Anda di halaman 1dari 1

DAUN DAN ROKOK

Thariq Rasyid

Rokok menjadi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia, layaknya makan dan minum,
bahkan menjadi komoditas utama negara dan menjadi target utama dalam menaikkan pajak
untuk kas negara. Namun tampaknya sebungkus rokok lebih penting daripada setangkai daun
pohon. Padahal pohon menghasilkan buah yang kita asup dan oksigen yang kita hirup,
suasana rileks nan rindang pun dihasilkan pohon secara gratis.

Tetapi masyarakat perokok lebih memilih rokok yang ditukar dengan uang dan dibuang
secara lapang. Pelarangan rokok demi lingkungan yang lestari menyimbolkan antagonistik
publik “pembatasan kebutuhan masyarakat”: Alam hijau memberikan kita rahmat tembakau
untuk dinikmati, tetapi engkau melarang agar kita nikmati agar alam tidak mati. Sunggu nista,
bahwa ia yang memberi akan mati!

Di masa kontemporer, krisis iklim bersama krisis energi dan fiskal menghantui benak
manusia. Apakah sebatang rokok sepadan dengan seluruh umat dan alam di bumi ini?
Ketakterbatasan kita dalam mengolah sumber daya alam menjadi kemabukan manusia, justru
kemabukan itu menyandang keterbatasan. Ketika alam hijau murka, kita tidak bisa mencari
1001 alasan dibalik sebatang rokok, kita tidak bisa bersembunyi dibalik asap rokok. Maka
barang siapa yang beriman kepada alam, maka ia akan merasakan rasa nikmat sepanjang
hidupnya lebih dari sebatang rokok.

Anda mungkin juga menyukai