keyakinan

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 3


yang berbeda -beda dalam Hindu Dharma; Brahman, para dewa manifestasi-Nya dan Avatara-
tetapi perbedaan-perbedaan itu sesungguhnya Nya, keyakinan terhadap kebenaran Atman, roh
merupakan berbagai tipe pemahaman dan atau jiva yang menghidupkan semua mahluk dan
tempramen, sehingga menjadi keyakinan yang Atman merupakan percikan-Nya (Brahman/Tuhan
bermacam-macam pula. Hal ini adalah wajar. Yang Maha Esa) Yang Trancendent maupun Yang
Hal ini merupakan ajaran yang utama dari Hindu Immanet. Úraddhà, keyakinan atau keimanan
Dharma; karena dalam Hindu dharma tersedia yang ketiga adalah terhadap kebenaran adanya
tempat bagi semua tipe pemikiran dari yang Karmaphala (hukum perbuatan), keimanan yang
tertinggi sampai yang terendah, demi untuk keempat adalah keyakinan terhadap penjelmaan
pertumbuhan dan evolusi mereka (Sivananda, kembali, Samsara (rebith) dan yang kelima adalah
1988: 134). Mokûa, yakni kebebasan tertinggi yang mesti
Karakteristik Ajaran Hindu Dharma sebagai dicapai umat manusia, bersatunya Atman dengan
telah diuraikan di atas, tidaklah berarti ajaran Brahman, Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Hindu itu tidak jelas dan menafsirkannya Keanekaragaman yang ada terlihat dalam
di luar kewenangan dan jangkauan kitab suci. bentuk luarnya, namun memiliki satu keragaman
Untuk itu pada masa berdirinya kerajaan di dan satu tujuan mewujudkan kesejahtraan jasmani
Jawa disalinlah tulisan-tulisan dari Kitab Suci dan rohani serta bersatunya Àtman dengan
dari Bahasa Sansekerta kedalam bahasa Jawa Brahman. Kalimat ini kemudian diformulasikan
Kuno. Hal ini guna mempermudah dalam dan dijadikan motto oleh Sri Ramakrishna
mempelajarinya dan bukti itu bisa kita jumpai Mission, sebagai berikut.
sampai saat ini di Bali adanya teks-teks suci yang
“Àtmanaá Mokûàrthaý Jagadhitàya ca”
tertulis dalam Lontar-Lontar baik yang diarsipkan
di Pusat Dokumentasi daerah maupun di berbagai (merealisasikan Sang Diri, Àtman yang
tidak lain adalah percikan Tuhan Yang
tempat lainnya di Bali. Tulisan dalam lontar
Maha Esa untuk mewujudkan kesejahtraan
memakai aksara Jawa dan berbahasa saksekerta
lahir dan kebahagian bathin (Mahadevan,
serta Jawa-Kuno. Tidak dijumpai adanya tulisan 1984: 297).
kuno yang memakai bahasa daerah Bali hal ini
menunjukkan bahwa sesungguhnya Teks-teks
dalam Lontar di Bali merupakan karya dari Jawa Mewujudkan Jagadhita (kesejahtraan lahiriah)
yang disebarluaskan sampai ke Bali. dan Mokûa (kebahagian yang sejati) adalah
tujuan Hindu Dharma dan juga sekaligus pula
Demikian banyaknya variasi di dalam Hindu tujuan hidup manusia.
Dharma, namun sesungguhnya ajarannya dimana-
mana dan kapan saja sama. Essensi ajaran Hindu Sedangkan yang menjadi tujuan Agama
Dharma yang bersumber dan mengalir dari kitab Hindu yang dirumuskan dalam kalimat:
suci Veda dengan susatra Hindu lainya yang ditulis mokûàrthaý jagadhitàya iti dharmaá, yang
dalam berbagai bahasa dirumuskan dalam ajaran maknanya melalui ajaran agama untuk mencapai
Úraddhà (Tattva) atau keimanan, dilaksanakan jagadhita dan mokûa. Ajaran Agama Hindu
dan diejawantahkan dalam prilaku Tata Suúìla bagaikan aliran sungai mengaliri berbagai budaya
atau budi pekerti berdasarkan ajaran Dharma dan dan peradaban umat manusia, sejak diturunkan
ekspresinya nampak pada dalam Àcàra Agama. oleh-Nya di lembah sungai Sindhu hingga ke
Indonesia mulai ndari kalimantan sampai Jawa
Ajaran Úraddhà yang merupakan dasar dan Bali, agama ini menyuburkan lembah-lembah
keimanan Hindu Dharma di Bali dirumuskan kehidupan, peradaban dan budaya umat manusia
dalam Pañca Úraddhà, yakni keyakinan terhadap

4 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


yang dilalui itu. Agama Hindu menjadi jiwa dari Kronologi gerabah India di Sembiran mungkin
segala aktivitas pemeluknya serta peradaban dan berasal dari awal abad Masehi atau sekitar 2.000
budaya yang mereka anut. Menyatunya antara tahun yang lalu (Ardika, 1997:62).
agama dan budaya, seperti jalinan benang tenun Pada masa bercocok tanam, dengan
(kain endek Bali), yang menyatu sedemikian rupa memperhatikan tipologi tinggalan beliung persegi
dengan keindahannya yang mempesona. Di setiap di Bali, maka dapat dikatakan bahwa Bali pada
wilayah yang dialiri oleh ajaran agama Hindu masa itu telah mempunyai hubungan budaya
terjadi sinergi yang mempelihatkan identitas yang luas dengan daerah lainnya di kepulauan
budayanya masing-masing, oleh karena itu akan Indonesia maupun di Asia Tenggara (di antaranya
tampak dalam àcàra Agama Hindu di masing- Malaysia, Burma, Kamboja, Thailand, Laos, dan
masing daerah, baik di India (tampak berbeda bahkan dengan China dan Formosa). Hubungan
pelaksananan Agama Hindu di India Utara, yang demikian luas terjadi akibat adanya migrasi
Selatan, Barat, dan lain-lain karena faktor budaya yang disebabkan oleh pencarian daerah yang
pendukung agama tersebut), demikian pula di lebih subur untuk kepentingan perladangan. Hal
Indonesia, tampak perbedaan antara Agama Hindu ini ditunjang oleh kamajuan teknologi alat-alat
yang dipeluk oleh warga Dayak Kaharingan, batu dengan beberapa macam tipologi yang dapat
Hindu yang dipeluk oleh masyarakat Jawa dan dipergunakan dalam pekerjaan khusus seperti
sebagainya yang semuanya memiliki identitas pembuatan perahu sebagai alat transportasi laut
budayanya masing-masing yang memberi warna dalam penyeberangan dari pulau ke pulau lain di
budaya agama yang berbeda-beda. kawasan Asia Tenggara (Suastika, 1997:38).
D. Keberadaan Bali pada Masa Prasejarah Sejalan dengan penelitian Suastika di atas,
kini kepemilikan tanah di Desa Catur, Kintamani,
Bisa dikatakan bahwa Pulau Bali sebagai
Bangli lebih banyak dimiliki oleh etnis China
sebuah pulau kecil di hamparan katulistiwa
yang memang mereka diduga telah datang ke
Nusantara sejak masa prasejarah ikut serta dalam
Bali pada masa pertama kalinya terjadi hubungan
pertumbuhan budaya yang menjadi akar dari
antara Bali dengan China. Di Desa Catur, hingga
perkembangan kebudayaan nasional. Penelitian
kini diwarisi adanya pemujaan versi China yang di
arkeologi yang selama ini dilakukan di Bali telah
tempatkan di komplek Pura Desa di desa tersebut.
berhasil mengungkapkan awal hubungan daerah ini
Oleh umat Hindu setempat disebut sebagai tempat
dengan India. Di situs Sembiran telah ditemukan
memuja Ratu Subandar. Hal yang sama dapat
puluhan fragmen gerabah India dengan pola hias
dijumpai di Pura Balingkang, Pura Ulundanu
rolet, dua buah fragmen tepian gerabah Arikamedu
Batur, Kintamani, dan Pura Penataran Agung
(India) tipe 10, dua buah tepian gerabah tepian
Besakih. Rupanya sejak zaman prasejarah Bali
Arikamedu tipe 18, sebuah gerabah Arikamedu
masyarakat Bali telah bersinergi dengan etnis luar
tipe 141, dan sebuah batu bertulis dengan huruf
(khususnya China).
Kharoshti atau Brahmi. Selain itu, ratusan
pecahan gerabah yang dipoles dengan warna Demikian pula pada masa perundagian. Masa
hitam kemungkinan juga berasal dari India karena perundagian adalah puncak segala kemajuan yang
mempunyai kandungan kimiawi dan mineral yang berhasil dicapai yakni merupakan perkembangan
sama dengan gerabah berpola hias rolet tersebut. lebih lanjut dari masa bercocok tanam. Penduduk
Perlu dicatat bahwa situs Sembiran dan Pacung yang hidup bergabung dalam suatu desa, sudah
di Bali Utara telah menghasilkan temuan gerabah berhasil mencapai suatu taraf yang baik dengan
India terbanyak sampai saat ini di Asia Tenggara. penguasaan teknologi yang tinggi seperti teknik
pembuatan gera­ bah, kepandaian menuang

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 5


perunggu. Masa perundagian telah menghasilkan administrasi pemerintahan pusat dan orang-orang
kebudayaan Indonesia asli yang bernilai tinggi di desa-desa, peraturan di bidang keagamaan,
ka­rena dijiwai oleh konsepsi alam pikiran yang aturan yang berhubungan dengan pengairan,
hidup di dalam masyarakat pada waktu itu (Putra, perpajakan, dan sebagainya. Sumber lainnya adalah
1987:50). peninggalan purbakala, arca-arca dan artifak-
Kerajinan menuang benda-benda perunggu artifak. Berdasarkan ungkapan Swellengrebel di
yang dibentuk menjadi bermacam-macam benda atas maka kehidupan keagamaan di Bali dapat
yang diinginkan, dapat disebut­ kan sebuah di dikaji melalui sumber-sumber tersebut di atas.
antaranya yang ditemukan di Bali yang kini disim­ Hubungan Jawa dan Bali serta Nusantara
pan di Pura Penataran Sasih Pejeng, Gianyar yakni dengan India di masa yang silam dapat diketahui
oleh masyarakat dinamakan “Bulan Pejeng” atau dari kitab Ràmàyaóa karya Mahàrûi Vàlmìki, pada
Nekara. Pembuatan Nekara ini dengan cara cire Kiûkindhakàóða (XL.30) menyebutkan nama
perdue atau cetakan hilang. Namun, yang perlu Javadvìpa dan Saptaràjya, yang menurut Nabin
diperhatikan di sini adalah fungsi benda tersebut Chandra Das (Widnya, 2001) Saptaràjya adalah
se­bagai benda upacara keagamaan seperti upacara tujuh tempat, yaitu Suvaróadvìpa (Sumatra),
untuk mohon hujan, di samping ditemukannya Kalimantan (Borneo), Sulawesi (Celebes), Irian
hiasan kodok pada bagian bidang pukul­nya dan Jaya (West New Guinea), Bali, Java, dan Malaya
juga sebagai genderang perang (Putra, 1987:51, (Misra,1989: VI).
Ardana, 1982: 50). Hubungan antara India dengan Bali
Selanjutnya pada masa perundagian, diungkapkan pula oleh Sarkar (Phalgunadi,
keberadaan seni pahat sudah berkembang 1991:33) termuat dalam kitab Båhatsaýhità dan
dengan baik, terbukti dari pola hias kedok Kathàsaritsàgara yang membuktikan sudah adanya
muka pada tonjolan beberapa sarkofagus serta kontak antara Bali dengan India dalam bidang
arca-arca sederhana dari beberapa desa di Bali. perdagangan dan agama. Kedua buku di atas
Kemungkinan besar bahwa seni pahat dari masa menyebutkan nama Bali sebagai Nàrikeladvìpa.
perundagian inilah selanjutnya menjadi dasar bagi Sedangkan Pulau jawa disebut sebagai Jawa
perkembangan seni pahat di Bali setelah Agama Dwipa. Menurut Damais yang dimaksud dengan
Hindu sampai di daerah ini (Darsana, 1997: Bhùmi Nàrikela adalah Pulau Bali yang menurut
25). Sejalan dengan pandangan tersebut maka anggapannnya dapat dibuktikan dari sejumlah
kepercayaan dan budaya pada masa prasejarah Bali prasasti yang ditemukan di pulau ini. Banyak
merupakan landasan masuk dan berkembangnya prasasti Bali yang menyebutkan Bali sebagai
Agama Hindu dan pertumbuhan kebudayaan Bali. pulau kelapa. Prasasti Poh (tahun 905 Masehi)
menyebutkan “vanua ri rùmakûan riò nyù”
E. Perkembangan Agama Hindu dan Buddha yang berarti pulau kelapa. Weber (1974: 202,
di Bali 213) menyatakan Båhatsaýhità ditulis oleh
Tentang sejarah perkembangan agama Hindu Varamihira pada abad ke-5 atau ke-6 Masehi dan
di Bali, seperti diungkapkan oleh Swellengrebel Kathàsaritsàgara ditulis oleh Somadeva pada abad
(1960:17) sumber utamanya adalah prasasti- ke-11 Masehi. Di dalam kitab Mañjuúrì Mùlakalpa
prasasti yang dikeluarkan oleh para raja yang secara tegas disebutkan nama Pulau Bali. Kitab ini
banyak jumlahnya baik yang tertulis pada batu diduga ditulis pada abad ke-7 Masehi (Widnya,
maupun pada logam (tembaga). Prasasti-prasasti 2001: 5) yang menunjukkan bahwa saat itu telah
itu menceritakan para raja yang memerintah terjadi hubungan antara Bali dengan India.
dan para menterinya, hubungannya dengan Agama Hindu dan Buddha dikenal sebagai

6 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


agama yang berasal dari sumber yang sama. pandita (priestly religion) dan dalam bentuk
Tinggalan prasasti dan arkeologi menunjukkan kepustakaan (literature), khususnya dalam bentuk
kedua agama ini hampir bersamaan tiba di Bali. epik besar. Dalam epik besar ini, tidak semuanya
Berdasarkan fragmen prasasti yang ditemukan sekta Saivasiddhanta, tetapi dapat diketahui dan
di Pejeng, Gianyar, Agama Hindu sekta Saiva diakui adanya tiga Dewa Brahma, Siva dan Visnu
(Saivapaksa) diduga berkembang pada abad ke-8 meskipun dalam epik itu ada yang spesifik, yaitu
Masehi. Fragmen prasasti ini ditulis memakai penekanan kepada Sivaistik dan Visnuistik. Dari
bahasa Sanskerta dan bila dibandingkan dengan kepustakaan tersebut diketahui akar dari hukum-
stempel tanah liat yang berisi mantram agama hukum dan orang Bali mengetahui ajaran Agama
Buddha yang disebut dengan ye-te mantra..... Hindu. Dalam epik Agama Hindu ditemukan
rupanya sezaman sehingga diduga berasal dari banyak Dewa (Brahma dengan Saktinya Sarasvati,
tahun 778 Masehi. Pada baris pertama dari Siva dengan Durga, Visnu dengan Sri dan juga
prasasti tersebut tertulis: “Sivas.....ddh..... yang Ganesa, Dewa-Dewa yang populer dalam epik),
tidak mungkin berarti Sivasiddhanta (Ardana, banyak raksasa, dan roh-roh jahat. Di samping itu,
terdapat penjelasan tentang persembahan, tempat-
1982:20).
tempat pemujaan, dan kalender untuk menentukan
Data lainnya yang juga dapat menunjukkan waktu penyelenggaraan upacara. Selain itu, juga
sekta Saiva berkembang di Bali pada abad ke-8 terdapat upacara-upacara untuk keperluan rumah
Masehi adalah peninggalan purbakala, yakni tangga, upacara pembakaran jenasah (kremasi)
berupa sebuah arca yang disebut arca Siva yang bagi orang yang meninggal, upacara siklus hidup
ditemukan pada sebuah pura bernama Putra dari sejak lahir sampai mati, arti upacara-upacara,
Bhattara Desa di Desa Bedahulu (Sttuterheim, dan juga persembahan yang besar. Dalam hal ini
1935:35). Arca ini berasal dari periode Hindu- Agama Hindu banyak berhubungan dengan ajaran
Balinese Art, yakni dari abad ke-8 Masehi, pada agama asli orang Bali, sehingga merupakan daya
saat yang bersamaan juga ditemukan arca Siva tarik bagi orang Bali untuk menjadi penganut
pada beberapa candi di kompleks Candi Dieng, Agama Hindu-Bali yang baik. Sebagaimana
Jawa Tengah (Kempers, 1959: 31). Data yang dinyatakan oleh Goris, seperti tersebut di atas, maka
lebih autentik adalah data prasasti Sukawana kedatangan Agama Hindu yang dibawa oleh para
A I yang berasal dari tahun 882 Masehi, yakni pandita sangat memungkinkan untuk mendapat
menyebutkan tiga tokoh agama, yaitu: bhiksu dukungan sepenuhnya dari raja-raja Bali yang
(pandita Buddha) Siva Kangsita, Siva Nirmala, berkuasa pada masa yang silam. Hal ini terbukti
dan Sivaprajña yang membangun pertapaan di hingga kini masih tampak peranan pandita istana
puncak gunung Cintamani (Goris, I, 1954: 53). (purohita atau bhagawanta) sangat menentukan
Di sini tidak dijelaskan agama yang dipeluk oleh dalam kaitannya dengan upacara Yajna yang
dilakukan oleh pihak kerajaan. Demikian pula
ketiga pandita itu. Oleh karena ada kata bhiksu
dalam pengembangan susastra Hindu, peranan raja
yang menunjukkan pandita Buddha dan nama
tidak kalah pentingnya. Perkembangan susastra
Siva atau barangkali kedua agama itu disatukan
Hindu di Bali, baik dengan media bahasa Jawa
(Sivabuddha) seperti pada masa pemerintahan
Kuna dan Tengahan maupun sastra Bali hingga
Raja Udayana, karena sejak abad ke-10 Masehi
kini masih berlangsung.
kedua agama itu, yakni Siva dan Buddha menjadi
agama negara (agama resmi)(Ardana, 1982: 21). Adanya penelitiannya terhadap 4 raja yang
berkuasa pada masa Bali Kuna, Semadi Astra
Menurut Goris (1960: 98), kedatangan (1997:280) menemukan ada 16 orang pemuka
Agama Hindu di Bali dalam dua bentuk, yakni agama Siva dan 12 orang pemuka agama Buddha,
dalam bentuk agama yang dibawa oleh para sebagai berikut.

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 7


Kahyangan Tiga, yaitu Pura Desa, Puseh, dan
PEMUKA AGAMA PEMUKA AGAMA Dalem. Patapan merupakan tempat untuk bertapa.
SIVA BUDDHA
1. M p u k w i n g 1. Mpukwing Kutihanyar Sima merupakan daerah perdikan yang tugasnya
Dharmahanyar memelihara bangunan suci yang ada di daerah itu.
2. Mpukwing Hyang 2. Mpukwing Canggini Kamulan rupa-rupanya masih tertinggal menjadi
Padang
3. Mpukwing Binor 3. M p u k w i n g sanggah kamulan di Bali yang sekarang berfungsi
Bajrasikhara sebagai tempat penghormatan roh suci leluhur.
4. M p u k w i n g 4. Mpukwing Kadhiran
M p u k w i n g Meru merupakan bangunan suci berbentuk atap
Lokeswara tumpang terbuat dari ijuk.
5. Mpukwing Banyu 5. M p u k w i n g
Garuda Dharmaryya
Akhirnya perlu ditegaskan kembali bahwa
6. M p u k w i n g 6. Mpukwing Waranasi
Makarun pengaruh Budaya Jawa sangat besar di Bali sejak ibu
7. Mpukwing 7. M p u k w i n g Airlangga (Mahendradattagunapriyadharmapatni)
Antakunyarapada Barabahung
sebagai raja yang amat berkuasa di Bali. Prasasti-
8. Mpukwing 8. Mpukwing Karana prasasti yang diterbitkan sebelumnya berbahasa
Udayalaya
9. Mpukwing Kanya 9. M p u k w i n g Bali Kuno yang bercampur dengan bahasa Jawa
Raganagara Kuno, maka sejak tahun 1.022 semua prasasti murni
10. M p u k w i n g 10. M p u k w i n g
Kusumahajika Purwanagara menggunakan bahasa Jawa Kuno (Satyawati,
11. M p u k w i n g 11. Mpukwing Nalnyja 1978:44). Dalam bidang susastra sejak pengaruh
Kusumadanta Hindu masuk ke Bali, pada mulanya tampak
(Puspadanta)
pengaruh bahasa Sanskerta dan Bali kuno, namun
12. M p u k w i n g 12. Samgat
perkembangan berikutnya pengaruh bahasa Jawa
Kunjarapada Mangirengngireng
Wandami Kuno atau Kawi sangat mendominasi, seperti
13. M p u k w i n g
Pasabhan dinyatakan oleh T. Goudriaan (1980: 31) berikut.
14. M p u k w i n g
Sikharadwara
15. Mpukwing Hyang In Bali, the sign of a Hinduised culture are
karampas found from 8th century onwards. One might
16. Samgat Juru
Wadwa rightly speak of an independent Hindu-Balinese
culture besides the Hindu-Javanese one of
Berdasarkan jumlah pemuka agama yang Java; some facts is that the oldest Balinese
inscriptions are written in Sanskrit and Old
tersebut dalam jabatan pemerintahan empat raja
Balinese. From about the year 1000 onwards.
pada zaman Bali Kuna di atas, dapat dinyatakan
Old Balinese is gradually pushed aside by Old
bahwa pemeluk Agama Hindu lebih banyak Javanese; a sign of the increasing dominance
dibandingkan dengan agama Buddha. of Java over the much smaller Bali. In the
Mengenai bangunan suci terkait dengan 14th century, Bali even became a centre for
kedua agama di atas, sumber prasasti hanya the study of old Javanese literatuer. The influx
of Islam, which did not touch Bali, completed
menyebut beberapa istilah, seperti satra, patapan,
the role of this island as a presever of Hindu-
hyang, vihara, sima, sala, kaklungan, pendem, Javanese culture and literary treatures, a role
kamulan, meru, dan sebagainya. Di antara which it has maintained up to these days.
nama-nama tersebut, wihara jelas merupakan
pesanggrah­an bagi para pendeta Buddha, hyang Tentang susastra Jawa Kuno atau Kawi
singkatan dari istilah kahyangan yang berarti yang mendominasi susastra Hindu di Bali, baik
tempat suci. Sampai sekarang di Bali tiga buah dalam genre parwa, kakawin, dan kidung telah
pura di tiap-­tiap desa pakraman (desa adat) disebut dikaji secara komprehensif oleh P.J. Zoetmulder

8 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


dalam karya monumentalnya Kalangwan. A mata setengah terbuka, pandangan mengarah ke
Survey of Old Javanese Literature (1974) dan ujung hidung. Ciri-ciri arca ­semacam ini dapat
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dijumpai dalam stupika-stupika tanah liat yang
oleh Dick Hartoko SJ. Kalangwan, Sastra Jawa banyak didapatkan di sekitar desa Pejeng, Tatiapi,
Kuno Selayang Pandang (1983). Demikian pula dan Blahbatuh tetapi arca ini bersifat Buddhist.
hal yang sama dilakukan oleh Rajendra Mishra Untuk arca Hindu dapat dicontohkan arca Siwa
dalam Sejarah Kesusastraan Sanskerta (1989: 84) yang terdapat di Pura Putra Bhatara Desa Bedulu.
yang menjelaskan secara gamblang sumber utama Kecuali arca Siwa tersebut, arca Hindu lainnya,
susastra Sanskerta seperti Àrûa Kàvya (Kàbya) belum ditemukan tinggalannya. Konteksnya
yakni Ràmàyaóa dan Mahàbharata, susastra puisi dengan daerah lain, tak dapat dipungkiri bahwa
(Mahàkàvya dan Khaóðakàvya), prosa (Kathà seni arca di Bali saat itu mendapat pengaruh seni
dan Àkhyàyikà), dan drama (Daúarùpaka) yang klasik Jawa Tengah. Ciri-ciri kelemahlembutan,
disadur atau disusun dalam bentuk yang lain dan kegemukan, dan lain sebagainya seperti tersebut
baru oleh Rakawi Susastra Jawa Kuno baik dalam di atas adalah ciri-ciri arca klasik Jawa Tengah.
genre parwa, kakawin, dan kidung yang diwarisi Akan tetapi arca yang berciri demikian bukan
di Bali. saja didapatkan di Jawa dan Bali, tetapi juga
Selain dominasi susastra Jawa Kuno seperti di Kamboja, Thailand, Bhirma, dan Malaysia.
tersebut di atas, I Made Suastika menyatakan Karena itulah maka arca-arca masa klasik Jawa
bahwa pada abad ke-18 (zaman Kerajaan Tengah disebut memiliki “Gaya Intemasional”,
Klungkung) karya sastra Jawa Kuno dan dan pusat persebarannya diduga di Nalanda
Pertengahan digubah dalam genre baru yang (Redig, 1997: 172). Berdasarkan uraian tersebut
disebut parikan atau gaguritan (1995:30), maka di atas, awal mulanya pengaruh Hindu di Bali dari
sekitar abad ke-17 sampai dengan abad ke-19 seni arca masih menampakkan gaya internasional
teks-teks baik berbentuk kidung atau gaguritan atau gaya asli India. Dalam perkembangan
sudah sangat populer di antaranya karya sastra berikutnya, utamanya bentuk arca perwujudan
berupa Kidung Panji Amalatrasmi, Gaguritan tampak kaku, seperti pula halnya di Jawa Timur.
Bhimasvarga, Kidung Bagus Diarsa dan lain-lain Dalam seni ukir yang diwarisi dewasa ini, tampak
disusun oleh para sastrawan pada zaman tersebut pula pengaruh China, Arab, dan Belanda seperti
yang memberi pemahaman tentang Agama Hindu patra (lukisan atau ukiran daun), di antaranya:
bagi masyarakat Bali. Aktivitas memahami Patra China, Patra Mesir, dan Patra Welanda.
susastra Jawa Kuno hingga saat ini masih Dalam seni tari, tari-tarian yang terdapat pada
dilestarikan melalui Dharmagita atau Pesantian- masa Bali Kuno tampak hingga kini masih lestari,
Pesantian yang ada hampir di seluruh Desa di antaranya adalah Partapukan yang kini dikenal
Pakraman di Bali. Di Bali yang dimaksud dengan dengan tari topeng, Abanwal yang dikenal dengan
susastra Bali tidak lain adalah sebagian besar lawak. Demikian pula beberapa jenis gamelan
susastra Jawa Kuno dan sebagian kecil susastra masih berkelanjutan diwarisi kini di Bali.
berbahasa Bali, menunjukkan bahwa budaya Bali
Akulturasi Budaya Jawa dan Budaya Bali
menyerap budaya Jawa Kuno yang sumbernya
adalah budaya India. Akulturasi merupakan perpaduan yang terjadi
antara Budaya Jawa dan Budaya Bali hingga
Berdasarkan tampilan dari seni arca, maka
membentuk tradisi Bali yang kental dengan Nuansa
terlihat karakter arca dalam periode Hindu Bali
adatnya daripada Agamanya. Agama Hindu di
(periode pertama Hindu masuk ke Bali) terlihat
Bali sudah dibudidayakan menjadi kehidupan
lemah lembut, kegemuk-gemukan, bersikap tenang,

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 9


nyata sehingga menjadi adat dan Tradisi. Untuk desa kuno dengan sistem pemerintahnan
mengetahui bagaimana kebudayaan Bali (masa Mauluapad dan sistem pemerintahan yang
prasejarah) mendapat pengaruh dari Agama Hindu dipimpin oleh raja atau para Punggawa.
(yang mengantarkan memasuki masa sejarah) 4) Sistem peralatan hidup. Di samping sistem
kiranya dapat dilihat melalui kerangka tentang yang peralatan hidup yang merupakan produk
unsur-unsur kebudayaan seperti yang diajukan asli Bali, sejak zaman prasejarah sudah pula
oleh C. Kluckhohn dalam karangannya Universal memakai peralatan yang berasal dari luar,
Categories of Culture (1953) seperti yang disetujui misalnya dapat dilihat dari tinggalan gerabah
Arikamedu dari India Selatan yang rupanya
oleh Koentjaraningrat (1980: 217) yang terdiri
sudah berlangsung sejak awal abad Masehi.
dari: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, 5) Sistem mata pencaharian. Pada masa prasejarah
sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan hingga dewasa ini rupanya pertanian yang
kemudian berkembang dalam arti luas
sistem kesenian. Pengaruh Agama Hindu terhadap
termasuk perkebunan walaupun merupakan
7 unsur kebudayaan Bali dapat dijelaskan sebagai hal yang sangat universal, pengaruh Agama
berikut. Hindu tampak dari semua sistem pencaharian
1) Bahasa. Seperti telah disebutkan di atas, itu dikaitkan dengan Agama Hindu, artinya
bahwa Agama Hindu masuk ke Bali dalam memenuhi kebutuhan hidup senantiasa
pada mulanya melalui media bahasa dikaitkan dengan pemujaan kepada Tuhan
Sanskerta kemudian sejak pemerintahan Yang Maha Esa. Hal ini tampak hingga dewasa
Ma hendrad att agunapr iyad har map at ni ini sistem pengairan yang sangat terkenal
(permaisuri raja Dharmodayana Varmedeva), yakni Subak selalu dikaitkan dengan Agama
maka bahasa Jawa Kuno menggantikan media Hindu, misalnya disetiap mata air dan di
berbagai susastra Hindu dan hal ini tampak tempat pembagian air dibangun pura Ulunsui,
pengaruhnya terhadap bahasa Bali dewasa Bedugul, dan sebagainya.
ini. Dalam mantra stuti masih menggunakan
6) Sistem Religi. Ketika Agama Hindu masuk ke
bahasa Sanskerta4.
Bali, masyarakat Bali saat itu telah menganut
2) Sistem pengetahuan. Melalui media bahasa kepercayaan kepada roh suci leluhur, adanya
Sanskerta dan Jawa Kuno masyarakat Bali penguasa alam, dan gunung-gunung yang
memiliki berbagai sistem pengetahuan yang dianggap suci. Agama Hindu yang memiliki
bersumber dari Agama Hindu dan budaya keyakinan (Sraddha) yang sama dengan
India, antara lain sistem pengobatan (ausadha), kepercayaan setempat, yakni Pitrapuja
pembangunan rumah (hastakosalakosali dan (pemujaan kepada roh suci leluhur) mudah
hastabhumi) dan lain-lain. saja diterima oleh masyarakat Bali saat itu.
3) Organisasi sosial. Pada prasasti-prasasti Bali Dan hal tersebut berlangsung hingga saat
Kuno sebelumnya disebut adanya sistem ini. Kedatangan Agama Hindu ke Bali tidak
pemerintahan serta adanya lembaga kerajaan mengubah kepercayaan setempat tetapi
yang disebut panglapuan, paramaksa, memberikan pencerahan dengan lebih
samohanda, dan senapati di panglapuan. mengembangkan kepercayaan setempat.
Sejak tahun 1001 Masehi, lembaga tersebut Pemujaan kepada penguasa tertinggi
dinamakan pakira-kira i jero makabehan yang masyarakat Terunyan yakni Da Tonta berupa
anggotanya terdiri dari para senapati (panglima arca batu megalitik, dipermulia dengan
perang) dan para pandita Siva dan Buddha menempatkan kata Bhattara pada nama
(Ardana, 1982:31), demikian pula sistem sebelumnya dan kemudian disemayamkan
pemerintahan di pedesaan seperti adanya pada bangunan Meru. Hal ini dapat diketahui
karaman, thani, dan dalam perkembangan antara lain dari prasasti Terunyan yang
selanjutnya di Bali dikenal adanya tipe berasal dari 818 Saka (896 M), isinya tentang

10 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


pemberian ijin kepada nanyakan pradhana daksina, jajan dari beras berlobang di India
dan bhiksu agar membangun sebuah kuil selatan disebut Kalimaniarem, di Bali disebut
untuk Hyang Api di desa Banua Bharu. Kaliadrem6 dan sebagainya. Karena adanya
Prasasti lainnya berasal dari tahun 813 Saka persamaan dalam keyakinan dengan religi
(891 M) isinya tentang pemberian ijin kepada prasejarah, maka masyarakat Bali saat itu tidak
penduduk desa Turuñan untuk membangun kesulitan dalam memeluk Agama Hindu yang
kuil bagi Bhatara Da Tonta. Oleh karena itu ajarannya telah terdokumentasi dalam bentuk
mereka dibebaskan dari beberapa jenis pajak, tulisan atau dibawa oleh para pandita.
tetapi mereka ini dikenakan sumbangan untuk 7) Sistem Kesenian. Sistem ini (kesenian Bali)
kuil tadi. Beberapa jenis pajak harus dibayar walaupun tidak bisa dirunut asalnya secara
setiap bulan Caitra dan Magha, pada hari pasti namun adanya pertunjukkan wayang
kesembilan (mahanavami). Bila ada utusan kulit yang oleh Brandes disebut sebagai
raja datang menyembah (sembahyang) pada kesenian asli Indonesia, di Jawa hingga saat
bulan Asuji, mereka harus diberi makanan ini keberadaan Wayang Kulit masih juga
dan sebagainya (Sartono, 1976:136). Dalam eksis baik yang dipentaskan pada malam
prasasti itu juga menyebutkan haywahaywan di maupun siang hari (seperti wayang lemah),
magha mahanavami (Goris, 1954:56). Dalam demikian pula pementasan cerita Ramayana,
bahasa Bali dewasa ini kata mahaywahaywa dan Bhimakumara seperti disebutkan dalam
(dari kata mahayu-hayu) berarti merayakan. prasasti Jaha di Jawa Tengah bersumber
Haywahaywan di magha mahanavami kepada Ramayana dan Mahabharata yang di
berarti perayaan Magha Mahanavami. Di India disebut Ramalila dan Mahabharatalila
India Mahanavami identik dengan Dasara atau Krishnalila.
yakni hari pemujaan ditujukan kepada para
leluhur (Dubois, 1981:569). Swami Sivananda Berdasarkan uraian tersebut maka masuknya
(1991:8) mengidentikkan Dasara dengan perpaduan Budaya Jawa dan Budaya Bali yang
Durgapuja yang dirayakan dua kali setahun, membentuk Karakter Agama Hindu di Bali tidak
yakni Ramanavaratri atau Ramanavami
merusak atau melenyapkan kepercayaan atau
pada bulan Caitra, dan Durganavaratri atau
kebudayaan, dan bahkan dalam hal tertentu sangat
Durganavami pada bulan Asuji (September-
Oktober). Perayaan ini disebut juga Wijaya menghargai kepercayaan dan tradisi budaya
Dasami atau Sraddha Wijaya Dasami (hari masyarakat Bali. Demikian antara lain pengaruh
pemujaan kepada leluhur dan perayaan atau sinergi Agama Hindu terhadap berbagai aspek
kemenangan selama sepuluh hari). Hari atau unsur-unsur kebudayaan Bali yang demikian
raya ini di Bali (dirayakan dua kali dalam rupa seperti sulit dibedakan antara Agama Hindu
setahun) dikenal dengan nama Galungan yang dan kebudayaan Bali.
hakekatnya adalah Durgapuja atau Sraddha
Vijaya Dasami (hari pemujaan kepada leluhur Persamaan antara religi prasejarah Bali
dan perayaan kemenangan selama sepuluh dengan Budaya Jawa dapat dilihat beberapa di
hari) yang dirayakan secara besar-besaran antaranya melalui perbandingan berikut .
sejak Gunapriyadharmapatni di-dharma-
kan sebagai Durgamahisasuramardhini
di pura Kedharma Kutri, Blahbatuh,
Gianyar5.Beberapa hari raya Hindu di India
dipribhumikan ke dalam bahasa lokal antara
lain Ayudhapuja di Bali disebut Tumpek
Landep, Pasupatipuja disebut Tumpek Uye,
dan Sankarapuja disebut Tumpek Pengarah.
Yatra disebut Melis, Makiyis, atau Melasti dan
beberapa persembahan seperti puja disebut

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 11


Religi Prasejarah Agama Hindu
1. Sebutan untuk Tuhan adalah Sang 1. Sebutan untuk Tuhan adalah Sang
Embang/Sang Hyang Tuduh. Embang/Sang Hyang Tuduh.
2. Dewa yang bersemayam di puncak 2. Dewa yang bersemayam di puncak
Gunung Agung disebut To Langkir Gunung Agung disebut To Langkir

3. Tempat yang dipandang suci adalah 3. Tempat yang dipandang suci adalah
gunung, sungai, laut. gunung, sungai, laut.
4. Percaya terhadap kekuatan alam yang 4. Percaya terhadap kekuatan alam yang
disebut Hyang. disebut Hyang.
5. Percaya terhadap roh suci leluhur dengan 5. Percaya terhadap roh suci leluhur
perwatan jenasah dan roh suci dianggap dengan perwatan jenasah dan roh
bersemayam di puncak-puncak gunung. suci dianggap bersemayam di puncak-
Membuat tiruan gunung berupa punden puncak gunung.
6. berundak-undak, menhir dan tahta 6. Membuat tiruan gunung berupa
batu. punden berundak-undak, menhir dan
tahta batu.

7. Tinggalan situs Gilimanuk ditemukan 7. Tinggalan situs Gilimanuk ditemukan


gigi manusia telah dipanggur. gigi manusia telah dipanggur.

8. Tinggalan sikap jenasah pada sarkopagus 8. Tinggalan sikap jenasah pada


dalam posisi bayi dalam kandungan sarkopagus dalam posisi bayi dalam
menunjukkan adanya kepercayaan akan kandungan menunjukkan adanya
kelahiran kembali. kepercayaan akan kelahiran kembali.

9. Adanya orientasi arah yang dipandang 9. Adanya orientasi arah yang dipandang
suci yakni utara dan timur. suci yakni utara dan timur.

10. Adanya persembahan dan bekal kubur. 10. Adanya persembahan dan bekal kubur.

F.Simpulan dalam adat baik dalam ritual maupun nyastra


Mengetahui Hakikat Budaya Jawa dalam sehingga tidak dijumpai ketika acara keagamaan
kaitanya dengan perkembangan Hindu di Bali memakai Weda sebagai bahan bacaan di Pura
membentuk karakter Hindu Bali yang pada maupun dalam pedoman ritualnya. Hal ini
akhirnya menjadi Budaya Bali. Agama Hindu di menunjukkan pengaruh Budaya Jawa lebih kuat
Bali lebih terlihat pada Adat dan Tradisinya, hal ini daripada pengaruh Budaya India yang menjadi
diakibatkan adanya pembudiyaan Agama menjadi Sumber Ajaran Hindu dengan Kitab Wedanya.
praktik kehidupan nyata. Sehingga keberadaan
Agama Hindu tidak secara jelas terlihat dengan
kitab Wedanya sebagai dasar pedomannya
melainkan Lontar-Lontar yang dijadikan praktik

12 Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019


DAFTAR PUSTAKA Khalil, ahmad, islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan
Ardana, I Gusti Gede.1982. Sejarah Perkembangan Tradisi Jawa, Malang: UIN Malang Press,2008
Hinduisme. Denpasar: Tanpa Penerbit. Magnis, Fraz suseno, Etika jawa: sebuah
Ardika, I Wayan. 1997. ’Bali dalam Sentuhan analisis falsafi tentang kebijaksanaan hidup
Budaya Global’ dalam Dinamika Kebudayaan jawa (Jakarta: Gramedia pustaka utama,1993)
Bali. Denpasar: Upada Sastra. Mahadevan, T.M.P. 1984. Outline of Hinduism.
Ardika, I Wayan. 2005. ’Strategi Bali Bombay, India: Chetana.
Mempertahankan Kearifan Lokal di Era Global’ Mani, Vettam.1989. Puranic Encyclopaedia. New
dalam Kompetisi Budaya dalam Globalisasi, Delhi: Motilal Banarsidass.
Kusumanjali untuk Prof. Dr. Tjokorda Rai Mishra, Rajendra, 1989. Sejarah Kesusastraan
Sudharta. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Sanskerta. Denpasar: Publisher.
Udayana dan Pustaka Larasan. Phalgunadi, I Gusti Putu, 2005. “Bali Embraces
Chandrasekharendra Sarasvati, Sri Svami.1988. Hinduism” dalam Kompetensi Budaya Dalam
The Vedas. Bombay, India: Bharatiya Vidya Globalisasi, Kusumanjali untuk Prof. Dr.
Bhavan. Tjokorda Rai Sudharta, MA, Editor Darma
Darsana, I Gusti Putu.1997. Akar Kebudayaan Putra & Windhu Sancaya, 2005, Denpasar:
Bali. Denpasar: Upada Sastra. Fakultas Sastra Universitas Udayana dan
Darori Amin, 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Pustaka Larasan.
Yogyakarta: Gama Media. Putra, I Gusti Agung dkk. 1987. Sejarah
Dayananda Sarasvati, Svami. 1984. An Introductio Perkembangan Agama Hindu di Bali. Denpasar:
the the Vedas. New Delhi: Arya Pratinidhi Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.
Sabha. Radhakrishnan, S. 1989. Indian Philosophy.
Dubois, Abbe J.A.1981. Hindu Manners, Customs Bombay-New Delhi, India: Oxford University
and Ceremonies. Delhi: Oxford University Press.
Press. Redig, I Wayan.1997. Ciri-Ciri Ikonografis
Ellsberg, Robert. 2004. Gandhi on Christianity. Beberapa Arca Hindu di Bali: Studi Banding
Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara. Dahulu dan Sekarang dalam Dinamika
Kebudayaan Bali. Editor: I Wayan Ardika dan I
Gambirananda, Swami. 1984. Brihadaranyaka Made Sutaba. Denpasar: Upada Sastra.
Upanisad. Calcuta: Shri Ramakrishna Mission.
Sartono Kartodirdjo dkk.1976. Sejarah Nasional
Geriya, I Wayan.2006. Bali dan Paradigma Kultural Indonesia. II. Jakarta: Departemen Pendidikan
untuk Bangkit. Bali Post, 20 Februari 2006. dan Kebudayaan.
Goris, R.1954. Prasasti Bali, I-II. Bandung: NV Satyawati Sulaiman, 1978. Consise Ancient History
Masa Baru. of Indonesia. Jakarta: The National Research
Goris, R. 1960. “The Religious Character of the Centre of Archeology.
Village Community” dalam Bali Studies in Life, Sivananda, Svami. 1988. All About Hinduism.
Thought, and Ritual, Ed. J.L. Swellerebel, The Sivananda Nagar, Uttar Pradesh, India: Divine
Hague and Bandung: W. Van Hoeve Ltd. Life Society.
Goudriaan, T. 1980. Sanskrit Texts and Indian Suacana, I Wayan Gede. 2005. Diferensiasi Sosial
Religion in Bali, dalam Jurnal Vivekananda dan Penguatan Toleransi dalam Masyarakat
Kendra Patrika, Madras, India: February, 1980 Multikultur, dalam Jurnal Kajian Budaya,
Kellerman, Dana F.1976. The New Lexicon Indonesia Journal of Cultural Studies. Nomor
Webster International Dictionary of The English 3 Volume 2 , 2 Januari 2005.
Language. United States of America: The Suastika, I Made. 1995. Calon Arang dalam Tradisi
English-Language Institute of America, Inc.
Bali: Suntingan Teks, Terjemahan, dan Proses
Koentjaraningrat.1980. Pengantar Ilmu Pem-Bali-an: Disertasi Universitas Gadjah
Antropologi.Jakarta: Aksara Baru. Mada Yogyakarta.

Jurnal Sanjiwani, Volume 10, No 1, Tahun 2019 13

Anda mungkin juga menyukai