Anda di halaman 1dari 24

JENIS-JENIS TANAH

DI INDONESIA
1. Tanah Organosol / Gambut
 Berasal dari bahan induk organik dari
hutan rawa. Terbentuk karena adanya
proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan
rawa.
 Warna coklat hingga kehitaman, tekstur
debu-lempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat hingga lekat,
kandungan unsur hara rendah.
 Terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan,
dan Papua
2. Aluvial
 Termasuk tanah muda, berasal dari
material halus yang diendapkan aliran
sungai (bahan induk alluvium)
 Tekstur beraneka, belum terbentuk
struktur, konsistensi dalam keadaan basah
lekat, pH beraneka, kesuburan sedang
hingga tinggi
 Terdapat di dataran aluvial sungai dan
pantai serta daerah cekungan (depresi)
3. Regosol
 Jenis tanah muda, berasal dari bahan induk
material vulkanis piroklastik atau pasir
pantai
 Belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstrur pasir, struktur berbutir tunggal,
konsistensi lepas, pH netral, kesuburan
sedang
 Terdapat di daerah lereng vulkan muda,
daerah beting pantai dan dunes (bukit
pasir) pantai
4. Litosol
 Merupakan tanah mineral dengan sedikit
perkembangan profil, berasal dari batuan
beku atau batuan sedimen yang kompak.
 Solum tanah dangkal (< 30 cm), tekstur
beraneka (umumnya berpasir), tidak
berstruktur, terdapat kandungan batu dan
kerikil, kesuburan bervariasi
 Terdapat di daerah dengan topografi
berbukit, pegunungan, lereng miring
hingga curam
5. Latosol
 Tanah yang telah berkembang, telah
terbentuk diferensiasi horizon, berasal dari
batuan induk tuff, material vulkanik,
batuan breksi dan batuan intrusi
 Solum tanah tebal, tekstur lempung,
struktur remah hingga gumpal, konsistensi
gembur hingga agak teguh, warna coklat
merah hingga kuning.
 Terdapat di daerah beriklim basah, CH >
300 mm/th, ketinggian 300-1000 m dpal.
6. Grumusol
 Tanah yang telah memiliki perkembangan profil,
berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung
atau tuff vulkanik bersifat basa
 Agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
granular di lapisan atas, gumpal di lapisan
bawah, konsistensi jika basah sangat lekat dan
plastis, jika kering sangat keras dan tanah retak-
retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa,
kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat,
peka terhadap erosi
 Tersebar di daerah subhumid dan subarid, CH <
2.500 mm/th
7. Podsoil Merah Kuning
 Tanah mineral telah berkembang, berasal
dari batuan pasir kwarsa, tuff vulkanis
bersifat asam.
 Solum dalam, tekstur lempung hingga
berpasir, struktur gumpal, konsistensi
lekat, bersifat agak asam, (pH < 5,5),
kesuburan rendah hingga sedang, warna
merah sampai kuning, kejenuhan basa
rendah, peka terhadap erosi.
 Tersebar di daerah beriklim basah tanpa
bulan kering dan CH > 2500 mm/th
8. Podsol
 Tanah yang telah memiliki perkembangan
profil, berasal dari batuan pasir dengan
kandungan kwarsa tinggi, batuan lempung
dan tuff masam subresen
 Tekstur lempung hingga pasir, struktur
gumpal, konsistensi lekat, kandungan
kwarsa tinggi, sangat masam, kesuburan
rendah, peka terhadap erosi
 Terdapat di daerah beriklim basah, CH >
200 mm/th tanpa bulan kering, dan
topografi pegunungan.
9. Andosol
 Tanah mineral yang telah berprofil, berasal
dari batuan induk abu atau tuff vulkanik
 Solum agak tebal, warna coklat kelabu
hingga hitam, kandungan bahan organik
tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur
remah, konsistensi gembur dan bersifat
licin berminyak, kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi,
daya absorbsi sedang, kelembaban tinggi,
permeabilitas sedang, peka terhadap erosi
 Terdapat di lereng vulkan atau kerucut
vulkan
10. Mediteran Merah Kuning
 Tanah mengalami perkembangan profil, berasal dari
batuan kapur keras (limestone) dan tuff vulkanik bersifat
basa
 Solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga
merah, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal
bersudut, konsistensi teguh dan lekat jika basah, pH
netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
absorpsi sedang, permeabilitas sedang, peka terhadap
erosi
 Terdapat di daerah beriklim subhumid, bulan kering
nyata, CH < 2500 mm/th, daerah pegunungan lipatan,
topografi karst, lereng vulkanik ketinggian < 400 m.
Khusus di daerah karst disebut sebagai tanah terrarossa
11. Gleiosol (Hidromorf Kelabu)
 Tanah yang perkembangannya dipengaruhi
oleh faktor lokal: topografi yang berupa
dataran rendah atau cekungan, hampir
selalu tergenang air
 Solum sedang, warna kelabu hingga
kekuningan, tekstur geluh hingga lempung,
struktur berlumpur hingga massif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4,5-
6,0), ada lapisan glei kontinue berwarna
kelabu pucat pada kedalaman < 0,5 m.
 Terdapat di daerah beriklim humid hinga
subhumid, CH > 2000 mm/th
Kelas-kelas Kemampuan Tanah
 Kelas I :Lahan datar, butiran agak halus,
mudah diolah,sangat responsif terhadap
pemupukan dan memiliki sistem pengairan
yang baik. Sesuai untuk pertanian tanpa
memerlukan upaya pengawetan tanah.
 Kelas II :Lahan lereng landai, butiran tanah
halus sampai agak kasar, agak peka
terhadap erosi. Sesuai untuk kegiatan
pertanian dengan upaya pengawetan tanah
ringan (penanaman berdasar kontur, pupuk
hijau)
Kelas-kelas Kemampuan Tanah
 Kelas III : Lahan agak miring, sistem
pengairan kurang baik, sesuai untuk
pertanian dengan tindakan pengawetan
khusus (terassering, pergiliran tanaman,
sistem penanaman berjalur)
 Kelas IV : Lahan miring (15-30%), sistem
pengairan buruk. Dapat dijadikan lahan
pertanian, namun dengan upaya
pengawetan tanah yang lebih khusus
(berat)
Kelas-kelas Kemampuan Tanah
 Kelas V : Terletak di wilayah datar atau
agak cekung, permukaan banyak
mengandung batu dan tanah liat. Tingkat
keasaman tinggi. Tidak cocok untuk
kegiatan pertanian, untuk rumput atau
dihutankan
 Kelas VI : Ketebalan tanah tipis,
kemiringan 30-45% (agak curam), mudah
tererosi. Sesuai untuk padang rumput
atau dihutankan
Kelas-kelas Kemampuan Tanah
 Kelas VII : Sangat curam (45-65%), tanah
sudah mengalami erosi berat. Sesuai
untuk tanaman tahunan.
 Kelas VIII : Kemiringan > 65%, butiran
tanah kasar dan mudah lepas dari
induknya, rawan kerusakan. Harus
dibiarkan tanpa campur tangan manusia
(dibuat cagar alam)
Degradasi Lahan
 Fenomena penurunan kualitas tanah
baik secara alamiah maupun buatan
Penyebab degradasi lahan
 Erosi
 Penggundulan hutan
 Polusi
 Kebakaran hutan
 Eksploitasi tambang yang
berlebihan
 Kerusakan tanah lainnya :
Kerusakan tanah lainnya:
 Kerusakan karena proses kimiawi air
hujan
 Kerusakan karena proses mekanik air
hujan
 Kerusakan karena tanah longsor
 Kerusakan karena terkumpulnya garam di
daerah perakaran (salinisasi)
 Kerusakan karena penjenuhan tanah oleh
air (waterlogging)
Konservasi tanah
 Upaya untuk mengawetkan dan
memperbaiki kualitas tanah
Upaya menjaga kesuburan tanah
 Pemupukan yang seimbang (baik dengan
pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk
buatan maupun kompos)
 Sistem irigasi yang baik
 Pembuatan hutan-hutan cadangan pada
lereng-lereng gunung
 Menanami lereng-lereng yang telah gundul
 Penyelenggaraan pertanian di daerah
miring secara benar
Pertanian di daerah miring
 Terassering : menanam tanaman
dengan sistem berteras-teras untuk
mencegah erosi tanah
 Contour farming : menanami lahan
menurut garis kontur, shg
perakaran dapat menahan tanah
 Guludan : tanggul pasangan untuk
mencegah erosi
Pertanian di daerah miring
 Contour Plowing : membajak searah garis
kontur sehingga terjadi alur-alur horizontal
 Contour strip cropping : membagi bidang-
bidang tanah dalam bentuk sempit
memanjang dengan mengikuti garis kontur,
sehingga bentuknya berbelok-belok
 Crop Rotation : Pergiliran jenis tanaman
 Reboisasi : menanami kembali hutan gundul
Lahan Potensial
 Lahan-lahan yang secara kualitatif
sangat memungkinkan untuk
dimanfaatkan dalam pemenuhan
kebutuhan manusia
 Pemanfaatan lahan potensial:
- lokasi industri
- lokasi perdagangan
- wilayah pemukiman
- fasilitas-fasilitas sosial

Anda mungkin juga menyukai