Anda di halaman 1dari 37

.

: KONSENSUS
ItlrllJLllJtlrJ

PE f{ATAIAKSANAAN H I PE RTE f-I 5I


2{}14

FTRHIMPIjNAN BOKTER ilIPERTINSI INDONISIA


(lnaSH)

Jakarta
KATA PEilGANTAR

Sampai saat ini hipertensi masih merupakan tantangan besar di lndonesia dan rasi
merupakan masalah kesehatan yang utama dengan prevalensi yang tirqgi. ya:-
sebesar 25,8olo (Riskesdas 2013) dan pengontrolan hipertensi belum adekuat me*jF.si
obat-obatan yang efektif banyak tersedia. Terdapat banyak pasien hipertensi dergar
tekanan darah tidak lerkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Analisis data hnjril
Riskerdas 2007 menunjukkan kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis oleh tenaga
kesehalan atau yang telah minum obat hipertensi masih rendah, yailu 24,?/". Hal ini
menunjukkan 75,8olo kasus hipertensi di masyarakal belum terjangkau pelayanan
kesehatan. Analisis lebih lanjut pun menunjukkan hanya sekitarl8 7o mempunyai tekanan
darah yang terkontrol dari yang telah terdiagnosis, Keberhasilan pengendalian hipertensi
akan rnenurunkan kejadian stroke, penyakit jantung, dan penyakit gagal ginjal. Hipertersi
yang dikendalikan akan mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi keluarga,
masyarakat, dan pemerintah.

Konsensus penatalaksanaan hipertensi 2014 ini merupakan hal yang sangat pentirg
terhadap tatalaksana hipertensi yang optimal. Hal ini disebabkan karena: Pertama,
terdapat banyaknya penelitian dengan publikasi internasional terbaru pada topik diagnosis
dan terapi; Kedua, pada setahun belakangen ini terdapat publikasi guidelines tatalaksana
hipertensi terbaru oleh European $ociety of Hyperlension 2013, Canadian Health
Education Program 2013, dan 2014 Evidence Eased Guideline Joint National
Commifteei Ketrga, sistem pelayanan kesehatan nasional yang memasuki era Jaminan
Kesehatan Nasional yang dimulai per Januari 2014. Hal-hal ini memberikan pengaruh
yang sangat besar dan penting sekali bagi pengendalian hipertensi di lndonesia.

Semoga buku konsensus ini dapat bermanfaal dalam penanganan pasien-pasien.dengan


hipertensi sesuai dengan ilmu kedokteran yang berbasis bukti ilmiah, sehingga tujuan
masyarakal lndonesia yang sehat sejahtera dapat lercapai.

Jakarta, 7 Marel2014

Perhimpunan Dokter Hipertensi lndonesia


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........".....--- i

Daltar lsi ai

Oaftar Singkatan ............... iv


21
3.9. Penyakit Ginjal Kronik
3.1 0. Penyakit Serebrovaskular ... 22
"'.......'..
3.11. PenyakitJantung 23
3'11'1.PenyakitJanlungKoroner(PJK),..,,....,.. 23
3.11.2. Gagal Jantung 24
3.11.3. Atrial Fibrilasi tAF) .'.........'.. 24
3.'11.4. Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) 25

3.12. Atherosklerosis, Arteriosklerosis, dan Penyakit A*eri Perifer """"" 26


3.12.1. Aterosklerosis Karotis 26
26
3.12.2. Peningkatan Kekakuan Arteri
"""""' 26
3.12.3. Penyakit Arteri PeriletlPeripheral Aftery Orsease (PAD)

3.'13. Dislungsi Seksual


27
3.14. Hiperiensi Rssisten
3.14.1. Prevalensi .............. 27
27
27
2B
3.14.4. Penanganan
29
3.15. Hiperlensi Emergensi dan Urgensi
29
3.1 6. Hipertensi PerioPerati{
29
3. 1 7. Hipertensi Renovaskular .'....'... ^'..'...
29
3.17.1. Evaluasi dan Diagnosis

3.1 8. Aldosteronisme Primer ...'..'.." 30


3.'18.1. Evaluasi dan Diagnosis 30

BAS 4. PELAYANAN PENYAKIT HIPERTENSI 32

4.1 . Stralegi Pelayanan Penyakit Hipertensi 32

DAFTAR PUSTAKA 34

DAFTAR KONTRIBUTOR .................. 35

ilt
DAFTAR SINGKATAN

ABPM = Ambulatory Blood pressure Monitoring

ACEI = ACE lnhibitars

ARB = Angiotensin Receptor Blocker

BB = Beta Blocker

ccB * Calcium Channel blockers

HBPM = Home blood Pressure Monitoring

TD = Tekanan Darah

TDD = Tekanan Darah Diastolik

TDS = Tekanan 0arah Sistolik

IV
Pendahuluan

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana upaya penurunan tekanan darah akan
memberikan manlaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut.
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat
kerusakan organ target.

1,1. Klasifikasi hipertensi


Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah > 140/90 mmHg. Tingkatan
hiperlensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik {Tabel 1.1)

Tabel 1.1. Klaslfikasl Hlpertensi


Kateqori TD Sisiollk TD Dlasrollk
Ootimal < 120 dan/atau <80
Normal 129 - 129 dan/atau 80*84
Normal Tinooi 130 - 139 dan/atau 85-89
Hioertensi Tinokat'l 140 * 159 danlatau 90-99
Hipertensi Tingkat 2 160 - 179 dan/atau 100 - 109
Hipertensi Tingkat 3 > 180 dan/atau 2 110
Hioertensi rsotated svsfolrb > 140 danlatau <90

1.2. Risiko Kardiovaskular


Pendekatan untuk mengurangi keladian penyakit kardio-serebro-vaskular diterapkan
melalui penilaian faktor risiko global kardiovaskular. Strategi terapi hipertensi tidak hanya
menilai derajat tekanan darah {TD) namun juga mempertimbangkan laKor risiko
kardiovaskular total. Modd stratifikasi faktor risiko global kardiovaskular membagi
pendefta hipertensi menjadi risiko rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi untuk
mengalami penyakit kardiovaskular dalam 10 iahun ke depan (Tabel 1.2).
Tabel 1.2. ModelStratifikasi Faktor Risiko Global Kardiovaskular
Faktor risiko Tekanan darah { mrnHo)
lain,keru$akan organ Normal tinggi Hipertensi Hipertensi Hipertensi
target atau penyakit TDS (130-139 derajat I deraiat ll derajat lll
AtaU TDS (140-1ss) TDS 160-179 TDS > 180
TDD 85-89 Alau Atau Atau
TDD SO.9S TDD 100-109 TDD >1 10
Tidak ada faklor risiko Risiko readah Risiko sedang Fisiko tinggi
lrin
1 -2 faktor risiko Risiko rendah Risiko sedang Rieiko sedang Risiko tinggi
sarnpai tinggi
>3 faktor risiko Risiko sedang RiSikotinggi , Rieke,tiriggi
sanpai tinggi
Kerusakan organ,PGK Risiko sedang Riqiko iingsi Risika tinggi
,'Rreilq'+ng$t
derajat 3 atau DM sampai tinggi sampai sangat
tinoai

Keterangan : TDS: tekanan darah sistolik; TDD: tekanan darah diastolik; PGK: penyakit
ginjal kronik; DM: diabetes mellitus;PKV:penyakit kardiovaskular
Tabel 't.3. Faktor selain TD yang Memengaruhi Prognosis yang digunakan
pada Stratilikasi Faktor Risiko Global Kardiovaskular (Tabel 1.1)
Faktor Ri*iko
Laki-laki
Umur (laki-laki > 55 tahun: perempuan > 65 tahun)
Merokok
Oiqlinic{emi:
Kolesterol tolal > 190 mq/dL, danlatau
Kolesterol LDL > 1'15 mqldL, dan/atau
Kolesterol HDL: laki-laki < 40 mqldl; perempuan < 46 mgldl, dan/atau
frioliserida > 15O mo/dl
Gula darah puasa 102-125 mg/dl
Uii loleransi qlukosa abnormal
Obesitas (lndeks Masa Tubuh/lMT > 25 kglm21
obesitas abdominal {linakar oinooans: laki-laki>90 cm: perempuan > 80 cm)
Riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dini (laki-laki usia < 55 tahun;perempuan usia < 65
tahun)
K€rusakan $rdan agimotomalik
Tekanan nadi > 60 mmHq (pada usia tua)
Hipertroti v€ntrikel kiri dari EKG {indeks Sokolow Lyon) atau
ff ,pSroti uentrikel kiri dari ekokardiografi (ma$sa venlrik€l kiri : lakilaki >1 15g/m2, perempuan 95

Penebalan dindinq karotis {lMT >0,9 mm) atau plak


Carotid-femoral PWV > 10 m/s
lndeks Ankle-brachial <0.9
Penvakit Ginial Kronik denqan eGFB < 60 ml/menit/1,73 m'
Mikroalbuminuria (30-300 mg/24 jam), atau rasio albumin-kreatinin (30-300 mg/g;3'4-34
mo/mmol).disarankan untuk Denqambilan oada urin paqi hari
Diabetes lllelitlls
> 200 dq!lge!iejgq-!39t !i/r3!!g-
Gula darah puasa > 126 ms/dl atau Gula darah sewaktu
GuladarahpuaSa>126mq/dlatauGuladarahsewaklu>200da1@
Kadar oula olasma 2 iam oada Tes Toleransi Glukosa Oral TTTGO) > 200, atau

Penvakit kardiovaskular atau qinial Yanq sudah lerdlasnosis


Penvakit serebrovaskular: stroke iskemik, stroke perdarahan, TIA
Penyakit iantung koroner: infark miokard, angina, revaskularisasi miokardial dengan PCI atau
CABG
Gaqal iantunq
Penvakit oembuluh darah oerifer ekstremitas bawah vanq simtomatik
Penvakit Ginial Kronik denqan eGFB <60 mUmenitlt,73m2, proteinuria {>300 mg/24 iam)
FlF in^nrti lenirlf" ncrderahen eksildrl neniledema

Keterangan: BSA = body surface area; CABG = coronary artery bypass graft; eGFR: estimated
glomerular tiltration rate; HbAlc = glycated haemoglobin; PCI - percutaneous coronary intervention;
PWV = pulse wave velocity; TIA = Transient lschemic Attack

3
1.3. Pencegahan Primer
stralegi mencegah timbulnya hipertensi menjadi penting untuk menurunkan angka
kejadian penyakit kardio-serebro-vaskular. Pencegahan primer ditujukan kepada individu
yang belum terkena hipertensi tetapi mempunyai laKor risiko hipertensi atau berpotensi
terkena hipertensi. Faktor-faktor risiko hipertensi, yaitu usia, riwayat keluarga hipertensi,
berat badan lebih atau obesitas, aktivitas fisik kurang, merokok, diet linggi garam, diet
rendah kalium, minum alkohol, dan stress.

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk pencegahan menyangkut


pengubahan gaya hidup, yaitu:
1. Penurunan berat badan dengan target mempertahankan berat badan pada kisaran
indeks massa tubuh 18,5-22,9 kglm2
Mengadopsi program diet sesuai dengan Dietary Approaches fo sfop Hypertension
(DASH), yaitu banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, serta produk
mengandung susu yang rendah lemak dengan kandungan lemak tersaturasi dan
lemak total rendah.
3. Mengurangi asupan garam sehari-hari menjadi tidak lebih dari 6 g Natrium Klorida
atau satu sendok teh garam dapur
4. Meningkatkan aktiviias fisik aerobik secara teratur seperti jalan cepat secara kontinyu
selama minimal 30 menit, dengan frekuensi 4-6 kali/minggu.
Tidak merokok

1.4. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder ditujukan pada pasien hipertensi yang belum mengalami
kerusakan organ target. Tujuannya untuk mencegah atau menghambat timbulnya
kerusakan organ target. Dilakukan dengan penyuluhan mengenai kerusakan target organ
dan pentingnya kepatuhan dalam menjalani program pengobatan, pengobatan yang
adekuat untuk mencapai TD target, dan deleksi dini kerusakan organ target dan risiko
kardiovaskular total seiak awal pengobatan hipertensi.

1.5. Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut
pada pasien hipertensi yang telah mengalami kerusakan target organ. Pencegahan tersier
memerlukan pendekatan interdisiplin yang dilakukan di rumah sakit rujukan. Tatalaksana
terhadap kerusakan organ target yang telah terjadi harus dilakukan sedini mungkin.
Pengelolaan Hipertensi

2.1. Evaluasi Diagnostik


Evaluasi awal pada seseorang dengan hipertensi meliputi :

1. Konfirmasi diagnostik hiperlensi.


2. Analisis risiko kardiovaskular, kerusakan organ target, dan penyakit penyerta lainnya.
3. Deteksi adaltidaknya hipertensi sekunder, bila ada indikasi klinis"

Oleh karena itu, diperlukan pengukuran tekanan darah, riwayat medik termasuk
riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan beberapa tes
diagnostik lainnya. Beberapa pemeriksaan diperlukan pada semua pasien, namun
beberapa pemeriksaan khusus hanya dilakukan pada populasi spesilik tertentu.
Anamnesis, pemeriksan fiSik, dan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis hipertensi
sekunder perlu dilakukan pada pasien dengan gejala alau landa klinis sebagai berikut:

- Hipertensi berat atau hipertensi resisten.


* Peningkataan TD akut pada pasien dengan TD yang sebelumnya stabil

- Usia kurang dari 30 tahun pada pasien tidak obesilas tanpa riwayat keluarga
hipertensi dan tanpa laktor risiko hipertensi,

- Hipertensi maligna atau hipertensi terakselarasi (pasien hipertensi berai dengan


tanda kerusakan organ target)

- Onset hipertensi sebelum pubertas

2.1.1. Pengukuran Tekanan Darah


2.1.1"1. Pengukuran Tekanan Darah di Klinik
Pengukuran tekanan darah dapat menggunakan sligmomanometer air raksa
maupun sligmomanometer digital. Alat-alat tersebut harus divalidasi sesuai protokol
standar dan keakuratannya harus dikalibrasi secara berkala. Petunjuk cara pengukuran
tekanan darah dengan benar, yaitu:
, Mempersilahkan pasien untuk duduk selama 3-5 menit sehlum dilakukan
pengukuran TD
Melakukan pengukuran TD sebanyak 2 kali pada posisi duduk, beri jeda 1-2 menit,
serta pengukuran tambahan dapat'dilakukan jika pengukuran kedua memiliki hasil
yang sangat berbeda. Dapat dipertimbangkan pula rerata TD jika dianggap lebih
tepat.
Pengukuran TD secara berulang dapat dilakukan pada pasien dengan aritmia untuk
meningkatkan akurasi.
Menggunakan manset standar, atau manset yang lebih besar atau kecil sesuai
dengan ukuran lengan.
Pada metode auskuhasi, gunakan (hilangnya) suara Korotkotf fase I dan V untuk
mengidentifikasi TD sistolik dan diastolik.
Pada kunjungan pertama : mengukur TD pada kedua lengan untuk mendeteksi
adanya kemungkinan perbedaan. Pada pengukuran selanjutnya menggunakan sisi
lengan dengan pengukuran tertinggi sebagai referensi.
Pada kunjungan pertama : pada subjek lansia, pasien diabetes, dan kondisi lain
dengan kemungkinan sering atau curiga hipotensi ortotastik dilakukan pula
pengukuran TD 1-3 menit setelah posisi berdiri
Sebaiknya dilakukan pengukuran frekuensi nadi menggunakan palpasi nadi (minimal
30 detik) setelah pengukuran TD.

2.1.1.2. Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik


Keuntungan pengukuran TD di luar klinik adalah pengukuran TD bebas dari
pengaruh lingkungan medik, sehingga lebih mencerminkan nilai TD. Pengukuran lekanan
darah di luar klinik biasanya dinilai dengan Ambulatary Blood Pressure Monitoring
(ABPM) atau Hame blood Pressure Monitoing (HBPM). ABPM dan HBPM merupakan
data tambahan terhadap status TD seseorang dan risiko kardiovaskular. Nilai Cuf-off
definisi hipertensi tekanan darah di klinik dan di luar klinik dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Oeflnisi Hipertensi


Kalegori TD Sistolik TD Diastolik
(mmHg) (mmHg)
TD di klinik > 140 danlatau >90
HBPM >'t35 dan/atau e85
ABPM
Davtime (or awake) >,l?4 danlatau >85
Niahtlimp lar asleenl > 120 dan/atau >70
24iam > 130 dan/atau >80
Sumber: ESHIESC 2013, Guideline for the management of afteial Hypertension.
Teknik pemeriksaan HBPM meliputi pemeriksaan sendiri TD di rumah. Alat
pengukur tekanan darah yang direkomendaSikan yang menggunakan manset di lengan
atas. Untuk tujuan diagnosis, TD dianjurkan diukur setiap hari minimal 3-4 hari dan lebih
diutamakan dalam 7 hari berturut-turut pada pagi dan malam hari. TD diukur pada
ruangan yang tenang, posisi pasien duduk dengan punggung dan lengan disandarkan'
pengukuran yang
setelah 5 menit istirahal dan dengan 2 kali pengukuran pada seliap saat
terpisah 1-2 menit. Hasilnya dicatat segsra setelah pengukuran. TD di rumah adalah
pertama'
rerata dari pengukuran ini dengan tidak menyertakan pengukuran pada hari

2.1.1.3. lndikasi Klinis Pengukuran Tekanan Darah di Luar Klinik


Pengukuran tekanan darah di klinik masih merupakan standar baku untuk
diagnostik dan manajemen hipertensi dan tekanan darah di rumah dipertimbangkan
sebagai data tambahan penting pada keadaan tertentu' (Tabel 2'2^)

Tabel2.2.lndikasi klinis pemeriksaan TD di Luar Klinlk


lJEDri dqn AEPM
Kecurigaan Hipertensi yylrife-coat
r Hioertensi tinokat 1 di klinik
r dan total risiko
TD tinggi di klinik pada pasien tanpa kerusakan target organ asimtomatik
kardiovaskular rendah
Kecuriqaan HiPertensi masked

r TD normal di klinik pada pasien dengan kerusakan target organ dan total risiko
kardiovaskular tinooi

Variabilitas TD vang besar pada satu kuniungan atau antar k


HiDotensi akibat obat, postural, olonom, ataq-pqgtplalgEl-
ld€nllfikasl hioertensi resislen sesungguhnya Ctau,99!!C

2.1.2. Anamnesis
Anamnesis dilujukan untuk memastikan dan membuktikan diagnosis hipertensi'
mencari tanda-tanda kerusakan target organ simtomatik, menyaring rlsiko kardiovaskular
global, skrining terhadap kemungkinan hipertensi sekunder, dan riwayat pengobatan
hipertensi. (Tabel 2.3.)
Tabel 2.3. Riwayat Medik pribadidan Keluarga
L D0.asi dan Hitai TD

a) Otak dan mata: ."Lit f"pu11


penurunan sensorik dan motorik,
stroke. re- ast<irtari:'ci no, r;.
b) Jantung: nyeri dada, nafas pendek, I
riwayat palpitasi, aritmia, khususnva tinrifasi "'-"
iiriai'

Arteri periler: ekstremitas klaudikasio

. dan pribadio"nnun o,"oJ


:jl,?,flkeluarsa

' [H5,i:,?t;,i::Elrinreksi'",u'un
r"n.,n@
AsUpanobat/zat,SepertikontraSepsioral,obatt"t",@
:Ii;::*l,pl,l:l:i,S"::"l"rd oair mineraioro;ik;;;il; obat anriinframasi nonsreroid,
. dari berkerinsausweatins,
lf:#g::,X3ng @

2,1.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik ditujukan untukmemastikan dan membuktikan diagnosis
hipertensi, memastikan tekanan darah saat
;ni, menyaring risiko kardiovaskurar grobar,
mencari tanda'ianda kerusakan target
organ simtomatik dan skrining ierhadap
kemungkinan hipertensi sekunder. Diagnosis
hipenensi disarankan berdasarkan atas
setidaknya dua kali pengukuran lekanan darah saat kunjungan ke klinik pada dua atau
tiga kali kunjungan (Gambar 2.1.). Rincian pemeriksaan fisik dapat dilihat pada Tabel 2.4.

tet- d*ah. r&r-v*t, {as pemedksran isik


I$ diagnqstrk saal kuniu*gao 1 al6! ?

It{rdsgsnHit rrexi 2 drl.s l bqls


lakanaq daah : 180/1t0 nmHgAIA! 140-1?9i90-109
mmH! dergan adanya k€rrsakan targ€! organ ala!
di?bets

T4kanan dar.h : 1110-179 t t0-139

IOS::1@
TDF: :'100
atau
TD lw"k6
I IDS::
al{u
J35

iDS: z 135 ala! TD* ; :85


TO0 : :85 alau

24jsm

IDS: I 13S aia!


IOD i :80

IDS:: r40 ata!


IDB ::90

Gambar 2.1. Algoritma pendekatan diagnosis Hipertensi


Tabel 2.4. Pemeriksaan Fisik untukfirpertensi
sekunder, Kerusakan organ Target,
dan Obesitas

> Cushing syndrame


> Stigrnata kulit da.i neurotibromatosis lteot[mosffi
i ginjal membesar (ginjal polisistik)
> Auskultasi murmur perut renovaskulaf)
> Auskultasi prekordial alau murmu. d.d"
atas)
Berkurangnya dan tertundanya denyrt f
to
lengan simurtan (koarkasio aorta; penyakit aorta; penyakit
l::tll arteri ekstremitas
, l"ttg*Ofgt*n n,,'_ n"n"n, no@
kognitif/memori, defisit motorik d"n s"nro,ik
! Retina: ketidaknormalan iunduskopi
Jantung: denyut jantung,.detak/sound jantung L
lokasi impuls apikal, ronkhi halus, edema perifer -
> Arteri perifer, ketiadaan, pengurangan, atau asim
> Araeri karotid: murmur sistolik
> Berat dan tinggi badan

2.1.4. Pemeriksaan penunJang


Pemeriksaan raboratorium ditujukan untuk membuktikan
adanya faktor risiko
tambahan, mencari kemungkinan hipertensi sekunder,
dan ada/tidaknya kerusakan
organ target, (Tabel 2.5.)

10
Tabsl 2.5. Pemsriksaan Labsraloriurn
Te€ Rutin
- Hemoolobin dan/atau hemalokrit
- Glukosa fuasa
- Koleslerol lolal. kolesterol LDL, kolesterol HBL
* Trinliserida
- Kalium dan Nalrium
- Asam ural
- Kreatinin (denqan eslimasi GFFU
- Anatisis urin: pemeriksaal tnikro$kapik, prolqln urin dengan iss diFslick, uii unluk
mikroa*buminuria
_ EKG
uii temhahan. berdaearkan riwavat. Demeriks6an fi3ik dan temuan hasil laboratorium ruiin
* HaA.. fiika olukose ol*sma ouas* > !02 maldl qta$ diasnosis Diabel$ sebelumnya)
l protFinuria kuantitalif {jika uji Dipstick mBnuniukkan hesil positit}i kcnsentrasi urin kalium dan
n*trIrrn dan Gsrbandlnoannva
b pan.:smatafl TD di fumah atau 24 iam rawal;nap
> penoamatsn holtsr pada kasus ariltnia
:, Ultasound kerolis
. Ultrasound arten penleral/psrul
> Pulse wave vslocity
!,, lndeks ankle-brachial
Fundus*opi
' nemeriksaan koanilif
Fsnllalcn lanlui {rsnah dohter sossl*lls}

hioert€nsi r€sisten dan ruftil

2-2. Fendekatan Tata,aksana


3.?.t. Xapan Memulai Pcngobalan
Pengobala* antihiFttensi dimulai saat seseorang dBngan hipertensi tangkat 1

tanpa laklor ri$iko, belurn mencapai target TD yang diinginkan deflgan p€ndekatan ief*pi
nontaffiakologi. {Tabel 2,9i

2.2.2. Follow Up
Kunjungan ulang pasisn yang belum mencapai target TD beduiuan untuk

meningkgtkan inlen$ita$ gaya hidup dan konsumsi 6bat, serta mernantau respons
tarhadap pengobatan yang diberikan dan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat
dengan tujuan akhir rnenlrrunkan risiko kardiovaskular. serta menurunkan TD sesuai
targei.

11
. Target rD sistolik lebih sulit dicapai. gelain itu, mengontrol rDS merupakan hal
penting, tetapi tidak lebih penting dibandingkan mengonirol TDD.
. Bia$anya diberikan dua atau lebih obat-obatan dan pengubahan gaya hidup
Follow up tekanan darah di atas target dilakukan ketika seseorang dengan TD di
ata$ target direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan kembali, setidaknya pada
bulan berikutnya setelah didiagnosis hlpertensi.

1.'1. Tatalaksana Hipertensi


1.1.1. Modifikasi Gaya Hidup
Pengobatan hipertensi tidak hanya mengutamakan pemberian obat-obat
antihiperiensi tetapi juga harus disertai perubahan pola hidup. (Tabel 2.6.)

Tabel 2.6, Modifikasi Gaya Hidup Oalam penanganan Hipertensi

Menurunkan Memelihara Eerat g3{"t Normai (rndeks Massa s-20 mmHg/10 kg


Berat Badan Tubuh 18.5-A4^S kg/mZy. penurunariBerai

Melakukan Mengkonsumsi makanan yang kaya dengan buah- 8-14 mmHg


pola diet buahan, sayuran, produli makanin yang rendah
berdasarkan lemak, dengan kadar lemak total dan-saturasi yang
DASH.- rendah.

D,et Rendah Menurunkan asupan Garam sebesar tidak lebih 2-8 rnmHg
Natrium dari 100 mmol per-hari (2.4 gr Natrium atau 6 gr
garam).

Olahraga Mslakukan Kegiatan Aerobik fisik secara teratur, 4-9 mmHg


$eperti jalan cepat (paling tidak g0 menit per-hari,

-- DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi

1.2. Tatalaksana Medikamentosa


Penelitian besar membuktikan bahwa obat-obat antihiperlensi utama berasal
dari
golongan (Tabel 2.7.):
r Diurelik;
o ACE inhibitars iACFt);

12
. Antagonis Kalsium,'
. Angiotensin receptor blocker (ARB) dan
c Beta b/ocker (BB)

Tabet 2.7. Kontraindikasl pada Penggunaan obat Antihipertensi


0bat
Dluretik Goul Sindrom metabolik
lntoleransi glukosa
{thiazides)
Kehamilan
Hiperkalsemia
Hiookalemia
Anlagonis kalsium Takiaritmia
.lihidrnniridin Gednl ianiuno
Antagonis kalsium Blok A-V {Tingkat 2 atau 3'
non-dihidropiridin trifaecicular block\
(verapamil, Gangguan ventrikel kiri berat
diltiaTeml Gaoel iantuno
ACEI Kehamilan Wanita usia subur
Edema angioneurotik
Hiperkalernia
stenosis arteri renalis bilateral
ARB Kehamilan Wanita usia subut
Hiperkalemia
stenneis nrteri renalis bilateral
BB Asma Sindrom metabolik
Blok A-V (Tingkat 2 alau 3) lnloleransi glukosa
Atlet dan Pasien aklil iisik
Penyakit paru obstruktif kronis (kecuali
untuk vasod/afor beta-blockers)

-
Semuagolonganobatantihipertensidiatasdirekomendasikansebagaipengobatan
2.8. menunjukkan
awal hipertensi dan terbuldi secara signifikan menurunkan TD. Tabel
kondisi penyakit tertentu'
obat-obat yang dapat digunakan/direkomendasikan berdasarkan
pengubahan gaya
Tabel 2.9. menunjukkan kondisi yang tepat dalam mengombinasikan
hidup dengan pemberian obat antihipertensi'

13
Gaya Hidup
Tabel 2.9. lnisiasi pengobatan Hipertensidengan Pengubahan
dan Obat AntihiPertensl
FrLtnr ririko -- relanilEAt h {mmns}
lain, kerusakan TDS tinggi Hipertensi Hipert€nsi Tingkat Hipertensi
normal {130- Tingkat 1 2 Tingkat 3
organ
TDS ('r40-159) TDS (160-179) TDS 2'180
asimplomatik 139) atau TDD
atau TDD {90-99} atau TDD (100- alau
atau penyakit tinggi normal
(85-89) 109) TDD;110

lidak ada faktor Perubahan gaYa . Perubahan gaya . Perubahan gaya


hidup utk hidup uik hidup
risiko lain
tidak ada
beberapa bulan
r
beberapa minggu , Segera
Kemudian Kemudian konsumsi obal
intervensi TD konsumsi obat dg
konsutnsi obat dg target To
dg target TO target TO <140/90
lrl4$lg$ <140194
-2 {aktor risiko Perubahan gaya I Perubahan gaya
1
hidup utk r Perubahan gaYa
a Perubahan hidup ulk hidup
beberapa
gaya hidilp
minggu .
beberaPa minggu . Segera
Tidak ada Kemudian konsumsi obat
Kemudian konsumsi obat dg
intelvgnsi konsumsi obal dg target TD
TD target TD <140/90
dg target TD <140/90
<140/90
> 3 faktor risiko Perubahan gaya
Perubahan gaya
a P€rubahan
hidup utk . Perubahan gaya ' hidup
beberapa
gaya hidup hidup . Segera
Tidak ada
minggu . Konsumsiobatdg konsumsi obat
Kemudian target TD
inlervensi konsumsi obat dg target TD
TD <140194 <140/90
dg iargel TD
<144/98
I . Perubahan gaya
Kerusakan organ, Perubahan r Perubahan gaya P€rubahan gaya hidup
penyakit ginjal gaya hidttP hidup
.
hidup . $egera
kronis tingkat 3, Tidak ada . Kongumsiobal Konsumsi obat dg kansumsi obat
atau diabeles intervensi dg largetlD target TD dg target TD
TD <140/94 <14gl9a <140/90

Penyakit
kardiovaskular i rPeGbahan gay*
simplomatik, Psr*ha*an r Psrirbrihafl gay€ ' Fe.ubalrangaya hidrrp
penyakit ginjal g*$a *idup hidup hidup Segera
kronis tingkat > 4, t Tidatada r ttu*s*rngobat r Koncum$iobatdg kcnsumsi obat
atau diabetes lnterv€nsi dgterg€tTD target TP dglarg*TD
TD .<t40lss <140/90 I
disertai kerusakan <140190
I
organ/ laktor
risiko lain I

pengobatan hip€rtensi dapat


Panduan pengobatan hipertensi menyatakan bahwa
diberikan secara monoterapi maupun terapi kombinasi (Gambar 2 2 Keuntungan )
pemberianterapikombinasiadalahpencapaianpenurunantalgetTDlebihbesar'
baik
demikian pula dengan kepatuhan pasien akan menjadi lebih

13
Peringkalan tekarrn Jarar lnsan
Risiko kar d;ovaskrlar rendah/neiegah Pilihan di antara Peningkala^ te!sFan darah d?nganJet;:
Risiko kard rcvaskula r ri
"93,/san31t r. ^55,
\

Kcmbina:i du: obet

-,.\
!'\
,"\
Perggantian *bat Obat sebelumnya
ia in Komb;nasisebeiur*ny, fr.jenaebehcb:t
paCa dosis penuh
pada dosis penuh leti:a

KaFbinasi dtsa
0ori: penuh
r;;;;;;.;,' , obatpadrdgsis* "* Feaisantian .* Kombinasitiga
penljh Menjadikcrebinasidua .batpadada;is
obatb*rb*d: penuh

Gambar 2'2' Monoterapi vs Tsrapi Kombinasi


sebagai $trategr untuk Mencapai
Tekanan Darah Target

Beberapa peneritian besar acak terapi


kombinasi antihipertensi memperrihatkan
bahwa angka kejadian komprikasi kardiovaskuler
menjadi rebih rendah seperti yang
diperlihatkan pada studi ADVANCE (kombinasi
ACEi dan diuretik); studi FEVER
(kombinasi Antagonis kalsium dan
diuretik); serta studi ACCOMPLISH (komb,inasi
ACEI
dengan diuretik maupun Antagonis karsium).
Kombinasi beta btockerdengan diuretik
sama erektifnya daram menurunkan TD.
sementara itu, pada beberapa individu yang
rentan, kombinasi befa blocker dan
diuretik dapat mengakibatkan new-onaet
diabetes.
satu-satunya kombinasi yang tidak direkomendasikan
adarah kombinasi ACEI dan ARB.
studi oNTARGFT (kombinasi AcEr dengan
ARB) memperrihatkan meningkatnya
kejadian gagal ginjal sladium akhir
{ESRD-End stage Renar Disease) dan didukung pura
oleh studi ALTITUDE pada penderita
diabetes. (Gambar 2.g.)
I
I

16
;*
.---'Y .t:- ,/n
r--"---*i$-**-"i

\
{

a--' -- --
:' ,l*": -:"- *: * 'r i A]ltsg**ts {&lsiury, i

Gambar 2.3. Kemungkinan Kombinasi Pengobatan Antihipertensi


Keterangan: Garis hiiau lurus: kombinasi yang disukai; Garis hijau putus-putus: kombinasi yang
bermanfaat (dengan beberapa keterbatasan); garis hitam putus-putus: kombinasi yang mungkin,
tetapi kurang uii; garis merah lurus: kombinasi yang tidak direkomendasikan. Meskipun verapamil
dan d;ltiazem terkadang digunakan dengan bela-blocker untuk meningkatkan pengendalian rerata
ventrikular pada librilasi alrial permanen, hanya anlagonis kalsium dihidropiridin yang dapat secara
normal berkombinasi dengan beta-blocker.
Eumber: European Society ol Hypertension-European Society of Cardiology (ESH-ESC) 2013

Panduan ESH-ESC (European Society of Hypertension-European Society of


Cardiology) tahun 2013 menganiurkan kombinasi terapi dalam satu tablet (fixed dose
combinationl (Tabel 2.10). Dengan kombinasi seperti ini, dapat mengurangi jumlah obat
yang dikonsumsi sekaligus meningkatkan angka kepatuhan sehingga TD dapat dikontrol
lebih baik.

17
Tabel2.10. Strategi Pengobatan dan pemilihan Obat

Obar
Diuretik (thiazides, chlortalidone, dan indapamide), BB, Antagonis katsium, ACEI, dan ARB.
semuanya merupakan obat yang cocok dan direkomendasikin untuk permulaan/inisiasi dan
pemeliharaan dari pengobatan antihipertensi, baik monoterapi atau dalam kombinasi d€ngan

Beberapa agen dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terbaik dalam kondisi khusus karena
sudah diuii coba pada kondisi tersebut atau karena memiliki elek terbaik dalam jenis tertentu
Tabel 2.8.
P.ermulaan/inisiasi dari pengobatan antihipertensi dengan kombinasi dua obat mungkin dapat
dipe.rtimbangkan pada pasien dengan lekanan darah tinggi yang jelas atau pada riiiko tinggi
kardiovaskular
Kombinasi RAS
Kombinasi obat lainnya dapat dipenimbangkan dan kemungkinan bermanfaat dalam penurunan
tgkal$ darah. Bagaimanapun, kombinasi tersebut telah berhasil diuji cobakan, sehingga dapat

Kombinasi dari dua obat antihipertensi pada dosis penuh dalam satu tabtet direkomendasikan
dan disukai, karena dapat mengurangi jumlah pil harian yang dikonsumsi serta meningkat<an

18
Pengelolaan Hipertensi pada
Keadaan Khusus

3.1. Hipertensi White Caat


Prevalensi Hipertensi White Coat (HWC) adalah 13"/o, beberapa survei
menunjukkan peningkatan prevalensi sampai 32/" pada subjek-subjek dengan hipertensi.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi HWC adalah usia, jenis
kelamin wanita, dan tidak merokok"
Tanpa faktor-faktor risiko lainnya, intervensi HWC cukup dengan mengubah gaya
hidup {lfe style changes}. Pada penderita dengan faktor-faktor risiko lainnya dan adanya
kerusakan organ tanpa keiuhan, maka risiko kardiovaskular juga akan meningkat,
sehingga dapat dimulai dengan pemberian obat antihipertensi.

9.2. Hiportensi lHasked


Merupakan lsolated Ambulatory Hypeftension. Studi-studi populasi menunjukan
prevalensinya 13o/o; seringkali disertai faktor-faktor risiko lainnya. Risiko kardiovaskuler
kurang lebih sama dengan risiko kardiovaskuler in-oflce dan ouf af office hypertension.
Pada penderita dengan Hipertensi Masked, perubahan gaya hidup maupun obat-obatan
antihipertensi dapat dipertimbangkan.

3.3 Usia Lanjut


Pada pasien usia > 60 tahun, pengobatan dengan obat antihipertensi dapat dimulai
pada TDS >150 mmHg atau TDD >90 mrnHg dengan tekanan darah target (TDS) <lS0
mmHg dan TDD < 90 mmHg. Pada pasien usia > 60 lahun apabila pengobatan dengan
anti hipertensi mencapai target < 140 mmHg dan pengobatan tersebut ditoleransi dengan
baik tanpa elek samping bagi kesehatan maupun kualitas hidup pasien, pengobatan tidak
perlu diubah atau dimodifikasi. Semua golongan obat antihipertensi dapat dipakai pada
penderita hipertensi usia lanjut, meskipun pada lsolafed Syslolb Hypertension lebih dipilih
penggunaan diuretik atau antagonis kalsium. Hipotensi ortostatik perlu dideteksi dan
diwaspadai pada pengobatan hipertensi pasien usia lanjui,

19
3.4. Dewasa Muda
Hasir studi di Swedia yang mencakup
1,2juta raki-raki dewasa muda (rerata
usia 18
tahun) dan diforow up serama 24
tahun menunjukkan bahwa kematian
- totar dan
kemarian kardiovaskurer rebih erat hubungannya
dengan TDD dibandingkan dengan TDS.
Hampir 2a70 dari totar moftarity pada
raki-raki usia muda ini dapat diterangkan
akibat rD
diastoriknya (sundstrom dkk,201
1). Target penurunan TD yang dianjurkan
adalah rDD
<90 mmHg.

3.5. perempuan
suatu anarisis subgrup dari 31 RCT
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
dalam derajat proteksinya dari penurunan
tekanan darah antara wanita dan laki-laki.
Juga
efektivitas teftadap semua obat
antihipertensi adalah sama antara wanita
dan laki-laki.
Pada wanita dengan potensi dapat
hamir, maka obat-obat Angiotensin converting
Enzyme-rnhibitor (ACF-D, Angiotensin
Receptor Brocker (ARB), maupun Renin
rnhibitor
(Aliskerin) adalah kontraindikasi
karena efek keratogeniknya.

3.5.1. Kehamitan
Panduan dalam penanganan hipertensi
menganjurkan pengobatan pada semua
wanila hamil dengan hipertensi berat >160/1
10 mmHg. pengobatan hipertensi dengan
obat'obat anrihipertensi dapat dipertimbangkan
pada wanita hamir dengan TD persisten
>150/95 mmHg, atau tekanan
darah : 140/90 mmHg dengan gestationar
hypeftension,
adanya kerusakan organ.
obat antihipertensi yang dianjurkan adarah
Methyrdopa, Labeteror, ccB
(Nifedipin satu-satunya ccByang ditetiti pada kehamiran),
sedangkan ACE,, ARB, Renin
lnhibitor dirarang pemakaiannya pada
kehamiran. pada keadaan darurat (pre-eklampsia)
obat yang dianjurkan adalah i.v. Labetalol;
sebagai alternati{ dapat dipakai
Sodium
Nitroprusside atau Nitrogliserin dalam lnfus i.v.

3.6. Diabetes Meltitus


Dianjurkan untuk memonitor TD
dengan ABpM serama 24 jam, karena
hipertensi
rnas&ed sering ditemukan pada penderita
diabetes. pengobatan dengan obat
antihipertensi pada penderita diabetes
dianjurkan diberikan pada pasien
TD >140lg0
mmHg' Target lD yang
direkomendasikan adarah < 140/g0
mmHg. semua golongan obat
antihipertensi dapat dipakai pada penderita
dengan diabetes, tetapi yang sangat
dianjurkan adarah obat-obat yang
tergorong penghambat RAS, terutama
bira ada

20
proteinuria/albuminuria. Pemberian bersamaan dua obat golongan penghambat RAS
tidak dianjurkan dan harus dihindari pada penderita diabetes

3.7. Sindrom Metabolik


Gangguan metabolik disertai hipertensi akan menambah risiko kardiovaskular
global. Perubahan gaya hidup terutama penurunan berat badan dan exercise dianjurkan
pada semua pasien dengan Sindrom Metabolik" lntervensi ini diharapkan memperbaiki
komponen metabolik dari SM dan menghambat onset diabetes, selain memperbaiki TD.
Sindrom Metabolik merupakan pre-diabetic slafe , maka obat-obat penghambat RAS dan
CCB merupakan drug of chaice, pada penderita hipertensi dengan SM (karena
pengaruhnya secara positif terhadap resitensi insulin), Beta blocker dan diuretik
digunakan sebagai obat tambahan. Pengobatan dengan obat-obat antihipertensi dimulai
pada tensi >140/90mmHg, sedangkan target TD yang harus dicapai adalah <140/90.

3.8. Slaep Apnea Obstruktif


Hubungan antara sleep apnea obstruktif dan hipertensi sudah diketahui dengan
baik, khususnya dengan hipertensi noKurnal. Sleep apnea obstruktil bertanggung jawab
pada sebagian besar kasus peningkatan tekanan darah di malam hari. Adanya obesitas
berhubungan erai dengan sleep apnea obstruKif, sehingga dianjurkan untuk penurunan
berat badan dan olahraga. Saat ini terapi poslfve airway pressure merupakan salah satu
terapi untuk mengurangi sleep apnea obstruktif, Dua penelitian prospektif terbaru
melaporkan bahwa subjek TD normal dengan sleep apnea obstruktil yang diikuti selama
12 tahun menunjukkan peningkatan signifikan risiko hipertensi.

3.9. Penyakit Ginjal Kronik


Prevalensi hipertensi pada Penyakii Ginjal Kronik cukup tinggi. Prevalensi ini
meningkat secara progresif sesuai dengan penurunan fungsi ginial atau laju filtrasi
glomerulus. Morbidiias dan mortalitas penyakit kardiovaskular juga meningkat pada
Penyakit Ginjal Kronik sesuai dengan penurunan lungsi ginjal. Pengelolaan hipertensi
pada Penyakit Ginjal Kronik penting untuk menghambat progresifitas penurunan fungsi
ginlal dan mencegah morbiditas atau mortalitas penyakit kardiovaskular.
Target TD penatalaksanaan hipertensi pada Penyakit Ginjal Kronik adalah kurang
dari 140190 mmHg. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal
pengharnbatan progresifitas penurunan fungsi ginjal dan morbiditas alau mortalitas
penyakit kardiovaskular bila target tekanan darah lebih rendah dari target pada populasi
umum (<140l90mmHg).

21
Antihipertensi golongan ACEI atau AFIB dianjurkan
sebagai obat lini pertama atau
ditambahkan pada pengobatan yang terah ada pada penyakit
Ginjar Kronik untuk
mencegah atau rnenghambat penurunan rungsi ginjar
atau penyakit ginjar tahap akhir.
Penggunaan ACE| atau ARB sering menyebabkan peningkatan
kreatinin serum dan
hiperkalemia, khususnya pada penyakit Ginjar Kronik.
oreh karena itu, perru pemantauan
kreatinin dan karium serum dalam pemberiannya. pada
beberapa kasus diperrukan
penyesuaian atau penghentian pengobatan
untuk keamanan pasien.

3. I 0. Penyaklt Serebrovaskular

Peningkatan tekanan darah tinggi cukup sering ditemukan pada penyakit


serebrovaskurar yang biasa dapar mengakibatkan terjadinya
stroke. penyebabnya sering
kali tidak diketahui bahwa pasien tersebut sudah memiriki
rD t'nggi, rerapi inadekuat pada
pengelolaan darah tinggi, respons yang diakibatkan
terhadap penyakit stroke yang
diderita secara mendadak yang mengakibatkan faktor stress
terhadap pasien itu s€ndlri
yang diakibatkan lerjadinya peningkalan aliran darah
ke otak, rasa sakit, ketakutan,
dan
sebagainya. TD tinggi pada penderita stroke biasanya dikaitkan
dengan keluaran buruk
setelah fase akut dari stroke. Har ini terrampir pada vrsrA triat (vittuar stroke
I nternational Stroke Triat Arch ive) Coltaboration.

Di sisi yang rain, ada terjadi pertentangan antara apakah perru


dilakukan penurunan
tekanan darah secara agresif pada pasien yang menderita
stroke dengan pemberian
obat-obatan antihipertensi. Jauch et a//, menjelaskan bahwa
untuk keadaan stroke akut
sebaiknya tidak drberikan obat antihipertensi. Karena
di satu sisi, pemberian obat
antihipertensi yang cepat dapat memicu terjadinya pengurangan
aliran darah ke otak,
terutama pada kasus peningkatan tekanan inrrakranial.
untuk kasus slroke akut yang
tidak diberikan rtpA (Recomb inant rissue prasminogen
Activator), maka pemberian obat
antihipertensi diberikan jika TD mencapai > 2zori2o, dan apabira untuk kasus stroke akut
dengan pemberian thrombolysls/rtpA, rnaka jika TD
>1g5/110 segera diberikan obat
antihipertensi. Untuk kasus stroke perdarahan, dapat
dipantau dengan mean artefiar
blood pressure (MABP) di bawah 130 mmHg jika merebihi
tentunya diberikan obat
anlihipertensi.

Pada pasien dengan peningkatan tekanan intra


kraniar yang sudah dirakukan /cp
monitoring, cerebrar peiusion pressure (MAp-rcp)
harus dijaga dengan >70 mmHg.
Tekanan arteri rerata harus dijaga dengan kisaran >70
mmHg, sedangkan Mean arterial
BP >1 10 mmHg harus dihindari pada keadaan periode
immediate post operative.

22
Tekanan darah tinggi dapat menurun secara spontan seiring dengan berjalannya
waklu, sedangkan peningkaian TD tinggi yang menetap biasanya berhubungan dengan
besarnya hematoma atau volume perdarahan yang biasanya disebabkan oleh stroke
perdarahan yang dapat mengakibatkan risiko kematian dan kecacatan yang cukup tinggi

3.11. Penyakit Jantung


3.'l 1.'l . Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Hipertensi merupakan laktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), studi
INTERHEART menunlukkan dislipidemia berkontribusi sekitar 50% terhadap risiko infark
miokard akut (lMA) dan hipertensi sekitar 25olo. TDS dan TDD berkaitan erat dengan
lndeks Masa Tubuh (tMT), menuniukkan pentingnya menekan angka obesitas, karena
saat ini angka obesitas di atas usia 18 tahun di lndonesia lelah mencapai 21 ,7% menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010. Berdasarkan hasil analisis post-hoc studi
the tnternational Verapamit SNT Trandolaprl (INVEST) dengan subjek PJK, bahwa
pengendalian TDS <1 40mmHg terbukti menurunkan kejadian kardiovaskular.

Bagi populasi hipertenei pasca-lMA, BB dan ACFI terbukti berman{aat,

sedangkan untuk pengendalian keluhan angina, dian.iurkan pemberian BB dan antagonis


kalsium.

Bagi penderita hipertensi dengan PJK direkomendasikan:


1. ACEI dan ARB untuk Penderita PJK
2. BB dan antagonis kalsium untuk angina slabil.
3. Ni{edipin shoft-acting tidak dianjurkan.
4. Pada penderita PJK tanpa gagal jantung sistolik, kombinasi ACEI dan ARB tidak
dianjurkan.
5. Pada penderita dengan risiko tinggi, bila diperlukan kombinasi, maka kombinasi ACEI
dan antagonis kalsium dihidropiridin lebih baik dari kombinasi ACEI dan diuretik.

Bagi penderita hipertensi dengan pascalMA:


1. Dianjurkan BB dan ACEI sebagai ierapi awal, ARB dapat diberikan bila lerdapat
intoleransi ACEI
2. Antagonis kalsium dapat diberikan bila terdapal indikasi-konlra terhadap BB alau BB
tak etektif. Antagonis kalsium nondihidropiridin lidak dianjurkan pada penderita yang
disertai gagal jantung.

23
emboli lain. Obat antikgagulan oral meliputi vitamin K antagonis (VKA), direcl thrambin
inhibitor iDTl), seperri Dabigatran, dan laktor Xa inhibitor ($eperti rivaroxaban dan
apixaban). Risiko perdarahan dari obat antikoagulan oral dilaporkan berkurang dengan
pengendalian baik tekanan darah^ BB dan antagonis kalsium nondihidropiridin dianjurkan
sebagai antihipertensi pada penderita AF dengan respon ventrikel cepat.

Atrial fibrilasi membawa konsekuensi berupa peningkaian mortalilas total, strok",


gagal jantung, dan rawat inap berulang, sehingga pencegahan atau penundaan AF baru
perlu diupayakan. ARB Losartan dan Valsartan dilaporkan lebih baik dalam mencegah AF
baru daripada BB Atenolol atau antagonis kalsium Amlodipin, demikian pula pada
populasi gagal jantung,

Efek benefit ARB terbatas pada pencegahan insiden AF baru pada penderita
hipertensi dengan penyakit jantung struktural, seperti hipedroli atau disfungsi ventrikel kiri.
Pada penderita gagal jantung, pemberian BB dan mineralkorlikoid reseptor bloker dapal
mencegah kejadian AF dan pemberian ACEI dan ARB dilaporkan menurunkan risiko AF
lebih baik daripada antagonis kalsium,

3.11.4. Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK)


HVK, terutama tipe konsentrik, berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular lebih dari 20% dalam 10 tahun (berisiko tinggi). Penurunan HVK
berhubungan erat dengan penurunan TD.

Pada tingkat penurunan tekanan darah sama; ARB, ACEI, dan antagonis kalsium
lebih efektif dari BB. Pada studi LIFE (fte Losartan lntewentian for Endpoint reduction in
Hypertensian sfady) dengan populasi hipertensi diserlai HVK, penurunan masa ventrikel
kiri hasil pengobatan berkaitan dengan penurunan kejadian kardiovaskular"

Pada penderita hipe*ensi dengan hipertrofi ventrikel kiri/HVK:


1" Penderita hipertensi dengan HVK diberikan obat antihipe{ensi untuk menurunkan
laju kejadian kardiovaskular.
2. Pemilihan terapi awal dapat dipengaruhi oleh terdapatnya HVK. Terapi awal dapat
menggunakan ACEI, ARB, antagonis kalsium long-acting atau tiazid. Vasodilator
direct seperti hidralasin atau minoxidil tak dianjurkan.

25
3.1 2' Aierosklerosis, Arteriosklerosisn dan penyakit Arteri perifer
3.12.f . Aterosklerosis Karotis
Laju aterosklerosis karotis dapat diperlambal dengan penurunan tekanan darah.
dilaporkan antagonis kalsiurn lebih efektil dari diuretik dan BB; dan ACEI lebih efektif
dari
diuretik.

9.12.2. penlngkatan Kekakuan Arteri


semua obat antihipertensi mengurangi kekakuan arteri, karena penurunan
lekanan darah menurunkan komponen penyebab kekakuan dinding arteri, sehingga
terjadi penurunan pasif pulse wave velocity (pwv). Dilaporkan ACEI dan ARB
mengurangi PWV, namun belum jelas apakah RAS bloker lebih unggul dad antihipertensi
lain dalam menurunkan kekakuan arteri. Kemampuan FIAS bloker untuk menurunkan
kekakuan arteri berada diluar efek penurunan tekanan darah.
Kombinasi amlodip'n-valsartan menurunkan TDs sentral lebih baik dari
kombinasi amlodipin-atenolol, namun menunjukkan penurunan pwV yang tidak berbeda.
selain itu, BB dengan kemampuan vasodilator, seperti nebivolol, menurunkan tekanan
denyut (pulse pressure) sentral lebih baik dari BB nonvasodilator (seperti meloprolol),
namun keduanya tak memberikan perbaikan augmentation index (Al\ dan pwv karotis-
femoral yang bermakna.
Perbaikan kekakuan arteri dapat diamati dalam jangka waktu lama. penurunan
kekakuan arteri berkaitan dengan penurunan insiden kardiovaskular pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjar. penderita dengan peningkatan kekakuan arteri dapat
diberikan semua gorongan antihipertensi dengan target TD < 140/90mmHg.

3.12.3. Penyakit Arteri Periferlperipherat Artery Disease (pAD)


Angka kematian dan insiden amputasi akibat pAD pada penderita diabetes
berkaitan erat dan terbalik dengan angka kendali rDs. pemilihan golongan
obat
antihiperlensi kurang penting dibanding dengan besar penurunan TD aktual penderita
PAD. AcEl memberi manfaat pada subgrup pAD di studi HopE, meskipun tampak
penurunan TD pada grup ACEI lebih rendah dari grup kontrol.
Selama ini dikhawatirkan
pemberian BB akan memperburuk gejala klaudikasio penderita pAD,
namun hal Ini tidak
terbuKi dari 2 studi metaanalisis penderita iskemik tungkai derajat ringan-sedang.
lnsiden
stenosis arteri renalis meningkat pada penderita pAD, kemungkinan ini perlu
diingat bila
dijumpai hipertensi resisten pada penderita pAD.
Pada penderita hipertensi dengan PAD, target TD dianiurkan <140/90 mmHg,
pemilihan aniihipertensi terapi awal tak dipengaruhi oleh kondisi PAO, dapat diberikan
kombinasi antihipertensi bila monoterapi tak efektif, BB dihindari bila terdapat PAD berat.

3.13. Disfungsi Seksual


Disfungsi seksual lebih banyak dialami oleh individu dengan hipertensi dibanding
dengan normotensi. Dari berbagai obat anlihipertensi yang ada, golongan penghambat
ACE, ARB, dan penghambal kalsium memiliki efek netral atau bahkan bermanfaal. Obat
golongan penghambat phospho-diesterase-s dapat diberikan dengan aman, kecuali untuk
mereka yang menggunakan preparat nitrat,

3.1 4. Hipertensi Resisten


3.14.1. Prevalensi
Dilaporkan berkisar antara 5%-30%, dengan 10% di antaranya yang termasuk
kategori resisten sesungguhnYa.

3.14.2. Delinisi
Kegagalan meneapai target tekanan darah yang optimal ketika pasien sudah
mengkonsumsi 3 macam obal dengan dosis optimal yang dapat ditoleransi, termasuk
diuretik.

3.14.3. Kategori
Ada 2 jenis hipertensi resisten:
l. Resisten sesungguhnya flrue-resisfant/. Disebabkan oleh (i) Komorbiditas dan
faktor pola hidup seperti diabetes, obesitas, merokok, konsumsi garam dan alkohol
berlebihan, yang dapat melawan mekanisrne kerja darl obat penurun tekanan darah;
(ii) sleep apnea obstruktili (iii) hipenensi sekunder yang tidak terdeleksi; (iv) kegagalan
sistem barorefleks; (v) hipertensl white coat: (vi) resistensi fisiologis akibat kelebihan
beban cairan inlravaskular.

2. Resisten semu fApparen$pseudo-resisfanf). Disebabkan oleh (i) Tidak akuratnya


pengukuran, manset yang terlalu kecil; (ii) Ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi
obat dan menjalankan perubahan pola hidup; (iii) Kekurangan dokler' yang tidak
mengikuti panduan penanganan hipertensi, pemberian obat yang kurang tepal, atau
dosis yang belum optimal,

27
3.14.4. Penanganan
Diperlukan pendekatan diagnosis yang cermat dan teliti seberum
menangani
hipertensi reslsten. Pemanlauan tekanan darah e4 jam
dengan ABpM akan sangat
bermanfaat dan dianjurkan untuk pasien hipertensi resisten,
dan pengukuran kadar
aktivilas renin di plasma serta kadar aldosteron juga diperlukan untuk mendeteksi
kemungkinan penyebab hipertensi sekunder.
$etelah kombinasi g macam obat berum cukup untuk mencapai target
rekanan
darah optimal, dapat ditambahkan gorongan penghambat minerarokortikoid,
seperti
spironolakton atau eplerenon mulai dosis rendah, serta penghambal
reseptor alfa. Untuk
pasien yang sudah mendapatkan terapi obat yang
optimal, namun tetap berum dapat
mencapai rD yang diharapkan, upaya baru yang sedang dikembangkan
adarah dengan
cathether based-renal denervation, yaitu perusakan saral renal yang
berjalan sepanjang
arteri renalis, dengan pendekatan ablasi radio-frekuensi menggunakan
kateter dad
pembuluh darah femoraris, yang bermanfaat untuk
menekan aktivitas simpatis, aktivasi
renin serta mencegah reabsorbsi natrium. pada beberapa studi,
teknik ini dilaporkan
dapat mengonkol rD sampai 'r dan 3 tahun setelah tindakan dan hingga saat ini masih
terus dievaiuasi efekivitasnya.
Kriteria yang harus dipenuhi seberum pasien dipertimbangkan untuk
tindakan
renal denervation:
1. Besi$ten sesungguhnya pada pasien dengan kepatuhan yang baik
2. Tidak ada hipertensi sekunder
3. Fungsi ginjal yang normal
4. Tidak ada stenosis atau abnormalitas pada arteri renalis.

Dugaan
Hlpertenel
Hip€*e*!i fesisten r+*slen

- TD di bawah target
- Menggunakan > 3 - Mengikuti panduan
antihipertensi, - Pengobatan optimal

iermasrk diuretik - Merujuk pada


spesialis hipertensi

Gambar 3.1. Panduan penanganan Hipertensl Reslsten

28
3.15. Hipertensi Emergensl dan Urgensi
Hipertensi emergensi: peningkatan TDS atau TDD (masing-masing, >180 mmHg
atau >120 mmHg) dan berhubungan dengan kerusakan organ, seperti hipertensi
ensetalopati, infark serebral, perdarahan intrakranial, kegagalan ventrikel kiri akut, edema
paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal, atau eklampsia. Hipertensi urgensi: peningkatan TD
sama, seperti hipertensi emergensi, namun tanpa kerusakan organ akut.
Pengobatan hipertensi emergensi tergantung pada ienis kerusakan organ, Pada
stroke iskemik akut tekanan darah cenderung untuk tidak diturunkan, namun pada kasus
edema paru akut atau diseksi aorta penurunan tekanan darah dilakukan dengan agresif.
Penurunan tekanan darah parsial, bertujuan menurunkan <25o/o fD pada jam pertama,

dan menurun pelan-pelan setelah itu. Obat yang akan digunakan, awalnya intravena dan
selanjutnya secara oral, rnerupakan pengobatan yang direkomendasikan dari hipertensi
maligna.

3.1 6. Hipertensi Perioperatif


Kenaikan tekanan darah adalah sebab tersering ditundanya tindakan operasi.
Beberapa studi melaporkan insiden hipertensi perioperatii berkisar antara 10'25%, dan
berkaitan erat dengan morbiditas dan mortalitas perioperatif. Batasan tekanan darah
optimal pada fase perioperatif sendiri belum ada panduannya, namun yang penting untuk
dilakukan adalah menilai risiko kardiovaskular dari pasien yang akan menjalani tindakan
operasi itu sendiri.

Pada penderita hipertensi kronis, maka obat penurun TD yang biasa dikonsumsi
disarankan untuk tetap dilanjutkan, dan harus dicegah penghentian obat clonidin atau
penyekat beta karena dapat menyebabkan efek rebound lekanan darah dan laju nadi.
Perhatian khusus dibedkan pada kasus operasi yang menyebabkan banyak kehilangan
volume intravaskular, di mana obat diuretik sebaiknya ditunda sampai status volumnya
dinilai cukup.

3.1 7. Hipertensi Renovaskular


3.17.1. Evaluasi dan Diagnosis
Pasien dengan >2 kriteria di bawah ini dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
yang mengarah kepada hipertensi renovaskular.

- Hipertensi yang terjadi secara mendadak atau memburuk dan pada usia >55 tahun
atau <30 tahun.
* Adanya bruit abdominal.

29
Hipertensi yang resisten dengan tiga jenis atau lebih
obat antihipertensi.
Adanya peningkatan kadar kreatinin serum
230o/o seterah penggunaan angiotensin_
converting enzyme inhibitor alau angiotensin lt receptor
antagonist
- Penyakit pemburuh darah ateroskrerosis rainnya, khususnya
pasien ctengan
kebiasaan merokok atau merniliki dislipidemia

- Edema paru berulang akibat hipertensi yang tidak


lerkontrol

Pemeriksaan berikut dapat direkomendasikan sebagai pemeriksaan


penyaring
tambahan pada rumah sakit rujukan untuk penyakit vaskular
renal: captopri!-enhanced
radioisotope renar scan, sonografi Dopprer, Magnetic
resonance angiography, dan cr-
angiography (untuk pasien dengan lungsi ginjal normal).
Captopil-enhanced radioisotope
renal scan tidak direkomendasikan untuk pasien dengan
cKD (GFR<60 mumin/1,73 m2).
Hipertensi renovaskurar diobati sesuai dengan hipertensi
tanpa camperting
indications, kecuari kehati-hatian dalam penggunaan
AcEl atau ARB akibat adanya risiko
gangguan ginjar akur pada kerainan biraterar
ataupun kerainan uniraterar pada ginjal
tunggal.

3. I 8. Aldosteronisme primer
3.18.t. Evaluasi dan Diagnosis
1. skrining untuk hiperardosteronisme harus dipertimbangkan pada pasien
berikut ini:
- Pasien hipertensi dengan hipokaremia sponran (K. kurang dari g,o mmor/L)
* Pasien hipertensi yang retrakrer lerhadap pengobatan dengan
3 macam atau
lebih obat antihipertensi; dan

- Pasien hipertensi yang secara tidak sengaja ditemukan


adenoma adrenar

skrining untuk hiperardosteronism mencakup pemeriksaan


ardosteron prasma
dan aktivitas renh plasma dan dapat diranjutkan
dengan pemeriksaan rebih ranjut untuk
memastikan diagnosis di rumah sakit rujukan.
Terapi untuk ardosterone-producing
adenoma {APA) adarah pembedahan dengan adrenarektomi
raparoskopik. pasien harus
diterapi selama 8-10 minggu sebelum pembedahan
unluk mengoreksi kelainan metabolik
dan untuk mengontrol TD.
Untuk pasien ardosteronisme primer dengan hiperprasia
adrenar, adenoma
bilateral, arau peningkatan risiko komprikasi perioperatir,
r,erapi yang digunakan adarah
medikamentosa. Terapi medikamentosa sebaiknya
dimurai dengan spironorakron 2s-400
mg per hari {dosis umumnya 'r00-2oo mg). untuk pasien
yang tidak toreran terhadap

30
spironolakton, dapat diberikan amiloride 10-20 mg per hari sebagai alternatif.
Penambahan diuretik lhiazid, bela bloker dan/atau calcium channel b/ocker dapat
berguna untuk mengontrol TD.
Karena sejumlah pasien APA (aldosterone Produeing adenoma) telap
mengalami hipertensi setelah pembedahan dari APA, pasien-pasien ini sebaiknya diikuti
dan, jika diperlukan, diberikan tsrapi sesuai dengan panduan umum hipertensi
nonendokrin.

31
Pelayanan Penyakit Hipertensi

4.1. Strategi petayanan penyakit Hipertensi


Perayanan idear untuk pasien hipertensi
adarah perayanan dengan pendekatan tim
dan terstruktur, Pelayanan dengan pendekatan
ilm telah terbukti dapat menurunkan
tekanan darah rebih besar beberapa mmHg
dibandingkan perayanan srandar.
Berdasarkan suatu metaanarisis, perayanan
berbasis tim terbukti dapat menurunkan TDs
lebih rendah 10 mmHg (nilai median)
dan pengontrolanTD 22o/olebih baik dibandingkan
pengobatan standar' Pendekatan
berbasis tim sangat efekti{ karena melibatkan perawat
danlatau apoteker. perawat memiriki prograrn
edukasi pasien, konsering medik dan
perilaku, dan peniraian kepatuhan.
Apoteker dapat berinteraksi dengan dokter
daram
memberikan terapi be.dasarkan panduan. pada
suatu tinjauan terhadap 33 RCT yang
diterbitkan pada tahun 200s dan 2009, target
rD rebih banyak tercapai ketika meribatkan
para perawat dalam argoritma penatalaksanaan
hipertensi, misarnya dengan pemantauan
melalui telepon oleh perawat. Dengan demikian,
stralegi berbasis tim menjadi metode
yang potensial dalam perkembangan
terapi antihipertensi dibandingkan strategi-stralegi
yang hanya meribarkan dokter saja,
Dokter, perawat, dan apoteker harus bekerja
sama
dan dokter prakik umum harus berkonsurtasi,
ketika diperrukan, dengan dokter-dokter
spesiaris dari berbagai bidang, seperti internis,
kardiorogis, nefrorogis, neurorogis,
endokronologis. dan dietesien.
Dararn hal sistem konsurtasi dan rujukan
dokter umum sebagai dokter perayanan
primer ke dokter spesialis ierkait,
harus terdapat suatu sistem terstrukur
antara pusat
pelayanan kesehalan (ppK) primer (puskesmas),
sekunder (RS tipe B), dan tersier (Fls
tipe A).
seranjutnya, pasien yang telah dirujuk
ke ppK yang rebih tinggi dirujuk barik ke
PPK pengirim seterah mendapatkan
terapi. secara skemafik sistem rujuk dan
rujuk barik
terlihat pada Gambar 4.1. perayanan
untuk hipertensi yang dapat d'akukan
untuk
masing-masing ppK dapat ditihat pada
Tabet 4.,t.

32
n*Tsi{sl
*tA6X*5IS
P€ft {rik3aa* Fan*tids*:
Aee{eriil98 P
$;k €t1b, tri, guia
Ur;s r
F .ah: t e€tisj*" 6ivlaa
r
fxe F Feia ter*85 K

T-ERAPI
&sf"aHr*&trg?
glslia* 1
$irx ? o:]st

.P
.P
:K
.t
P
p
.l(
i3

PPK - Pusat Pelayanan K€sshatan


Gambsr 4.t" $ttema Slstcm Ruluk dan Rulult Ballk Paelsn *tpErtsnsi

Tobel *.1" P*layanan Htpertsnsl llile*urut Pusat Pelayandn K$ehatan {ppl(}

Hipe*en$i Hip'ertensi sssn$ial Hipertensi es€nsial {slendsr


sssnsial komFtsn$i dokler, Kt(l 200$)
Hiperten*i Pengelolean hipenensi Terke*d*li* pengelolaan
e$sn$igl krieie:lruju*
Rujuk balik
Hipertensi 1. legakkan Terkendali-) peng*lolaan TISAK Te*endali
sekunds{ disgnosi* krisis F6ngel01aan dan
Huiuk balik
hipertensi ev*lsasi
2. larapi
p€ndah*l$an T*rkendall * ru.iuk
g. rui{k balik

33
Daftar Pustaka

Hackam DG, Quinn nn, n.ava31


L labi Dl,t,
Education
Dasgupra
prosram.
K, Daskatopoulou SS, dkk. The 2013
-?ecommendarions
:::::',:L.#,v5;T?::,,o.: for
ot risk, prevention, and reatmenr or nypertension.
urooa pressure
b;,;;il;il,;ilYli"r'ri];i"*tsmenl can.t
Jan6s PA, Oparir s' carter.BL,,cushman wc, Dennison-Himmeriarb c, Handrer J, dkk. 2014
evidence-based guideline.for ttre manateme-ni
oiniil.orooo pressure in adurts: report trom the
ro rne Eisnin Joini nurionir-cl'i''trJ""'iir.r6 ar
!;ffi1'Ti#,?['jraPPointed rni/n
Mancia G, Fagard R, Narkiewicz.K, Fedon
J, zanchetti n, M, dkk. 2013 ESHIESC guiderines
for the management of arteriai_nyperten'a."i
rt'""ijrr,.eojrm
Force lor the Management of Arterial
B f"::ru]iHl lE ; lj::iT *,ttl a,llru" " " r e6ii ";';i ii,ilil"J n so ci"ty or
i " " ';.;

34

Anda mungkin juga menyukai