Anda di halaman 1dari 1

AUTOBIOGRAFI

Namaku Muhamad Nabil Al-Fathir, lahir di Bekasi, 05 Juli 2007. Aku adalah anak kedua dari
dua bersaudara, dari pasangan Yuda dan Sri Kurniawati. Nabil adalah sapaan akrabku, aku
terlahir dari keluarga yang sederhana. Ayahku seorang Karyawan Swasta di sebuah pabrik,
sedangkan ibuku adalah seorang ibu rumah tangga. Sejak kecil ayahku selalu menasihatiku
agar rajin beribadah, bersikap jujur dan disiplin dan baik terhadap sesama.
Ketika umurku 7 tahun, aku mulai bersekolah di SDN 06 Medan Satria, Bekasi, kemudian
setelah lulus melanjutkan pendidikan di SMPN 42 Bekasi pada 2020. Selepas lulus SMP, aku
melanjutkan pendidikan di salah satu SMA Swasta yaitu SMA Taman Harapan 1 Bekasi.
Sebenarnya sejak SMP aku sudah menyukai kegiatan paskibra, yang dimana aku bergabung
dengan ekstrakurikuler paskibra di SMP ku. Aku tertarik karena melihat sebuah rangkaian
gerakan yang membuatku takjub, karena awalnya aku hanya berpikir paskibra hanya menjadi
pengibar bendera. Pada saat kegiata demos, mereka mempertontonkan serangkaian gerak
baris berbaris dan yang paling penting varfor.
Setelah itu aku langsung bergabung dengan kesatuan paskibra. Tidak lama setelah kegiatan
ekstrakurikuler berlangsung aku terpilih untuk menjadi pasukan inti. Kami mulai mengikuti
banyak kegiatan lomba, walau di setiap kegiatan lomba kami hanya mendapat peringkat
rendah, seperti Purwa III(juara 18), Bina III(juara 12), bahkan pernah kami tidak mendapat
peringkat di suatu lomba.
Setelah vakum selama 1,5 tahun karena COVID-19 kala itu, aku dengan teman-teman yang
lain mencoba membangkitkan kembali ekstrakurikuler paskibra. Awalnya memang berjalan
lancar, tapi ketika kami ingin mengikuti lomba, sekolah menentang kami. Mereka menolak
segala alasan dan jaminan yang kami berikan dengan dalih banyak sekolah lain yang belum
aktif paskibranya. Padahal pada saat itu sudah lumayan banyak kesatuan paskibra yang
bangkit.
Akhirnya kami memaksa mengikuti beberapa lomba tanpa dibiayai oleh sekolah. Kami
mengadakan danus(dana usaha) agar bisa membayar uang pendaftaran lomba, uang transport
dan lain-lain. Pada titik itu aku hampir menyerah, karena danus hanya menghasilkan sedikit
uang dan ancaman dari sekolah agar berhenti ‘mengaktifkan’ ekskul paskibra. Tapi dengan
dukungan dari orang tua, pelatih, dan teman-teman saat itu, kami akhirnya bisa mengikuti
sebuah lomba
Kami menjadi peringkat pertama(Utama I) dalam lomba tersebut dengan begitu banyaknya
halangan dan cobaan yang kami lalui. Walaupun singkat, tapi waktu yang aku habiskan
dengan teman-teman paskibra saat itu begitu berharga. Banyak hal yang terjadi, dan banyak
pelajaran yang bisa aku ambil.
Dan sekarang aku kembali meneruskan dengan mengikuti ekstrakurikuler paskibra di SMA.
Harus memulai dari nol kembali, berlatih dengan teman-tema baru, dan berjuang bersama
untuk membuat paskibra SMA Taman Harapan 1 kembali pada masa jayanya.
Oh ya, setelah lulus nanti aku berencana melanjutkan kuliah di salah satu kampus ternama
yaitu ITB.

Anda mungkin juga menyukai