Anda di halaman 1dari 77

PENGELOLAAN LAHAN

PEMBEKALAN KKP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(13 Mei 2017)
KOMPONEN LAHAN
Lahan : Lingkungan fisik yang meliputi TANAH, IKLIM,
RELIEF, HIDROLOGI dan VEGETASI, dimana faktor-
faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya.
Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan
manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang
(reklamasi pantai, penebangan hutan, erosi,
pertambangan dll).

TANAH MERUPAKAN KOMPONEN LAHAN YANG


SANGAT PENTING UNTUK MENDAPAT PERHATIAN.
SIFAT-SIFAT TANAH SECARA INTEGRAL
MEMPENGARUHI SIFAT-SIFAT/KONDISI KOMPONEN
LAHAN YANG LAIN
FUNGSI TANAH
DALAM BIDANG PERTANIAN TANAH BERFUNGSI:
MEDIA TUMBUH TANAMAN
SUMBER UNSUR HARA
PENETRALISIR UNSUR ATAU SENYAWA TOKSIK
PENGELOLAAN TANAH
SEGALA BENTUK TINDAKAN YANG DIBERIKAN PADA TANAH UNTUK
MENJAGA ATAU BAHKAN MENINGKATKAN FUNGSI–FUNGSI TANAH
AGAR TETAP BAIK ATAU BAHKAN MENINGKAT.
KOMPONEN KEGIATAN PENGELOLAAN TANAH:
 MEMILIH BENTUK PENGGUNAAN TANAH ATAU KOMODITAS
YANG SESUAI.
 MEMBERI PERLAKUAN TERHADAP TANAH SESUAI DENGAN
YANG DIPERLUKAN, SEHINGGA FUNGSI TANAH TETAP BAIK
DALAM JANGKA WAKTU TAK TERBATAS ATAU BAHKAN
MENINGKAT.
BERBAGAI PERMASALAHAN PENGELOLAAN
LAHAN :
1. Sumberdaya lahan terbatas, merupakan sumberdaya non
renewable manusia yg memerlukan lahan jumlahnya
meningkat.
2. Peningkatan pembangunan dan taraf hidup masyarakat
dapat meingkatkan persaingan penggunaan lahan
konflik kepentingan (konversi lahan) => pengusahaan lahan
perbukitan/berlereng (permasalahan lingkungan/konservasi
tanah dan air, erosi meningkat, merubah lahan potensial
kritis menjadi lahan kritis baru).
3. Eksploitasi tanah dan lahan sebagai faktor produksi
cenderung mengabaikan pemeliharaan kelestarian
sumberdaya lahan
4. Lahan cenderung dianggap hanya sebagai satuan/unit
administrasi, tidak diperhatikan fungsinya sebagai suatu
sistem hidrologis.
Erosi => Lahan Kritis => DAS kritis
Jumlah DAS Kritis meningkat (1980  22 DAS, 1990  36
DAS, 2000  69 DAS)
 Sebagian Besar DAS-DAS di Pantura P Jawa termasuk DAS
Kritis akibat perubahan penggunaan lahan dan Konservasi
Tanah yang tidak memadai
DAS KRITIS : BANJIR DI MUSIM HUJAN DAN KEKERINGAN
DI MUSIM KEMARAU => MENGANCAM KELANGSUNGAN
PRODUKSI PADI DI LAHAN SAWAH DI BAGIAN HILIR DAS =>
KETAHANAN PANGAN NASIONAL
PERMASALAHAN PENGELOLAAN LAHAN :

A. LAHAN SAWAH :
1. PERMASALAHAN PEMUPUKAN (BERLEBIH /TIDAK
TERATUR/TIDAK BERIMBANG)
2. KANDUNGAN BAHAN ORGANIK TANAH MENURUN
(PENGEMBALIAN LIMBAH ORGANIK SANGAT RENDAH)
3. SISTEM IRIGASI YANG TIDAK TERKELOLA
4. BAHAYA BANJIR DAN KEKERINGAN
5. KERENTANAN KONDISI TANAMAN PADI TERHADAP HAMA -
PENYAKIT AKIBAT KETIDAK SEIMBANGAN HARA.
6. PERUBAHAN IKLIM YANG TIDAK MENENTU(KEMARAU
PANJANG/AWAL MUSIM HUJAN YANG TIDAK MENENTU dll)
7. KUALITAS DAN KETERSEDIAAN PUPUK/PESTISIDA

B. LAHAN KERING
1. PERTANIAN PADA LAHAN BERLERENG TANPA TINDAKAN
KONSERVASI TANAH DAN AIR YANG MEMADAI
2. EROSI TANAH
3. PENURUNAN KESUBURAN TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN
C. LAHAN PEKARANGAN.
1. LIMBAH RUMAHTANGGA TIDAK TERKELOLA DENGAN
BAIK (PEMBUANGAN KE SUNGAI=> PENCEMARAN DAN
PENDANGKALAN SUNGAI, DIBAKAR DLL).
2. BELUM DIFUNGSIKAN SECARA OPTIMAL BAIK SEBAGAI
LAHAN PRODUKSI MAUPUN AREAL RESAPAN AIR
KERAGAAN TANAH DI LOKASI KKP
SIFAT DAN KARAKTERISTIK TANAH DI LOKASI KKP : FAKTOR
UTAMA YANG MEMPENGARUHI :
1. BAHAN INDUK (VOLKANIK INTERMEDIER-BASALTIK,
BATUAN SEDIMEN, BAHAN ALUVIUM)
2. IKLIM (SUHU DAN CURAH HUJAN TINGGI , HANCURAN
IKLIM SANGAT INTENSIF MENGHASILKAN TANAH-TANAH
DENGAN REAKSI MASAM, BASA-BASA RENDAH).
3. RELIEF (BAGIAN HULU/TINGGI BERBUKIT-BERGUNUNG,
BAGIAN TENGAH BEROMBAK-BERGELOMBANG, HILIR
BERUPA DATARAN ALUVIAL)
LOKASI KKP Bahan Induk dan Jenis Tanah Sifat dan Karakteristik Penggunaan
IPB Bentuk Lahan Lahan Utama
1. Pantura Jawa Bahan Volkanik, Andosol BO tinggi, BI rendah, Perkebunan teh,
(Bekasi, Bergelombang, Berkit (Andisol- Retensi P tinggi hortikultura
Kerawang, hingga bergunung Udand)
Indramayu, (bag. tengah-selatan)
Latosol Solum dalam, masam, Perkebunan
Subang,
(Inceptisol- Basa-basa rendah (karet), sawah,
Brebes,
Udept) pertanian
Tegal dan
semusim lahan
Pekalongan)
kering
Batuan sedimen , Podsolik Merah Masam, kesuburan alami Perkebunan
berbukit (Bag, selatan) Kuning (Ultisol- rendah, Al-dd tinggi, (karet), kebun
Udult) Kadar liat tinggi pada campuran
sub-horison
Bahan Aluvium, datar- Aluvial Bervariasi masam-netral, Sawah, tanaman
berombak (bag. utara) (Inceptisol- kesuburan rendah- semusim lahan
Aquept dan sedang, drainase buruk- kering.
Udept) baik.
2. Banjarnegara Bahan Volkanik, Andosol BO tinggi, BI rendah, Perkebunan
bergelombang- (Udand) Retensi P tinggi kopi,
berbukit-bergunung hortikultura
(bag. tengah hingga
Latosol (Udept) Solum dalam, masam, Perkebunan
utara)
Basa-basa rendah (karet), sawah,
kebun
campuran
Batuan sedimen – Podsolik Merah Masam, kesuburan alami Perkebunan
bergelombang - Kuning (Ultisol- rendah, Al-dd tinggi, (karet), kebun
berbukit Udult) Kadar liat tinggi pada campuran
sub-horison
LOKASI KKP IPB Bahan Induk dan Jenis Tanah Sifat dan Karakteristik Penggunaan
Bentuk Lahan Lahan Utama
3. Garut Bahan Volkanik, Andosol BO tinggi, BI rendah, Perkebunan teh,
Bergelombang, Berkit (Andisol-Udand) Retensi P tinggi hortikultura
hingga bergunung
Latosol Solum dalam, masam, Perkebunan
(Inceptisol- Basa-basa rendah (karet), sawah,
Udept) pertanian
semusim lahan
kering
Regosol (Entisol) Tekstur kasar, BO rendah Hortikultura
(iklim sesuai),
sawah
Batuan sedimen , Podsolik Merah Masam, kesuburan alami Perkebunan
berbukit (Bag, selatan) Kuning (Ultisol- rendah, Al-dd tinggi, Kadar (karet), kebun
Udult) liat tinggi pada sub- campuran
horison
4. Kalimantan Batuan sedimen – Podsolik Merah Masam, kesuburan alami Perkebunan
bergelombang - Kuning (Ultisol- rendah, Al-dd tinggi, Kadar (karet), kebun
berbukit Udult) liat tinggi pada sub- campuran
horison
A. LAHAN SAWAH
1. PRODUSEN BERAS UTAMA INDONESIA : LUAS PANEN 10.70 JUTA
HA , PRODUKSI 47.80 JUTA TON GABAH/TAHUN ATAU 95 % TOTAL
PRODUKSI GABAH INDONESIA, PADI GOGO HANYA 5 % (BPS,1999),
SAMPAI SEKARANG LUAS LAHAN DAN LUAS PANEN TERUS
MENURUN KARENA KONVERSI LAHAN.
2. DARI SEGI PENGELOLAAN LAHAN SAWAH LEBIH BAIK DAN STABIL
=> SISTEM TERAS DENGAN PEMBUATAN GALENGAN-GALENGAN
DAN TERBENTUKNYA LAPISAN KEDAP (TAPAK BAJAK)
MENGURANGI KEHILANGAN AIR, UNSUR HARA, EROSI DAN
PERKOLASI.
3. PENGGENANGAN DAN PELUMPURAN BERPENGARUH TERHADAP
KETERSEDIAAN HARA .
4. PADI SAWAH DAPAT MEMANFAATKAN KONDISI LINGKUNGAN
TANAH YANG TERGENANG KARENA PERAKARAN MENDAPAT
SUPLAI OKSIGEN MELALUI aerenchyma dalam jaringan dan saluran
lysigenus di dalam akar (Amstrong, 1971)
5. PENINGKATAN PRODUKSI DG INTENSIFIKASI (INSUS DAN
SUPRAINSUS) TELAH MENCAPAI PELANDAIAN (LEVELING OFF) .
PENGELOLAAN TANAH SAWAH

* Sawah (Paddy soil) :


Tanah/lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman
padi sawah (aquatic rice dan lowland rice)
* Sistem produksi padi diklasifikasikan (IRRI):
1. Sawah beririgasi
2. Sawah dataran tinggi (upland)
3. Sawah tadah hujan dataran rendah (rainfed lowland)
4. Sawah air dalam peka banjir (flood- prone)
Karakteristik Ekosistem Tanah Sawah
Proses pelumpuran :
 mengurangi hilangnya air melalui seepage dan
perkolasi  terbentuk lapisan bajak
 terbentuk suatu perched water table dalam
lapisan yang dilumpurkan  pseudogley (surface
water gleys) dan stagnogley (groundwater gleys)
 meratakan permukaan tanah sawah sehingga
ketinggian air genangan seragam 2-10 cm
 mengendalikan gulma
 menurunkan ketahanan mekanik tanah (soil
strength)  memudahkan pindah tanam bibit
padi dan pertumbuhan akar tanaman padi
Penggenangan lahan kering menyebabkan perubahan kimia
dan elektrokimia yang memengaruhi kemampuan tanah
menyediakan hara :
a) Nilai potensial redoks (Eh) menurun
b) Terjadi konvergensi nilai pH  pH tanah masam
meningkat; pH tanah salin menurun
c) Terjadi proses denitrifikasi, amonifikasi, dan reduksi SO42-
1. Meningkatkan efisiensi penggunaan air
 sistem irigasi kelompok masyarakat (misal:
subak di Bali)
 SRI (System of Rice Intensification)
2. Meningkatkan efisiensi penggunaan hara
 Penggunaan pupuk organik dan pupuk anorganik
(pengelolaan pupuk terpadu)
 Peningkatan efisiensi pemupukan melalui perubahan
formula pupuk, metode aplikasi pupuk, waktu
pemberian pupuk
 Efisiensi tertinggi dari penggunaan pupuk diperoleh
bila hara yang diaplikasikan selaras dengan
kebutuhan tanaman dan tingkat yg disuplai dari
tanah

 Penggunaan bahan organik :


 kualitas bahan organik (kandungan N rendah
mineralisasi lambat)
 aplikasi bahan organik segar (C/N tinggi) dalam
jumlah besar ada kemungkinan meningkatkan
laju pelepasan metan

3. Pengendalian hama yang lebih efisien :


 tumpang sari dengan tanaman legum

 penggunaan pestisida hayati (pestisida non kimia)

 memberikan pendidikan kepada petani tentang


cara penggunaan pestisida secara benar sesuai
instruksi pada label
B. LAHAN KERING
Pengertian:
Lahan kering: hamparan
lahan yang tidak pernah
digenangi atau tergenang air
pada sebagian besar waktu
dalam setahun atau
sepanjang waktu.

Lahan kering umumnya


berada di daerah berlereng
FAO (1987):
dryland daerah dengan iklim yang memiliki masa
pertumbuhan (growing season) < 120 hari .
arid dryland, daerah dengan iklim yang memiliki masa
pertumbuhan < 75 hari
semi arid dryland, daerah dengan iklim yang memiliki masa
pertumbuhan antara 75 sampai 120 hari.

Lahan kering (dryland) dibedakan:


1. Beriklim basah: a. Dataran rendah (lowland),<700 m dpl
b. Dataran tinggi (upland), >700 m dpl
2. Beriklim kering: a. Dataran rendah (lowland)
b. Dataran tinggi (upland)
Lahan Kering dibedakan
1. Lahan kering beriklim basah, CH>
2000 mm/ tahun dengan masa
tanam > 6 bulan
2. Lahan kering beriklim kering, CH
< 2000 mm/tahun, dengan masa
tanam < 6 bulan
Kebun Ladang

Kenapa lahan kering?:


1. Potensi untuk memenuhi kecukupan pangan
2. Hamparan luas: 144 juta ha (Puslitbangtanak, 2005)
3. Penyebaran luas

Ladang Kebun
1. 2.

Permasalahan Lahan Kering


1. Memiliki kesuburan/ 3.
produktivitas tanah rendah,
masam, dan miskin bahan
organik
2. Daerah berlereng dan peka erosi
3. Solum tanah dangkal dan
ketersediaan air rendah
Prioritas Pengelolaan lahan kering

Konservasi tanah dan air


a. Pengendalian erosi, dengan berbagai teknik KTA untuk
menekan erosi agar tidak merusak tanah dengan cara
meminimumkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi erosi, seperti:

Iklim: terutama curah hujan, semakin tinggi curah


hujan erosi semakin tinggi.
Topografi: Semakin curam dan berbukit atau
bergunung erosi semakin tinggi.
Vegetasi: Penutupan vegetasi yang semakin rapat
akan mencegah erosi semakin baik..
Tanah: Ada tanah yang peka terhadap erosi, dan ada pula
tanah yang relatif tahan terhadap erosi.
Manusia:Perilaku/pengelolaan manusia sangat menentukan
besar kecilnya erosi. Ada kemungkinan
perilaku manusia menekan atau meningkatkan
erosi.
b. Rehabilitasi tanah: perbaikan tanah dengan penambahan
bahan organik terutama yang insitu (penanaman
tanaman penutup tanah, strip, atau tanaman pagar).

2. Pengembangan komoditas
Pemilihan komoditas perlu memperhatikan kemampuan
dan kesesuaian lahan. Tanaman pangan palawija dan
sayuran, buah-buahan, tanaman perkebunan, dan
tanaman kayu-kayuan yang memiliki spesifikasi lokasi
dapat dipilih dan dikombinasikan dengan tanaman
penutup tanah/penghasil bahan organik
Pengelolaan Lahan Kering harus Sustainable
1. Tidak terjadi erosi yang dapat merusak lahan, menurunkan
produktivitas, dan menciptakan lahan kritis. Erosi yang
terjadi harus lebih kecil dari erosi yang dapat
ditoleransikan/diperbolehkan
2. Pendapatan petani dapat menjamin kehidupan secara
layak dan berkesinambungan
3. Teknologi yang diterapkan harus spesifik lokasi , mudah
dilakukan dan dapat diterima oleh petani
Tahapan pengelolaan lahan
kering berlereng secara
vegetatif adalah:
1. Penetapan garis kontur dan strip
ta naman (dengan menggunakan
Rangka A).
2. Pemilihan komoditas tanaman
utama dan tanaman penutup
tanah/penghasil bahan organik
(rendah, sedang/perdu, dan
tinggi/pohon)
3. Penanaman dan pengolahan
tanah dilakukan berselang-seling
mengikuti kontur/memotong
lereng, sehingga tanah tidak
terbuka secara keseluruhan pada
waktu yang sama
Contoh-contoh pengelolaan lahan kering

Kedelai ditanam pada te


galan/ladang di antara barisan
tanaman pisang dan legum

Kebun campuran yang terdiri


tanaman tinggi dan rendah
dapat melindungi
permukaan tanah terhadap
energi butir hujan
a
b

Penanaman tanaman pohon/ kayu-kayuan di solum dangkal


(Gunung Kidul dan Wonogiri) dapat mempercepat pelapukan
tanah (a)
Batu dapat ditata sebagai penguat teras, dan solum tanah
yang telah terbentuk dapat diatanami tanaman pangan
/palawija (b)
a b

Alley cropping sengon-nanas di Blitar (a)


• sengon dapat secara periodik dipangkas untuk
menambahkan bahan organik tanah, kayu dapat
menambah penghasilan petani
• Nanas merupakan tanaman unggulan/spesifik lokasi
di Blitar
Tanaman palawija dapat ditanam di antara rumput
pakan ternak (b), umum di lakukan di Indonesia
LAHAN PEKARANGAN
"A clean and carefully tended production system just
surrounding the house; often with small acreage (one tenth of
a hectare), fenced and planted with various plants from
herbaceous vegetable species to medium size trees up to 20 m
high.“ (Michon, 1983)

"A small-scale production system supplying plant and animal


for domestic consumption and utilitarial items either not
obtainable, affordable, or readily available through retail
markets, field cultivation, hunting, gathering, fishing, and wage
earning. (Ninez, 1987)

A traditional system located in the village that provides both


subsistence and commercial products and serves multiple
functions by simultaneously combining agricultural crops
with tree crops and animals (Soemarwoto and Soemarwoto
1985).
"an integrated agro-ecosystem" or "an integrated system of
man-plant-animal", a system with a high level of cycling and
recycling of matter fueled by solar energy. (Soemarwoto,
1987)

Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak


langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-
batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis
tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan
dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan.
Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah
meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta
hubungan biofisika
Struktur pekarangan dipengaruhi oleh faktor fisik, faktor
sosial budaya dan fungsi pekarangan sesuai dengan
kebutuhan penghuninya.

Fungsi sosial dari pekarangan adalah memberi rasa


nyaman bagi lingkungan tempat tinggal, tempat anak-anak
bermain, tempat bersantai dan tempat untuk melepaskan
binatang peliharaan.

Faktor Fisik
Pekarangan adalah bagian dari bentang alam
Pekarangan adalah bagian dari suatu sistem hidrologis

Pengelolaan pekarang harus memperhatikan faktor diatas


Sebagai bagian dari sistem hodrologis kehadiran rumah dan
bentuk pengerasan lain dalam pekarangan perlu
dikompensasi dengan resapan buatan (Salah satu alteratif
Lubang Resapan Biopori)

Sistem peredaran materi dalam pekarangan harus dijaga


agar seimbang dan jika perlu dibantu dengan suatu model
tertentu (Pertanian Berbasis Biopori)

Faktor yang Mempengaruhi Susunan Spasial

Kebutuhan Cahaya
Kebutuhan Air
Tingkat Kesuburan
Efisiensi Penggunaan Ruang
Pertimbangan Estetika
Pertimbangan Praktis
Keamanan.
Perubahan Sifat Permukaan Lahan dan Akibatnya
terhadap Aliran Permukkan
Beberapa cara pengelolaan lahan tidak membantu
perbaikan peresapan air
Sebaran alami air hujan dipermukaan lahan
Teknik LRB sebagai tiruan kondisi lantai hutan alami
Penempatan LRB disesuaikan dengan kondisi
setempat
Biopori merupakan bagian dari lahan
Pertanian dengan teknik slot till sebagai aplikasi
pembangkitan biopori
• Manusia dalam setiap kegiatannya selalu
menghasilkan sampah
• Di perkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan
50 Kg gas metana.
• Setiap hari warga jakarta menghasilkan sampah
seberat 6955 ekor gajah, kantong plastik yang
bisa menutupi 2600 lapangan sepak bola dan
kertas yang jumlahnya sama dengan menebang
10.710 batang pohon.

KERUSAKAN HUTAN INDONESIA:


6 LAPANGAN SEPAK BOLA/ MENIT,
KERUGIAN RP. 83 MILYAR/ HARI = RP. 30
TRILiUN/ TAHUN
Pertanian:
jerami, sisa-sisa
tanaman, buah-
buahan, dll.

Limbah Pengomposan
Organik

Rumah Tangga:
> 65% bahan organik
Pengomposan

Dekomposisi limbah organik secara


termofilik dalam kondisi aerobik yang
dilakukan oleh oleh organisme seperti:
bakteri, jamur, cacing tanah, rayap,
semut dalam kondisi terkontrol yang
menghasilkan bahan organik tersisa yang
sebagian stabil

KOMPOS
KEUNTUNGAN KOMPOS
1. Membuat kompos  anda telah mengurangi
sampah rumah tangga anda sampai 75%
2. Kegunaan kompos  Memperbaiki kualitas fisik,
kimia dan biologi tanah karena menambah
kesuburan tanah
3. Menghemat uang untuk membeli pupuk
4. Lingkungan menjadi bersih, sehat dan indah

51
Proses Pengomposan
(Rynk, 1992)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGOMPOSAN
1 2 3 4 5 6 7
(Minggu)
METODE PENGOMPOSAN

METODE
LUBANG
PENGOMPOSAN

TUMPUKAN

WADAH

CEPAT
METODE LUBANG

Metode tradisional
Ukuran lubang: 1 m (dalam) x1.5 m x 2.0 m
Bahan pengomposan
Jerami, kotoran hewan, gulma air, residu tanaman
Pengisian Lubang Pengomposan:
diisi sampai penuh oleh bahan pengomposan secara berselang-
seling, setiap lapis ketebalannya 15 cm
Lapisan:
I. Residu tanaman/gulma air
II. Jerami
III. Kotoran hewan
IV. Lumpur, dengan ketebalan 4 cm, lapisan ini dipertahankan
 kondisi anaerob
Pembalikan
 Pembalikan dilakukan 3 kali selama periode
pengomposan
Pertama: Satu bulan setelah pengisian,
tambahkan: superfosfat dan air.
Kedua: Satu bulan berikutnya.
Ketiga: Dua minggu kemudian
 Panen: setelah 3 bulan; produksi 8 ton per-lubang
METODE TUMPUKAN

Ukuran tumpukan:
 2 m (lebar) x 1.5 m (tinggi) x 2 m (panjang)
Pembentukan tumpukan:
 Bahan pengomposan yang mengandung karbon
(misalnya jerami) ditumpuk setinggi 20 cm
 Tambahkan bahan yang mengandung nitrogen (rumput,
gulma, residu tanaman legum, kotoran kandang) setinggi
10 cm
 Bahan-bahan tersebut ditumpuk secara berselang-seling
sampai ketinggian bahan kompos mencapai 1.5 m
 Setelah 3-4 hari  suhu meningkat 60 – 70 oC

Pembalikan
 Pembalikan dilakukan setiap 2 minggu,
kelembaban dijaga dengan menambahkan air
 Kompos matang setelah 2 bulan
WADAH PENGOMPOSAN
 Cacahan bahan dimasukkan ke
dalam drum
 Periode pemasukan bahan
kurang lebih 1 minggu
 Drum diputar setiap hari
 Bila bahan terlalu kering,
tambahkan air
 Pengomposan berlangsung
kurang lebih 6 minggu
 Kotak berukuran 1m x 1m x 1 m
(bagian bawahnya terbuka)
 Bahan-bahan ditumpuk di dalam
kotak secara berlapis- lapis
antara jerami dan kotoran
kandang, hingga penuh
 Tambahkan air hingga
kelembaban mencapai 60 – 70%
Tambahkan aktivator
 Dibalik setiap minggu untuk
memberikan aerasi
 Pembalikan dilakukan dengan cara mengangkat
dan memindahkan wadah pengomposan ke
tempat kosong di sebelahnya
 Pindahkan tumpukan kompos yang lama ke
wadah pengomposan yang kini kosong tersebut
PENGOMPOSAN CEPAT

Untuk mempercepat pengomposan dapat dilakukan dengan


cara:

1. Pencacahan dan Pembalikan


 Bahan kompos dicacah dengan ukuran 0.5 -1.5 inch
 C/N bahan kompos: 30/1  campuran jerami dan legum
 Tumpukan kompos min 1 m3  terbentuk panas, akibat
respirasi mikroba
 Pembalikan dilakukan setiap hari
Rotating drum composting
 Kompos dipanen: 2 minggu
2. Penggunaan Aktivator Pupuk Nitrogen
 Untuk mempertahankan populasi mikroba tetap
tinggi: tambahkan pupuk nitrogen, dosis: 0.12
kg/m3 bahan kompos
 Pembalikan dilakukan setiap 3-4 hari
3. Penggunaan Effective Microorganisms (EM)
 Tumpukan kompos: tinggi 1.8 m
 Bahan kompos
Kotoran sapi :2 bagian
Kulit gabah :1 bagian
Arang :1 bagian
Dedak :1 bagian
Aktivator (cairan EM) : 33 liter per tumpukan
 EM dapat berupa inokulan mikroba yang menguntungkan, seperti
perombak selulosa (Trichoderma harzianum), penambat nitrogen,
penghasil hormon, dsb.
 Tumpukan diletakkan di bawah naungan  untuk menghindari
curah hujan dan sinar matahari langsung
Prosedur:
 Bahan kompos ditumpuk di bawah naungan, bagian berat di
bawah, ringan di atas, agar tidak memadat, dan aerasi baik
 Bambu segitiga diletakan di bawah tumpukan kompos untuk
memberikan aerasi yang lebih baik
 Aktivator: fungi selulolitik: disemprotkan kedalam bahan selama
pengomposan, dosis 1% (1 kg kompos aktivator per 100 kg bahan
kompos)
 Tumpukan ditutup dengan plastik untuk menjaga suhu dan
meminimalkan penguapan air dan volatilisasi ammonia
 Tumpukan kompos  panas dalam 1 – 2 hari. Suhu harus dijaga
sekitar 50 oC atau lebih
 2 minggu pertama: pembalikan setiap 5 – 7 hari
 Setelahnya setiap 2 minggu sekali
Reduksi Volume Bahan:
 Setelah 1 minggu: sepertiga dari original
 Setelah 2 minggu: setengah dari original
Pemanenan:
 Kompos matang setelah bahan hancur, warna gelap,
tidak berbau dan suhu dingin
 Kompos dijemur dibawah sinar matahari selama 2 hari
 Masukkan kedalam karung dan disimpan di bawah
naungan  dekomposisi akan berlanjut, hingga tekstur
bahan menjadi halus
 Kompos dijemur lagi di bawah sinar sampai
kelembaban mencapai 10 – 20%
 Kompos siap untuk digunakan
Pengomposan via BioGas
Fase Penyempurnaan

 Penyempurnaan kompos dilakukan bila


kompos telah benar-benar stabil
• Mengukur pengambilan O2 dan pelepasan
CO2  menentukan tingkat kematangan
 Cara sederhana:
• Memonitor suhu internal setelah pembalikan
 bila panas muncul kembali  belum
matang
• Memasukkan kompos ke dalam plastik dan
dibiarkan 24-48 jam  bau busuk muncul,
belum stabil
Penggunaan
Mikroorganisme Lokal
(MOL)

MOL

Definisi:
Larutan hasil
fermentasi yang
berbahan dasar dari
berbagai sumber daya
yang tersedia
setempat
BAHAN UTAMA
MOL

Sumber
Karbohidrat Glukosa Bakteri
Air cucian beras Bahan-bahan yang
Cairan gula merah, mengandung bakteri:
(tajin), nasi (basi),
gula pasir, gula batu, keong mas, kulit
singkong, gandum, buah-buahan, urine
air kelapa
kentang (hewan atau
manusia)
KEUNGGULAN

1. Murah: bahan-bahan lokal dan limbah


2. Sumber hara makro dan mikro
3. Sumber bakteri menguntungkan:
dekomposer, zat perangsang
pertumbuhan, agen pengendali hayati
Contoh Pembuatan
MOL

MOL Buah-buahan

Bahan-bahan:
1. Buah-buahan yang sudah busuk sebagai sumber
bakteri: pepaya, pisang, mangga, apel, salak, dll.
sebanyak 5 kg
2. Air kelapa 10 butir
3. Gula jawa 1 kg
Cara Pembuatan:
1. Limbah buah-buahan dihaluskan dengan cara ditumbuk atau
diparut
2. Masukkan ke dalam dalam tempat (drum)
3. Tambahkan air kelapa
4. Tambahkan gula
5. Semua bahan diaduk sampai tercampur merata
6. Tutup drum, beri lubang untuk aerasi. Lubang aerasi ini bisa
menggunakan selang agar tidak dimasuki oleh lalat atau
serangga lain
7. Semua bahan difermentasi selama 2 minggu sebelum
digunakan
Penggunaan:
1. Untuk pengomposan: Larutan diencerkan
sebanyak lima kalinya. Kemudian disemprotkan
ke bahan-bahan yang akan dikomposkan

2. Untuk penyemprotan tanaman: larutan fermentasi


diencerkan sebanyak 30 kali. Penyemprotan
dilakukan pada pagi atau sore hari ke permukaan
daun. Penyemprotan dilakukan berselang 2
minggu

Anda mungkin juga menyukai