Anda di halaman 1dari 8

BAB III

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

3.1 Komplikasi

Komplikasi stroke dibagi menjadi komplikasi fase akut dan fase lanjut. Pada
komplikasi fase akut, komplikasi yang sering terjadi adanya edema otak yang terjadi
24-48 jam pertama setelah stroke. Selain itu, kejang juga dapat terjadi pada stroke
hemorrhagik. Selain gangguan neurologis, komplikasi pada fase akut juga
menyebabkan beberapa gangguan nonneurologis. Hipertensi reaktif merupakan
komplikasi nonneurologis yang sering terjadi, nantinya akan turun sendiri dalam
beberapa hari. Emboli pulmonal juga dapat terjadi tanpa gejala awal.

a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi pada stroke dibedakan menjadi komplikasi
neurologis dan nonneurologis. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi di
antaranya adalah edema otak, infark yang bertransformasi menjadi perdarahan,
vasospasme, hidrosefalus, dan kejang. Komplikasi nonneurologis yang dapat
terjadi di antaranya hipertensi, hiperglikemia reaktif, edema paru, kelainan
jantung dan aritmia, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
(SIADH), dan trombosis vena dalam.
b. Komplikasi Lanjutan
Pada fase lanjut, komplikasi yang dapat terjadi dapat berupa hidrosefalus
obstruktif, akibat adanya sumbatan dalam darah. Bronkopneumonia, ulkus
dekubitus, serta depresi dapat terjadi akibat rawat inap yang cukup lama.
Kontraktur dan atrofi otot dapat terjadi akibat imobilisasi saat dirawat ataupun
saat di rumah.1

3.2 Prognosis

Ukuran perdarahan, lokasi perdarahan, dan Glasgow coma scale (GCS)


menentukan prognosis dari stroke ntracrania. Semakin besar volume darah yang
ditemukan, semakin rendah GCS, menunjukkan keluaran yang lebih buruk sehingga
meningkatkan mortalitas. Selain hal tersebut, lokasi perdarahan di ventrikel juga
berujung pada keluaran yang buruk. Skor perdarahan intraserebral biasa digunakan
untuk menghitung kemungkinan hidup pasien, yaitu dengan menghitung:2

Tabel 1. Skor perdarahan intraserebral


Komponen Skor Perdarahan Intraserebral Skor
GCS Skor 3-4 2
Skor 5-12 1
Skor 13-15 0
Umur >80 tahun 1
<80 tahun 0
Berawal dari infratentorial Ya 1
Tidak 0
Volume perdarahan > 30 cm3 1
< 30 cm3 0
Perdarahan intraventrikular Ya 1
Tidak 0

Tabel 2. Interpretasi hasil skor perdarahan intraserebral


Total skor perdarahan Tingkat mortalitas Kemungkinan berjalan secara
intraserebral dalam 30 hari mandiri dalam 12 bulan
0 0% 70%
1 13% 60%
2 26% 33%
3 72% 3%
4 97% 8%
5-6 100% -

BAB IV
PENCEGAHAN

4.1 Pencegahan

4.1.1 Pencegahan Stroke Primer


Adalah suatu upaya untuk mencegah stroke pada orang yang belum terkena
stroke. Hal ini meliputi pemakaian agen antiplatelet, antihipertensi, antikoagulan,
statin, henti merokok, penurunan berat badan, dan olahraga. Menurut The American
Heart Association/American Stroke Association 80% orang yang dilakukan
pencegahan primer dapat menghindari stroke. 3

a. Faktor Genetik
Riwayat keluarga dengan stroke harus ditanyakan karena berhubungan dengan
peningkatan risiko stroke.

b. Inaktivitas Fisik
Aktivitas fisik disarankan karena mengurangi risiko stroke. Aktivitas fisik,
seperti jalan cepat, sepeda, berenang) secara teratur minimal tiga kali seminggu dapat
menurunkan tekanan darah dan menurunkan berat badan. Selain itu, olahraga dapat
membantu penurunan aktivitas platelet, reduksi fibrinogen plasma, dan meningkatkan
aktivitas tissue plasminogen activator.

c. Dislipidemia
Selain perubahan pola hidup sehat, penggunaan statin direkomendasikan pada
prevensi primer.

d. Nutrisi dan Diet


Mengurangi konsumsi natrium dan meningkatkan konsumsi kalium. Dietary
approach to stop hypertension (DASH) direkomendasikan untuk menurunkan berat
badan. Diet dengan banyak buah dan sayur yang tinggi kalium dapat mengurangi
risiko stroke.

e. Hipertensi
Skrining teratur dan pemberian terapi yang sesuai harus dilakukan. Selain
terapi, perubahan pola hidup sehat dapat mengurangi risiko hipertensi dan stroke.

f. Obesitas dan Distribusi Lemak Tubuh


Penurunan berat badan direkomendasikan karena dapat menurunkan tekanan
darah.

g. Berhenti Merokok
Konseling dibutuhkan untuk membantu pasien berhenti merokok. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa stroke iskemik dan stroke ntracrania memiliki
hubungan dengan merokok.4

4.1.2 Pencegahan Stroke Sekunder


Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan pada pasien yang telah
terkena stroke.

a. Hipertensi
Antihipertensi yang disarankan untuk tata laksana hipertensi pada pasien stroke
Penggunaan pada dan angiotensin-converting enzyme-inhibitor. Selain itu, penurunan
tekanan darah dapat dilakukan pada pasien yang belum pernah diterapi, setelah
beberapa hari sejak stroke, yang memiliki tekanan darah ≥140/≥90mmHg dan yang
telah memiliki hipertensi sebelumnya.

b. Dislipidemia
Berdasarkan tata laksana untuk pengurangan risiko penyakit kardiovaskular
oleh Department of Veterans Affairs dan Department of Defense, Amerika Serikat,
terdapat beberapa hal yang relevan untuk stroke:

1) Eliminasi Target Tata Laksana


Terapi sebaiknya tidak didasarkan pada kadar kolesterol sebagai target terapi.
Sebaliknya, berikan monoterapi statin dosis sedang fixed-dose untuk menurunkan
tingkat mortalitas dan kejadian kardiovaskular pasien.

2) Tes Tambahan untuk Prediksi Risiko yang Lebih Baik


Pemeriksaan tambahan seperti C-reactive protein dan skor kalsium dapat
memberikan keuntungan dalam penggunaan terapi karena memiliki nilai prediksi
yang baik, akan tetapi tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin karena
kurangnya bukti pada keluaran pasien, harga pemeriksaan, dan risiko radiasi pada
pemeriksaan kalsium arteri.

3) Pencegahan Sekunder
Mulai dengan statin dosis sedang, lalu titrasi ke dosis tinggi pada pasien dengan
risiko tinggi. Walau demikian, studi mengenai manfaat statin dosis tinggi ini sendiri
masih memerlukan penelitian lebih lanjut karena inkonsistensi hasil. Di sisi lain,
terdapat peningkatan risiko efek samping minor seperti ntracr yang dapat menurunkan
kepatuhan minum obat pasien. Untuk itu, pertimbangkan pemberian statin dosis tinggi
ini hanya pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular yang sangat tinggi.
Dokter juga harus mendiskusikan mengenai peningkatan risiko efek samping dengan
pasien sebelum memulai pengobatan sehingga kepatuhan minum obat pasien dapat
terjaga.

4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kolesterol total dan HDL tidak jauh berbeda pada pasien yang
puasa dan tidak puasa sehingga puasa tidak diperlukan sebelum pemeriksaan. Selain
itu, pemeriksaan lipid bukan merupakan target, sehingga direkomendasikan bahwa
setelah pemberian statin, pemeriksaan lipid tidak perlu dilakukan secara rutin. 3

c. Diabetes Mellitus dan Metabolisme Gula Terganggu


Pasien dilakukan skrining obesitas serta gunakan guideline dari American
Diabetes Association untuk kontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus dengan
stroke. Berdasarkan American Heart Association / American Stroke Association,
kadar glukosa pada pasien stroke yang dirawat di rumah sakit adalah 140-180 mg/dL,
sedangkan European Stroke Organization merekomendasikan penurunan gula darah
dengan insulin sampai di bawah 180 mg/dL.
Pada suatu tinjauan sistematik tahun 2014, dilaporkan bahwa pembuluh darah
terpengaruhi bahkan oleh peningkatan glukosa darah, sehingga menyebabkan edema
otak dan hipertensi yang lebih parah. Penggunaan vaskuloprotektor merupakan
langkah preventif yang baik untuk meningkatkan proteksi dan perbaikan saraf. Selain
itu, penggunaan obat harus disesuaikan dengan interaksi dengan r-tPA. Obat
antidiabetes yang baik digunakan adalah thiazolindindione.
Tinjauan sistematik tersebut juga menyebutkan bahwa penggunaan insulin 1
jam setelah stroke diikuti dengan r-tPA 1,5 jam setelah kejadian stroke akut
mengurangi infark, edema, dan perdarahan otak. Pemberian insulin subkutan dengan
sliding scale direkomendasikan pada hiperglikemia dengan stroke. Selain itu,
penggunaan metformin 300mg/kgBB/hari selama 14 hari pada penanganan diabetes
pasca stroke juga menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan pada sistem
serebrovaskular.

d. Sindroma Metabolik
Sindroma dapat terdiri dari obesitas sentral, ntracranial aterogenik (biasanya
terdapat peningkatan trigliserida dan penurunan HDL), tekanan darah tinggi, dan
hiperglikemia. Pada suatu tinjauan sistematis yang membandingkan studi di amerika
dan eropa, ditermukan bahwa sebagian besar pasien dengan stroke iskemik
nonembolik atau atherotrombotik memiliki sindroma ntracran, dan resistensi insulin
merupakan salah satu faktor utama dalam sindrom ntracran. Maka dari itu,
penanganan resisten insulin dapat mengurangi stroke.
Obat yang dapat digunakan pada pasien stroke dengan sindroma adalah
thiazolinedindione. Thiazolindindione berperan sebagai agonis peroxisome
proliferator-activated receptor-γ (PPAR-γ) yang dapat menyebabkan aktivasi
metabolisme lipid, penyerapan glukosa, dan antiinflamasi. Selain itu,
thiazolindindione juga memiliki efek yang menguntungkan bagi sistem
kardiovaskular seperti sebagai antiaterogenik dan antihipertensi. 4
BAB V
KESIMPULAN

Stroke ntracrania merupakan stroke yang disebabkan oleh penekanan otak


akibat perdarahan. Pada stroke ntracrania, stroke disebabkan oleh pecahnya
aneurisma, atau adanya malformasi arterio-venosa. Diagnosis stroke dapat dilakukan
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pencitraan, dan menggunakan
skor. Walaupun begitu, CT scan merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis
stroke.
Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis stroke. Pada stroke
intracrania, perdarahan yang terjadi dapat menyebabkan kompresi pada bagian otak di
sekitarnya sehingga terjadi peningkatan tekanan ntracranial. Penggunaan mannitol
atau pembedahan dapat dipertimbangkan untuk mengatasi hal ini. Selain pengobatan,
prevensi stroke sekunder pada pasien yang pernah mengalami stroke merupakan hal
yang harus dilakukan agar tidak terjadi stroke berulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar S, Selim MH, Caplan LR. Medical complications after stroke. The
Lancet Neurology. 2010 Jan 1;9(1):105-18.
2. Malani PN. Harrison’s principles of internal medicine. JAMA. 2012 Nov
7;308(17):1813-4.
3. Goldstein LB, Bushnell CD, Adams RJ, Appel LJ, Braun LT, Chaturvedi S,
Creager MA, Culebras A, Eckel RH, Hart RG, Hinchey JA. Guidelines for the
primary prevention of stroke: a guideline for healthcare professionals from the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke. 2011
Feb;42(2):517-84.
4. Arenillas JF, Moro MA, Dávalos A. The metabolic syndrome and stroke:
potential treatment approaches. Stroke. 2007 Jul 1;38(7):2196-203.
5. Behrouz R, Miller CM. Aspirin and intracerebral hemorrhage Where are we
now?. Neurology: Clinical Practice. 2015 Feb 1;5(1):11-6.

Anda mungkin juga menyukai