Anda di halaman 1dari 13

TEORI AGENDA SETTING

Tugas ini dalam rangka memenuhi salah satu kriteria penilaian mata kulia
h Teori Komunikasi
Dosen Pengampu Mucsin Al-Fikri S. Sos., M. I. Kom

Disusun Oleh :
ALTRIK MILAN SALAMHAMIDZI [ 3112221027 ]

PRODI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan YME atas ridha dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan hasil makalah yang berjudul
'Teori Agenda Setting'.

Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muchsin Al-Fikri
yang telah membimbing dan membantu kami dalam proses penyusunan
makalah ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang
telah membantu baik secara moral maupun material sehingga makalah ini dapat
terwujud.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dan kesalahan dalam makalah
yang disusun. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas kesalahan tersebut.
Kritik dan saran dari pembaca senantiasa ditunggu oleh penulis guna
meningkatkan kualitas tulisan ke depannya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, 23 Maret 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………

…………… I

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………

…………………… ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………

…….…… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………………

……………………… 1

B. Rumusan masalah ………………………………………………………………

………………… 3

BAB II PEMBAHASAN ………….………………………………………………..

……………. 4

BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………………

…………. 10

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………

……. 20
ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan selalu melakukan


suatu aktivitas dan berharap bisa melakukan aktivitasnya dengan mudah. Tidak
terkecuali penyandang gangguan. Penyandang kelainan bawaan dengan
memiliki kekurangan pada fungsi tubuhnya baik sejak lahir, akibat bencana,
atau kecelakaan. Hal inilah yang menjadi keterbatasan penyandang kelainan
dalam melaksanakan aktivitasnya tidak ditanggung oleh orang normal pada
umunya.

Keterbatasan inilah yang membatasi penyandang gangguan untuk


mendapatkan akses sosial. Masyarakat penyandang disabilitas sampai sekarang
juga menjadi bagian dari masyarakat yang terbilang minoritas yang masih
sangat kurang diperhatikan baik oleh pemerintah. Salah satunya dalam aspek
aksebilitas sehingga mereka kesulitan dalam melakukan mobilitas. Penyandang
gangguan sepertinya sulit untuk “bergerak”.

Penyandang Gangguan juga merupakan warga Negara Indonesia yang


sah dan diakui oleh Negara, maka dari itu Negara mempunyai kewajiban untuk
memberikan perlindungan dan memberikan fasilitas penyandang disabilitas
agar meraka mendapatkan kemudahan dalam menunjukkan eksistensinya dan
berekspresi menurut keahliannya Sebagai bagian dari warga negara Negara
yang juga memiliki suatu kedudukan, serta hak dan kewajiban yang sama dan
rata dengan masyarakat yang tidak bermasalah, sudah seharusnya mendapatkan
perlakuan khusus dari pemerintah.

Sebagai upaya bentuk perlindungan bagi penyandang gangguan agar


terhindar dari keberatan dan pelanggaran mengenai hak asasi manusia.

1
Pemerintah diharapkan mampu menyediakan perhatian dan pelayanan kepada
penyandang disabilitas. Namun sejauh ini fakta dilapangan menunjukkan
kondisi sebaliknya, masih sangat minim sarana aksebilitas fasilitas publik dan
pelayanan lainnya yang memang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas.
Hambatan aksebilitas sampai sekarang ini masih berupa hambatan arsitektural,
sehingga penyandang disabilitas merasa kehilangan haknya untuk mendapatkan
pelayanan dan fasilitas tersebut.

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan


penyandang disabilitas yang terdapat di Kabupaten Bulukumba dirasa cukup
banyak yaitu mencapai 1043 orang. Menyikapi jumlah penyandang gangguan
dan banyak pemerintah akhirnya suatu kebijakan, yang mana menurut Jenkins
(Wahab 2012:15) kebijakan merupakan rangkaian keputusan yang memiliki
keterkaitan yang diambil oleh para pejabat atau aktor politik serta sekelompok
aktor, dan berkenaan dengan sesuatu yang akan dicapai termasuk tahap-tahap
untuk mencapainya dalam keadaan, keputusan-keputusan itu masih berada dan
diletakkan dalam batas kewenangan kekuasaan dari aktor tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan agenda setting ?

2. Bagaimana implementasi atau pengaplikasian agenda setting dalam


kepemerintahan sosial ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui dan memahami makna agenda setting

2. Untuk memahami pengaplikasian agenda setting dalam kepemerintahan


sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. AGENDA SETTING

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah di


Kabupaten Bulukumba Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan
Pelayanan Penyandang Disabilitas. Kebijakan ini dibentuk dari dikeluarkannya
kebijakan oleh pusat pemerintah yang dimana pemerintah mengatakan bahwa,
masayarakat penyandang disabilitas adalah salah satu penyandang disabilitas
kesejahteraan sosial yang memang sangat perlu mendapatkan perhatian, yang
dimuat dalam UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Gangguan dikatakan
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin memperjuangkan hidup
setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas yang memiliki
kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga
Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara
dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat.

Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang bertujuan agar


mampu mengatasi permasalahan yang muncul dalam suatu keadaan kebijakan
tertentu yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah, pada sudut pandang
yang berbeda menyatakan bahwa studi kebijakan publik adalah untuk
mempelajari berbagai pertimbangan-pertimbangan pemerintah dalam
mengatasi suatu masalah yang telah menjadi perhatian publik atau banyak
orang. Terdapat beberapa permasalahan yang akan dihadapi oleh pemerintah
dimana sebagian disebabkan oleh kegagalan dari birokrasi saat memberikan
pelayanan serta menyelesaikan persoalan publik.

Tahap perumusan kebijakan publik, kenyataan politik yang melingkupi


seluruh proses pembuatan sebuah kebijakan publik tidak seharusnya tidak
terlepas dari fokus atau inti kajiannya. Sebab bila dilepaskan dengan jelas
3
sebuah kebijakan publik yang dihasilkan tersebut akan menjadi miskin aspek
lapangannya. Jika suatu produk kebijakan miskin aspek lapangannya maka
akan menemui banyak orang masalah atau masalah pada fase atau tahap
penerapan selanjutnya. Dan yang tidak seharusnya dilupakan adalah bagaimana
penerapannya dilapangan dimana sebuah kebijakan publik yang berada tidaklah
akan pernah bersih dari elemen politik di dalamnya.

Sebab seringnya ada pemikiran para pengambil pengambil kebijakan


yang penyelesaiannya bahwa suatu rumusan kebijakan yang baik itu
merupakan suatu uraian kontekstual yang sangat sarat akan pesan-pesan ideal
dan normatif, namun hal ini tidak membumi. Padahal seharusnya perumusan
kebijakan publik yang benar dan baik itu adalah sebuah deskripsi dari
kematangan pembacaan realitas atau kenyataan sekaligus alternatif cara yang
fisibel terhadap kenyataan tersebut .Namun pada akhirnya uraian yang telah
dihasilkan tersebut tidak sepenuhnya sama dengan nilai normatif ideal, tetapi
itu bukanlah suatu masalah asalkan uraian dari kebijakan itu sama dengan
kenyataan atau kenyataan masalah kebijakanyang ada dilapangan.

Terdapat empat tahap dalam Proses perumusan kebijakan publik yakni


sebagai berikut: (1) identifikasi masalah, (2) agenda setting, (3) perumusan
masalah kebijakan, (4) desain kebijakan (Dunn, 1998). Agenda Setting hal ini
yang menjadi fokus dari penelitian tersebut. Sistem pembuatan sebuah
kebijakan politik publik pun pada dasarnya berawal dari munculnya tingkat
kesadaran atas suatu masalah tertentu. Selain itu juga, untuk mengetahui
tingkat relatif demokrasi atau tidaknya suatu sistem politik, diantaranya dapat
diukur dari cara bagaimana mekanisme mengalirnya isu menjadi agenda
kebijakan pemerintah, dan akhirnya menjadi kebijakan publik. Kenyataannya
bahwa setiap isu yang berkembang ditengah-tengah masyarakat tidak
semuanya akan menjadi kebbijakan publik.

Tahap penyelesaian agenda sendiri menarik karena merupakan tahap


yang cukup krusial di mana adakalanya sebuah isu hangat yang dianggap
penting segera mendapat perhatian. Isu seperti ini kemudian menjadi agenda
4
kebijakan yang akan dibicarakan oleh para pelaku kebijakan formal. Namun
ada saatnya pula di mana sebuah isu hangat kemudian mendingin dan pada
akhirnya dilupakan. Agar masalah dapat melestarikan dengan suatu kebijakan
publik, masalah publik tadi menuntut adanya perumusan masalah dengan baik
dan benar. Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Ackoff
(Widodo2013:51) bahwa untuk mendapatkan keberhasilan dalam
menyelesaikan suatu masalah maka hendaknya hendak menemukan pemecahan
atau langkah yang benar dan tepat atas masalah yang benar. Kegagalan sering
terjadi karena kita memecahkan masalah yang salah daripada mendapatkan
pemecahan yang salah terhadap masalah yang benar.

Kemudian Solesbury (Parson 2014:119) juga menjelaskan bahwa


sebuah isu baru mulai tampak penting ketika sebuah institusi di dalam sistem
politik menjadi terkait dengan isu tersebut. Karena kemajuan itu sebuah isu
dibentuk oleh tingkat kekhususannya: yakni, sejauh mana isu tersebut diperkuat
oleh suatu kejadian atau peristiwa. Terkait kasus lingkungan, hal ini tampak
jelas bahwa pasang surut perhatian terhadap isu ini selalu berkaitan dengan
kejadian bencana dan jenis-jenis “krisis” lainnya. Akan tetapi, kekhususan
tidak cukup membuat isu untuk menjadi diperhatikan. Isu itu harus punya
legitimasi. Ia harus menghubungkan dan sesuai dengan nilai-nilai yang
dominan dan juga berlaku. Karenanya, masalah harus mendapat perhatian
publik, legitimasi, dan perhatian pemerintah agar isu itu memunculkan
tindakan publik Kolbinur (2016:01).

Dengan melalui proses masalah muncul dan menjadi perhatian, sehingga


masyarakat penyandang disabilitas yang bermitra dengan organisasi
nonpemerintah yaitu organisasi Persatuan Penyandang Disabilitas (PPDI)
Kabupaten Bulukumba dan pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba
Khususnya Bupati, DPRD, Bagian Hukum dan Ham, Dinas Sosial dan Partai
Politik PKB yang telah melakukan diskusi dan sharing terkait Perda tentang
penyandang disabilitas sejak tahun 2016. Proses perumusan Peraturan Daerah

5
Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang
Disabilitas yang melibatkan berbagai pihak tersebut disebut pengaturan agenda.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kolbinur (2016:03), agenda


setting sendiri merupakan sebuah langkah awal dari keseluruhan tahapan dalam
proses perumusan kebijakan. Agenda setting merupakan tahap yang
memperjelas tahapan kebijakan lainnya. Sehingga agenda setting dalam proses
perumusan Perda Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Pelayanan
Penyandang Disabilitas merupakan tahapan atau bagian yang sangat krusial
dalam kebijakan publik. Dalam masalah kebijakan serta agenda setting ini akan
dapat diketahui seberapa penting dan perlunya dibentuk kebijakan Perda
Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Penyandang Disabilitas yang
akan diterapkan di Kabupaten Bulukumba. Tentunya inisiasi pemerintah dan
masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi isu terkait penyandang
disabilitas dengan menciptakan kabupaten/kota yang ramah terhadap
penyandang disabilitas dan juga persamaan hak bagi penyandang disabilitas.

Proses perumusan kebijakan publik sangat perlu diperhatikan secara


seksama kepentingan pemeran aktor yang terlibat langsung sebagai pemangku
kepentingan dan orientasi orientasi dari sebuah kebijakan yang akan dibuat.
Bagaimana keputusan dari kebijakan diambil dalam hal ini sebuah keputusan
dalam kebijakan akan melibatkan tindakan dari seseorang aktor pejabat
ataupun lembaga resmi untuk menyepakati, menolak ataupun mengubah suatu
alternatif atau cara kebijakan yang dipilih.

Proses pembuatan kebijakan sangat rentan terjadi kepentingan-


kepentingan politik yang hanya melanggengkan kepentingan orang-orang
tertentu sehingga pada implisitnya kebijakan atau keputusan yang dibuat tidak
pernah hadir atau berdampak di lingkungan masyarakat pada umumnya
sehingga pada akhirnya masyarakat tidak pernah merasakan dampak dari
keputusan atau kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah, dengan hal ini
dapat merusak tatanan demokrasi yang hakekatnya demokrasi adalah

6
memperhatikan kepentingan bersama, mensejahterakan kehidupan bangsa
untuk mencapai cita-cita bangsa yang adil dan makmur.

Lingkungan masyarakat awam, bahkan tak jarang juga dikalangan para


profesional dan akademisi, kita mendengar orang berkomentar dengan
mengatakan bahwa kebijakan publik itu merupakan sesuatu yang abstrak, tidak
jelas sosoknya kabur, tidak berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-
hari, dan lain sebagainya. Sejauh ini mengenai kebijakan publik sebagai suatu
konsep yang ideal dalam mensejahterakan rakyat, namun hanya pada tataran
praktisnya dilapangan tidak jelas keberadaannya. Dalam hal ini semakin
diperjelas, bahwa jika menyangkut kebijakan publik sebagai aktivitas atau
tindakan yang akan dilakukan oleh negara atau pemerintah ternyata tidak
semuanya benar (Wahab, 2012).

Agenda setting dalam proses penyusunan kebijakan Perda No.2 Tahun


2018 tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas menjadi
tahap yang sangat penting dalam kebijakan publik. Di dalam masalah kebijakan
dan agenda setting ini nantinnya akan diketahui betapa pentingnya kebijakan
Perda No.2 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang
Disabilitas yang akan diterapkan di Kabupaten Bulukumba.

Surat kabar merupakan salah satu jenis media massa dalam proses
komunikasi. Surat kabar memberikan informasi dan membantu masyarakat
untuk mengawasi dunia dengan menyediakan berita. Surat kabar tidak hanya
mengelola informasi melalui berita, tetapi juga aspek-aspek yang lainnya.
Karena itu fungsi surat kabar mencakup berbagai aspek seperti menyiarkan
informasi, sebagai sarana pendidikan massa (mass education), menghibur dan
fungsi mempengaruhi yang memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat.

Pada umumnya isi surat kabar terdiri dari berita, baik berita yang
terletak dihalaman depan maupun berita biasa, opini rubrik, reportase,
wawancara, feature, iklan dan aneka ragam hiburan seperti cerita bersambung,
cerita pendek, cerita bergambar, teka-teki silang dan lain-lain. Semua
7
komponen itu diramu sedemikian rupa agar pembaca tertarik membaca dan
menjadi pelanggan surat kabar.

Surat kabar lebih berkompromi dengan halaman, sehingga


pemberitaannya lebih “dalam” dibandingkan dengan media lainnya. Proses
konstruksi realitas yang dilakukan surat kabar merupakan usaha
“menceritakan” sebuah peristiwa atau keadaan. Realitas tersebut tidak serta
merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis
berita (wartawan) dengan fakta suatu peristiwa. Hanya peristiwa yang
mempunyai nilai berita dan menarik perhatian publik yang akan menjadi fokus
utama berita.

Berita merupakan laporan tentang suatu peristiwa atau kejadian. Berita


merupakan informasi yang dapat dikatakan akurat. Berita menyajikan fakta-
fakta pada sebuah peristiwa atau pengalaman yang terjadi, baik yang dialami
secara individu maupun lembaga. Terkadang masyarakat menjadikan berita
sebagai alat mencari kebenaran terhadap suatu peristiwa atau informasi yang
disimpang siur. Berita merupakan aspek paling utama yang menjadi dasar
pertimbangan redaksi untuk menempatkan peristiwa di halaman pertama atau
hedaline surat kabar.

Tidak semua orang memiliki waktu luang untuk membaca surat kabar,
maka pemberiaan dalam surat kabar dibuat dengan cara menyampaikan dan
memuat informasi atau fakta yang terlibat dalam peristiwa tersebut apa adanya
secara langsung, baik yang menjadi pokok masalah maupun apa yang
dikatakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Sehingga,
beberapa peristiwa sering diangkat menjadi headline atau berita utama dalam
surat kaba

8
BAB III
KESIMPULAN

Melalui penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang


pengaruh media sosial dalam membentuk opini publik melalui isu yang
tersebar di tengah masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan agar para
pengguna media sosial dapat memahami cara bermedia sosial yang benar
dengan cara menyaring ( menfilter ) informasi yang diperoleh kemudian
mencari kebenaran informasi sebelum pesan disebarkan. Bagi pengguna media
sosial Instragram, dengan adanya penelitian ini diharapkan lebih selektif
terhadap pengelolaan menerima informasi yang disebarkan melalui media
sosial, agar tidak terjebak oleh berita bohong (hoax), berita palsu (fake news)
atau informasi negatif lainnya.

Anda mungkin juga menyukai