Anda di halaman 1dari 3

Nama : Made Danendra Aryadewa

NPM : 2106747615

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prodi : Ilmu Hubungan Internasional

Sinkretisme India, Cina, Jawa, dan Nilai Lokal Sebagai Dasar Agama Hindu di
Bali.

Sinkretisme di Bali merupakan alasan utama mengapa Agama Hindu di Bali memiliki
perbedaan yang cukup signifikan dengan Agama Hindu di budaya lainnya. Dari upacara,
seni, dan mantra doa, Agama Hindu di Bali memiliki pengaruh yang besar dari budaya –
budaya yang menjalin perdagangan dengan Bali. Maka dari itu, tidaklah heran untuk melihat
bahwa budaya yang paling berpengaruh disini berupa Budaya Jawa, Cina, dan India. Essai ini
akan membahas pengaruh dari ketiga budaya ini serta pengaruh budaya pra Hindu Bali yang
masih terlihat sekarang lewat konteks sejarah dan budaya Bali.

Budaya yang paling mempengaruhi perkembangan Hindu di Bali tentunya adalah


Pulau Jawa, yang terbuktikan terutama oleh Raja Airlangga yang merupakan putra dari
seorang raja Bali bernama Dharmodayana. Melihat masa ketika Airlangga hidup, hal ini
menunjukan bahwa Agama Hindu telah masuk dan diterima oleh penduduk Bali pada Abad
ke-10. Sebagai pernikahan politik pertama antara kerajaan di Bali dan di Jawa, Abad ke-10
juga menandakan mulainya pengaruh signifikan secara politik dan budaya dari Jawa ke Bali.
Akhirnya, pengaruh budaya Jawa dan Bali memuncak sejak penaklukan Pulau Bali oleh
Majapahit pada tahun 1343.

Sebagai pedagang utama di Asia Tenggara, India dan Cina pun memiliki pengaruh
yang signifikan di Bali. India telah lama mencatat keberadaan Pulau Bali lewat kitab Buddha
Manjusri Mulkapa yang ditulis sekitar Abad ke-10. Cina dibawah Dinasti Tang Cina juga
mencatat Nama Dwa-Pa-Tan yang berarti “negara di timur holing” yang membakar mayatnya
sambil diperhiasi emas dan harum – haruman. Secara langsung kita juga bisa melihat Bahasa
Bali yang sangat dipengaruhi Bahasa Sanserkerta dari India serta hasil budaya seperti barong,
meru, dan konsep arsitektur yang terinspirasi dari Cina.

Pengaruh sinkretisme ini juga terlihat jelas pada bukti langsung sejarah Bali, terutama
dalam prasasti – prasasti para raja Bali. Dimulai dari Abad ke-10, prasasti seperti Prasasti
Seri Singhamandava menceritakan tentang raja – raja Bali dengan nama keluarga

1
Varmadewa, dan lempengan copper yang ditemukan di Trunyan juga menceritakan pendirian
pura untuk bhatara Da Tonta, yang diyakini merupakan seorang raja pada jaman itu. Terlihat
dari gelar nama yang berasal dari India, dan pembuatan Pura untuk mengingat Nenek
Moyang menunjukan terjadinya sinkretisme di Bali pada saat itu.

Kita juga bisa melihat perkembangan Hindu di Bali dari bahasa, terutama dari
perbedaan asal bahasa Hindu Kasar dan bahasa Hindu Halus. Bahasa Hindu Kasar yang
digunakan masyarakat biasa memiliki kesamaan dengan bahasa di Sumbawa, Sasak, dan
Nusa Penida. Sementara itu, bahasa Bali Halus yang digunakan bangsawan dan raja – raja
Bali memiliki pengaruh jelas dari bahasa Jawa Kuno. Maka dari itu, terlihat bahwa pengaruh
Jawa pada Bali dimulai dari kalangan atas masyarakat Bali, dan pada abad ke-10, bahasa
Jawa Kuno memiliki sedikit pengaruh terhadap masyarakat biasa Bali .

Sinkretisme di Bali menyebabkan keragaman sekte dari Agama Hindu, yang


menfokus pada satu Dewa, mirip seperti sistem di India. Namun, di Bali, agama Hindu justru
di satukan oleh tokoh bernama Mpu Kuturan. Beliau menetapkan ajaran Kahyangan tiga,
yang menetapkan pura puseh, pura dalem, dan pura desa. Ajaran ini ingin menetapkan Tri
Murti sebagai ajaran utama dalam Hindu, menjauh dari konsep dualisme/rwabhineda,
siwaisme, maupun buddhisme yang dianut berbagai sekte di Bali.

Pada akhir abad ke-14 dan awal mulanya abad ke-15, muncul juga banyak berubahan
yang terutama didorong oleh kedatangan Majapahit oleh Gajah Mada dan ajaran Dang Hyang
Nirartha. Kedatangan Majapahit menjatuhkan raja Bali kuna terakhir, Sri Artasura Ratna
Bhumi Banten yang disebut sebagai “bedahulu” karena menganut agama Bhairawa. Pura
pusat Bali yang awalnya berada di Pura Pusering Jagat dipindahkan ke Pura Besakih, yang
masih menjadi pura pusat di Bali hingga sekarang.

Dang Hyang Nirartha membawa dan mengembangkan kembali agama Hindu yang
telah dibentuk oleh Mpu Kuturan. Ia membentuk sistem ketuhanan siwa, sadasiwa, dan
paramasiwa, yang merupakan penyebab langsung konsep Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
yang maha esa di Hindu. Ia juga membentuk bangunan utama yang ditemukan di semua Pura
di Bali sekarang. pelinggih meru, gedong anda, gedong cungkub, dan pelinggih padmasana.

Walaupun banyak sekali pengaruh sinkretisme di Bali, terutama oleh kerajaan dari
Jawa, masyarakat Bali memiliki adaptasi dan perkembangan yang sangat unik dalam
menghadapi pertanyaan perkembangan Hindu di Bali. Lewat tokoh seperti Mpu Kuturan dan

2
Dang Hyang Nirartha, Bali dapat menggabungkan berbagai sekte dan konsep dari budaya pra
Hindu Bali dan budaya Jawa Kuno, membentuk agama Hindu yang kita kenal sekarang.

Anda mungkin juga menyukai