Rencana Penulangan :
0.85𝑥𝑓′ 𝑐 600
= 0.75 (𝛽1 𝑥 600+𝑓𝑦 )
𝑓𝑦
30 600
= 0,75 x (0,85 x x 0,85 x )
240 600+240
= 0,048
1 2. 𝑚. 𝑅𝑛
𝜌 = (1 − √1 − )
𝑚 𝑓𝑦
1 2 x 9,41 x 0,39
= 9,41 (1 − √1 − )
240
= 0,00135
Karena ρmin > ρ, maka digunakan digunakan ρmin = 0,00583
As = .b .d
= 0,00583. 200 . 190
= 221,54 mm2
= 2,215 cm2
As’ = 0,2 x As
= 0,2 x 2,215
= 0,443 cm2
Tulangan tarik digunakan : 2 – Ø8 (As = 1,01cm2)
Tulangan tekan digunakan : 2 – Ø8 (As’= 1,01 cm2)
√𝑓′𝑐
𝑉𝑐 = x𝑏x𝑑
6
√30
= x 250 x 190
6
= 43361,369 𝑁
= 4336,1369 𝑘𝑔
B. PERENCANAAN TROTOAR
Data yang diketahui
Tebal Trotoar (h) = 25 cm = 250 mm
Lebar Trotoar = 1,1 m = 110 cm
Lebar Kerb = 0,1 m = 10 cm
Tebal Selimut Beton (d) = 4 cm = 40 mm
Mutu Beton (f’c) = 30 MPa
Mutu Baja (fy) = 240 MPa (Untuk tulangan Polos)
d = 25 – 4 = 19 cm = 190 mm
Pembebanan :
Beban Mati :
Menurut PPPJJR ’ 87 Bab III Pasal 1 (2) 2.5 Beban pada trotoar, kerb, dan sandaran adalah:
a. Konstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m2.
b. Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan untuk dapat menahan
satu beban horisontal ke arah melintang jembatan sebesar 500 kg/m1 yang bekerja pada
puncak kerb atau pada tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila tinggi kerb
yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm.
c. Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoar harus diperhitungkan untuk dapat menahan
beban horisontal sebesar 100 kg/m1 yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas trotoar.
BATASAN PERENCANAAN
1. Penulangan lantai kendaraan diperhitungkan per pias 1 m
DATA PERENCANAAN
Tebal pelat lantai kendaraan = 0,20 m
Tebal perkerasan aspal = 0,10 m
Tebal air hujan = 0,05 m
Tebal trotoar dan kerb = 0,25 m
Dimensi sandaran = 0,20 x 0,25 m
Lebar trotoar dan kerb = 1,2 m
Lebar jembatan = 14,4 m
Lebar lantai kendaraan = 12 m
Tinggi sandaran =1 m
Jarak antar gelagar memanjang (s) = 2 m
Jarak antar diafragma =5 m
Mutu beton (f’c) = 30 MPa
Mutu baja (fy) tulangan polos = 240 Mpa
Mutu baja (fy) tulangan ulir = 350 Mpa
PEMBEBANAN
A. Beban Mati (Faktor beban ultimit = 1,3)
a. Beban merata pada jalan
(Per pias 1 meter panjang gelagar memanjang)
Berat Lantai Kendaraan = 0,20 x 1 x 2500 = 600 kg/m
Berat Perkerasan (aspal) = 0,10 x 1 x 2200 = 220 kg/m
q = 820 kg/m
b. Beban merata pada trotoar
(Per pias 1 meter panjang gelagar memanjang)
Berat Lantai Kendaraan = 0,20 x 1 x 2500 = 600 kg/m
Berat pasir (t=19 cm) = 0,19 x 1 x 1400 = 266 kg/m
Berat paving blok = 0,06 x 1 x 2000 = 120 kg/m
q = 986 kg/m
c. Berat terpusat pada trotoar
Berat Sendiri Sandaran = 0,20 x 0,25 x 1 x 2500 = 156,25 kg
Berat sendiri Ø 60,5 mm = 3 x 2,5 x 5,08 = 38,1 kg
P = 194,35 kg
B. Beban Hidup (Faktor beban ultimit = 1,8)
Beban muatan “T”
Menurut SNI 1725-2016 Pasal 7 (4)
untuk perhitungan kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan harus
digunakan beban ” T ” yaitu beban yang merupakan kendaraan truck yang mempunyai beban roda
ganda ( Dual Wheel Load ) sebesar 112,5 kN (11,468 ton). Bidang kontak roda kendaraan yang
terdiri atas satu atau dua roda diasumsikan mempunyai bentuk persegi panjang dengan panjang
750 mm dan lebar 250 mm.
Gambar 1. Beban T Lantai Kendaraan
Untuk jembatan kelas I:
Beban yang ditumpu 100% → beban = 100% x 11,468 ton
= 11,468 ton
Gambar penyebaran beban roda:
11.468 t 11.468 t
0.100 0.100
0.250 0.750
M2 = H x L x h
= 100 x 2,5 x (1,15)
= 287,5 kgm
Beban Hujan
Berat air hujan per pias 1 m
q = b . h . air
= 1 x 0,05 x 1000
= 50 kg/m
.
Statika Lantai Kendaraan
Ly 5
= 2 = 2,5 > 2,0 → Pelat satu arah
Lx
A. Akibat Beban Mati
1
m
Kondisi 2
Kondisi 3
Perhitungan Kombinasi Momen Ultimit (1,3 MDL + 1,8 MLL)
Hasil analisis SAP
Kondisi 1
Kondisi 2
Kondisi 3
1 2. 𝑚. 𝑅𝑛
𝜌 = (1 − √1 − )
𝑚 𝑓𝑦
1 2 x 13,725 x 3,38
= (1 − √1 − ) = 0,01039
13,725 350
As’ = 0,5. As
= 0,5. 1663
= 832 mm2
= 8,32 cm2
Digunakan tulangan utama : D19 – 150 (As = 18.9 cm2)
Digunakan tulangan bagi : D13 – 150 (As’ = 8,85 cm2)
Penulangan Lapangan
Mu = 4616,36 kgm
defektif = 200 – 40 = 160 mm
Mu 4616,36 x 104
Rn = = = 2,254 𝑀𝑃𝑎
b. d2 0,8 x 1000 x 1602
𝑓𝑦 350
m = ′
= = 13,725
0,85 x 𝑓 𝑐 0,85 x 30
1,4 1,4
ρmin = = = 0,004
𝑓𝑦 350
ρmax = 0,75 x 𝜌𝑏
30 600
= 0,75 x (0,85 x x 0,85 x )
350 600 + 350
= 0,0293
1 2. 𝑚. 𝑅𝑛
𝜌 = (1 − √1 − )
𝑚 𝑓𝑦
1 2 x 13,725 x 2,254
= (1 − √1 − ) = 0,00675
13,725 350
As’ = 0,5. As
= 0,5. 1080
= 540 mm2
= 5,4 cm2
Digunakan tulangan utama : : D19 – 150 (As = 11,34 cm2)
Digunakan tulangan bagi : Ø13 – 200 (As’ = 6,64 cm2)
Xl PERENCANAAN DIAFRAGMA
BATASAN PERENCANAAN
1. Analisis diafragma dilakukan pada tap segmen gelagar induk (beton prategang)
DATA PERENCANAAN
Berat Jenis Beton = 2320 kg/m3 (SNI-1725-2016)
f'’c = 30 Mpa
Panjang balok (L) = 168 cm
Tinggi balok (h) = 87,5 cm
Tebal balok (t) = 20 cm
Selimut beton (d) = 5 cm
PEMBEBANAN
Diafragma merupakan struktur yang berfungsi memberikan ikatan antara Balok
memanjang Prategang sehingga akan memberikan kestabilan pada masing Balok Prategang
dalam arah horisontal. Pada perencanaan kali ini, struktur diafragma dipasang pada posisi
menggantung pada bagian web (badan) balok prategang dengan posisi tegak lurus dengan balok
memanjang, Sehingga beban yang bekerja pada struktur diafragma hanya berupa berat akibat
berat sendiri diafragma,
qD = b x h x BJ Beton = 0,2 x 1,050 x 2320 = 487 kg/m
MD = 1/8 x qD x L2 = 1/8 x 487 x 1,682 = 171,88 kgm
Vu = ½ x qD x L = ½ x 487 x 1,68 = 409,8 kg
Asumsi awal :
Baja Tarik sudah leleh fs = fy
Baja Tekan sudah leleh fs’ = fy
C=T
0,85.fc’.b.a + As’.fy = As.fy
(𝐴𝑠−𝐴𝑠 ′).𝑓𝑦
a= 0,85 𝑓𝑐 ′ 𝑏
(531−265).350
a= 0,85.30.200
a = 18,25 mm
c = a/1 = 18,25/0,85 = 21,47 mm ----> karena nilai c < (d = 50 mm) maka tulangan tekan
berlaku sebagai tulangan semu
𝑑−𝑐 1050−21,47
s = 𝜀𝑐 = 0,003 = 0,143
𝑐 21,47
fs = s. Es = 0,143 . 200000 = 28689 Mpa (> fy = 370 Mpa, tulangan tarik sudah
leleh)
𝑑′−𝑐 50−21,47
s’ = 𝜀𝑐 = 0,003 = 0,0039
𝑐 21,47
fs’ = s’. Es = 0,0039 . 200000 = 200000 Mpa (> fy = 370 Mpa, tulangan tekan sudah
leleh)
Mn = 0,85.fc’.b.a.(d-a/2)
Mn = 0,85.30.200.18,25.(1050-21,47/2)
Mn = 96729589 Nmm
Mn = 9673 kgm
Mu = Mn .
Mu = 9673 . 0,8
Mu = 7738 kgm (> MD = 143,2 kgm) -----> OKE!!!!
Maka digunakan tulangan tarik 4- D13 dengan As = 531 mm2
tulangan tekan 2- D13 dengan As’ = 265 mm2
√30
= 200 x 1000 x [ ]
6
= 182574 N
= 18257,4 kg
Vn < Vc ---> tulang geser praktis
Tulangan geser tidak diperlukan, karena tulangan sudah kuat menahan geser. Sehingga cukup
digunakan tulangan praktis yaitu Ø 8 – 200 mm
Gambar 3. Penulangan Diafragma
BATASAN PERENCANAAN
1. Perencanaan gelagar induk (belok girder prategang) dihitung pada bentang terpanjang dari
jembatan yaitu 20 m.
DATA PERENCANAAN
Bentang jembatan = 20 m
Lebar jembatan = 14,2 m
Kelas jembatan = I (satu)
Jumlah gelagar = 7 buah
Jarak antar gelagar = 1,85 m
Tebal perkerasan = 0,1 m
Mutu balok prategang (beton normal)
f’c = 40 Mpa
Ebalok = 4700√f′c
= 4700√40
= 29725,41 Mpa
Mutu pelat lantai kendaraan (beton normal)
f’c = 30 Mpa
Epelat = 4700√f′c
= 4700√30
= 25742,9602 Mpa
Kuat tekan beton pada saat prategang awal sama seperti kuat tekan beton selama 28 hari
(f’c). Sehingga:
f’ci = 80% x 40 = 32 MPa
Tegangan Ijin Beton Prategang
Awal : fci = 0,6 x f’ci = 0,6 x 32 = -19,2 Mpa = -196 kg/cm2
fti = 0,5√𝑓′𝑐𝑖 = 0,5√32 = 2,828 Mpa = 28,84 kg/cm2
Akhir : fc = 0,45 x f’c = 0,45 x 40 = -18 Mpa = -184 kg/cm2
ft = 0,5√𝑓′𝑐 = 0,5√40 = 3,162 Mpa = 32,24 kg/cm2
PERENCANAAN DIMENSI BALOK PRATEGANG
Sebelum komposit
Untuk dimensi penampang balok prategang keadaan sebelum komposit dapat dilihat pada
Gambar 1.
Luas x Jarak
Bidang Luas A (cm2) Jarak Y (cm)
A.Y (cm2)
I 65 x 12,5 = 812,5 6,25 5078,125
II 2 x 0,5 x 24 x 10 = 240 15,83 3799,2
III 17 x 105 = 1785 58,75 104868,75
IV 2 x 0,5 x 9 x 7,5 = 67,5 115 7762,5
V 35 x 7,5 = 262,5 121,25 31828,125
Σ 3167,5 153336,7
Sehingga didapatkan letak garis netral terhadap serat paling bawah Cb dan letak garis netral
terhadap serat paling atas Ca :
153336,7
Cb = = 𝟒𝟖, 𝟒𝟏 𝐜𝐦
3167,5
Ca = 125 − 48,41 = 𝟕𝟔, 𝟓𝟗 𝐜𝐦
(ukuran dalam cm)
Gambar 2. Titik Berat Balok
Nilai Lebar efektif pelat lantai ditentukan berdasarkan nilai terkecil dari :
a. Be = ¼ Bentang = ¼ . 20 =5m
b. Be = Jarak antar gelagar (s) = 1,85 m
c. Be = 12 x Tebal Pelat Lantai Kendaraan = 12 x 0,20 = 2,4 m
Sehingga lebar efektif pelat lantai Be = 1,85 m = 1850 mm
Berdasarkan pembagian luasan penampang seperti pada Gambar 4, maka dapat dicari letak
garis netral penampang setelah komposit dengan mengambil statis momen terhadap serat paling
bawah.
S = (A.Y) + ((h0 x Bee).( h x h0/2))
20
S = 153336,7 + {(20 x 160,215) ( 125 + )} = 585916,39 cm3
2
585916,39
Cb = = 𝟗𝟏, 𝟗𝟓𝟓 𝐜𝐦
6371,794
Ca = 145 − 91,955 = 𝟓𝟑, 𝟎𝟒𝟓 𝐜𝐦
(ukuran dalam cm)
Gambar 5. Titik Berat Balok Komposit
𝑞 = 171,29 𝑘𝑔/𝑚
Sehingga beban akibat diafragma sebesar 𝒒𝟑 = 𝟏𝟕𝟏, 𝟐𝟗 𝒌𝒈/𝒎
Total Berat Sendiri (MS) = q1 + q2 + q3
= 1768,22 kg/m
Beban mati tambahan (MA):
Berat isi aspal perkerasan jalan (tebal 10 cm) diambil 2200 kg/m3.
Berat isi air hujan (5 cm) diambil 1000 kg/m3
𝒒𝟒 = 0,1 𝑥 1,85 𝑥 2200 = 407 𝑘𝑔/𝑚
0,05 𝑥 1,85 𝑥 1000 = 92,5 𝑘𝑔/𝑚
𝒒𝟒 = 𝟒𝟗𝟗, 𝟓 𝒌𝒈/𝒎
Pada pasal 8.3 SNI 1725-2016 beban lajur D terbagi dalam dua beban yaitu beban merata
(BTR) dan beban garis (BGT).
Untuk beban merata (BTR) pada jembatan dengan bentang L<30 m maka :
𝑞 = 9,0 𝑘𝑃𝑎 = 917,74 kg/m2
Jarak antar gelagar = 1,85 m
Seghingga:
𝒒 = 917,74 𝑥 1,85 = 𝟏𝟔𝟗𝟕, 𝟖𝟐 𝒌𝒈/𝒎
Untuk beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan.
Besarnya intensitas p kN/m adalah 49 kN/m = 4900 kg/m.
Faktor Beban Dinamis (FBD) diperhitungkan dalam beban garis BGT.
20
Pada SNI 1725-2016 pasal 8.6 gambar 28 untuk jembatan dengan bentang 20 m didapat FBD
sebesar 40%. Jarak antar gelagar 1,85 m. Sehingga beban garis (BGT) didapatkan :
P = FBD x 1,85 x 4900 = 1,4 x 1,85 x 4900 = 12691 kg
Gaya Rem (TB):
Berdasarkan SNI 1725-2016 pasal 8.7, gaya rem harus diambil yang terbesar dari:
25% dari berat gandar truk desain atau,
5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi merata (BTR)
Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm di atas
permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan.
Perhitungan Momen:
Ditetapkan jarak titik berat tendon terhadap serat paling bawah balok prategang sebelum
komposit :
Zo = 10 cm
Eksentrisitas tendon (es) = Cb – Zo
= 48,4 cm – 10 cm = 38,4 cm
𝑖 𝑃 (𝑃𝑖 .38,4)−4431206
0 = − 3167,5 + . 76,6
5535540,9
Tegangan serat bawah (fb) = 0,6 f’ci = -19,2 Mpa = -196 kg/cm2 (C)
𝑃 (𝑃𝑖 .𝑒)−𝑀𝑏
- 196 = − 𝐴𝑖 − . 𝐶𝑏
𝐼𝑥
𝑖𝑃 (𝑃𝑖 .38,4)−4431206
- 196 = − 3167,5 − . 48,4
5535540,9
284284
= = 22,14 ≈ 23 strands
1300 x 98,77
Karena berdasarkan tabel data baja prategang menggunakan standard VSL, maka
ditentukan jumlah untaian sebanyak 7 untaian dalam 1 tendon, sehingga untuk 3 tendon
digunakan = (3 x 7) = 21 untaian.
Luas total strand (Aps):
Aps = 𝑛𝑠 𝑥 𝐴𝑠𝑡 = 21 x 98,7 = 2072,7 mm2
Gaya prategang awal (Pi) :
Pi = Aps x fpi
= 2072,7 x 1300
= 2694,51 kN
= 269451 kg
Batas Tendon
Mb = 4431206 kgcm
Mt = 8841122 kgcm
ka = 36,1 cm
kb = 22,8 cm
𝑀𝑏 4431206
𝑎𝑚𝑖𝑛 = = = 16,45 𝑐𝑚
𝑃𝑖 269451
𝑀𝑡 8841122
𝑎𝑚𝑎𝑘𝑠 = = = 41,01 𝑐𝑚
𝑃𝑒 215560,8
e = titik berat selubung tendon
= amaks - (ka+kb+amin - amaks)/2-ka = 42,02 cm
Maka digunakan e = 42,02 cm
Kontrol tegangan awal yang terjadi:
Tegangan serat atas (ft)
𝑃 (𝑃𝑖 .𝑒)−𝑀𝑏
ft = − 𝐴𝑖 + . 𝐶𝑡
𝐼𝑥
269451 (269451.42,02)−4431206
ft =− + . 76,6
3167,5 5535540,9
KONDISI AKHIR :
Diperkirakan kehilangan prategang total (loss of prestress) : 20%
Gaya prategang akhir setelah kehilangan prategang (loss of prestress) :
Pe = 0,8 x Pi
= 0,8 x 269451
= 215560,8 kg
Kontrol tegangan akhir yang terjadi:
Tegangan serat atas (ft)
𝑃 (𝑃𝑒 .𝑒)−𝑀𝑡
ft = − 𝐴𝑒 + . 𝐶𝑎
𝐼𝑥
215560,8 (215560,8.42,02)−88411,21
ft =− + . 76,6
3167,5 5535540,9
KETERANGAN
Ca = Ya = 76,6 cm
Cb = Yb = 48,4 cm
Posisi di tumpuan
a’ = Cb- kb
= 48,4 – 22,8
= 25,6 cm = 0,256 m
Yd’ = (ka+kb)/(nt-1)
= (36,1 + 22,8)/(3-1)
= 29 cm = 0,29 m
Eksentrisitas Masing – Masing Tendon :
Posisi tendon di Posisi tendon di
No. Zi’ No. Zi fi = Zi’-Zi
tumpuan tengah bentang
Tendon Tendon
(X = 0 m) (m) (X = 10 m) (m) (m)
1 Z2’ = a’ + 2 Yd’ 0.85 1 Z2 = a 0.09 0.75