ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute disease caused by dengue virus which carried by Aedes
aegypti mosquito. This disease still be the health problem in Indonesia because of potential outbreaks.
Prevention suggested to the community is a mosquito nest eradication program (PSN) by means of physical,
chemical, and biological. Chemical control still be the popular control in community. Alum (Al 2(SO4)3) can
be used as chemical larvicides, because it can serve as a contact poison, stomach poison, inhibit the
production of energy, and lead to biochemical changes in larvae body.The purpose of this study was to know
the effect of larvicidal alum (Al2(SO4)3) against Aedes aegypti larvae. This type of study is true
experimental with post test only control group design. Data were analyzed using Kruskal wallis test and
Probit analysis. The result showed that there was correlation between alum with larvae mortality
(p=0.001). LC50of alum concentration is 8,068 mg and the LC90 is 12,086 mg. Based inacute toxicity
test, it effect to Aedes aegypti larvae
Keywords : Alum (Al2(SO4)3), chemical larvicides, Aedes aegypti larvae
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia karena berpotensi menimbulkan KLB.Pencegahan yang disarankan
kepada masyarakat adalah program pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara
fisik, kimia, maupun biologi.Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian yang
masih populer di masyarakat. Tawas (Al2(SO4)3) dapat digunakan sebagai larvasida kimia,
karena dapat berfungsi sebagai racun kontak, racun perut, menghambat produksi energi,
dan mengakibatkan perubahan biokimia dalam tubuh larva. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh larvasida tawas terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti.Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni dengan rancangan penelitian post test only
control group design. Data dianalisis menggunakan uji Kruskal wallis dan analisis probit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian tawas terhadap jumlah
kematian larva (p=0,001). Nilai LC50 konsentrasi tawas adalah 8,068 mg, sedangkan nilai
LC90 adalah 12,086 mg. Berdasarkan toksisitas akut menunjukkan bahwa larutan tawas
memiliki efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
Kata Kunci : Tawas (Al2(SO4)3), larvasida kimia, larva Aedes aegypti
2
Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
merupakan penyakit demam akut yang menjadi 1,66% (Dinkes Kota Semarang,
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Cara Semarang pada tahun 2014 adalah sebesar
dengan cara fisik, kimia, maupun biologi Semarang masih belum memenuhi target
100.000 penduduk dengan CFR (Case digunakan secara tepat sasaran, tepat
Fatality Rate) sebesar 0,91% dan jumlah dosis, tepat waktu, dan cakupan akan
jumlah kasus DBD Provinsi Jawa Tengah lingkungan dan organisme yang bukan
adalah 7.928 kasus dan angka kematian insektisida butiran yang dibagikan oleh
sebesar 128 orang dengan Incidence Rate pemerintah seperti bubuk abate, ternyata
(IR) sebesar 23,82 per 100.000 penduduk tawas (Al2(SO4)3) juga dapat digunakan
dan CFR sebesar 1,61%. Salah satu kota sebagai insektisida terhadap larva nyamuk
wilayah endemis DBD adalah Kota dilakukan oleh Preet dan Seema (2010)
Semarang. Pada tahun 2014, jumlah kasus menunjukkan bahwa tawas dapat
penurunan menjadi 1.628 kasus dengan larva nyamuk Anopheles stephansi. Efek
3
Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
larvasida dari tawas sebanding dengan berisi telur larva. Kemudian dimasukkan
berbagai insektisida biologi dan kimia ke dalam nampan yang berisi air. Di atas
serta efektif untuk semua instar larva nampan terdapat lampu supaya suhu air
(Preet dan Seema, 2010). Tawas tetap stabil. Pada saat fase pertumbuhan,
(Al2(SO4)3) merupakan senyawa yang larva diberi makan dog food setiap dua hari
ecofriendly, cukup murah, dan tersedia sekali. Setelah lima hari
dalam jumlah yang banyak serta dapat perkembangbiakkan, larva siap digunakan
berfungsi sebagai racun kontak, racun untuk uji larvasida.Pengujian larvasida
perut, menghambat proses produksi dilakukan di Laboratorium Biologi
energi dan mengakibatkan perubahan FMIPA Universitas Negeri Semarang.
biokimia dalam tubuh larva.
Tahap pengujian dengan menyiapkan
METODE
24 cup test, aquades, serta dosis tawas
Jenis penelitian ini adalah analitik
standar yaitu 200 ppm (200 mg/1000 ml).
eksperimental dengan desain studi
Kemudian diberi tanda pada masing-
eksperimen murni (true experiment).
masing dosis dan pengulangan, untuk
Pelaksanaan penelitian menggunakan
selanjutnya dilakukan pengenceran.
rancangan post test only control group design.
Larva diambil dengan menggunakan
mikropipet sebanyak 25 ekor.
Populasi penelitian adalah larva Aedes
Pengulangan dilakukan sebanyak 4 kali
aegypti. Besar sampel penelitian adalah 25
yang diperoleh dengan menggunakan
ekor larva Aedes aegypti instar III untuk
rumus: (t) (r) - 1 ≥ 15 didapatkan hasil r
setiap kelompok dengan pengulangan
≥ 4. Dosis/konsentrasi tawas yang
sebanyak 4 kali. Jadi jumlah seluruh
digunakan yaitu 7 mg/100 ml, 9 mg/100
sampel dalam penelitian ini adalah 600
ml, dan 11 mg/100 ml. Kontrol negatif
ekor larva, karena terdapat 6 kelompok
yaitu 100 ml aquades dan temephos 10
perlakuan. Pengambilan sampel dilakukan
mg/100 ml sebagai kontrol positif I serta
secara acak sederhana (simple random
larutan asam sulfat pH 4 sebagai kontrol
sampling) karena anggota populasi bersifat
positif II.
homogen atau diasumsikan homogen.
Larva nyamuk yang telah dihitung
Proses penetasan telur dilakukan
dimasukkan ke dalam cup testukuran 240
dengan menyiapkan kertas saring yang
4
Jurnal Care Vol. 4, No.2, Tahun 2016
Jumlah
Jumlah kematian pada
Perlakuan larva
replikasi ke Jumlah Rata-Rata
(mg/100 ml) (ekor)
1 2 3 4
7 25 4 9 7 12 32 8
9 25 16 19 15 15 65 16,25
11 25 23 20 22 18 83 20,75
Aquades 25 0 0 0 0 0 0
temephos 25 25 25 25 25 100 25
Larutan 25 3 3 2 3 11 2,75
H2SO4pH 4
Sumber : Data hasil penelitian, 2016
Salatiga, serta Kepala Balai Litbang P2B2 Journal of Current Research And
Banjarnegara. Academic Review, 22 (11): 1-9