TESIS
Oleh
Imah Solikhatun
A131708005
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SABUK HIJAU DI
KAWASAN WADUK SERBAGUNA WONOGIRI
TESIS
Oleh
Imah Solikhatun
NIM. A131708005
Tanda
Komisi
Nama Tangan Tanggal
Pembimbing
29 Juni 2021
Pembimbing 1 Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si .................. ....................
NIP. 195912051985032001
16 Juli 2021
Pembimbing 2 Prof. Dr. Maridi, M.Pd. .................. ....................
NIP. 1950072420200801 .
TESIS
Telah dipertahankan didepan penguji dan telah memenuhi syarat
Pada Tanggal 2021
Oleh
Imah Solikhatun
NIM. A131708005
Tanda
Jabatan Nama Tanggal
Tangan
Anggota Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si .................. ....................
Penguji NIP. 195912051985032001
Mengetahui,
Dekan Kepala Program Studi S2 Ilmu Lingkungan
Sekolah Pascasarjana UNS Sekolah Pascasarjana UNS
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si
NIP. 196008091986121001 NIP. 195912051985032001
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS DAN PERSYARATAN PUBLIKASI
Imah Solikhatun
A131708005
IMAH SOLIKHATUN. A131708005. 2021. Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Sabuk Hijau di Kawasan Waduk Serbaguna Wonogiri. Dibimbing oleh
MTh. Sri Budiastuti dan Maridi
ABSTRAK
Sabuk hijau mempunyai peran penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi waduk.
Adanya alih fungsi lahan khususnya di area sabuk hijau menyebabkan fungsi waduk
menjadi terganggu. Kondisi ini harus segera diatasi dengan upaya pengelolaan Kawasan
sabuk hijau. Peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk mengelola kawasan sabuk
hijau agar fungsi waduk berjalan dengan baik. Strategi pengelolaan kawasan sabuk hijau
perlu dirumuskan dengan mengutamakan peran serta masyarakat sebagai pemangku
kepentingan sekaligus pemelihara keberlanjutan fungsi waduk. Tujuan penelitian adalah
mengidentifikasi kondisi vegetasi di kawasan sabuk hijau, mengidentifikasi faktor
penyebab kerusakan di kawasan sabuk hijau, dan mengevaluasi peran serta masyarakat
dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan sabuk hijau. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriftif kualitatif dan kuantitatif dengan metode survai. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari-Maret 2019, dengan penentuan titik sampling vegetasi dan
penentuan responden menggunakan pendekatan purposive sampling. Pengamatan
vegetasi menggunakan metode kuadran garis petak contoh (transect line plot).
Identifikasi faktor lingkungan diambil dari data sekunder, sedangkan factor social atau
manusia dan evaluasi tentang peran serta masyarakat diambil menggunakan kuisioner
dan wawancara mendalam. Strategi pengelolaan Kawasan sabuk hijau menggunakan
analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan kondisi eksisting sabuk hijau saat ini
adalah kurang baik, dibuktikan dengan kondisi keanekaragaman vegetasi sebesar 1,7;
1,15; 1,24 dan 1,24 untuk pohon, tiang, pancang dan semai. Indeks nilai penting
tertinggi ditemukan pada tanaman jati (Tectona grandis), dan untuk tingkat pohon,
tiang, pancang, semai masing-masing sebesar 119,67; 176,36; 128,98 dan 142,08.
Factor yang mempengaruhi kerusakan kawasan sabuk hijau adalah manusia atau factor
social yang dilihat dari sikap masyarakat. Masyarakat mengakui bahwa penyebab utama
kerusakan adalah factor manusia namun berdalih untuk tetap memanfaatkan Kawasan
sabuk hijau sebagai lahan untuk pertanian. Hal ini mengancam potensi Kawasan sabuk
hijau sebagai penjaga keberlanjutan fungsi waduk. Evaluasi terhadap peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sabuk hijau menunjukkan kategori rendah (77,33%). Hal
tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat belum aktif dalam kegiatan pengelolaan
Kawasan sabuk hijau. Oleh karena itu, peran serta masyarakat harus ditingkatkan
Strategi pengelolaan sabuk hijau yang direkomendasikan adalah a) membentuk kawasan
ekowisata di area sabuk hijau untuk mengatasi masalah ekonomi dan mencegah alih
fungsi lahan oleh masyarakat. b) meningkatkan peran serta masyarakat dengan
memberdayakan masyarakat usia produktif. c) mengadakan sosialisasi dan
pembelajaran pada masyarakat tentang fungsi Kawasan sabuk hijau sehingga
masyarakat semakin menyadari arti penting menjaga Kawasan tersebut. Strategi ini
menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan sabuk hijau WGM.
Kata Kunci : Sabuk hijau, peran serta, pengelolaan, strategi pengelolaan , Waduk
Serbaguna Wonogiri (WGM)
IMAH SOLIKHATUN. A131708005. 2021. Community Participation in the
Management of The Greenbelt at Wonogiri Multipurpose Reservoir Area. Dibimbing
oleh MTh. Sri Budiastuti dan Maridi
ABSTRACT
The green belt has an important role in maintaining the sustainability of reservoir
functions. The existence of land use change, especially in the green belt area, causes the
function of the reservoir to be disrupted. This condition must be immediately addressed
with efforts to manage the green belt area. Community participation is needed to
manage the green belt area so that the function of the reservoir runs well. The green belt
area management strategy needs to be formulated by prioritizing the participation of the
community as stakeholders as well as maintaining the sustainability of the reservoir
function. The objectives of the study were to identify the condition of vegetation in the
green belt area, identify the factors causing the damage in the green belt area, and
evaluate community participation in formulating a green belt area management strategy.
This research is descriptive qualitative and quantitative research with survey method.
This research was conducted in January-March 2019, by determining the vegetation
sampling point and determining the respondents using a purposive sampling approach.
Vegetation observation using the transect line plot method. Identification of
environmental factors was taken from secondary data, while social or human factors and
evaluation of community participation were taken using questionnaires and in-depth
interviews. The green belt area management strategy uses a SWOT analysis. The results
showed that the existing condition of the green belt was not good, as evidenced by the
condition of vegetation diversity of 1.7; 1.15; 1.24 and 1.24 for trees, poles, saplings
and seedlings. The highest important value index was found in teak (Tectona grandis),
and for tree, pole, sapling, and seedling levels, they were 119.67; 176.36; 128.98 and
142.08. Factors that affect the damage to the green belt area are human or social factors
seen from the attitude of the community. The community recognizes that the main cause
of damage is the human factor but argues to continue to use the green belt area as land
for agriculture. This threatens the potential of the green belt area as a guardian of the
sustainability of the reservoir function. Evaluation of community participation in green
belt management shows a low category (77.33%). This indicates that the community has
not been active in the management of the green belt area. Therefore, community
participation must be increased. The recommended green belt management strategy is to
a) establish an ecotourism area in the green belt area to overcome economic problems
and prevent land conversion by the community. b) increasing community participation
by empowering people of productive age. c) conduct socialization and learning to the
community about the function of the green belt area so that the community is
increasingly aware of the importance of protecting the area. This strategy focuses on
empowering the community around the WGM green belt area.
Keywords: Green belt, participation, management, management strategy, Wonogiri
Multipurpose Reservoir (WGM)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat segala
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam penyusunan tesis
ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. M. Sutarno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Ilmu
Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan selaku
Pembimbing I yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan hingga
selesainya penulisan tesis ini
3. Prof. Dr. Maridi, M.Pd., selaku Pembimbing II yang dengan sabar membimbing
dan mengarahkan dan membimbing hingga selesainya penyusunan tesis ini.
4. Ayah dan Ibu yang saya hormati, semuanya tidak henti-hentinya mengirimkan
Do’a hingga penulis tetap tegar dan tidak kenal putus asa.
5. Teman-teman mahasiswa seperjuangan Prodi Ilmu Lingkungan Universitas
Sebelas Maret Surakarta Angkatan 2017.
Semoga semua bantuannya mendapat balasan yang sesuai dari-Nya. Harapan
penulis semoga hasil dari penelitian pada tesis ini bermanfaat untuk semua orang.
Surakarta, Juni 2021
Penulis
Imah Solikhatun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS DAN PERSYARATAN PUBLIKASI iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRAC .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Kebaruan Penelitian .......................................................................... 3
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
D. Tujuan ............................................................................................... 4
E. Manfaat ............................................................................................. 5
BAB II. LANDASAN TEORI ...................................................................... 6
A. Tinjauan Pustaka................................................................................ 6
1. Sabuk Hijau WGM ..................................................................... 6
2. Pengelolaan Sabuk Hijau Waduk ................................................ 7
3. Peran Serta Masyarakat ............................................................... 9
4. Asas Lingkungan ........................................................................ 11
B. Kerangka Pemikiran........................................................................... 12
BAB III. METODE PENELITIAN............................................................... 14
A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 14
B. Bahan dan Alat Penelitian ................................................................. 16
C. Jenis Penelitian .................................................................................. 16
D. Tata Laksana Penelitian .................................................................... 17
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 32
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 32
1. Deskripsi umum lokasi penelitian ............................................... 32
2. Kondisi eksisting kawasan sabuk hijau ....................................... 35
3. Factor penyebab kerusakan sabuk hijau ..................................... 40
4. Peran serta masyarakat dalam mengelola kawasan sabuk hijau. . 50
5. Strategi rekomendasi pengelolaan sabuk hijau ........................... 54
B. Pembahasan Umum .......................................................................... 62
C. Nilai-Nilai Kebaruan ......................................................................... 67
D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 69
A. Kesimpulan ....................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 71
Daftar Tabel
Tabel 1. Kebaruan penelitian.........................................................................................3
Tabel 2. Jadwal Penelitian............................................................................................15
Tabel 3. Hasil uji validasi pengetahuan masyarakat terhadap sabuk hijau...................24
Tabel 4. Hasil uji validasi sikap masyarakat terhadap sabuk hijau...............................24
Tabel 5. Hasil uji validasi sikap masyarakat terhadap pengelolaan sabuk hijau...........24
Tabel 6. Hasil uji validasi kecenderungan bersikap masyarakat terhadap sabuk hijau. 24
Tabel 7. Hasil uji reliabilitas........................................................................................25
Tabel 8. Hasil uji validasi peran serta masyarakat terhadap pengelolaan.....................28
Tabel 9. Matrik SWOT................................................................................................31
Tabel 10. Rincian luasan sabuk hijau setiap kecamatan...............................................33
Tabel 11. Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis kelamin......................................34
Tabel 12. Jumlah kepala keluarga berdasarkan umur...................................................34
Table 13. Jumlah kepala keluarga berdasarkan pendidikan..........................................35
Table 14. Jumlah kepala keluarga berdasarkan mata pencaharian................................35
Table 15. Nilai kerapatan masing-masing strata pohon................................................36
Table 16. Nilai frekuensi masing-masing strata pohon.................................................37
Table 17. Nilai dominansi masing-masing strata pohon...............................................37
Tabel 18. Nilai INP dan indeks keanekaragaman vegetasi pohon................................38
Tabel 19. Analisis vegetasi penutup lantai...................................................................39
Tabel 20. Faktor lingkungan di lima kecamatan...........................................................41
Tabel 21. Pengetahuan masyarakat tentang sabuk hijau dan dampak pemanfaatannya
(kognitif)......................................................................................................................42
Tabel 22. Skor pengetahuan masyarakat tentang sabuk hijau dan dampak pemanfaatannya
(kognitif)......................................................................................................................44
Tabel 23. Perasaan (afektif) masyarakat terhadap manfaat keberadaan kawasan sabuk hijau
WGM...........................................................................................................................45
Tabel 24. Skor perasaan (afektif) masyarakat terhadap keberadaan kawasan sabuk hijau
WGM...........................................................................................................................46
Tabel 25. Perasaan (afektif) masyarakat terhadap pengelolaan kawasan sabuk hijau WGM.
.....................................................................................................................................47
Tabel 26. Perasaan (afektif) masyarakat terhadap adanya pengelolaan kawasan sabuk hijau
WGM...........................................................................................................................48
Tabel 27. Kecenderungan bersikap (perilaku) masyarakat terhadap keberlanjutan kawasan
sabuk hijau WGM (konatif).........................................................................................49
Tabel 28. Kecenderungan bersikap (perilaku) masyarakat terhadap keberlanjutan kawasan
sabuk hijau WGM (konatif).........................................................................................50
Tabel 29. Skor sikap masyarakat terhadap sabuk hijau dan pengelolaannya................50
Tabel 30. Peran serta masyarakat dalam mengelola kawasan sabuk hijau WGM.........51
Tabel 31. Skor peran serta masyarakat dalam pengelolaan sabuk hijau di WGM........53
Tabel 32. Hasil skor bentuk peran serta masyarakat dalam mengelola sabuk hijau......54
Tabel 33. Hasil skor peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sabuk hijau 54
Tabel 34. IFAS analisis SWOT Pengelolaan Sabuk Hijau...........................................59
Tabel 35. EFAS analisis SWOT Pengelolaan Sabuk Hijau..........................................60
Tabel 36. Matriks SWOT.............................................................................................61
DAFTAR GAMBAR
1
2
tidak saling mengganggu (Rahayu dkk, 2016). Saat ini lahan tersebut difungsikan
untuk kepentingan konservasi dengan maksud melindungi (buffer zone)
tampungan waduk dari pencemaran, aliran sedimen secara langsung, aktifitas
masyarakat yang berpotensi mengganggu tampungan dan menjamin keselamatan
daerah sekeliling waduk dari penurunan serta kenaikan air waduk. Salah satu hal
yang penting di dalam pengelolaan WGM adalah pemeliharaan daerah lindung
waduk berupa sabuk hijau (greenbelt). Pengelolaan sabuk hijau yang efektif dapat
dicapai jika mempertimbangkan seluruh aspek, baik aspek abiotic, biotik maupun
culture masyarakat. Akhir-akhir ini pengelolaan sabuk hijau tersebut mengalami
sejumlah gangguan akibat intervensi berbagai pihak yang berkepentingan. Di
beberapa lokasi mengalami kerusakan akibat perubahan vegetasi (dari kondisi
semula berupa tanaman lindung menjadi tanaman semusim), pemanfaatan untuk
aktivitas peternakan serta pemanfaatan untuk aktivitas non pertanian yang lain.
Gangguan-gangguan tersebut mengakibatkan kondisi sabuk hijau menjadi makin
kritis.
Pada awal pembuatan WGM kondisi sabuk hijau masih sanggat baik.
menurut penuturan beberapa warga, setelah tahun 1998, warga berlomba-lomba
untuk menanami sela-sela hutan dengan tanaman semusim. Ini terjadi karena saat
itu terjadi peristiwa reformasi, yang menyebabkan kondisi ekonomi rakyat
mengalami penurunan. Warga memanfaatkan lahan yang ada agar masih bisa
menghidupi keluarga ditengah kondisi sulit saat itu. Kondisi lahan yang
menguntungkan menyebabkan warga terus-menerus memanfaatkan lahan yang
ada di sekitar waduk sehingga lama-kelamaan alih fungsi lahan dari kawasan
hutan menjadi lahan pertanian semakin luas. Menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Wonogiri, pemanfaatan RTH lebih jelasnya kawasan sabuk hijau
diperbolehkan namun dengan tidak melakukan alih fungsi Kawasan sabuk hijau
sebagai Kawasan lindung yang menjaga keberadaan sumber air (Kabupaten
Wonogiri, 2011). Namun demikian, sebagian besar masyarakat belum memahami
fungsi sabuk hijau dan seringkali melanggar peraturan yang berlaku. Ini
membuktikan bahwa peran serta masyarakat sekitar di sekitar kawasan sabuk
hijau WGM belum menjaga keberlangsungan kawasan sabuk hijau dengan baik.
3
B. Kebaruan Penelitian
Penelitian tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan sabuk
hijau terhadap erosi dan aliran permukaan, serta analisis SWOT dan strategi
pengelolaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dalam jurnal dan
prosiding baik nasional maupun internasional. Kajian tentang peran serta
masyarakat dalam pengelolaan Kawasan sabuk hijau di WGM dalam penelitian
ini mengandung beberapa perbedaan khususnya pada focus kajian yang
mengkombinasikan komponen abiotic, biotik dan culture, yang mengarah pada
pengembangan beberapa asas lingkungan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
4
D. Tujuan Penelitian
5
E. Manfaat Penelitian
Dari Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi
dunia pendidikan dibidang potensi pengelolaan sabuk hijau waduk.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam hal pengelolaan
Kawasan sabuk hijau serta partisipasi masyarakat dalam melestarikan
sabuk hijau
b. Bagi Pemerintah
Memberikan sumbangan pemikiran dan dasar pertimbangan
pengelolaan Kawasan sabuk hijau khususnya kebijakan mengenai
pelestarian fungsi kawasan sabuk hijau sebagai penahan sedimen dan
pelindung biota air.
c. Bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan dalam mengelola
Kawasan sabuk hijau yang akhirnya bermanfaat bagi masyarakat itu
sendiri, dan secara tidak langsung turut serta memelihara fungsi waduk
Gajah Mungkur secara berkelanjutan.
6
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sabuk Hijau WGM Wonogiri
Sabuk Hijau adalah hutan yang tumbuh pada kawasan sekitar waduk atau
danau pada daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik waduk/ danau. Areal green belt berjarak + 20 m
dari titik pasang tertinggi kearah darat dengan lebar 50-100 m (Republik
Indonesia, 1990). Kawasan sabuk hijau berbatasan langsung dengan waduk
sehingga sebagian kawasannya merupakan daerah pasang surut. Vegetasi yang
ditanam direkomendasikan yang tahan terhadap genangan air dan dapat
memelihara pelestarian air yang dapat dilihat pada gambar 1 (Kementerian
Pekerjaan Umum, 2008).
Gambar 1. Area sabuk hijau di danau atau waduk (Kementerian Pekerjaan Umum, 2008).
Sabuk hijau (Green belt) dapat di artikan sebagai hutan kecil yang
berfungsi sebagai pelindung, penyangga, dan untuk membatasi perkembangan
suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau
membatasi aktivitas sutu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu,
serta pengamanan dari factor lingkungan sekitarnya (Fakhrian dkk., 2015). Sabuk
hijau WGM memiliki bentuk tersendiri atau dengan kata lain tidak mengikuti
peraturan keppres no. 32 th 1990. Sabuk hijau WGM berada pada ketinggian +
138,2 – 140 mdpl mengikuti pasang tertinggi dari waduk yaitu 138 mdpl (seperti
pada gambar 2), jadi luasan sabuk hijau atau hutan kecil yang mengelilingi waduk
dari tiap-tiap desa berbeda satu sama lain (Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
2000). Kabupaten Wonogiri secara geografis terletak antara 7º32 '- 8º15' Lintang
Selatan dan 110º41 '- 111º18' Bujur Timur. Berdasarkan data iklim dari Stasiun
7
8
Gambar 2. Lokasi kawasan sabuk hijau yang berwarna hijau (Munawaroh & Sutarto, 2012)
Kehadiran sabuk hijau harusnya tidak dipandang tidak saja dari fungsi
fisik sebagai barrier pemisah kota semata, tetapi juga mengakomodir sarana
rekreasi alam, produksi pertanian, fungsi lindung dan fungsi hutan. Di WGM,
green belt berfungsi sebagai daerah penyangga atau pembatas antara kegiatan
9
waduk dan masyarakat. Namun masih ada fungsi lain yang tidak kalah penting,
yaitu sebagai penyejuk atau sebagai penyerap CO2, mengingat WGM dikelilingi
juga oleh jalan penghubung antar kecamatan serta dekat dengan pemukiman.
Sabuk hijau menyediakan salah satu cara alami membersihkan atmosfer dengan
penyerapan refleksi, difusi polutan gas dan partikulat, dan kebisingan melalui
daun mereka yang bertindak sebagai alat perangkap polutan yang efisien. Fungsi
lindung dari sabuk hijau bukan hanya untuk menjaga keberlangsungan waduk,
tetapi juga sebagai tempat habitat beberapa fauna seperti burung dan hewan
melata.
Salah satu faktor penting dalam mengembangkan vegetasi sabuk hijau
adalah bahwa spesies tanaman yang berbeda memiliki tingkat kepekaan yang
berbeda terhadap penyebab stres yang berbeda. Berdasarkan tanggapan tanaman
terhadap stress tertentu, mereka dapat dikategorikan menjadi 'sensitif' dan
'toleran'. Di bawah penyelidikan saat ini, stres spesies toleran (penghambat
sedimen) disortir keluar dari wilayah studi, karena spesies toleran dapat
digunakan untuk pengembangan sabuk hijau. Spesies tanaman yang toleran dapat
berfungsi sebagai pelindung waduk dan oleh karena itu, sejumlah manfaat
lingkungan dapat diperoleh dengan menanam spesies toleran di daerah yang
terkena dampak (Pathak et al, 2011)
Vegetasi atau pohon sebagai penyusun sabuk hijau waduk berfungsi untuk
mengurangi erosi maupun sedimentasi, menhambat aliran permukaan,
meresapkan air ke dalam tanah, dan mencegah penguapan air secara berlebihan.
Kemampuan jenis vegetasi untuk menahan erosi maupun sedimentasi dipengaruhi
oleh tingkat pertumbuhan tanaman, ketinggian tanaman, keadaan daun tanaman,
kerapatan tanaman dan system perakaran (Ziliwu, 2002). Vegetasi untuk sabuk
hijau waduk mempunyai kriteria, a) relatif tahan terhadap penggenangan air; b)
daya transpirasi rendah; c) memliki sistem perakaran yang kuat dan dalam,
sehingga dapat menahan erosi dan meningkatkan infiltasi (resapan) air
(Kementerian Pekerjaan Umum, 2008). Contoh vegetasi yang memiliki daya
transpirasi yang rendah antara lain Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Karet
Munding (Ficus elastica), Manggis (Garcinia mangostana), Bungur
(Lagerstroemia speciosa), Kelapa (Cocos nucifera), Damar (Agathis loranthifolia),
10
Kiara Payung (Filicium decipiens). Vegetasi penyusun sabuk hijau juga berfungsi
tidak hanya menjadikan sekitar waduk menjadi indah dan sejuk namun aspek
kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang
pada giliran selanjutnya akan menyediakan jasa-jasa lingkungan berupa
kenyamanan, kesegaran, terbebasnya dari polusi dan kebisingan serta sebagai
habitat fauna. Udara yang bersih sering dicemari oleh debu, partikel timbal,
bising, gas CO2. Adanya sabuk hijau debu, partikel timbal, bising, gas CO 2 yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses filtrasi dan bahkan serapan. Pentingnya Penghijauan dan
pengelolaan kawasan sabuk hijau dilakukan untuk menjaga keseimbangan
ekosistem di lingkungan dengan diadakannya penanaman pohon di tempat-tempat
yang gersang.
Sabuk hijau yang ada di WGM sudah mempunyai landasan hukum, yaitu
peraturan tentang sempadan di Danau atau Waduk menurut PerMen PU No. 28
tahun 2015. Jarak yang di atur dalam permen yaitu 50 meter dari air saat pasang
menuju ke luar area. Jadi green belt tersebut tidak akan kurang luasannya tetapi
vegetasinya yang mungkin dapat berkurang. Kondisi vegetasi bersifat dinamis
artinya dari tahun ketahun kondisi di lapangan dapat berubah akibat dari pengaruh
factor alam ataupun dari intervensi manusia misal adanya pemanenan kayu
ataupun pemenenan tumbuhan bawah sebagai pakan ternak. Factor manusia dalam
memanfaatkan vegetasi yang ada tidak dapat diabaikan karena histori WGM
berasal dari tanah pembebasan milik warga.
4. Asas Lingkungan
Adapun beberapa asas lingkungan yang mendasari dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Asas 3 (sumber daya alam), dimana pada penelitian ini implikasi dari asas
3 dapat dilihat pada biodiversitas sabuk hijau dan perannya dalam
menghambat sedimen yang masuk ke waduk dapat dijadikan sebagai
bentuk implikasi dari asas 3 (sumber daya alam)
b. Asas 6 dan asas 9 (keanekaragaman), dimana pada penelitian ini implikasi
dari asas 6 dapat dilihat pada fungsi sabuk hijau, dimana berdasarkan
keanekaragaman dari spesies tumbuhan di kawasan sabuk hijau yang
beranekaragam maka dapat disimpulkan memiliki manfaat yang sangat
potensial dalam fungsinya sebagai jasa lingkungan untuk konservasi air
dan tanah di kawasan sekitar waduk.
B. Kerangka Berfikir
Masalah utama yang terjadi di WGM adalah sedimentasi. Penyebab
sedimentasi tidak lain adalah intensitas sebagai akibat penggerusan tebing-tebing
DAS maupun sempadan waduk. Bentuk sempadan waduk WGM adalah sabuk
15
hijau dengan fungsi utama sebagai hutan penyangga dan pembatas antara kegiatan
masyarakat dan kegiatan di waduk. Kerusakan sabuk hijau terjadi akibat factor
alam dan campur tangan manusia, sehingga tekanan di Kawasan sabuk semakin
tinggi dan menyebabkan penurunan fungsi Kawasan sabuk hijau. Disamping itu,
peran serta masyarakat dalam mengelola sabuk hijau tergolong belum optimal..
Dengan demikian diperlukan informasi tentang peran serta masyarakat dalam
mengelola Kawasan sabuk hijau sehingga dapat dirumuskan strategi pengelolaan
yang efektif guna keberlanjutan fungsi waduk (Gambar 2).
Pendekatan
16
17
C. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif kuantitatif dengan
metode survai. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih
luas dan terperinci dari variabel yang diuraikan menjadi faktor-faktor dan
berhubungan dengan penelitian (Gulo, 2010). Penelitian deskriptif kualitatif
adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik,
akurat, dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Data
yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud
untuk mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi atau pun mencari
implikasi. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan
analisisnya pada data angka yang diolah dengan metode statistika tertentu, dengan
kata lain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif jika data yang digunakan
bersifat angka (Azwar, 2015). Penelitian kuantitatif memusatkan pada
pengumpulan data kuantitatif yang berupa angka-angka untuk kemudian dianalisis
19
beberapa petak ukur (plot), jarak antar plot atau petak ukur adalah 10 m.
Pada setiap jalur dibuat 2 plot masing-masing dengan ukuran 20 m x 20 m
dengan 3 kali ulangan sehingga masing-masing stasiun akan di dapat 6
plot. Ukuran plot untuk pohon adalah 20 m x 20 m, tiang adalah 10 m x 10
m, sapihan 5 m x 5 m, dan semai adalah 2 m x 2 m seperti pada gambar 4.
K suatu spesies
b) Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
K total seluruh spesies
F suatu spesies
d) Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %
F seluruh spesies
D suatu spesies
f) Dominansi Relatif (DR) = x 100 %
D seluruh spesies
¿ ¿
𝑯′= − ∑ N ∈ N
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman (Diversitas) Shannon-Wienner
ni = Jumlah Setiap jenis ke-i
N = Jumlah Total (Keseluruhan) individu
Tabel 5. Hasil uji validasi sikap masyarakat terhadap pengelolaan sabuk hijau
Nomor
r Hitung r Tabel Keterangan
soal
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas diartikan sebagai nilai yang menunjukkan
konsistensi sebuah alat ukur dalam mengukur gejala yang sama.
Reliabilitas sebenarnya merupakan alat ukur untuk mengukur
kuesioner yang merupakan indicator dari variabel konstruk (Ghozali,
2011). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan
program IBM SPSS, menggunakan uji Chronbach’s Alpha. Instrumen
penelitian dinyatakan reliable jika memiliki nilai Chronbach’s Alpha =
0,60 (Sugiyono, 2013). Dari hasil uji reliabilitas diperoleh nilai
Chronbach’s Alpha ≥ 0,60 sehingga selurh intrumen penelitian
dinyatakan reliabel (Tabel 10).
diberikan yaitu soal nomor 12 dan 13. Sehingga soal yang valid untuk
digunakan adalah 11 butir soal.
2) Uji reliabilitas
Reliabilitas diartikan sebagai nilai yang menunjukkan
konsistensi sebuah alat ukur dalam mengukur gejala yang sama.
Reliabilitas sebenarnya merupakan alat ukur untuk mengukur
kuesioner yang merupakan indicator dari variabel konstruk (Ghozali,
2011). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan
program IBM SPSS, menggunakan uji Chronbach’s Alpha. Instrumen
penelitian dinyatakan reliable jika memiliki nilai Chronbach’s Alpha =
0,60 (Sugiyono, 2013). Hasil uji reliabilitas dari kuesioner peran serta
masyarakat adalah 0,920. Artinya instrument dinyatakan reliable
karena nilainya > 0,60.
IFE
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
EFE
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
(strategi yang memanfaatkan (strategi yang meminimalkan
kekuatan dan memanfaatkan kelemahan dan
peluang) memanfaatkan peluang)
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
(strategi yang menggunakan (strategi yang meminimalkan
kekuatan dan mengatasi kelemahan dan menghindari
ancaman) ancaman)
35
36
3) Mata Pencaharian
Berdasarkan data dari DISDUKCAPIL Kabupaten Wonogiri
tahun 2019 jenis mata pencaharian kepala keluarga di lima
kecamatan yaitu Kecamatan Eromoko, Wuryantoro, Wonogiri,
Nguntoronadi, Baturetno beragam. Mayoritas mata pencaharian
kepala keluarga adalah petani. (Tabel 14).
5
3 Albizia saman 1,67 4,17 8,74 2,53
10,7 14,1
4 Anacardium occidentale 6,39 8,46 7,62
1,61 8 5
10,4 13,7
5 Dalbergia latifolia 8,11 7,99 5,59 9,67 4,85
1,07 7 5
6 Mangifera indica 0,23 1,17 1,18 1,39
7 Melaleuca leucadendra 1,56 2,38 7,64 3,12
46.4 39,1 34,5 61,0 46,6
8 Tectona grandis 75,35 45,78
6,58 8 1 1 2 4
9 Manihot utilisima 1,08 1,42
10 Swietenia mahagoni 1,08 1,42
11 Annona squamosal 4,17 40,28 4,97 24,47
Anthocephalus
12 5,06 6,03
macrophyllus
13 Carica papaya 2,22 2,65
14 Leucaena glauca 1,92 1,92
b. Factor Sosial
Factor social yang ingin dilihat oleh penelitian ini adalah Sikap
masyarakat yang terdiri dari tiga komponen, yaitu: kognitif atau
pengetahuan yang diyakini, afektif (perasaan) dan konatif atau
perilaku/kecenderungan bersikap (Azwar, 2015; Hawkins &
Mothersbaugh, 2010).
Tabel 22. Skor pengetahuan masyarakat tentang sabuk hijau dan dampak
pemanfaatannya (kognitif).
Kecamatan
Skor Kategori Total
Ero Wur Won Ngu Ba
2 2 3 4 7 18
0-3 Rendah responden responden responden responden responden responden
6,67 % 6,67 % 10 % 13,33 % 23,33 % 12 %
26 19 25 19 14 103
4-5 Sedang responden responden responden responden responden responden
86,67 % 63,33 % 83,33 % 63,33 % 46,67 % 68,67 %
2 9 2 7 9 18
6-8 Tinggi responden responden responden responden responden responden
6,67 % 30 % 6,67 % 23,33 % 30% 19,33 %
Jumlah responden 30 30 30 30 30 150
Keterangan : Ero (Eromoko), Wur (Wuryantoro), Won (Wonogiri), Ngu (Nguntoronadi), Ba
(Baturetno)
sedang yaitu sebanyak 68,67%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat disekitar
sudah mengetahui fungsi sabuk hijau maupun dampak pemafaatannya walaupun
masih dalam kategori sedang. Ini merupakan respon positif dari pengetahuan
masyarakat dan perlu adanya pembelajaran bagi masyarakat agar masyarakat
lebih mengetahui dan memahami terutama untuk dampak-dampak apasaja yang
akan terjadi pada keberlangsungan waduk jika masyarakat memanfaatkan sabuk
hijau dan manfaat bagi mereka apabila fungsi waduk berjalan sebagaimana
mestinya.
2) Perasaan (afektif)
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan tentang perasaan masyarakat
terhadap keberadaan kawasan sabuk hijau WGM seperti yang terangkum dalam
tabel 23 dan perasaan masyarakat terhadapa pengelolaan kawasan sabuk hijau
WGM seperti yang terangkum dalam tabel 24.
Tabel 24. Skor perasaan (afektif) masyarakat terhadap keberadaan kawasan sabuk
hijau WGM.
Kecamatan
Skor Kategori Total
Ero Wur Won Ngu Ba
2 0 0 0 0 2
0-2 Rendah responden responden responden responden responden responden
6,67 % 0% 6,67 % 0% 0% 1,33 %
23 27 29 25 28 132
3-5 Sedang responden responden responden responden responden responden
76,67 % 90 % 96,67 % 83,33 % 93,33 % 88 %
5 3 1 5 2 16
6-8 Tinggi responden responden responden responden responden responden
16,67 % 10 % 3,33 % 16,67 % 6,67 % 10,67 %
Jumlah responden 30 30 30 30 30 150
Keterangan : Ero (Eromoko), Wur (Wuryantoro), Won (Wonogiri), Ngu (Nguntoronadi), Ba
(Baturetno).
Hasil olah data menggunakan skala likert di lima kecamatan (tabel 26) ,
tentang perasaan masyarakat terhadap pengelolaan kawasan sabuk hijau di WGM,
didominasi kategori sedang dan tinggi. Secara keseluruhan scor untuk kategori
sedang sebanyak 64,67% dan kategori tinggi sebanyak 31,33%. Hal ini dapat
dijadikan bahan untuk mengkaji langkah selanjutnya dalam hal pengelolaan sabuk
hijau walaupun harus lebih ditingkatkan lagi dalam bersosialisasi agar perasaa
masyarakat dapat lebih cinta terhadap keberlanjutan sabuk hijau.
51
kepada anggota keluarga, tetangga atau warga desa tentang manfaat kegiatan
pengelolaan sabuk hijau, sebanyak 82% responden menyatakan bersedia.
Sebanyak 50,67 % responden bersedia memelihara bibit yang sudah ditanam. Ini
masih sangat memprihatinkan, karena mereka menganggap bahwa itu adalah
tanggung jawab dari pihak jasa tirta. Kesediaan responden untuk ikut mengawasi
sabuk hijau masih sangat rendah, yaitu hanya 36%. Ini perlu adanya pembelajaran
bagi mereka, karena yang paing dekat dengan sabuk hijau itu mereka dan masih
kurangnya petugas pengawas dari jasa tirta yang hanya berjumlah 12 orang untuk
seluruh luasan sabuk hijau yaitu 1653ha. Pertanyaan kunci mengenai
kecenderungan bersikap masyarakat yaitu kesediaan responden untuk berhenti
memanfaatkan lahan dikawasan sabuk hijau mengingat kondisinya semakin
memprihatikan, yaitu hanya 30% responden yang bersedia. Inilah ancaman yang
paling berbahaya untuk kelangsungan keberadaan sabuk hijau, mengingat
sebanyak 70% dari total responden menjawab masih akan memanfaatkan lahan
walaupun mereka tau konsekuensinya. Perlu adanya diskusi lebih lanjut untuk
memecahkan masalah ini, karena mengingat banyaknya pihak yang terkait dengan
ini.
rendah. Secara keseluruhan skor untuk kategori rendah sebanyak 29,33% dan
kategori sedang sebanyak 68%. Ini akan menjadi ancaman yang serius bagi
keberlanjutannya. Hal ini dapat dijadikan bahan untuk mengkaji langkah
selanjutnya dalam hal pengelolaan untuk keberlanjutan sabuk hijau.
Tabel 29. Skor sikap masyarakat terhadap sabuk hijau dan pengelolaannya.
Sikap Total
Skor Kategori
Kognitif Afektif Konatif Rata-rata
29 responden 1 responden 44 responden 0 responden
0-1 Rendah
19,33 % 0,67 % 29,33 % 0%
103 responden 105 responden 102 responden 124 responden
2-4 Sedang
68,67 % 70 % 68 % 82,7%
18 responden 44 responden 4 responden 26 responden
5-7 Tinggi
12 % 29,33 % 2,67 % 17,3 %
Jumlah responden 150 150 150 150
Hasil analisis factor manusia atau social jika dilihat dari skor totalnya
(tabel 29) maka respon sikap masyarakat terhadap sabuk hijau berada pada
kategori sedang. Ada beberapa pertanyaan yang menjurus pada ancaman
kerusakan, dan respon dari sikap masyarakat sendiri adalah negative. Jadi
kerusakan sabuk hijau adalah dari sikap dan perilaku manusia atau masyarakat
yang ada di sekitar sabuk hijau dengan mengubah lahan ruang terbuka hijau
(RTH) menjadi lahan pertanian.
Tabel 30. Peran serta masyarakat dalam mengelola kawasan sabuk hijau WGM
Pertanyaan 1-11 Jenis respon
S K P TP
Apakah kegiatan perencanaan pengelolaan sabuk hijau 32,67 19,33
0% 48 %
melibatkan masyarakat? % %
Apakah anda hadir dalam setiap pertemuan masyarakat 32,67 44,67
0% 22,67%
untuk merencanakan kegiatan pengelolaan sabuk hijau? % %
54
Apakah anda mengajukan usul atau ide tentang perencanaan 30,67 62,67
0% 6,67 %
kegiatan dalam kegiatan pengelolaan sabuk hijau? % %
Apakah anda memberikan sumbangan materi dalam
0% 0% 0% 100 %
pertemuan kegiatan perencanaan pengelolaan sabuk hijau?
Apakah anda diberikan penjelasan oleh dinas terkait (Jasa
3,33 34,67 24,67 37,33
Tirta) bahwa kegiatan pengelolaan sabuk hijau yang
% % % %
dilakukan merupakan kegiatan yang sangat penting?
Apakah anda hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan 5,33 53,33
5,33 % 36 %
pengelolaan sabuk hijau? % %
Apakah anda memberikan sumbangan materi dalam 22,67 70,67
0% 6,67 %
pertemuan kegiatan pelaksanaan pengelolaan sabuk hijau? % %
Apakah anda diberikan penjelasan/pelatihan oleh Jasa Tirta
17,33 56,67
tentang teknik-teknik dalam melakukan berbagai bidang 12 % 14 %
% %
kegiatan pengelolaan yang akan dilakukan?
Apakah setiap bulan atau periode tertentu dinas terkait (Jasa
11,33 12,67
Tirta) mengadakan pertemuan dengan masyarakat guna 0% 76 %
% %
melaporkan keadaan kegiatan pengelolaan sabuk hijau?
Apakah anda hadir dalam pertemuan pelaporan kegiatan
0% 0% 0% 100 %
pengelolaan sabuk hijau ?
Apakah anda ikut melaporkan hasil kegiatan pengelolaan
0% 0% 0% 100 %
sabuk hijau yang telah dilakukan dalam pertemuan tersebut?
Sumber : kuosioner 2019
Berdasarkan tabel 30 tentang peran serta masyarakat dalam mengelola
kawasan sabuk hijau WGM, menunjukkan bahwa masyarakat masih banyak
memberikan respon kurang. Hal ini terlihat dari ada 5 pertanyaan yang
memperoleh jawaban tidak pernah untuk semua responden. Pada pertanyaan
nomer 1 mengenai kegiatan perencanaan pengelolaan sabuk hijau melibatkan
masyarakat dari 150 responden 19,33 % menjawab tidak pernah, 48% mengaku
pernah dan 32,67% kadang-kadang. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat masih
minim terlibat dalam pengelolaan sabuk hijau. Sama halnya dengan menghadiri
kegiatan perencanaan untuk pengelolaan sabuk hijau, yaitu 44,67 % menjawab
tidak pernah, 22,67 % pernah dan 32, 67% kadang-kadang. Pertanyaan untuk
mengajukan usul atau ide dalam perencanaan kegiatan pengelolaan sabuk hijau
juga sama yaitu 62,67% tidak pernah, 6,67 % pernah dan 30,67 % kadang-kadang.
Ketiga pertanyaan untuk perencanaan, masyarakat rata-rata menjawab opsi tidak
pernah. Ini perlu adanya diskusi antara pihak jasa tirta dan pemerintah untuk
melibatkan masyarakat dalam perencanaan mengingat perencanaan itu sangat
penting dalam pengelolaan sabuk hijau. Pertanyaan nomer 4 adalah mengenai
memberikan sumbangan materi dalam kegiatan perencanaan, semua responden
menjawab tidak pernah. Hal ini berkaitan dengan pemikiran mereka bahwa
seharusnya materi dari pihak pengelola jasa tirta.
55
Tabel 31. Skor peran serta masyarakat dalam pengelolaan sabuk hijau di WGM.
Kecamatan
Skor Kategori Total
Ero Wur Won Ngu Ba
30 23 26 15 22 116
13-25 Rendah responden responden responden responden responden responden
100 % 76,67 % 86,33 % 50 % 73,33 % 77,33%
0 7 4 15 8 34
26-38 Sedang responden responden responden responden responden responden
0% 23,33 % 13,33 % 50 % 26,67 % 26,67 %
0 0 0 0 0 0
39-52 Tinggi responden responden responden responden responden responden
0% 0% 0% 0% 0% 0%
Jumlah responden 30 30 30 30 30 30
Keterangan : Ero (Eromoko), Wur (Wuryantoro), Won (Wonogiri), Ngu (Nguntoronadi), Ba
(Baturetno).
Hasil skor peran serta masyarakat dalam mengelola sabuk hijau dari
masing-masing kecamatan pada tabel 31, di dominasi pada kategori rendah dan
sedang. Dari kelima kecamatan yang memiliki skor terrendah adalah di kecamatan
eromoko, yaitu 100% responden. Secara keseluruhan di dapat 77,33% responden
memperoleh skor rendah dan 26,67% sedang. Hal ini membuktikan bahwa peran
56
serta dari masyarakat itu belum banyak atau bahkan bias dikatakan mereka belum
ikut berperan dalam mengelola sabuk hijau. Evalusi dari peran serta masyarakat
dilima kecamatan perlu di tingkatkan lagi karena sangat berkaitan dengan
kelestarian sabuk hijau guna mendukung keberlangsungan fungsi waduk.
Pengolahan data untuk tabel 32 mengenai peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sabuk hijau WGM dibagi menjadi 2 kategori, yaitu dilihat dari
kategori peran serta dan kategori pengelolaan. 2 kategori tersebut mempunyai
indicator yng berbeda, yaitu Peran serta mempunyai indicator berupa kerelaan
dalam menyumbang pemikiran atau ide, tindakan langsung, berupa tindakan
langsung dan keikut sertaan stake holder sedangkan untuk kategori pengelolaan
berupa perencanaan, pelaksanaan dan evalusi.
Tabel 32. Hasil skor bentuk peran serta masyarakat dalam mengelola sabuk hijau
Indikator peran serta
Kategori Tindakan
Saran Materi / Dana Stake holder
langsung
94 responden 110 responden 116 responden 55 responden
Rendah
62,67 % 73,33 % 77,33 % 36,67 %
56 responden 40 responden 34 responden 73 responden
Sedang
37,33 % 26,67 % 22,67 % 48,67 %
0 responden 0 responden 0 responden 22 responden
Tinggi
0% 0% 0% 14,67 %
Tabel 33. Hasil skor peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sabuk
hijau
Indikator pengelolaan
Kategori
Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi
95 responden 106 responden 150 responden
Rendah
63,33 % 70,67 % 100 %
55 responden 26 responden 0 responden
Sedang
36,67 % 17,33 % 0%
0 responden 18 responden 0 responden
Tinggi
0% 12 % 0%
2) Belum adanya koordinasi antar pihak Perum Jasa Tirta (PJT) dan
Pemerintah. Dari hasil wawancara dengan pihak PJT, belum
adanya koordinasi dengan pemerintah. Pihak pemerintah terutama
dari kecamatan dan desa mengaku tidak berani untuk ikut campur
mengenai sabuk hijau karena sudah ada pihak pengelolanya. Jadi
pengelolaan belum optimal karena hanya terbatas dari pihak PJT
yang personilnya hanya sedikit.
3) Belum adanya wadah atau forum komunikasi kawasan sabuk hijau.
Dari hasil wawancara cara yang dilakukan pada 150 responden,
semua responden menjawab belum adanya wadah tau forum
komunikasi di kawasan sabuk hijau. Padahal forum ini penting
untuk menghubungkan antara masyarakat dan pemangku
kepentingan guna mengelola sabuk hijau.
1 Kondisi ekonomi masyarakat 1 membentuk kawasan ekowisata di area 1. mengadakan sosialisasi dan
yang masih dibawah standar sabuk hijau untuk mengatasi masalah penyuluhan kepada masyarakat
ekonomi dan mencegah alih fungsi mengenai manfaat dan cara-cara
lahan oleh masyarakat. pelestarian sabuk hijau
2 Peran serta mayarakat dalam 2 agroforestri dapat meningkatkan peran 2. mengadakan diskusi untuk
mengelola dan melestarikan serta masyarakat dalam mengelola dan mengetahui keinginan dari masing-
sabuk hijau masih sangat melestarikan sabuk hijau masing pihak mengenai
rendah pengelolaan sabuk hijau
3 masih adanya niatan untuk 3 mengadakan sosialisasi dan 3.
kembali memanfaatkan pembelajaran pada masyarakat tentang
walaupun mengetahui fungsi sabuk hijau agar peran serta
kondisinya saat ini masyarakat dapat meningkat.
ternologi terbaik, tapi jika peran serta masyarakat rendah akan berindikasi
pada rendahnya tanggung jawab dan rasa memiliki. Upaya ini patut untuk
dilakukan karena mengingat masyarakat perlu di edukasi dan dilatih agar
mempunyai rasa tanggung jawab dan memiliki kawasan sabuk hijau dan
dapat mengelolaanya dengan baik sehingga fungsi utama untuk
mendukung keberlangsungan wadukpun tercapai.
B. Pembahasan Umum
Kondisi saat ini Sabuk hijau WGM menurut analisis vegetasi yang
telah dilakukan adalah kategori sedang untuk indeks diversitas pohon dan
kategori kurang untuk indeks diversitas vegetasi penutup lantai (LCC). Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa indeks diversitas spesies pada seluruh plot
yang diteliti adalah 1,7 untuk pohon; 1,15 untuk tiang; 1,24 untuk pancang;
1,24 untuk semai dan 0,073 untuk vegetasi LCC. Jika menggunakan kriteria
Barbour et al. (1987) maka indeks diversitas spesies pohon sebesar 1,15-1,7
termasuk dalam kategori sedang dan 0,073 termasuk kategori kurang untuk
vegetasi penutup lantai. Dari 12 stasiun pengambilan data, ditemukan 14
spesies pohon dan 56 spesies vegetasi penutup lantai. Total dari semua spesies
adalah 65 spesies tanaman yang terdiri dari 21 famili, penjabarannya terdapat
pada lampiran. Berkaitan dengan fungsi sabuk hijau yaitu selain sebagai
pembatas aktivitas masyarakat di sekitar waduk, juga digunakan untuk
menahan
Tanaman Jati (Tectona grandis) menjadi tanaman dengan kerapatan,
frekuensi dan dominansi terbesar di antara 14 spesies pohon yang ditemukan.
Nilai kerapatan mulai dari semai, pancang, tiang dan pohon secara berturut-
turut adalah 18; 200; 378 dan 2708 individu/hektar. Nilai frekuensi secara
berturut-turut adalah sebesar 45,16%; 54,84%; 41,38% dan 48,15%. Nilai
dominansi secara berturut-turut adalah 7; 46; 39 dan 75. Perbedaan nilai
kerapatan masing-masing jenis disebabkan karena adanya perbedaan
kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi terhadap lingkungan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman, kelembaban tanah (kadar
air) merupakan faktor yang paling berpengaruh(Martono et al., 2019;
66
ketika sabuk hijau tidak berfungsi, maka dari pinggir-pinggir waduk akan
berpotensi menyumbang sedimentasi ke waduk karena erosi. Walaupun
permasalahan sedimen di WGM di sebabkan erosi di daerah hulu dari DAS
Bengawan Solo (Maridi dkk., 2015). Menurut survai dan wawancara
kerusakan ini akibat dari alih fungsi lahan, dari RTH menjadi lahan pertanian
tanaman semusim. Peneliti melihat factor social dari sisi sikap masyarakat.
Sikap terdiri dari 3 komponen, yaitu kognitif atau pengetahuan yang diyakini,
afektif (perasaan) dan konatif atau perilaku/kecenderungan bersikap (Azwar,
2015; Hawkins & Mothersbaugh, 2010).
Pengetahuan yang di yakini (kognitif), berdasarkan tabel 22,
menyatakan bahwa skor pengetahuan masyarakat tentang sabuk hijau dan
dampak pemanfaatannya yang didominasi kategori sedang yaitu sebanyak
68,67%. Ini menggambarkan bahwa masyarakat sudah mengetahui fungsi
sabuk hijau dan dampak-dampak dari pemanfaatan. Perasaan (afektif)
masyarakat terhadap sabuk hijau dan pengelolaannya, didominasi kategori
sedang yaitu 70% dari total rsponden yaitu 150 orang. Kecenderungan
bersikap (konatif) terhadap keberadaan sabuk hijau, di dominasi kategori
sedang yaitu 68% responden. Adapun total keseluruhan skor sikap yang di
dapat adalah dominan dikategori sedang yaitu 124 responden (82,7%). Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu.
Kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang harus
direspon (Masria dkk., 2015). Jadi respon dari responden dalam menanggapi
keberadaan sabuk hijau dan pengelolaannya masih dalam kategori sedang.
Hasil ini belum bias dijadikan acuan sebagai kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat. Ini terjadi karena, ada beberapa pertanyaan penting yang dapat di
pakai sebagai acuan untuk pengelolaan, diantarnya seperti tanaman yang
cocok ditanam di sabuk hijau, memiliki ijin untuk memanfaatkan bahkan
bersedia berhenti memanfaatkan lahan sabuk hijaupun masyarakat
memberikan respon negative. Hal ini dikhawatirkan akan semakin merusak
vegetasi sabuk hijau karena ulah manusia.
69
vegetasi bentuk pohon dan zona yang dikembangkan untuk ditanami tanaman
buah. Langkah terakhir adalah menjadikan 3 zona di atas sebagai hutan.
Program ekowisata ini harus masyarakat lah yang membuat dan berperan, agar
perekonomian masyarakat menjadi lebih baik tanpa merusak keberlanjutan
sabuk hijau.
Agroforestry merupakan suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang
memanfaatkan lahan secara optimal dalam suatu hamparan, yang
menggunakan produksi berdaur panjang dan berdaur pendek, baik secara
bersamaan maupun berurutan. Pengelolaan lahan dengan agroforestri
memerlukan pemilihan jenis tanaman yang sesuai dan perlakuan silvikultur
yang tepat. Pengaturan untuk menjaga cahaya, air dan nutrisi yang optimal
untuk setiap jenis konstituen merupakan kunci keberhasilan sistem
agroforestri (Hani dan Suryanto, 2014). Petani di kawasan hutan,
memanfaatkan lahan di bawah tegakan yang bertujuan untuk menciptakan
keragaman hasil dan meningkatkan pendapatan (Wahyu dkk, 2018). Petani
diperbolehkan mengelola lahan pemerintah untuk sementara waktu dan
menanam jenis tanaman yang telah ditentukan. Vegetasi pada sistem
agroforestri sederhana pada umumnya merupakan tanaman suka cahaya (sun
loving) sehingga memerlukan pengaturan jarak pohon sedemikan rupa. Ketika
tanaman masih muda dan belum membentuk naungan (kanopi), petani
diperbolehkan menanam tanaman pangan dan memperoleh hasil dan
keuntungan untuk mereka sendiri. Setelah beberapa tahun, dan tanaman
membentuk naungan antara satu dengan yang lain, petani harus memikirkan
untuk menanam tanaman yang tahan terhadap naungan. Tujuan ekologi dan
produksi hutan masih akan tercapai apabila system agroforestri tetap
berlangsung dengan pengaturan jarak pohon yang lebih teratur dan
pemangkasan bagian bawah pada 1/3 tinggi kanopi yang sesuai dengan
peningkatan umur pohon (Purnomo dkk, 2021).
Sistem AF sederhana dan kompleks dapat dihubungkan dengan
kebutuhan cahaya tanaman semusim. Tanaman pada sistem AF sederhana
pada umumnya merupakan tanaman suka cahaya (sun loving) sehingga
memerlukan pengaturan jarak pohon sedemikan rupa maka, Diversifikasi
72
C. Nilai-nilai Kabaruan
73
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan peneliti terkait dengan luasan area sabuk hijau yang
sudah beralih fungsi sebagai lahan pertanian. Tidak adanya vegetasi berupa
pohon yang harus di ambil oleh peneliti menyebabkan data kurang
representaif dalam menggambarkan keadaan yang sebernarnya. Sedangkan
untuk sampel lingkungan peneliti hanya mengandalkan data sekunder dari
badan statistika karena akses data dari pihak perum jasa tirta yang terlampau
sulit. Untuk data social, penulis belum mengkaitakannya dengan factor
internal dari masyrakat karena penulis hanya focus pada rumusan masalah
yang dibuat. Strategi yang di kemukan oleh penulis baru diperoleh dari studi
literature, jadi untuk menggunakan strategi ini diperlukan kajian lebih lanjut
agar dapat digunakan masyarakat. Demikian keterbatasan dari penulis, mohon
untuk dijadikan pembelajaran agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat
lebih baik.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kondisi eksisting sabuk hijau saat ini berada kategori kurang baik, dan
dibuktikan dengan kondisi keanekaragaman vegetasi di kawasan sabuk
hijau sebesar 1,7; 1,15; 1,24 dan 1,24 untuk pohon, tiang, pancang dan
semai. Indeks nilai penting tertinggi ditemukan pada jati (Tectona
grandis), baik tingkat pohon, tiang, pancang maupun semai masing-
masing sebesar 119,67;176,36; 128,98 dan 142,08.
2. Factor yang mempengaruhi kerusakan yang sabuk hijau hingga saat ini
adalah dari factor manusia atau social yang dilihat dari sikap
masyarakat. Sikap masyarakat secara keseluruhan berada pada kategori
sedang, dan sebagian besar menyatakan tetap memanfaatkan Kawasan
sabuk hijau sebagai lahan pertanian.
3. Peran serta masyarakat dalam mengelola Kawasan sabuk hijau berada
pada kategori rendah (77,33%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa
masyarakat belum terlibat aktif dalam kegiatan pengelolaan.
4. Strategi pengelolaan Kawasan sabuk hijau yang direkomendasikan
adalah a) Membentuk kawasan ekowisata di area sabuk hijau untuk
mengatasi masalah ekonomi dan mencegah alih fungsi lahan oleh
masyarakat. b) membentuk kawasan agroforestry untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam mengelola sabuk hijau. c) mengadakan
sosialisasi dan pembelajaran pada masyarakat tentang fungsi sabuk
hijau. Strategi ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan sabuk hijau WGM.
74
75
B. SARAN
Berikut merupakan saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian,
yaitu :
1. Pengambilan sampel vegetasi sebaiknya disemua tempat-tempat yang
dapat merepresentatifkan kondisi dari sabuk hijau.
2. Pengambilan data lingkungan sebaiknya dengan data primer saat
pengambilan data vegetasi di sandingkan dengan data sekunder, jadi
data lingkungan bisa lebih akurat.
3. Data mengenai kondisi internal dari responden sebaiknya juga di ukur,
agar dapat menggambarkan kondisi social-ekonomi dan budaya
masyarakat setempat.
4. Strategi yang dikemukakan penulis sebaiknya dikaji lebih lanjut
mengenai vegetasi yang cocok dan lain sebagainya agar memiliki
keberhasilan yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, H. . (1995). Soil Conservation. New York: McGraw-Hill Book Co. Inc.
Budiastuti, Mt. S., Purnomo, D., Hendro, H., Sudjianto, U., & Gunawan, B.
(2020). Rehabilitation of critical land by Implementing complex agroforestry
at the prioritized subwatersheds in the Muria Region. Sains Tanah, 17(1),
63–70. doi:10.20961/stjssa.v17i1.37704
Direktorat Jendral Sumber Daya Air. Pemanfaatan sebagai aset pada PI PWS
Bengawan Solo dan Tanah Solo Vallei Warken yang akan dikelola oleh PJT
I (2000). Indonesia.
Dollinger, J., Lin, C. H., Udawatta, R. P., Pot, V., Benoit, P., & Jose, S. (2019).
Influence of agroforestry plant species on the infiltration of S-Metolachlor in
buffer soils. Journal of Contaminant Hydrology, 225(May), 103498.
doi:10.1016/j.jconhyd.2019.103498
76
77
Maridi, Saputra, A., & Agustina, P. (2015). Kajian Potensi Vegetasi dalam
Konservasi Air dan Tanah di Daerah Aliran Sungai ( DAS ): Studi Kasus di 3
Sub DAS Bengawan Solo ( Keduang , Dengkeng , dan Samin ). Prosiding
Seminar Nasional Konservasi Dan Pemafaatan Sumber Daya Alam, 1(1),
65–68. Retrieved from
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kpsda/article/view/5350/3766
Masria, M., Golar, G., & Ihsan, M. (2015). Persepsi dan Sikap Masyarakat Lokal
terhadap Hutan di Desa Labuan Toposo Kecamatan Labuhan Kabupaten
Donggala. Warta Rimba, 3(2), 57–64. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/view/63
Mitchell, B., Setiawan, B., & Rahmi, D. H. (2000). Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Retrieved from
https://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/agro-fauna/pengelolaan-sumberdaya-
dan-lingkungan
Noni, H., Suharyanto, S., & Suryoko, S. (2012). Partisipasi Masyarakat dalam
Perencanaan Sabuk Hijau pada Kawasan Waduk Jatibarang. In Seminar
Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (pp. 85–90).
Semarang.
78
Purnomo, D., Budiastuti, Mt. S., Sakya, A. T., & Susanto, A. (2021). Diseminasi
Budidaya Padi Gogo, Jagung, dan Kacang Tanah Sistem Agroforestri
Berbasis Tegakan Sengon di KPH Blitar. PRIMA: Journal of Community
Empowering and Services, 5(1), 56. doi:10.20961/prima.v5i1.43693
Rusdiana, R., Malik, A., & Ramlah, S. (2017). Sikap Masyarakat dalam
Pengelolaan Hutan Pasca Kegiatan Reboisasi di Kelurahan Lambara
Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Warta Rimba, 5(1), 6–12. Retrieved from
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/WartaRimba/article/view/8672
Solikhatun, I., Maridi, M., & Sri Budiastuti, M. T. (2020). Analysis of Vegetation
and Community Attitude as the Reforestation Efforts at Greenbelt Area of
Multipurpose Reservoir of Wonogiri. Caraka Tani: Journal of Sustainable
Agriculture, 35(2), 228. doi:10.20961/carakatani.v35i2.34616
Ufiza, S., Salmiati, S., & Ramadhan, H. (2018). Analisis Vegetasi Tumbuhan
dengan Metode Kuadrat pada Habitus Herba di Kawasan Pegunungan
Deudap Pulo Nasi Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik, 5(1),
209–215. Retrieved from
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/PBiotik/article/view/4258/2794
Wahyu, I., Pranoto, H., & Supriyanto, B. (2018). Kajian Produktivitas Tanaman
Semusim pada Sistem Agroforestri di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai
Kartanegara Cash Crop Productivity Analysis of Agroforestry System in
Samboja , Kutai Kartanegara District. Jurnal Agroekoteknologi Tropika
Lembab, 1(1), 24–33. doi:10.35941/jatl.1.1.2018.1509.24-33
Lampiran Dokumentasi
KUESIONER PENELITIAN
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN
KAWASAN SABUK HIJAU WADUK SERBAGUNA
WONOGIRI
Dengan hormat,
Dalam rangka penelitian untuk penyusunan tugas akhir (Tesis), bersama ini saya Imah Solikhatun,
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta (UNS) mohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr untuk bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang saya lakukan. Kuesioner ini ditujukan untuk diisi Bapak/Ibu/Sdr dengan menjawab
seluruh pertanyaan yang telah disediakan. Saya mengharapkan jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr berikan
nantinya adalah jawaban obyektif agar diperoleh hasil yang maksimal. Perlu diketahui bahwa
jawaban yang diberikan tidak akan mempengaruhi status atau jabatan Bapak/Ibu/Sdr, hanya jawaban
obyektif dan realistislah yang saya perlukan.
A. Data Responden
1. Nama Responden : _______________________
2. Jenis Kelamin : _______________________
3. Umur : _______________________
4. Pendidikan Terakhir :
a)
b) SD e) Diploma
c) SMP f) Perguruan Tinggi
d) SMA
5. Pekerjaan :
a. PNS e. Petani
b. TNI/Polri f. Buruh
c. Pegawai g. Nelayan
Swasta h. Lainnya_____________________
d. Pedagang
6. Pendapatan : ________________________
7. Jarak rumah dengan sabuk hijau : _______________
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) atau tanda silang (X) pada kolom jawaban yang anda
pilih.
A. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan sabuk hijau
Respon
No Pertanyaan Tidak
Sering Pernah Jarang
Pernah
(4) (2) (2)
(1)
Apakah kegiatan perencanaan pengelolaan sabuk hijau
1
melibatkan masyarakat?
Apakah anda hadir dalam setiap pertemuan masyarakat untuk
2
merencanakan kegiatan pengelolaan sabuk hijau?
3 Apakah anda mengajukan usul atau ide tentang perencanaan
85
C. Sikap masyarakat mental terhadap keberadaan kawasan sabuk hijau WGM (afektif)
Respon
No Pertanyaan
Ya Tidak
22 Apakah kondisi sabuk hijau WGM saat ini masih sama seperti dulu? v
86
D. Sikap masyarakat mental terhadap adanya pengelolaan kawasan sabuk hijau WGM
(afektif)
Respon
No Pertanyaan Tidak
Setuju
Setuju
Setujukah saudara apabila ada pertemuan rutin untuk membahas permasalahan
31 v
pengelolaan kawasan sabuk hijau ?
Setujukah saudara apabila jenis tanaman yang ditanam di kawasan sabuk hijau
32 v
adalah jenis pepohonan
Setujukah saudara apabila ada peraturan untuk menjaga kelestarian kawasan
33 v
sabuk hijau WGM?
Setujukah saudara bila ada peraturan yang melarang adanya pemanfaatan
34 v
lahan disekitar kawasan sabuk hijau WGM?
Setujukah saudara apabila bibit yang digunakan dalam kegiatan pengelolaan
35 lahan sabuk hijau ini adalah tanaman yang memberi manfaat bagi warga v
sekitar seperti tanaman buah-buahan?
KUESIONER PENELITIAN
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM
PENGELOLAAN KAWASAN SABUK HIJAU WADUK
SERBAGUNA WONOGIRI
Dengan hormat,
Dalam rangka penelitian untuk penyusunan tugas akhir (Tesis), bersama ini saya Imah
Solikhatun, Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) mohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr untuk bersedia
menjadi responden dalam penelitian yang saya lakukan. Kuesioner ini ditujukan untuk diisi
Bapak/Ibu/Sdr dengan menjawab seluruh pertanyaan yang telah disediakan. Saya mengharapkan
jawaban yang Bapak/Ibu/Sdr berikan nantinya adalah jawaban obyektif agar diperoleh hasil yang
maksimal. Perlu diketahui bahwa jawaban yang diberikan tidak akan mempengaruhi status atau
jabatan Bapak/Ibu/Sdr, hanya jawaban obyektif dan realistislah yang saya perlukan.
Pertanyaan Wawancara Stake Holder dan Pemangku Kepentingan
1. Apakah ada lembaga yang dibentuk yang khusus untuk melakukan pengelolaan terhadap kawasan sabuk
hijau ini?
Tidak ada
2. Bisa diceritakan sedikit bagaimana kondisi kawasan sabuk hijau yang ada di daerah sini dulu dan
sekarang?
Untuk kondisi dulu tidak dapat menjelaskan secara spesifik, untuk saat ini sabuk hijau waduk
wonogiri di masuk dalam kategori cukup, dimana Sebagian segmen masih dalam kondisi baik
dan Sebagian lainya beberapa dikelola masyarakat,
3. Bagaimana pengaruh kawasan sabuk hijau bagi masyarakat di daerah ini?
-Lebih tepat ditanyakan ke masyarakat secara langsung-
4. Secara umum, masyarakat sekitar memanfaatkan kawasan sabuk hijau diwilayah ini dalam bentuk apa
saja?
Pemanfaatan sabuk hijau oleh masyarakat sebagian besar dimanfaatkan untuk bercocok
tanam atau pertanian namun kegiatan ini illegal atau tidak mendapatkan ijin dari PJT1
maupun BBWS Bengawan Solo, dan beberapa bagian kecil dimanfaatkan untuk usaha
dengan mendirikan banguna semi permanen di area yang berada di tepi jalan besar dimana
masih merupakan Sabuk Hijau yang terpisah oleh jalan.
5. Selama ini bagaimana program atau kegiatan yang dilakukan di untuk pengelolaan kawasan sabuk
hijau?
Sebagai pengelola Bendungan Serbaguna Wonogiri dan upaya melestarikan Waduk
khusunya untuk area Sabuk Hijau Perum Jasa Tirta I secara berkesinambungan melakukan
kegiatan konservasi dengan melibatkan masyarakat sekitar meliputi :
a. Penghijauan
b. Pemeliharaan tanaman (untuk tanaman usia < 2 tahun hasil penanaman PJT1)
c. Penyuluhan dan sosialisasi pelestarian lingkungan kepada masyarakat sekitar
Waduk
d. Pembuatan bangunan-banguna sipil teknis sekala kecil seperti DAM Penahan
Bronjong dan RAPES (Resapan Air Pengendali Erosi dan Sedimen)
6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terhadap jenis kegiatan dan manfaat pengelolaan sabuk hijau yang
telah dilaksanakan?
88
Pengelolaan sabuk hijau akan dapat maksimal apabila dilaksanakan secara Bersama-sama oleh
semua sector atau pemangku kepentingan, tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh perum
jasa tirta 1,
Program rutin Penghijauan dan kegiatan konservasi oleh PJT1 secara rutin perlu juga di
barengi dengan penyadaran masyarakat terkait fungsi dan manfaat sabuh hijau. Kemudian
resiko dan akibat pengelolaan sabuk hijau yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi dimana
kemudian mengakibatkan kerusakan sabuk hijau tersebut.
7. Bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat atau lembaga masyarakat dalam kegiatan pengelolaan
kawasan sabuk hijau?
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sabuk hijau sampai dengan saat ini terkait
kegiatan konservasi adalah pelibatan dalam proses kegiatan yang dilakukan oleh PJT1 atau
BBWS Bengawan solo.
Kemudian untuk Lembaga masyarakat atau Instansi yang bekerja sama dalam Pengelolaan
sabuk hijau hanya ada beberapa, dikarenakan Kerjasama yang dapat dilaksanakan adalah
kegaitan yang berhubungan dengan konservasi, sebagai contoh melakukan penanaman
namun jenis pohon yang tidak ditebang (buah-buahan dan tanaman lainya).
8. Apakah sudah ada kegiatan khusus dari lembaga resmi pemerintah atau swasta yang ikut mengelola
kawasan sabuk hijau diwilayah ini?
Ada, dalam pengelolaan kawasan sabuk hijau dengan luasan yang ada PJT1 menyadari
bahwa pengelolaan dan pengawasan terhadap Sabuk Hijau tidak dapat dilakukan sediri oleh
PJT1, oleh karenanya PJT1 pada prinsipnya dapat mengijinkan pengelolaan sabuk hijau
dari lembaga pemerintahan maupun swasta melalui Kerjasama Pengeloaan Sabuk Hijau.
9. Jika ada, bagaimana bentuk pengelolaan yang telah dilakukan oleh lembaga resmi pemerintah atau
lembaga swasta tersebut?
Pengelolaan sabuk hijau dilakukan dengan bentuk Kerjasama, dimana pemanfaatan sabuk
hijau ini di ijinkan hanya untuk Penanaman Pohon Penghijauan bukan tanaman semusim
pertanian, sebagai contoh Kerjasama Pengelolaan Sabuk Hijau yang telah dilakukan, saat ini
PJT1 bekerjasama dengan Korem Surakarta dan PT. Mahakarya Giri Artha untuk
pengelolaan tanaman konservasi dengan melakukan penghijauan di beberapa area sabuk hijau
dengan jenis tanaman buah-buahan, sehingga dari sisi Konservasi tetap terjaga dan dari sisi
Ekonomi terpenuhi dari hasil panen buah-buahan.
10.Dalam kegiatan-kegiatan apa saja masyarakat ikut dalam program pengelolaan kawasan sabuk
hijau?
- Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan penghijauan, Pemeliharaan tanaman sebagai
tenaga kerja yang dilaksanakan oleh PJT1 atau lainya.
- Ada juga terkadang kelompok-kelompok relawan yang menyalurkan penanaman pada area
sabuk hijau.
89
well as fauna habitat for next future (Han et al., Community attitude and behavior can be
2017). Vegetation analysis needs to be done to influenced by internal and external factors (Surati,
identify the current condition of the greenbelt. 2014). Community attitude is an evaluative
Vegetation analysis is a way of studying the statement, whether or not it is beneficial for the
composition of species and shapes or structures of objects, people or events (Tjandra and Tjandra,
vegetation (Maridi et al., 2015b). The results of 2013). Attitude reflects how a person feels about the
plant vegetation analysis are presented something. When someone says he agrees to the
descriptively, particularly dealing with the species greenbelt regulations, it means he is expressing
composition and its community structure. The his attitude towards the greenbelt. Attitude is a
presence of vegetation will have a positive impact continuous organization of motivation, emotions,
on the balance of ecosystems on a broader scale perceptions and cognitive processes by respecting and
the effect varies depending on the structure certain aspects of the environment (Hawkins and and
composition of plants that make up the Mothersbaugh, 2010).
vegetation formation of the area (Cahyanto et al., Vegetation analysis and community attitude as
2014). a reforestation effort at greenbelt area of
The greenbelt area of multipurpose reservoir multipurpose reservoir of Wonogiri is one of the of
Wonogiri has an area of ±1,653 ha, which is initial attempts made to identify the condition of located
at an elevation of 138.2-140 meter above the greenbelt, vegetation diversity and community sea level
and surrounds the reservoir in five attitude in the Greenbelt Area of multipurpose sub-districts,
namely Eromoko, Wuryantoro, reservoir of Wonogiri. It is hoped that the Wonogiri,
Nguntoronadi and Baturetno (Decree community will have a good attitude in of Director
General of State Owned Enterprise of maintaining and utilizing greenbelt without Water
Resource Management 1, 2000). The damaging it. This study is highly significant as a condition
of the greenbelt is now alarming, where basis to provide understanding and new the pressure
caused by the use of land of greenbelt knowledge for communities around the greenbelt contributes to
the land conversion in the greenbelt area about the greenbelt as a protector and area into
agricultural areas. Conversion of the supporter of the sustainability of reservoir function of
the greenbelt land of reservoir into functions.
agricultural land without being realized by the
community raises many problems, such as erosion MATERIALS AND METHOD
and reservoir sedimentation, which have an The study was conducted in February to March
impact on the decreasing reservoir capacity. 2019 in the greenbelt area of multipurpose
Greenbelt areas need reforestation to replace lost
greenbelt is wanting to maintain and care 10 m x 10 m; saplings was 5 m x 5 m and seedlings the
greenbelt without damaging and disturbing it. was 2 m x 2 m.
Data of vegetation observed in each plot et al. (2016), including IVI and Shannon-Wiener's
were the number of individuals, species, height, vegetation diversity index. In this study, IVI
stem diameter at 1.3 m height at the level of was obtained from the sum of the relative
tree, pole, weaning and seedling. Vegetation densities, relative frequencies and relative
analysis was carried out after field data had coverage areas of vegetation at each location.
been collected using the quadratic method. Procedure for calculating IVI and diversity
Calculations were performed using formulas and index will be described as follows (Kusumo
procedures in Barbour et al. (1987) and Kusumo et al., 2016).
Data of community attitude were obtained species listed in Table 1 indicate striking
from interviews using a questionnaire to the variations regarding the density of 14 species
community living around the greenbelt area of 30 found. The number of individuals from 14 species
people in each sub-district. The samples of at each level of trees, poles, saplings and seedlings
respondents were determined using purposive was 65, 119, 83 and 81, respectively. The highest
sampling, with the criteria of hamlet residents value of tree density was obtained by teak
around the greenbelt area of the multipurpose (Tectona grandis L.), amounting to 18; 200; 378
reservoir of Wonogiri. The data of responses to and 2,708 individuals ha-1 for each level of trees, the
questionnaires were analyzed descriptively by poles, saplings and seedlings. The highest
grouping the same information to provide answers frequency values obtained by the type of teak at
to the research objectives. Data from the answers the level of trees, poles, saplings and seedlings to
questionnaires of community attitude in the were 45.16%, 54.84%, 41.38% and 48.15%
greenbelt area were analyzed using the Gutman correspondingly. The dominance value of each
Scale (Azwar, 2015). species also varies. The highest values were
obtained by the type of teak, which were 7, 46, 39
RESULTS AND DISCUSSION and 75 at each level of trees, poles, saplings and
Density, frequency and dominance values seedlings. These three values were important in found
at 12 stations in the greenbelt area of the the analysis of vegetation because they were Wonogiri
multipurpose reservoir from each related to one another.
Table 1. Value of density, frequency and dominance for each level of tree
No. Density Frequency Dominance
Type
T P Sa Se T P Sa Se T P Sa Se
2. Acacia mangium 8 8 167 1,042 9.68 9.68 13.79 18.52
Willd. 4 2 13 26
3. Albizia chinensis 7 11 33 278 9.68 6.45 3.45 7.41
Merr. 3 2 3 11
4. Albizia saman 1 139 3.23 3.70
Merr. 2 4
5. Anacardium 4 50 44 9.68 9.68 6.90
occidentale L. 2 11 6
6. Dalbergia latifolia 3 42 100 1,250 9.68 9.68 10.34 11.11
Roxb. 1 10 8 8
e. Mangifera indica 1 11 3.23 3.45
L. 0 1
7. Melaleuca 3 8 9.68 3.23
leucadendra L. 1 2
8. Tectona grandis L. 18 200 378 2,708 45.16 54.84 41.38 48.15 75
9. Manihot utilissima 6 3.23 7 46 39
Pohl. 1
9. Swietenia 6 3.23
mahagoni L. 1
10. Annona squamosa 67 208 10.34 11.11 40
L. 4
11. Anthocephalus 78 3.45
macrophyllus 5
Havil.
- Carica papaya L. 22 3.45
- Leucaena glauca 22 3.45 2
Benth. 2
The frequency value of a species was et al., 2016), which signifies that teak plants
directly affected by its density and distribution are the typical vegetations of the greenbelt
pattern. Value of distribution can only provide area of Wonogiri multipurpose reservoir. The
information about the presence of certain data in Table 1 and Table 2 show the composition
plants in a plot and cannot yet provide an and structure of plants having varying values
overview of the individual number in each plot. in each type due to the differences in the The
difference in the value of the density of characters of each tree. The variations in structure each
type is due to the differences in reproductive and composition of plants in a community are ability,
distribution and adaptability to the influenced, among others, by phenology, dispersal
environment. The spread of plant species in the and natality (Suyamto, 2011). The success in
community is a reaction (response) different becoming a new individual is influenced by
from these types of micro-habitat differences. the different vertices and fecundities of each
Among the environmental factors that influence species so that there are differences in the the
range of plants, soil moisture (water content) structure and composition of each species. is the
most influential factor (Martono et al., It reinforces the statement that the IVI provides 2019).
us with knowledge about the importance of a
IVI result presented in Table 2 indicates species in a community or ecosystem (Giliba
the sum of the relative values of the three et al., 2011).
parameters (density, frequency and dominance) Teak is type of tree having the highest that
had been measured previously, so that the density and frequency value so that it can be values
also varied. Teak was the species with the considered as a dense and widespread species in highest
IVI. The levels of trees, poles, saplings almost all research sites. Teak grows best in and
seedlings were 119.67, 176.36, 128.98 and the tropics or sub-tropics in the temperature 142.08,
respectively. Some species of trees range between 9°C and 41°C, the range of had the
lowest IVI for different categories, rainfall between 1,300 mm year-1 and 3,800 mm including
mango for the level of tree (IVI = 5.95), year-1 and dry periods between 3 months a year cassava and
mahogany for the level of pole (IVI = and 5 months a year. In Indonesia, teak is 6.33), mango
for sapling level (IVI = 8.86) and commonly planted in calcareous soils with a rain tree of
saman tree (Albizia saman) for slightly acidic to neutral pH, has a deep solum, is seedlings (IVI =
8.7). A high IVI indicates the well drained and has a clear dry season general role of species
in the community (Rahayu (Widiatmaka et al., 2015).
Enterprise of Water Resource Management. Tarehe coa ofm mmuunltipuityrpo attseitud rese
The parameters of community attitude or regulation due to their assumption that the
human attitudes include three components, greenbelt land was not theirs and they still had rice
namely cognitive or knowledge that is fields in areas that were not greenbelts. Eighty
believed, affective (feeling) and conative or percent community attitude showed that they
behavioral/behavioral tendencies (Hawkins and corresponded to the management of the greenbelt.
Mothersbaugh, 2010; Azwar, 2015). There It started from agreeing statement of the
were five elements of cognitive (knowledge) community to get involved in the management, to
parameters of the community towards the consenting statement with the choice of plants
greenbelt and the questions on the impacts of land benefiting them.
use analyzed in this study. The elements cover the The results of the conative analysis or the
definition, main functions, the impact of land use, analysis of the community tendency to behave in
the type of vegetation and the causes of changes the future whether or not they wanted to maintain in
the greenbelt area. the seedlings that had been planted have revealed
The results of community cognitive that as many as 94% of the community stated their
(knowledge) analysis of definitions, main willingness. Inversely, based on the questions
functions, land use impacts and types of greenbelt related to the termination of land use, as many as
vegetation were very good. Ninety six percent of 70% of the community was unwilling. They the
community could correctly define that the reasoned that it was possible as long as they would
greenbelt was a limiting area between community not be interfered with plants planted by the
activities and reservoir activities. Eighty two responsible party, State-Owned Enterprise of
percent of the community could also figure out the Water Resource Management. The community
main function of greenbelt area to resist erosion attitude tended to be less cooperative towards the
occurring around the reservoir. When the sustainability of the function of the greenbelt in
greenbelt was not functioning well, the edges of supporting the reservoir function. This happens the
reservoir would potentially contribute to because of the economic factors encouraging
sedimentation to the reservoir due to erosion. them to continue to depend on profitable greenbelt
However, sediment problems in multipurpose land. The approval for this management can be
reservoir of Wonogiri were caused by erosion in used as a benchmark that reforestation can be the
upstream area of the watershed of Bengawan continued.
Solo (Maridi et al., 2015b). The types of plants The analyses of vegetation and community that
should be planted in the greenbelt area of the attitude as a reforestation or afforestation effort in
multipurpose reservoir, according to 75% of the the greenbelt area of the Wonogiri multipurpose
community, are annual crops such as rice, corn, reservoir included the evaluation of vegetation
beans and others. This is so for it was perhaps and community attitude. These two parameters
influenced by economic conditions and favorable were important in this study to find out the extent
land perceptions. Though, this condition threatens of the current condition of vegetation and see
the sustainability of reservoir functions, because whether the community around the greenbelt had
dense forests and grasses are types of vegetations the attitude to treat and even maintain the
more effective in resisting erosion compared to greenbelt that was in the process of reforestation
intercropping, cotton and corn (Bennet, 1995). at this time. Reforestation is an effort to make
The results of the analysis of the community plants of forest tree species in degraded forest
attitude or affective towards the greenbelt areas in the form of empty/open land, reeds, or
regarding the existence of preserving regulations shrubs to restore forest function (Rusdiana et al.,
have shown that the community agreed with 2017). The types of plants used for reforestation
greenbelt preservation. In contrast to the existence must be adapted to the function of forests, land of
regulations prohibiting the use of greenbelt and local agroclimate conditions.
land, as many as 79% of the community disagreed Conservation and management of natural
with the prohibition. This happened, none other resources can be successful by identifying firstly than,
due to the economic reasons. They were the perception and attitude of the community afraid
that if they agreed, they would no longer be towards the environment (Sari et al., 2018). The able to
plant rice and thus, their economy would attitude itself can be said as someone's evaluative be
weakening. Community agreed with the response to an object of evaluation and the
response can be a good-bad value, positive- from related parties such as agriculture, forestry
negative or like-dislike (Azwar, 2015). The and government agencies are required to assist the
attitude of caring for the environment is a positive community in using land after reforestation so that
or negative support for things that encourage to no more severe damage occurs (Mayanti et al., care
for the environment (Sujana and Hariyadi, 2018).
2018). If all attitudes and behaviors carried out by Behavior is strongly influenced by the
the community are negative, the support and environment, specifically, the physical conditions
efforts to conserve greenbelts (reforestation) will of the environment, economy, culture, politics, be
very low (Setiawan et al., 2017). Therefore, etc., which are sometimes even have a greater knowing
the positive or negative attitude of the strength than the individual's own characteristics community is
closely related to the success of (Azwar, 2015). The best solution in determining reforestation.
management steps contributing to the community
The vegetation analysis when viewed from the willingness to take care of the greenbelt area
diversity index was still included in the middle is by planting tree seedlings that are profitable for
strata, between 1-2. The condition of the them without neglecting the function of the
reforested plants since 2014 has reached the strata greenbelt in supporting the sustainability of the of
the pole and sapling. The diversity indexes of reservoir, so that the people do not continue to stratum
and pole strata for the total study locations utilize the greenbelt land. Plants that can be were
1.24 and 1.15. Analysis of community recommended widely available in the greenbelt attitudes
ranging from knowledge, attitudes are fruit plants or production plants that can (feelings)
and tendency to attitude (behavior) on coexist with other plants, such as coffee. In average
showed above 75% for a few aspects such addition, even if the community continues to as plant
types and the regulations prohibiting the use the land continuously, it can be considered for utilization
and willingness to maintain the planted the development of an agroforestry system with seedlings must
be straightened out immediately land management at minimum. Intensive land by State-Owned
Enterprise of Water Resource management that prioritizes sustainable forest Management so as
not to cause more severe principles protects the ecosystem and it can also damages.
increase community income by developing
Humans and the environment have inter- agroforestry systems (Wiryantara et al., 2014).
dependent and reciprocal relationships. Land management with agroforestry requires the
Interactions between humans and the environment selection of suitable plant species and appropriate
that occur continuously and will affect human silvicultural treatment. Arrangements to maintain
behavior towards the environment. Humans light, water and optimum nutrition for each type
attitude and behavior will determine the merits of of constituent are the key to the success of the an
environmental condition (Palupi and Sawitri, agroforestry system (Hani and Suryanto, 2014). 2017).
Some of the examples are the diversity Further, studies are needed in land suitability, indexes in
the Wuryantoro and Baturetno areas, in planting distance and type of vegetation, as well which two
sub-districts where the research was in as economic studies in the form of economic succession
belonged to the strata of 1.43 and 1.06 valuations in the greenbelt area.
and the stakes of 1.63 and 1.36. This indicates that Based on the research by Purnomo et al. (2018)
reforestation in the Wuryantoro area has better about the impact of canopy openness on the
results than in Baturetno. It is also supported by abundance of understorey on pine and resin the
attitude of the community in the two sub- stands, the higher the percentage of canopy cover
districts regarding their willingness to care for is, the less the species diversity will be. Thus, the
seeds, where 100% of the community in selection of tree species and the spacing between
Wuryantoro and 80% in Baturetno were willing. trees must be taken into consideration taking into
Twenty percent of the people did not want to take account that the intensity of sunlight is needed for
care of the seeds and the bias was indicated to annual crops. The research by Ariani and Haryati slow
down the ongoing reforestation process. This (2018) reported that the optimization of distance can be
overcome by involving influential people (4 m) and periodic hedging of pruning plants that in the
community to provide an explanation of the minimize weaknesses in nutrient, light and water
conservation so that the effort can run well competition, the influence of allelopathy, host of
(Masria et al., 2015). Socialization and guidance fences on major crops are the strategies used to
assessment of several factors such as community of Solo Vallei Werken to be managed by Water
behavior, land suitability and economic valuation Resource Management 1 (2000). Indonesia.
of the greenbelt, needs to be carried out to Giliba, R. A., Boon, E. K., Kayombo, C. J.,
determine the steps taken in managing the Musamba, E. B., Kashindye, A. M., & Shayo,
greenbelt going forward.
komunpiertass pekdantif
61–73. https://doi.org/10.22146/jik.34121 masyarakat Kecambamatbuan Srumdalbung am
Kabupaten Rahayu, N. L. D., Sudarmadji, & Faida, L. R. W. Magelang Provinsi Jawa Tengah
[TESIS].
(2016). Pengaruh vegetasi kawasan sabuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
hijau (green belt) Waduk Sermo Kulon Progo Alam Program, Pascasarjana, Universitas
terhadap kenampakan hasil proses erosi dan Indonesia. Retrieved from http://lib.ui.ac.id/
pemanfaatan oleh masyarakat. Majalah file?file=digital/20294757-T29861-Struktur%
GEOGRAFI Indonesia, 30(1), 76–87. https:// 20komunitas.pdf
doi.org/10.22146/mgi.15625 Tjandra, E. A., & Tjandra, S. R. (2013).
Rusdiana, R., Malik, A., & Ramlah, S. (2017). Hubungan antara komponen kognitif,
Sikap masyarakat dalam pengelolaan hutan komponen afektif dan komponen perilaku
pasca kegiatan reboisasi di Kelurahan terhadap sikap konsumen memanfaatkan
Lambara Kecamatan Palu Utara Kota Palu. teknologi internet. Jurnal Manajemen, 17(1),
Warta Rimba, 5(1), 6–12. Retrieved from 42–52. Retrieved from http://digilib.mercu
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Wart buana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/I
aRimba/article/view/8672 si_Artikel_359518765570.pdf
Sari, Y. P., Salampessy, M. L., & Lidiawati, I. Ufiza, S., Salmiati, S., & Ramadhan, H. (2018).
(2018). Persepsi masyarakat pesisir dalam Analisis vegetasi tumbuhan dengan metode
pengelolaan ekosistem hutan mangrove di kuadrat pada habitus herba di Kawasan
Muara Gembong Bekasi Jawa Barat. Pegunungan Deudap Pulo Nasi Aceh Besar.
Perennial, 14(2), 78–85. http://dx.doi.org/ Prosiding Seminar Nasional Biotik, 5(1), 209–
10.24259/perennial.v14i2.5303 215. Retrieved from https://jurnal.ar-raniry.
Setiawan, H., Purwanti, R., & Garsetiasih, R. ac.id/index.php/PBiotik/article/view/4258
(2017). Persepsi dan sikap masyarakat Widiatmaka, Mediranto, A., & Widjaja, H.
terhadap konservasi ekosistem mangrove di (2015). Karakteristik, klasifikasi tanah, dan
Pulau Tanakeke Sulawesi Selatan. Jurnal pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis
Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, Linn f.) Var. unggul nusantara di Ciampea,
14(1), 57–70. Retrieved from https://www. Kabupaten Bogor. Jurnal Pengelolaan
neliti.com/id/publications/125180/persepsi- Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 5(1), 87–
dan-sikap-masyarakat-terhadap-konservasi- 97. Retrieved from https://journal.ipb.ac.id/
ekosistem-mangrove-di-pulau-ta index.php/jpsl/article/view/10210
Sujana, K., & Hariyadi, S. (2018). Hubungan Wiryantara, I. W. G., Wijaya, G., & Suarna, I. W.
antara sikap dengan perilaku peduli (2014). Analisis vegetasi sebagai dasar
lingkungan pada mahasisiwa. Jurnal Ecopsy, pengembangan agroforestri di DAS mikro
5(2), 81–87. Retrieved from https://ppjp. Desa Tukad Sumaga, Kecamatan Gerokgak,
Abstrak - Kawasan sabuk hijau Waduk Serbaguna Wonogiri merupakan kawasan pelindung waduk dan pembatas
perkembangan penggunaan lahan di sekitar waduk. Kondisi kawasan sabuk hijau saat ini tidak lepas dari kegiatan peramban
dan konversi menjadi lahan pertanian yang menyebabkan rusaknya fungsi utama dari sabuk hijau. Lahan sabuk hijau Waduk
Serbaguna Wonogiri dikelola oleh Perum Jasa Tirta dan terletak pada elevasi 138,2 m – 140 m. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi penutup lantai (Lower Crop Community – LCC) di kawasan sabuk
hijau Waduk Serbaguna Wonogiri. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuadran garis
berarah secara purposive sampling di lokasi penelitian dengan pengambilan 15 plot setiap stasiun. Kawasan sabuk hijau Waduk
Serbaguna Wonogiri terdapat di 5 kecamatan dan setiap kecamatan di ambil 2-3 stasiun sehingga total plot adalah 180.
Parameter yang diukur meliputi kepadatan, frekuensi, dominansi, Indeks Nilai Penting (INP), dan Indeks Keragaman (H ').
Penelitian dilaksanakan di Kawasan sabuk hijau Waduk Serbaguna Wonogiri pada bulan Februari-Maret 2019. Penelitian
dilaksanakan dalam beberapa tahap antara lain : 1.) Survai (penelitian pendahulian), 2.) penentuan area kajian, 3.) Pengambilan
data lapangan, serta 4.) analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vegetasi penutup lantai (LCC) ditemukan 56 spesies.
Cacah individu terbanyak adalah Oplismenus burmanii sebanyak 6580 individu per 720 m2. Kontribusi spesies penutup lantai
terbesar ditunjukkan oleh Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi adalah 21,5947. Indeks diversitas/ keanekaragaman vegetasi
penutup lantai adalah 0,07329 (rendah).
Kata Kunci: Struktur vegetasi, LCC, Sabuk hijau, Waduk Serbaguna Wonogiri
3. PENDAHULUAN
Sabuk hijau (Green belt) dapat di artikan sebagai hutan kecil yang berfungsi sebagai
pelindung, penyangga, dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas
kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas sutu dengan aktivitas lainnya
agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan dari factor lingkungan sekitarnya (Fakhrian
dkk, 2015). Green belt Waduk Serbaguna Wonogiri berarti hutan kecil yang melindungi
waduk. Kehadiran green belt harusnya tidak dipandang tidak saja dari fungsi fisik sebagai
barrier pemisah pemukiman semata, tetapi juga mengakomodir sarana rekreasi alam,
produksi pertanian, fungsi lindung dan fungsi hutan. Di Waduk Serbaguna Wonogiri, green belt
berfungsi sebagai daerah penyangga atau pembatas antara kegiatan waduk dan
masyarakat. Namun masih ada fungsi lain yang tidak kalah penting, yaitu sebagai penyejuk
atau sebagai penyerap CO2, mengingat WGM dikelilingi juga oleh jalan penghubung antar
kecamatan serta dekat dengan pemukiman. Kawasan sabuk hijau Waduk Serbaguna
Wonogiri memiliki luasan + 1653 ha yang terletak pada elevasi 138,2 m - 140 m dan
mengelilingi waduk yang berada di 5 kecamatan, yaaitu Eromoko, Wuryantoro, Wonogiri,
Nguntoronadi dan Baturetno.
Analisis vegetasi menurut Susanto (2012) merupakan suatu cara mempelajari susunan atau
komposisi jenis dan ben-tuk atau struktur vegetasi. Satuan vegetasi yang dipelajari dalam
analisis vegetasi berupa komunitas tumbuhan yang merupa-kan asosiasi konkret dari semua
spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat. Hasil analisis vegetasi tumbuhan disajikan
secara deskriptif mengenai komposisi spesies dan struktur komunitasnya (Indriyanto,
2008). Struktur suatu komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies tetapi
juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Namun, persoalan yang sangat
penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data
4. METODE PENELITIAN
5. Lokasi dan Bahan Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2019 di kawasan sabuk
hijau Waduk Serbaguna Wonogiri (gambar 1). Bahan-bahan serta peralatan yang digunakan
selama pelaksanaan penelitian antara lain peta dasar berupa GPS, kamera digital, lembar
observasi, meteran, patok, tali rafia serta alat tulis dan lain-lain. Pengukuran parameter
ekologi mencakup kerapatan, frekwensi, dominansi dan indeks nilai penting masing-masing
pohon.
6. Tahapan Penelitian
7. Survei (Penelitian Pendahuluan)
Survei dilaksanakan untuk mengetahui kondisi lapangan tempat pengambilan data akan
dilaksanakan. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini antara lain pencarian peta lokasi
penelitian meliputi peta penggunaan lahan Peta Administrasi Waduk Serbaguna Wonogiri
Kabupaten Wonogiri, Peta Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan di sekitar Waduk
Serbaguna Wonogiri Kabupaten Wonogiri.
8. Analisis Data
Analisis data digunakan untuk mengetahui kontribusi masing-masing spesies dalam area
yang diteliti. Analisis vegetasi baik pohon maupun LCC menggunakan Indeks Nilai Penting
(INP). INP diperoleh dari penggabungan nilai relatif dari parameter ekologi yang diukur yaitu
densitas dan frekuensi. Analisis vegetasi yang dilakukan meliputi kerapatan jenis, kerapatan
relative, dominansi jenis, dominansi relative, frekuensi jenis, Indeks Nilai Penting (INP) dan
Indeks Keragaman (H) (Barbour et al, 1987). Prosedur penghitungan INP dan indeks
Keragaman akan diuraikan sebagai berikut.
Rumus penghitungan INP menggunakan rumus menurut (Maridi, 2015), sebagai berikut:
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa spesies LCC yang ditemukan terdiri dari 17 famili
dengan jumlah jenis spesies yang berbeda-beda tiap famili. Famili dengan jumlah jenis spesies
terbanyak antara lain Poaceae (14 spesies), Fabaceae (10 spesies) dan Asteraceae (6 spesies).
Sedang kan famili dengan jumlah jenis spesies paling sedikit yaitu Acanthaceae (1 spesies yaitu
Ruellia tuberosa), Amaryllidaceae ( 1 spesies yaitu Hymenocalis littoralis), Convolvulaceae
(1 spesies yaitu Ipomoea reptans), Costaceae (1 spesies yaitu Costus spesious),
Malvaceae (1 spesies yaitu Urena lobata), Solanaceae (1 spesies yaitu Delonix regia),
Sphenocleaceae (1 spesies yaitu Spenoclea zeylanica), Sterculiaceae (1 spesies yaitu Melochia
corchorifolia), dan Vitaceae (1 spesies yaitu Cissus repens). Analisis kuantitatif juga dilakukan
terhadap spesies LCC yang ditemukan. Parameter yang dihitung yaitu densitas,
frekuensi, INP, dan indeks diversitas. Hasil analisis kuantitatif secara singkat disajikan
pada Tabel 2.
Table 2. Daftar spesies dan analisa kuantitatif
No Nama Sp D (180m2) Frekuensi NP H'
1 Acacia mangium 135 0.639 7.794 0.000043 2
Ageratum conizoides 2110 0.139 5.565 0.003046 3
Albizia chinensis 25 0.083 1.030 0.000002 4
Albizia saman 125 0.139 1.872 0.000038 5
Andropogon aciculatus 945 0.167 3.726 0.000952 6
Hasil analisis kuantitatif pada Tabel 2 menunjukkan bahwa spesies yang memiliki
densitas tertinggi adalah Oplismenus burmanii yaitu 6580 individu/ 180m2. Selain itu,
beberapa spesies memiliki densitas tertinggi yaitu: Axonopus compressus ( 5710 individu/
180m2), Digitaria sanguinalis (4305 individu/ 180m2), Digitaria ciliaris (2370 individu/
180m2) dan Ageratum conyzoides (2110 individu/ 180m2). Sedangkan spesies dengan
densitas terendah adalah Zingiber officinale, Ruellia tuberosa, dan Eclipta prostrata dengan
jumlah masing-masing 20 individu per 180 m2. Jika dilihat pada setiap famili, maka diperoleh
famili dengan densitas tertinggi yaitu Poaceae (19125), Cyperaceae (8770) dan Asteraceae
(4185). Sedangkan famili dengan densitas terendah adalah Acanthaceae (70). Sebaran
densitas per 180 m2 untuk setiap famili dapat disajikan pada Gambar 2.
Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek (SNPBS) ke-IV 2019 | 246
ARTIKEL PEMAKALAH PARALEL p-ISSN: 2527-
533X
Densitas
zingiberaceae
vitaceae
sterculiaceae
sphenocleaceae
rubiaceae
poaceae
mimosaceae
malvaceae
lamiaceae
fabaceae
euphorbiaceae
cyperaceae
costaceae
convolvulaceae
asteraceae
amaryllidaceae
acanthaceae
90 85
85
195
1040
4
3605 0
285
880
3350
4185
4535
50
70
45
20
Densitas
Parameter kuantitatif lain yang diukur untuk vegetasi LCC pada penelitian ini adalah
frekuensi (%). Tabel 2 menunjukkan bahwa spesies yang sering hadir di setiap plot dan
distribusinya merata adalah Ageratum conizides (0,639), Phylanthus urinaria (0,528), serta
Mimosa pudica (0,472). Sedangkan jika dianalisis setiap famili, famili dengan frekuensi
tertinggi adalah Poaceae (2,17), Asteraceae (1,47) serta Fabaceae (1,03). Sebaran frekuensi
untuk setiap famili dapat dilihat pada Gambar 3.
Distribusi
zingiberaceae
sterculiaceae
rubiaceae
mimosaceae
lamiaceae
euphorbiaceae
costaceae
asteraceae
acanthaceae
0,194
2,
0,972
0,222
0,417
1,028
1,000
1,472
0,028
0,056
Frekuensi
18,144
3,145
6,539
18,323
19,550
14,3 19
0,420
1,437
66
0,411
0,691
NP
12. Pembahasan
Pada penelitian ini, parameter vegetasi yang dianalisis secara kuantitatif antara lain
densitas, frekuensi, indeks nilai penting (INP), dan indeks diversitas atau indeks
keanekaragaman. Pembahasan penelitian ini difokuskan pada struktur dan komposisi vegetasi
penutup lantai di kawasan sabuk hijau Waduk Serbaguna Wonogiri serta menganalisis
pengaruh INP dan indeks diversitas terhadap lingkungan secara keseluruhan. Hasil
pengamatan di lapangan serta analisis kuantitatif terhadap vegetasi penutup lantai
menunjukkan bahwa lokasi penelitian banyak didominasi oleh tanaman rumput atau family
poaceae dan Cyperaceae. Hal ini terlihat dari tumbuhan yang paling banyak ditemukan di
beberapa titik di lokasi penelitian adalah rumput gunung, rumput paetan dan rumput teki. Jenis
herba tersebut pada umumnya merupakan herba yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Selain itu juga terdapat beberapa tanaman yang masuk dalam family fabaceae yang merupakan
beberapa tanaman produksi maupun kacang-kacangan. Adanya tanaman kacang maupun
produksi karena plot penelitian berada di sekitar lahan reboisasi bekas pertanian.
Salah satu karakteristik paling penting pada hutan yang berkaitan erat dengan
komposisi hutan ialah kekayaan spesies. Kekayaan flora yang tinggi disebabkan
kecenderungan sebagian kondisi dalam mendukung tingkat spesiasi yang tinggi, khususnya
iklim yang menguntungkan bagi pertumbuhan tumbuhan dan reproduksi di semua musim
(Richard, 1966). Ewusie (1990), menjelaskan bahwa pengelompokan yang terjadi pada suatu
komunitas tumbuhan herba dapat disebabkan oleh nilai ketahanan hidup kelompok tumbuhan
herba terhadap berbagai kondisi.
Berdasarkan data berupa frekuensi, diperoleh hasil bahwa spesies dengan distribusi yang
merata dan sering hadir di setiap plot adalah Ageratum conizoidez. Frekuensi
menunjukkan besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme dalam
pengamatan keberadaan organisme pada ko-munitas atau ekosistem. Soegianto (1994)
menyatakan bahwa apabila pengamatan dilakukan pada petak-petak contoh, maka makin
banyak petak contoh yang didalamnya ditemukan suatu spesies, berarti makin besar frekuensi
spesies tersebut. Sebaliknya, jika makin sedikit petak contoh yang di dalamnya ditemukan suatu
spesies makin kecil frekuensi spesies tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya
frekuensi tersebut dapat menggambarkan tingkat penyebaran spesies dalam habitat yang
dipelajari meskipun belum dapat menggambarkan tentang pola penyebarannya. Spesies
organisme yang penyebarannya luas akan memiliki nilai frekuensi perjumpaan yang besar.