Anda di halaman 1dari 25

Lapisan Tanah

Tanah terdiri atas lapisan-lapisan. Lapisan tanah berturut-turut dari atas ke bawah setiap
lapisan memiliki jenis tanah yang berbeda bergitu pula dengan struktur tanah tanah, batuan
yang dikandung dalam tanah, jenis kesuburan tanah dan lain sebagainya adapun gambar
tanah itu adalah seperti pada gambar berikut.

A. Tanah Lapisan Atas


Tanah lapisan atas berwarna gelap dan kehitam-hitaman, tebalnya antara 10 30 cm. Lapisan
ini merupakan lapisan tersubur, karena adanya bunga tanah atau humus. Lapisan tanah atas
(top soil) merupakan bagian yang optimum untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan.Semua
komponen-komponen tanah terdapat di lapisan ini, yaitu mineral 45%, bahan organik 5%, air
antara

20

30%

dan

udara

dalam

tanah

antara

20

30%.

B. Tanah Lapisan Bawah


Tanah lapisan bawah warnanya lebih cerah dan lebih padat daripada tanah lapisan atas.
Lapisan tanah ini tebalnya antara 50 60 cm, lebih tebal dari lapisan tanah atas, sering
disebut tanah cadas atau tanah keras. Di lapisan tanah ini kegiatan jasad hidup mulai
berkurang. Biasanya ditumbuhi tanaman berumur panjang dan berakar tunggang dalam dan
panjang agar mencapai lapisan tanah.

C. Batuan Induk Tanah


Batuan induk merupakan batuan asal dari tanah. Lapisan tanah ini warnanya kemerahmerahan atau kelabu keputih-putihan. Lapisan itu dapat pecah dan diubah dengan mudah,
tetapi sukar ditembus akar. Di lereng-lereng gunung, lapisan itu sering terlihat jelas karena
lapisan atasnya telah hanyut oleh air hujan.
Semakin ke dalam lapisan ini merupakan batuan pejal yang belum mengalami proses
pemecahan. Pada lapisan ini tumbuhan jarang bisa hidup.

II. Struktur tanah


Pengertian Tanah
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik.Tanah
sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup di bumi karena tanah membantu
pertumbuhan tumbuhan dengan menyediakan hara,air dan unsur-unsur yang di perlukan
tumbuhan untuk tumbuh sekaligus sebagai penopang akar Tanah juga menjadi habitat hidup
bagi makhluk mikroorganisme.Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi tempat untuk
hidup dan bergerak.Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai
penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.Komposisi
tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan
bagian dari tanah.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang
berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis tanah yang ada di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.

Tanah

Humus

Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon
di
2.

hutan

hujan

tropis
Tanah

yang

lebat.
Pasir

Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan
beku

serta

3.

batuan

sedimen

Tanah

yang

memiliki

Alluvial

butir

kasar

dan

berkerikil.

Tanah

Endapan

Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran
rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
4.

Tanah

Podzolit

Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan
yang
5.

tinggi
Tanah

dan

bersuhu

Vulkanik

rendah

Tanah

dingin.

Gunung

Berapi

Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang
subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng
gunung

berapi.

6.

Tanah

Laterit

Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun
unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh :
Kalimantan

7.

Barat

Tanah

dan

Mediteran

Lampung.

Tanah

Kapur

Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang
kapur.
8.

Contoh

Tanah

Nusa

Tenggara,
Gambut

Maluku,

Jawa
/

Tengah
Tanah

dan

Jawa

Timur.

Organosol

Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang
merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan
Sumatera.
Struktur Tanah
Struktur tanah terbentuk melalui Agregasi berbagai partikel tanah yang menghasilkan
bentuk/susunan tertentu pada tanah.Struktur tanah juga menentukan ukuran dan jumlah
rongga antar partikel tanah yang mempengaruhi pergerakan air,udara,akar tumbuhan,dan
organisme tanah.Beberapa jenis struktur tanah adalah remah,butir(granular), lempeng,
balok,prismatik,dan tiang.
Pembagian jenis tanah yang dilakukan oleh para ilmuan ada berbagai macam.Berikut
ini adalah beberapa jenis tanah berdasarkan USDA(United States Department of Agriculture)
Entisols,adalah tanah yang terbentuk dari sedimen vulkanik serta batuan kapur &
metamorf.
1.

Histosols,adalah tanah yang terbentuk dari pembusukkan jaringan tanaman sehingga


mengandung banyak bahan organik.

2.

Inceptisols,adalah tanah mineral yang usianya masih muda.

3.

Verticols,adalah tanah mineral dengan warna abu kehitaman, mengandung lempung 30 %


banyak terdapat di daerah beriklim kering dan memiliki batuan induk kaya akan kation.

4.

Oxisols,adalah tanah yang mengalami pencucian sehingga kandungan zat hara sedikit
sementara kandungan alumunium dan besi tinggi.

5.

Andisols,adalah

tanah

berwarna

gelap

yang

terbentuk

dari

endapan

vulkanik.

Mollisols,adalah tanah mineral yang serupa dgn tanah praire, terbentuk dari batuan kapur.
6.

Ultisols,adalah tanah yang berwarna kuning-merah yang telah mengalami pencucian.


III. Jenis-Jenis Tanah

1. Tanah Vulkanis
a. Tanah Andosol

Proses terbentuknya : dari abu vulkanis yang telah mengalami proses pelapukan

Ciri-ciri : warna kelabu hingga kuning, peka terhadap erosi, dan sangat subur

Pemanfaatannya : sebagai lahan pertanian, perkebunan, hutan pinus atau cemara

Persebaran : Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Halmahera, Nusa Tenggara Barat, dan
Sulawesi

b. Tanah Regosol

Proses terbentuknya : dari endapan abu vulkanis baru yang memiliki butir kasar

Ciri-ciri : berbutir kasar, berwarna kelabu hingga kuning dan kadar bahan organik
rendah

Pemanfaatannya : untuk pertanian padi, palawija, tebu dan kelapa

Persebaran : di lereng gunung berapi, pantai dan bukit pasir pantai yang meliputi
pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara

c. Tanah Aluvial (Tanah Endapan)

Proses terbentuknya : tanah hasil erosi (lumpur dan pasir halus) di daerah-daerah
dataran rendah

Ciri-ciri : warna kelabu dan peka terhadap erosi

Pemanfaatannya : sebagai lahan pertanian sawah dan palawija

Persebaran : Sumatera, Jawa bagian utara, Halmahera, Kalimatan Barat, Kalimantan


Selatan, Sulawesi dan Papua bagian selatan

2. Tanah Organosol
a. Tanah Humus

Proses terbentuknya : dari hasil pembusukan bahan-bahan organik

Ciri-ciri : warna kehitaman, mudah basah, mengandung bahan organik, sangat subur

Pemanfaatannya : sebagai lahan pertanian

Persebaran : Lampung, Jawa Tengah bagian selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi
Tenggara

Organosol
b. Tanah Gambut

Proses terbentuknya : dari hasil pembusukan tumbuhan / bahan organik di daerah


yang selalu tergenang air (rawa-rawa)

Ciri-ciri : bersifat sangat asam, unsur hara rendah sehingga tidak subur

Pemanfaatannya : untuk pertanian pasang surut

Persebaran : Pantai timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Seram, Papua,


Pantai Selatan

3. Tanah Litosol (tanah berbatu-batu)

Proses terbentuknya : dari pelapukan batuan beku dan sedimen yang masih baru
(belum sempurna) sehingga butirannya besar / kasar

Ciri-ciri : tekstur tanahnya beranekaragam dan pada umumnya berpasir, tak


bertekstur, warna kandungan batu, kerikil dan kesuburan bervariasi

Pemanfaatannya : masih alang-alang, bisa untuk hutan

Persebaran : Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi
dan Sumatera

4. Tanah Podzol

Proses terbentuknya : di daerah yang memiliki suhu rendah dan curah hujan tinggi

Ciri-ciri : warna pucat, kandungan pasir kuarsa tinggi, sangat masam, peka terhadap
erosi, kurang subur

Pemanfaatannya : untuk pertanian palawija

Persebaran : Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Papua

5. Tanah Laterit

Proses terbentuknya : Tanah yang tercuci air hujan, sehingga unsur hara telah hilang
meresap dan mengalir ke dalam tanah

Ciri-ciri : warna cokelat kemerah-merahan, tidak subur

Pemanfaatannya : untuk lahan pertanian

Persebaran : Kalimantan Barat, Lampung, Banten, Sulawesi Tenggara

6. Tanah Mergel

Proses terbentuknya : dari hasil campuran pelarutan kapur, pasir dan tanah liat karena
peristiwa air hujan

Ciri-ciri : tidak subur

Pemanfaatannya : untuk hujan jati

Persebaran : Yogyakarta, Priangan Selatan di Jawa Barat, pegunungan Kendeng di


Jawa Tengah, Kediri, Madiun, Nusa Tenggara.

7. Tanah Terarosa (Kapur)

a. Tanah Renzina

Proses terbentuknya : dari pelapukan batuan kapur di daerah yang memiliki curah
hujan tinggi

Ciri-ciri : warna putih sampai hitam, miskin unsur hara

Pemanfaatannya : untuk palawija, hutan jati

Persebaran : Gunung kidul , Yogyakarta

b. Tanah Mediteran

Proses terbentuknya : hasil pelapukan batuan kapur keras dan sedimen

Ciri-ciri : Warna putih kecoklatan, keras, tidak subur

Pemanfaatannya : untuk pertanian tegalan, hutan jati

Persebaran : Pegunungan Jawa Timur, Nusa Tenggara, Jawa Tengah, Sulawesi,


Maluku, Sumatera

Ciri-ciri tanah di Indonesia:

Banyak mengandung unsur hara

Struktur tanahnya baik, artinya susunan butir-butir tanah tidak terlalu padat dan tidak
terlalu lenggang

Cukup mengandung air yang berguna untuk melarutkan unsur hara

Mempunyai garam-garaman dalam jumlah banyak

Upaya untuk melestarikan sumber daya tanah:

Pemupukan diusahakan dengan pupuk hijau / pupuk kandang / pupuk kompos

Dibuat hutan-hutan cadangan pada lereng-lereng gunung

Membuat terassering / sengkedan di daerah-daerah miring

Membuat penghijauan dan reboisasi pada daerah yang gundul, dan sebagainya.

7 Sifat Fisik Tanah dan Pengertiannya


Tanah merupakan kombinasi mineral, bahan bahan organic, gas, berbagai jenis cairan, dan
organisme yang tidak dapat dihitung yang bersama sama mendukung kehidupan di atas bumi.
Tanah merupakan materi alami yang dikenal sebagai pedosfer yang memiliki 4 peran penting
yaitu: media tumbuh tanaman, tempat penyimpanan air, media penyedia dan purifikasi air,
dan merupakan habitat bagi banyak organisme. Tanah dianggap sebagai kulit dari bumi dan

berkaitan erat dengan litosfer, hidrosfer, dan biosfer. Sebutan pedolit, seringkali diartikan
sebagai tanah. Tanah terdiri dari bagian yang solid (mineral dan organic) dan bagian yang
berporos karena mengandung gas dan air.
Tanah merupakan produk akhir dari interaksi iklim, relief, organisme dan material induk
dalam waktu tertentu. Tanah secara kontinyu berkembang melalui banyak proses fisika,
kimiawi, dan biologis. Kebanyakan tanah memiliki kepadatan antara 1 hingga 2 g/cm 3. Hanya
sedikit tanah di bumi yang lebih tua dari zaman pleistosen, dan tidak ada yang lebih tua dari
zaman cenozoic meskipun tanah dari fosil dianggap berasal dari zaman arkean. Studi
mengenai tanah dibagi menjadi 2 cabang yaitu: edaphology dan pedologhy. Edaphologhy
mengonsentrasikan efek tanah bagi kehidupan organisme. Pedologhy fokus pada formasi,
deskripsi dan klasifikasi tanah dalam lingkungan.
Proses pembentukan tanah
Formasi tanah, atau pedogenesis merupakan efek kombinasi antara proses biologis, kimiawi
dan fisika yang bekerja pada material induk tanah. Tanah dikatakan akan terbentuk ketika
bahan organic diperoleh meninggalkan humus, karbon, dan gypsum yang menciptakan
lapisan dinamakan horizon B. Lapisan ini berpindah dari satu level ke level lain oleh air dan
aktivitas makhluk hidup. Hasilnya, horizon B akan membentuk lapisan tanah. Proses
pembentukan tanah dipengaruhi oleh 5 faktor klasik seperti iklim, topografi (relief),
organisme, dan waktu.
Berikut adalah beberapa sifat fisik tanah :
1. Bahan induk tanah
Bahan induk merupakan materi utama dari tanah yang dibentuk oleh berbagai faktor melalui
proses kimiawi, biologis dan fisika. Bahan induk tanah secara umum adalah Quartz (SiO 2),
Kalsit (CaCO3), Feldspar dan Biotit.
2. Tekstur tanah
Komponen mineral dari tanah adalah pasir, lumpur dan tanah liat, proporsi dari kombinasi
ketiga bahan tersebut akan menentukan tekstur tanah (menyerupai kombinasi antara tepung,
air dan telur). Hal yang dipengaruhi oleh tesktur tanah mencakup porositas, permeabilitas
(kemampuan menyerap), infiltrasi, dan kapasitas kandungan air. Tanah dan Pasir dan lumpur
merupakan produk dari material induk yang mengalami proses fisika dan kimiawi. Tanah liat
merupakan produk dari pengendapan material induk yang larut sebagai material sekunder.

3. Kepadatan tanah
Tingkat kepadatan tanah umumnya berkisar antara 2,6 hingga 2,75 gram per cm3 dan
biasanya tidak dapat berubah. Kepadatan partikel tanah yang banyak mengandung material
organic lebih rendah daripada tanah yang sedikit mengandung material organic. Tanah
dengan kepadatan rendah dapat menyimpan air lebih baik namun bukan berarti cocok untuk
pertumbuhan tanaman. Tanah dengan kepadatan tinggi menunjukkan tingkat kandungan pasir
yang tinggi.
4. Porositas tanah
Porositas mirip seperti kepadatan, hanya saja porositas berarti ruang kosong (pori-pori)
diantara tekstur tanah yang tidak terisi dengan mineral atau bahan organic namun terisi oleh
gas atau air. Semakin tinggi kepadatan tanah maka semakin rendah porositasnya dan
sebaliknya semakin rendah kepadatan tanah semakin tinggi porositasnya. Idealnya, total
porositas dari tanah adalah sekitar 50% dari total volume tanah. Ruang untuk gas dibutuhkan
tanah untuk menyediakan oksigen yang berguna untuk organisme dalam menguraikan
material organic, humus dan akar tanaman. Porositas juga mendukung pergerakan serta
penyimpanan air serta nutrisi.
Tingkat porositas tanah dibagi menjadi 4 kategori yaitu sangat baik dengan tingkat porositas
kurang dari 2 mikro meter, baik dengan tingkat porositas 2-20 mikro meter, sedang dengan
tingkat porositas 20-200 mikro meter dan kasar dengan porositas 200 mikro meter hingga 2
mili meter.
5. Temperatur tanah
Tanah memiliki temperatur yang bervariasi mulai dari tingkat dingin ekstrim -20 derajat
celcius hingga tingkat panas ekstrim mencapai 60 derajat celcius. Temperatur tanah penting
bagi germinasi biji tanaman, pertumbuhan akar tanaman serta menyediakan nutrisi bagi
tanaman tersebut. Tanah yang berada 50cm dibawah permukaan cenderung memiliki
temperatur yang lebih tinggi sekitar 1,8 derajat celcius.

6. Warna tanah
Warna tanah seringkali menjadi faktor paling dasar bagi kita untuk membedakan jenis jenis
tanah. Umumnya, warna tanah ditentukan oleh kandungan material organic, kondisi drainase,
minearologi tanah dan tingkat oksidasi. Pengembangan dan distribusi warna tanah berasal

dari proses kimiawi dan tingkat pelapukan material organic. Ketika mineral primer dalam
bahan induk lapuk, elemen tanah akan dikombinasikan pada senyawa dan warna yang baru.
Mineral besi merupakan mineral sekunder yang akan menghasilkan warna kuning atau
kemerahan pada tanah, material organic akan menghasilkan warna hitam kecoklatan atau
coklat (warna subur). Mangan, sulphur dan nitrogen akan menghasilkan warna hitam.
7. Konsistensi tanah
Konsistensi tanah berarti kemampuan tanah

untuk menempel pada objek lain dan

kemampuan tanah untuk menghindari deformasi atau berpisah. Konsistensi diukur dengan 3
kondisi kelembapan yaitu: kering, lembap dan basah. Konsistensi tanah bergantung pada
tingkat banyaknya tanah liat.
Derajat

Kemasaman

Tanah

(pH)

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan
nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah.
Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah
selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik
dengan banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-,
sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+
sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut
masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar
dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih
agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH
kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di
daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena
banyak mengandung garam Na (Anonim 1991).
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat
meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan
organik

dilakukan

berdasarkan

jumlah

C-Organik

(Anonim

1991).

Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam
ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen,
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak
harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa
pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang
dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan
berfungsi

terutama

Menurut

Hardjowigeno

a.Bahan

Organik

b.Pengikatan

Tanah
oleh

dalam

pembentukan

(2003)
:

Bahan

Nitrogen
organik

mikroorganisme

protein
dalam
halus

(Hanafiah

tanah
dan
dari

berasal

bahan

2005).
dari

organik
N

kasar
udara

c.Pupuk
d.Air

Hujan

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas
didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada
tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N
dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 4000 kg/ha pada lapisan 0 20 cm
tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003).
Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta
berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain
(RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentukbentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini
terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan
urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam
tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N
terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi,

hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau
bertambah karena pengendapan.
P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral
di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7
(Hardjowigeno

2003).

Siklus

Fosfor

sendiri

dapat

dilihat

pada

Gambar

2.

Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai
dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi Porganik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah
2005).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik
dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang
lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama
kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan
litosol) umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman
tanpa memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah
2005). Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat
dan pertumbuhannya kerdil.
Kalium

(K)

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman
dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik
yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986),
menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan
dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri
dan

adanya

penambahan

dari

kaliumnya

sendiri.

Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung
kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut
dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau
tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik.
Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah
ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion
adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik
mengandung

sedikit

Kalium.

Natrium

(Na)

Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan
penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah
kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut,
suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh
15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam
larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl).
Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah
pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat
toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan
(Hanafiah, 2005).
Kalsium

(Ca)

Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan
Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik,
terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder
dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan
pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).
Magnesium

(Mg)

Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara
lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun.
Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan
magnesium
Kapasitas

(Hanafiah
Tukar

2005).
Kation

(KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1.Reaksi

tanah

2.Tekstur

atau

jumlah

liat

3.Jenis

mineral

liat

4.Bahan

organik

dan,

5.Pengapuran

serta

pemupukan.

Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah
humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kejenuhan

Basa

(KB)

Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan
kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya
terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah
dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH
tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap
pada

permukaan

koloid

(Anonim

1991).

Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah.
Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat
kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini
didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa
dapat dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).

SIFAT BIOLOGI TANAH


Beberapa Sifat Biologi Tanah antara lain :
Total
Mikroorganisme
Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap grup mikroorganisme
sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi ada pula yang
jumlahnya mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itu sendirilah yang
bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan
demikian mereka mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Anas 1989).
Selanjutnya Anas (1989), menyatakan bahwa jumlah total mikroorganisme yang terdapat
didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa

mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme,


populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup
ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi
lain yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut.
Jumlah mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat organisme dalam
hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Data
ini juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan pengelolaan tanah terhadap
aktifitas organisme didalam tanah (Anas 1989).
Jumlah
Fungi
Tanah
Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga mereka
menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Fungi dibedakan
dalam tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur. Kapang dan jamur mempunyai arti
penting bagi pertanian. Bila tidak karena fungi ini maka dekomposisi bahan organik dalam
suasana masam tidak akan terjadi (Soepardi, 1983).
Jumlah
Bakteri
Pelarut
Fosfat
(P)
Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya
berkisar 103 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim Phosphatase maupun
asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan
(Santosa et.al.1999 dalam Mardiana 2006). Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam
semua perubahan bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu
nitrifikasi dan pelarut fosfat. Jumlah bakteri dalam tanah bervariasi karena perkembangan
mereka sangat bergantung dari keadaan tanah. Pada umumnya jumlah terbanyak dijumpai di
lapisan atas. Jumlah yang biasa dijumpai dalam tanah berkisar antara 3 4 milyar tiap gram
tanah kering dan berubah dengan musim (Soepardi, 1983)
Total
Respirasi
Tanah
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.
Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan
untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah
mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan ratarata
jumlah
mikroorganisrne
(Anas
1989).
Penetapan
respirasi
tanah
didasarkan
pada
penetapan
:
1.Jumlah
CO2
yang
dihasilkan,
dan
2.Jumlah
O2
yang
digunakan
oleh
mikroba
tanah.
Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar
dengan.
aktifitas
mikroba
seperti:
1.Kandungan
bahan
organik
2.Transformasi
N
atau
P,
3.Hasil
antara,
4.pH,
dan
5.Rata-rata jumlah mikroorganisme.

2.2. Kegiatan Penambangan


Setelah suatu deposit bahan tambang dinyatakan layak untuk ditambang, maka selanjutnya
bahan tambang
tersebut akan ditambang (dieksploitasi). Dalam eksploitasi ini juga diperlukan suatu
pengelolaan yang
berwawasan lingkungan. Hal ini berkaitan erat dengan teknik penambangan yang akan
dipergunakan, termasuk pembuatan dan penempatan infrastruktur tambang.
Dalam suatu kegiatan penambangan biasanya terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap
persiapan, tahap
eksploitasi dan terakhir, yang merupakan bagian tak terpisahkan, adalah tahap
reklamasi/rehabilitasi lahan
pasca penambangan.
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan biasanya didahului dengan kegiatan pengangkutan berbagai jenis peralatan
tambang, termasuk bahan-bahan bangunan untuk pembuatan perkantoran, gudang,
perumahan (jika ada) dan fasilitas-fasilitas tambang yang lain, pembukaan lahan (landclearing), dan selanjutnya adalah pembuatan/pembukaan jalan tambang. Dalam hal
pengangkutan peralatan tambang dan bahan-bahan bangunan, yang perlu diperhatikan adalah
jalan yang akan dilalui. Perlu diperhitungkan berapa meter lebar jalan, jalan apakah melewati
jembatan (bagaimana kondisinya), apakah melewati pemukiman penduduk, berapa frekuensi
lalu-lalang dan jenis maupun tonase truk pengangkut, dan sebagainya. Hal-hal tersebut perlu
diperhitungkan secara matang agar tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan di
sepanjang jalan yang akan dilalui, baik terhadap manusia maupun fisik alam itu sendiri.
Beberapa contoh dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh adanya kegiatan pengangkutan
ini apabila tidak dikelola dengan baik, antara lain adalah jalan menjadi rusak (banyak lubang,
becek di musim hujan), kecelakaan lalu-lintas (karena jalan terlalu sempit, atau kondisi
jembatan kurang memenuhi syarat), debu bertebaran yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan (karena jalan berupa tanah dan dilalui kendaraan pada musim kemarau), dan
ganggunan kebisingan.
Pada kegiatan pembukaan lahan perlu diperhatikan kemiringan dan kestabilan lereng, bahaya
erosi dan
sedimentasi (karena penebangan pepohonan, terutama saat musim hujan), serta hindari
penempatan hasil
pembukaan lahan terhadap sistem drainase alam yang ada. Demikian pula pada saat

pembuatan jalan tambang.


Lokasi pembuatan fasilitas tambang, seperti perkantoran, gudang, dan perumahan perlu
memperhatikan kondisi tanah/batuan dan kemiringan lerengnya. Sedapat mungkin hindari
lokasi yang berlereng terjal dan
kemungkinan rawan longsor. Jika diperlukan pembuatan kolam pengendapan, letakkan pada
lokasi yang sifat batuannya kedap air, misalnya batu lempung, dan tidak pada batuan yang
banyak kekar-kekarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya kebocoran. Bila kondisi batuan
tidak memungkinkan, maka kolam pengendapan bisa dibuat dari beton, walaupun
memerlukan tambahan biaya.
b. Tahap Eksploitasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini utamanya berupa penambangan/penggalian bahan
tambang dengan
jenis dan keterdapatan bahan tambang yang berbeda-beda. Dengan demikian teknik/tata cara
penambangannya berbeda-beda pula. Bahan tambang yang terdapat di daerah perbukitan,
walaupun jenisnya sama, misalnya pasir, teknik penambangannya akan berbeda dengan
deposit pasir yang terdapat di daerah pedataran, apalagi yang terdapat di dalam alur sungai.
Tulisan ini tidak akan membahas berbagai teknik penambangan tersebut, tetapi akan dibahas
secara umum tentang hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan pada tahap eksploitasi dalam
kaitannya dengan pengelolaan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
Jenis, sebaran dan susunan perlapisan batuan yang terdapat di sekitar deposit bahan
tambang, termasuk
ketebalan lapisan tanah penutup.
Sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan.
Kondisi hidrogeologi (kedalaman muka air tanah dangkal dan/dalam, pola aliran air tanah,
sifat fisika dan
kimia air tanah dan air permukaan, letak mata air dan besaran debitnya, letak dan pola aliran
sungai
berikut peruntukannya, sistem drainase alam).
Topografi/kemiringan lereng.
Kebencanaan geologi (kerawanan gerakan tanah, bahaya letusan gunung api, banjir,
kegempaan).
Kandungan unsus-unsusr mineral yang terdapat dalam batuan yang terdapat di sekitar
deposit bahan

tambang, misalnya pirit. Dengan mengetahui dan kemudian memperhitungkan seluruh datadata tersebut, maka dapat ditentukan teknik penambangan yang sesuai, sehingga dampak
negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan dapat dihindari atau ditekan
sekecil mungkin.
Proses Rekonstruksi Tanah
Untuk mengembalikan kondisi kontur tanah sesuai kondisi awal perlu dilakukan rekonstruksi
tanah. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus terlebih dahulu ditata dengan
penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan,
ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu.
Pengembalian bahan galian ke asalnya diupayakan mendekati keadaan aslinya. Ketebalan
penutupan tanah (sub-soil) berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan dengan re-distribusi tanah
pucuk. Lereng akibat bekas tambang dibaut bentuk teras, selain untuk menjaga kestabilan
lereng,
diperuntukan
juga
bagi
penempatan
tanaman
revegetasi.

skema rekonstruksi tanah bekas tambang

Gambar 1
). Pemadatan tanah dalam rangka reklamasi lahan dapat saja dilakukan
bila berdasarkan kajian pemadatan tersebut memang diperlukan untuk menjamin stabilitaslere
ng. Namun perlu diketahui bahwa pemadatan tanah ini akan

menghambat pertumbuhan akar, menghambat sirkulasi udara, meningkatkan laju aliran perm
ukaandan mengurangi laju infiltrasi. Kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi pada tanahtanah alami di lingkungan hutan yang memiliki tingkat kepadatan rendah atau
gembur sehingga memberikan ruang agar tanaman dapat berakar lebih dalam dan
berkembangtanpa rintangan.
3
Pada lahan-lahan reklamasi, pertumbuhan tanaman reklamasi berumur sama umumnyalebih
baik pada daerah-daerah sisi lereng dibandingkan daerah datar. Salah
satu penyebab utamanya adalah tanah di daerah datar lebih padat dibandingkan tanah didaera
h sisi lereng.Untuk menghindari pemadatan yang berlebihan tersebut maka jika
memungkinkangunakan bulldozer kecil dalam kegiatan
grading
dan batasi lalulintas hanya pada daerahtertentu. Tanah yang telanjur padat akibat lalulintas
alat-alat berat harus digemburkankembali dengan menggunakan excavator (
Gambar 2
).
Gambar 1.
Pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat
Gambar 2.
Penggemburan kembali tanah padat dengan excavator

PERBAIKAN KUALITAS TANAH


Tahap selanjutnya
dari kegiatan penataan lahan reklamasi adalah penebaran tanah pucuk.
Tanah pucuk yang ditebarkan seyogyanya adalah tanah-tanah pucuk yangmasih segar, yang
biasanya masih mengandung flora-fauna makro dan mikro serta benih-benih dan sisasisa berbagai akar tanaman yang kemudian akan tumbuh menjadi bibit-bibit yang
baik.Tahapan penebaran tanah pucuk seringkali menjadi SOP yang wajib
dilaksanakan.Padahal kondisi lapang kadangkala tidak memungkinkan tahapan ini dilakukan
karenaketiadaan tanah pucuk. Dalam kondisi tersebut material
overburden
dapat dimanfaatkansebagai media tanam dengan catatan material tersebut memiliki sifat-sifat
kimia danfisik yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman dan perakaran yang dalam serta
tidak mengandung material yang berpotensi meracuni tanaman, seperti adanya senyawa

pirit.Analisis kimia dan fisik tanah di laboratorium adalah kunci agar dapat
diberikanrekomendasi perbaikan kualitas tanah.
6
Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di Indonesia umumnya berada
padatanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan kualitas media
tanamkhususnya pada tanah lapisan atas perlu dilakukan untuk meningkatkan
keberhasilanrevegetasi. Pemberian bahan organik dalam bentuk kompos
dikombinasikan
dengan pupuk dasar NPK merupakan kunci pokok perbaikan lapisan atas tanah. Pada tanahtanah yang tergolong sangat masam hingga masam pemberian kapur pertanian perludilakukan
untuk meningkatkan pH tanah dan ketersediaan unsur-unsur lainnya, sepertiP dan berbagai
unsur mikro.
REVEGETASI
Lahan-lahan bekas tambang umumnya memiliki iklim mikro yang tidak
mendukung pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu pada tahap pertama kegiatan revegetasi lah
an bekas tambang harus ditanami terlebih dahulu dengan tanaman-tanaman pioner cepattumb
uh yang mampu beradaptasi cepat dengan kondisi lingkungan. Beberapa jenistanaman cepat
tumbuh yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut(
Albizzia falcata
)
,
akasia
(Acasia mangium, Acasia crassicarpa),
lamtoro
(Leucaena glauca)
, turi (
Sesbania grandiflora
), gamal (
Gliricidia sepium
), dll. Kriteria
tanaman pioner cepat tumbuh adalah: (1) tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang
subur, (2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak bersaing
dalamkebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4) tidak menjadi inang penyakit,
tahanakan angin dan mudah dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis.Setelah
tanaman pioner cepat tumbuh sudah berkembang dengan baik, maka tanamanlokal untuk
memperkaya variasi jenis tumbuhan hutan dapat segera ditanam. Tanamanlokal adalah
tanaman yang sudah tumbuh secara alami di sekitar daerah penambangan.Jenis-jenis tanaman
lokal dapat dilihat pada Rona Awal Laporan Amdal. Bibit tanamanlokal dapat diperoleh dari
bibit kecil di hutan sekitar daerah penambangan.Selain untuk tanaman kehutanan,
sesuai dengan status lahannya, lahan bekastambang dapat digunakan untuk
tanaman perkebunan, tanaman pangan, tanamanhortikultura, maupun tanaman
padi sawah. Pemilihan penggunaan lahan sangattergantung dari kondisi
geobiofisik lahan dan rencana tataruang penggunaan lahan.Untuk tanaman
perkebunan, karet merupakan tanaman yang relatif mudah tumbuh di l a h a n
marjinal seperti lahan-lahan bekas tambang.
3.

Pencemaran Tanah

Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada,


menghancurkanprofil tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic,
menghancurkan satwa liar dan habitatnya, degradasi kualitas udara,
mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat
megubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas
metana, gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi
gas metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan
kontribusi sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca.
Aktivitas pertambangan batubara juga berdampak terhadap pe
ningkatan
laju erosi tanah dan sedimentasi pada sempadan dan muara-muara s
ungai.
Kejadian erosi merupakan dampak tidak langsung dari aktivita
s pertambangan
batubara
melainkan
dampak
dari
pembersihan lahan
untuk
bukaan tambang
dan
pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan sarana
dan
prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan,Dam
pak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan
batubara terjadi pada kegiatan pengupasan tanah pucuk (top soil) da
n tanah
penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah p
enutup
akan
merubah sifatsifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana susunan tanah
yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan yang tertata r
api dari
lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan terbongkar akibat
pengupasan tanah tersebut.
2.

Perubahan

topografi

Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada daerah tambang. Areal yang
berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang karena digunakan untuk menumpuk hasil
galian (tanah pucuk dan overburden) dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi
masalah pada perusahaan tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti
halnya dampak hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk
lereng yang curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi

bentang alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat
berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang semula.
4.

Kerusakan

tubuh

tanah

Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan kembali tanah pucuk
untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub
soil) secara tidak teratur sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah
(Iskandar, 2010). Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi
dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan
terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin. Pattimahu (2004) menambahkan bahwa terkikisnya
lapisan topsoil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba
tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas
mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak
langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu dengan mobilitas operasi alat berat di atas
tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan
menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara
(aerasi)

yang

perkembangan

secara

langsung

dapat

membawa

dampak

negatif

terhadap

fungsi

dan
akar.

Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga akan berdampak
pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Suprapto (2008a)
membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida (overburden) menyebabkan
terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. Pada kondisi terekspos pada udara bebas
mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan dalam air membentuk Air Asam Tambang
(AAT). AAT berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk aliran
mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan kualitas lingkungan.
Sementara itu proses pengolahan bijih mineral dari hasil tambang yang menghasilkan limbah
tailing juga berpotensi mengandung bahan pembentuk asam (Suprapto, 2008b), sehingga
akan merusak lingkungan karena keberadaannya yang bisa jauh ke luar arel tambang.
Teknik penambangan adalah open pit with strip mining, diawali dari kegiatan land clearing,
pengupasan dan penyimpanan tanah pucuk (top soil) , penggalian lapisan OB (overburden),
lalu penggalian ore bauxite dengan menggunakan alat excavator dengan sistem strip. Teknik
Tambang bauksit tidak menimbulkan adanya lubang besar (void) seperti pada Tambang lain
seperti batu bara dan lain-lain. Setelah selesai pengambilan ore bauxite dilanjutkan dengan
penataan lahan bekas tambang dengan cara menimbun lubang-lubang bekas tambang dengan
lapisan tanah OB terlebih dahulu, lalu yang terakhir adalah pengembalian tanah pucuk,
sedemikian rupa sehingga lahan bekas tambang tersebut dinyatakan layak/siap untuk ditanam
(revegetasi). Dalam proses penataan lahan (re-shaping) tersebut juga dilakukan tindakan civil
engineering dengan tujuan untuk pencegahan erosi dan sedimentasi. Kegiatan selanjutnya
adalah penanaman (revegetasi). Tujuan revegetasi adalah : 1.
Sesegera mungkin
mengurangi dampak erosi dan sedimentasi akibat lahan terbuka pasca penambangan.

Sebelum ditanami tanaman pokok disyaratkan ditanami tanaman kacang-kacangan (legume


cover crops) yang berfungsi untuk pencegahan erosi permukaan (surface run off) dan
menyuburkan tanah. 2. Menghindari terjadinya degradasi lahan dan dampak negatif lain
akibat kegiatan penambangan. 3.
Meningkatkan produktivitas lahan sehingga dapat
dimanfaatkan oleh sektor usaha lainnya (pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.).
Reklamasi Tambang Bauksit PT. HPAM Areal IUP (Izin Usaha Pertambangan) berada pada
lokasi dengan beragam status lahan. Ada yang berada di dalam kawasan hutan, ada yang
tumpang tindih dengan IUP Perkebunan, IUP Kehutanan (Hutan Tanaman Industri) dan ada
juga yang lahan milik penduduk. Hal tersebut menyebabkan pola revegetasinya berbedabeda sesuai dengan status lahan dimana deposit Tambang berada. Penambangan yang berada
di dalam kawasan hutan memiliki beberapa persyaratan, sebagai berikut : 1.
Perusahaan
harus mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) terlebih dahulu ke
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (dh. Kementerian Kehutanan). 2.
Membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) sesuai dengan luas lahan IPPKH. 3.
Melaksanakan kegiatan reklamasi hutan, yaitu reklamasi lahan bekas Tambang di dalam
kawasan hutan. 4. Melaksanakan kegiatan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai. 5. Dan lain-lain Pola revegetasi No Status Lahan Jenis Tanaman Tujuan
Pemanfaatan 1. Kawasan hutan alam Tanaman kehutanan Mengembalikan kawasan hutan
produktif atau seperti rona awal 2. Kawasan hutan dibebani hak (HTI) Tanaman kehutanan
sesuai budidaya pemegang Izin Kawasan Budidaya Kehutanan (Fast Growing Species) 3.
APL Perkebunan Tanaman perkebunan Kawasan Budidaya Perkebunan (Kelapa sawit) 4.
APL Tanah Milik Tanaman sesuai keinginan pemilik lahan Kawasan Budidaya Masyarakat
(Karet) Pola revegetasi pada kawasan hutan adalah menanami kembali lahan bekas
Tambang dengan tanaman-tanaman kehutanan yang berumur panjang, sedapat mungkin
menanami dengan jenis tanaman asli local (indigenous species) dan tanaman budidaya
kehutanan (fast growing species). Sedangkan pada kawasan APL (Areal Penggunaan Lain)
yang telah dibebani hak IUP Perkebunan, akan ditanami dengan tanaman kelapa sawit. Dan
pada kawasan hak milik masyarakat akan ditanami dengan tanaman karet atau sesuai dengan
yang diinginkan masyarakat pemilik lahan. Beberapa kasus pemilik lahan meminta ditanami
tanaman kelapa sawit.
Sarana Prasarana Operasional Tambang Bauksit PT. HPAM
Disamping areal bekas Tambang (mine pit) pada umumnya masih ada penggunaan lahan
untuk keperluan lain. Sarana prasarana yang terkait langsung dengan operasional antara lain :
jalan Tambang, quarry, pelabuhan (port), intermediate stockpile, Bauxite Processing Plant
(BPP), workshop dan lain-lain. Sedangkan yang tidak langsung adalah : kantor, mess
karyawan, rumah ibadah, persemaian. Jika selesai kegiatan Tambang, maka lahan bekas
tambang sesegera mungkin direklamasi. Namun untuk sarana prasarana penunjang akan
tergantung dari keperluan, apakah masih akan dimanfaatkan atau sudah tidak dimanfaatkan
lagi. Sebagai contoh, jalan Tambang. Sepanjang jalan Tambang tersebut masih akan
digunakan untuk mengangkut material Tambang, maka sarana jalan tersebut akan tetap
dipelihara. Kegiatan pengelolaan lingkungan terkait jalan adalah mengendalikan erosi parit
sepanjang jalan, memelihara gorong-gorong dan jembatan, tebing / jurang kiri kanan jalan
dan lain-lain. Dalam hal sudah tidak dipergunakan lagi, maka sarana tersebut segera
direklamasi sesuai dengan fungsinya. Pada periode pasca Tambang, maka semua sarana dan
prasarana Tambang harus direklamasi dan dikembalikan fungsinya sehingga dapat
dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan dan secara lingkungan harus dijamin aman,
tidak menyisakan dampak maupun bahaya bagi kehidupan masyarakat. Sebelum kegiatan
pasca Tambang dinyatakan berhasil maka perusahaan tetap diwajibkan untuk mereklamasi,
memulihkan dan meniadakan semua kondisi fisik lahan di seluruh lahan dalam wilayah IUP
hingga dapat dimanfaatkan lagi oleh pengguna berikutnya dan satu lagi yang tidak kalah
pentingnya, yaitu melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar Tambang terkena dampak

sehingga

menjadi

masyarakat

yang

Mandiri.

(dp)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dipras/reklamasi-lahan-bekas-tambang-bauksitpt-hpam_5576ad9e319773ba4128e5fe

Anda mungkin juga menyukai