Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENERIMAAN, PENYIMPANAN DAN DISTRIBUSI

PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT

OLEH : KELOMPOK 2

Lusi K N Manurung (201811021)


Chintia Tambunan (201811005)
Friska Silalahi (201811012)
Lidia Silalahi (201811020)
Arta Simatupang (201811002)
Ronal Simanjuntak (201811031)
Novia Simamora (201811023)
Ricky Simanungkalit (201811030)

DIII FARMASI
STIKes Arjuna Laguboti
2020/2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana
kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan penunjang.
Selain ittu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
kesehatan. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan perbekalan kesehatan
yang meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lainnya,
sedangkan sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik.
Sistem pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek
seleksi dan perumusan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
penggunaan obat. Saat ini kenyataannya sebagian besar rumah sakit indonesia belum
melakukan kegiatan pelayanan farmasi seperti yang diharapkan, mengingat beberapa
kendala antara lain kemampuan tenaga farmasi, terbatanya pegetahuan manajemen
rumah sakit akan fungsi farmasi rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit,
terbatanya pengetahuan pihak-pihak terkait tentang pelayanan farmasi rumah sakit.
Akibat kondisi ini maka pelayanan farmasi rumah sakit masih bersifat komvensional
yang hanya berorientasi pada produk yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup
layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun  keluarganya termasuk di dalamnya
mendapat makanan, pakaian, dan  pelayanan  kesehatan  serta  pelayanan sosial lain yang
diperlukan.
sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan serta penelitian, pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi di bidang
kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan adalah
rumah sakit (Sheina,2010).
   Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan
pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai
spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya
guna dan berhasil guna (Quick,1997).
     Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  (IFRS)  mempunyai  peran
penting dalam  pelaksanaan  pelayanan  kesehatan  di  rumah  sakit,  oleh  karena  itu
pengelolaan  obat  yang  kurang  efisien  pada  tahap  penyimpanan  akan berpengaruh
terhadap peran rumah sakit secara keseluruhan (Sheina,2010)
Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan
masyarakat(Puskesmas), rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, toko

2
obat, apotek,instalasi farmasi rumah sakit(IFRS), pedagang besar farmasi(PBF) dan
sarana kesehatan lainnya..

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pengelolaan farmasi di Rumah Sakit?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam sistem distribusi perbekalan
farmasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan perbekalan farmasi.
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam distribusi
perbekalan farmasi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi


merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi
yang saling terkait antar suatu dengan yang lain. Pengelolaan perbekalan farmasi
harus dikelolah secara efektif karena merupakan komponen terbesar dalam
pengeluaran rumah sakit(±40-50%) dan dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan
efisien akan mendukung mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Keberhasilan
pengelolaan perbekalan farmasi tergantung pada kondisi, ketaatan, kebijakan, tugas
pokok dan fungsi.
Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi:
1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
2. Menerapkan farmasiekonomi dan pelayanan
3. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
4. Mewujudkan sistem informasi manajemin berdayaguna dan tepatguna
5. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan
Fungsi pengelolaan perbekalan farmasi:
1. Memilih perbekalan farmasi yang sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
2. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi
3. Mengadakan perbekalan berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai
ketentuan yang berlaku
4. Memprosuksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit
5. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku
6. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
7. Mendistribusikan perbeklan farmasi keunit-unit pelayanan di Rumah Sakit
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan persediaan farmasi di Rumah sakit
9. Melakukan monitorung dan evaluasi terhadap persediaan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit

Tahap-tahap pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit melipiti:


a. Perencanaan
b. Pengadaaan
c. Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah


diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi
atau sumbangan.

4
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung
jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam
tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan
farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang
telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :
1.      Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan
berbahaya.
2.      Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.
3.      Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)
Penerimaan perbekalan farmasi harus sesuai dengan surat pesanan dan memperhatikan
kualitas dan kuantitas perbekalan farmasi yang diterima. Sebelum diterima perbekalan
farmasi harus dicek. Pengecekan perbekalan farmasi meliputi:
 Nama pesanan difaktur
 Nama perbekalan farmasi
 Jumlah
 Kekuatan untuk obat
 Waktu kadaluarsa, dan
 Kondisi fisik obat

d. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan caara


menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.
Tujuan penyimpanan adalah :
a) Memelihara mutu sediaan farmasi
b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c) Menjaga ketersediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk


sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out),
FIFO (First In First Out),dan LIFO(Last in First Out). Sistem FEFO adalah dimana
obat yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek keluar terlebih dahulu, dalam
sistem FIFO obat yang pertama kali masuk adalah obat yang pertama kali keluar,
sedangkam LIFO adalah obat yang datang kemudian/terakhir diletakkan didepan obat
yang datang dahulu (Quick,1997).
Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah mempertahankan kondisi
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang disimpan agar tetap stabil sampai ke tangan
pasien (Siregar,2004).

5
Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan masing-
masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu
sekitar 20-25 0C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang
digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci, lemari
es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau
karakteristik masing-masing obat (Siregar,2004).
Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu berdasarkan :
1)      Kelompok farmakologi/terapeutik
2)      Indikasi klinik
3)      Kelompok alphabetis
4)      Tingkat penggunaan
5)      Bentuk sediaan
6)      Random bin
7)      Kode barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya disimpan
dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari
kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika disebutkan bahwa
RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, dimana tempat tersebut
harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat
penyimpanan narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat
penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Peraturan penyimpanan :
 Menurut bentuk sediaan dan alfabetis
 Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
 Menggunakan lemari, rak dan pallet
 Menggunakan lemari khusus untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika
 Menggunakan lemari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan
penyimpanan pada suhu tertentu
 Dilengkapi kartu stok obat
Masalah yang sering timbul dalam proses penyimpanan adalah:
 Koordinasi gudang/tempat penyimpanan yang buruk
 Kekeliruan pengelolaan stock
 Obat lama menumpuk digudang
 Transportasi tidak melindungi mutu obat.
Kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan, dibedakan
menurut bentuk dan jenisnya:
 Menurut suhu dan kestabilannya
 Mudah tidaknya terbakar
 Tahan/tidaknya terhadap cahaya
 Dipisahkan antara obat ASKES/BPJS dan Swadana
Peralatan penyimpanan di gudang
 Peralatan penyimpanan kondisi umum
 Lemari/rak yang rapi dan terlindung daridebu,kelembaban dan cahaya yang
berlebihan

6
 Lantai dilengkapi dengan pallet

RUANG PENYIMPANAN OBAT


Ruang penyimpanan obat harus memperhatikan kondisi, sanitasi temperatur
sinar/cahaya, kelembaban, fentilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas yang terdiri dari:
Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:
1. Obat jadi
2. Obat produksi
3. Bahan baku obat
4. Alat kesehatan dan lain-lain

Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan:


1. Obat termolabil
2. Alat kesehatan dengan suhu rendah
3. Obat mudah terbakar
4. Obat/bahan berbahaya
5. Barang karantina

Beberapa indikator penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas dan efisisensi sistem penyimpanan. Indikator penyimpanan
tersebut antara lain:
1. Presentase kesesuaian data stok antara barang (fisik) dengan kartu stok atau data
komputer
2. Turn Over Ratio(TOR)
3. Sistem penataan gudang
4. Presentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
5. Presentase stok mati(dead stock)

Macam macam sistem penyimpanan tersebut adalah:


i. Fixed Location
Sistem ini sangat mudah didalam mengatur barang, karena masing-masing
item persediaan selalu disimpan dalam tempat yang sama dan disimpan dalam
rak yang spesifik, rak tertutup atau dalam rak bertingkat. Sistem ini
diibaratkan seperti rumah, dimana seluruh penghuni dapat mengetahui semua
letak barang.
ii. Fluid Location
Dalam sistem ini, penyimpanan dibagi menjadi beberapa tempat yang
dirancang. Masing-masing tempat ditandai sebuah kode. Setiap item disimpan
dalam suatu tempat yang disukai pada waktu pengiriman. Sistem ini dirancang
seperti hotel. Ruangan ditandai hanya ketika barang datang.
iii. Semi Fluid Location
Sistem ini merupakan kombinasi darikedua sistem diatas. Sistem ini
diibaratkan sebagai hotel yang digunakan tamu. Setiap barang yang datang
selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus diberikan tempat

7
tersendiri. Dalam sistem ini, setiap item ditandai dengan penempatan barang
yang cocok supaya mempermudah dalam mengambil stok. Saat menyediakan
pesanan karyawan harus mengetahui dimana letak setiap item, untuk
memudahkan dalam mengingat item. Untuk barang yang slow moving perlu
dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang.

e. DISTRIBUSI

Sistem distribusi obat untuk penderita rawat inap yang diterapkan pada suatu rumah sakit
berbeda-beda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain, hal tersebut biasanya
tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan
tata ruang suatu rumah sakit. Sistem distribusi obat adalah suatu tatanan jaringan sarana,
personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita.

Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo
farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.

Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua
sistem, yaitu:

 Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)

Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu
tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap
unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan
disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim
ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”

Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena
memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dengan perawatan pasien sangat jauh.

 Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi)

Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di


dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit
farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan
tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung
jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.

Ada berbagai keuntungan penerapan IFRS desentralisasi bagi berbagai pihak yang terlibat,
antara lain:

1. Obat dapat segera tersedia untuk dikonsumsikan pada pasien


2. Pengendalian obat dan akuntabilitas semakin baik
3. Apoteker dapat berkomunikasi secara langsung dengan dokter dan perawat

8
4. Sistem distribusi obat berorientasi pada pasien sangat berpeluang diterapkan
untuk penyerahan obat kepada pasien melalui pasien
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara dengan
pasien secara efisien
6. Informasi obat dari Apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi obat dan penyiapan obat untuk
digunakan pasien berkurang karena tugas itu lebih banyak dilakukan personel
IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi Apoteker dalam bidang perawatan pasien dicapai
lebih efekfif sebagai hasil dari pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik Apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan
diberikan secara efisien, misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita
khusus yang diminta dokter
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik obat dan studi asesmen
mutu terapi oleh penderita

Sedangkan keterbatasan pelayanan IFRS desentralisasi adalah :

1. Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih rumit karena


lokasi IFRS cabang atau depo farmasi yang banyak untuk obat yang sama,
terutama untuk obat yang jarang ditulis
2. Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota staf
yang berpraktik dalam lokasi fisik yang banyak
3. Lebih banyak alat diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi obat, lemari
pendingin, rak obat, dan alat untuk meracik
4. Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat
melebihi kapasitas ruangan dan personel dalam unit IFRS desentralisasi yang
kecil

Sedangkan berdasarkan jenis sisterm distribusi obat untuk pasien rawat inap  digunakan
empat sistem yaitu

 Sistem distribusi obat resep individual (Individual prescrebing) Sentralisasi

Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah kegiataan distribusi sediaan obat
oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada resep dokter atas nama pasien rawat inap
tertentu melalui perawat ke ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, semua obat yang
diperlukan untuk pengobatan didistribusikan dari IFRS. Resep orisinil oleh perawat di kirim
ke IFRS, kemudian resep itu diproses dengan kaidah “cara dispensing yang baik dan obat
disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien sesuai dengan resep”.

9
Keuntungan sistem distribusi obat ini adalah :

1. Semua resep di kaji langsung oleh Apoteker yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien
2. Memberikan kesempatan interaksi profesional antara Apoteker-Dokter-
Perawat-Pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang dekat atas perbekalan
4. Memudahkan penagihan biaya obat pasien

Sedangkan keterbatasan pada sistem distribusi obat ini adalah :

1. Kemungkinan keterlambaat sediaan obat sampai pada pasien


2. Jumlah kebutuhan personel IFRS meningkat
3. Memerlukan jumlah perawat dan waktu yang lebih banyak untuk penyiapan
obat di ruangan pada waktu konsumsi obat
4. Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan
konsumsi

Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi ini kurang sesuai jika diterapkan pada
rumah sakit besar misalnya kelas A dan B dan yang memiliki daerah perawatan penderita
yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan beberapa daerah perawatan pasien sangat
jauh. Sistem ini pada umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil.

 Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang (floor stock)

Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah suatu kegiatan penghantaran
sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari
persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis dari wadah persediaan yang
langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut.

10
Dalam sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan ini, semua obat yang dibutuhkan
oleh pasien tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, kecuai obat yang
jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Persediaan obat di ruang biasanya dipasok
oleh IFRS  dan seminggu sekali dilakukan pemeriksaan persediaan obat di ruangan tersebut
kemudian menambah persediaan obat yang sudah sampai pada batas pengisian kembali. Obat
yang di dispensing pada sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya
dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order obat yang harus dibayar
sebagai biaya obat.

Keuntungan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan yaitu :

1. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi pasien


2. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
3. Pengurangan penyalinan kembali order obat
4. Pengurangan jumalah personel IFRS yang diperlukan

Sedangkan keterbatasan sistem distribusi obat ini adalah

1. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh
Apoteker, selain itu penyiapan dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat
sendiri tidak ada pemeriksaan ganda.
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan yang
sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh
perawat. Akibatnya penyimpanan yang tidak teratur, mutu obat cepat merosot,
dan tanggal kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan
obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
5. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat
yang sesuai di setiap daerah perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi pasien untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat

11
Karena keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat ini sangat banyak, maka sistem ini
hendaknya tidak digunakan lagi. Dalam sistem ini tanggung jawab besar dibebankan kepada
perawat yang sebenarnya adalah tanggung jawab Apoteker. Maka diperkenalkanlah sistem
distribusi obat desentralisasi yang melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang tetapi
dibawah pimpinan seorang Apoteker yang dikenal dengan depo farmasi.

 Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dengan persediaan ruangan

Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari
IFRS dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk
mengurangi beban kerja IFRS, obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan
oleh banyak pasien, yang setiap hari diperlukan dan biasanya adalah obat yang harganya
relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas.

Sistem distribusi obat ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

1. Semua resep individual di kaji langsung oleh Apoteker


2. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara Apoteker-Dokter-Perawat-
Pasien
3. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di
ruang)
4. Beban IFRS dapat berkurang

Sedangkan keterbatasan dalam sistem ini adalah

1. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada pasien (obat resep


individual)
2. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)

12
 Sistem distribusi obat dosis unit (Unit Dose)

Walaupun konsep dosis unit ini telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu,
kebanyakan rumah sakit lambat menerapkanya karena sistem ini memerlukan biaya mula
yang besar dan memerlukan peningkatan jumlah yang besar dari staf apoteker. Namun karena
adanya dua kegunaan utama dalam sistem ini yaitu mengurangi kesalahan obat dan
mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat, banyak rumah sakit yang sudah
mulai menerapkan sistem ini .

Sistem distribusi obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk pasien yang
terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Pada sistem ini
pasien membayar hanya obat yang dikonsumsi saja. Walaupun distribusi obat dosis unit
adalah tanggung jawab IFRS, hal tersebut tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja
sama dengan staff medik, perawat, pimpinan rumah sakit dan staff administrasi.

Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dengan pengendalian obat yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, Akan tetapi ada beberapa unsur khusus
berikut yang harus diperhatikan :

1. Dasar dari semua sistem dosis unit yaitu obat yang dikandung dalam kemasan unit
tunggal
2. Di dispensing dalam bentuk siap konsumsi
3. Untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis
4. Dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien pada setiap waktu.

Pada sistem distribusi obat ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan salah satu metode di
bawah ini yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi suatu rumah sakit :

1. Sistem distribusi obat unit dapat diselenggarakan secara sentralisasi. Sentralisasi


dilakukan oleh IFRS sentral ke semua daerah perawatan pasien rawat inap di rumah
sakit secara keseluruhan artinya di rumah sakit itu mungkin hanya mempunyai satu
IFRS tanpa adanya depo farmasi di beberapa area perawatan pasien
2. Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi dilakukan oleh beberapa cabang IFRS
di sebuah rumah sakit. Pada dasarnya sistem distribusi obat desentralisasi ini sama
dengan sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang, hanya saja sistem
distribusiini dikelola seluruhnya oleh Apoteker yang sama dengan pengelolaan dan
pengendalian oleh IFRS sentral
3. Dalam sistem distribusi obat dosis unit kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
biasanya hanya dosis mula dan dosis keadaan darurat dilayani depo farmasi. Dosis
selanjutnya dilayani oleh IFRS sentral.

13
Sistem distribusi obat unit sentralisasi

Sistem distribusi obat dosis unit desentralisasi

Keuntungan sistem distribusi obat ini adalah sebagai berikut :

1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat
yang dikonsumsinya saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS, jadi
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung ke pasien
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep dokter dan
membuat profil pengobatan penderita oleh Apoteker dan perawat memeriksa obat
yang disiapkan oleh IFRS sebelum diberikan kepada pasien, jadi pada sistem ini bisa
mengurangi terjadinya kesalahan obat.
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis
di unit perawat dan IFRS
5. Pegurangan kerugiaan biaya obat yang tidak terbayar oleh pasien
6. Penyiapan sediaan intravena dan dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personel profesional dan nonprofesional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawat dengan melakukan persediaan ruang obat-obatan

14
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak
dari dokter menulis resep sampai pasien menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan,
nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsikan pada pasien.
Hal ini mengurangi kesempatan salah obat, juga membantu dalam penerusan kembali
kemasan apabila terjadi penarikan obat.
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat datang ke unit perawat/ruang pasien, untuk melakukan konsultasi
obat, membantu memberikan masukan kepada tim sebagai upaya yang diperlukan
untuk perawatan penderita yang lebih baik
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. Pengendalian yang lebih besar oleh Apoteker atas pola beban kerja IFRS dan
penjadwalan staff
18. Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomatisasi.

2.6.1 Distribusi rawat inap


Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu tugas utama
pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang peranan penting dalam
penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diperlukan ke unit-unit disetiap
bagian farmasi rumah sakit termasuk kepada pasien. Hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan yang
tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta dilengkapi
dengan informasi yang cukup (Quick,1997).
Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit pelayanan secara
tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI,2008)
Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RS, yang diselenggarakan secara sentralisasi
dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap diruangan, sistem resep
perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.
Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:
a)      Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua persediaan obat
dan alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan
ruangan salah satu adalah penyediaan emergency kit (kotak obat darurat) yang digunakan
untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
b)      Resep perorangan (individual prescribing) merupakan cara distribusi obat dan alat
kesehatan berdasarkan permintaan dalam resep atau kartu obat pasien rawat inap. Sistem
ini memiliki keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien oleh apoteker adanya
kesempatan interaksi profesional penggunaan obat lebih terkendali dan mempermudah
penagihan biaya obat pada pasien. Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan
keterlambatan obat untuk dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia, 2004).
c)      sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang disiapkan dan
diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali
minum. Konsep UDD bukan merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan.
Unit dose dispensing merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat berjalan

15
disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan yang
lain. Keuntungan UDD antara lain penderita hanya membayar obat yang digunakanya
saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara apoteker-dokter
perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan obat. Keterbatasannya
adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).
Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:
a)      Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari
dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
b)      Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh farmasi
sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat pasien,
c)      Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan memeriksa kopi
pesanan resep, bagi perawat mengurangi kemungkinana kesalahan obat,
d)     Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan
dibagian perawat dan farmasi,
e)      Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
f)       Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,
g)      Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu menarik
kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran karena kemasan dosis
unit masing-masing diberi label,
h)      Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan tugasnya
yang diperluas (Siregar,2004).

2.6.2 Disribusi rawat jalan


Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat jalan (ambulatory) di RS mencakup:
persyaratan manajemen, persyaratan fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan
order atau resep obat, dan pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory harus dipimpin oleh seorang apoteker
yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten secara professional (Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah sistem resep
perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien secara  individual berdasarkan resep
dokter. Pasien harus diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan
bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga kesehatan.
Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi pasien yang
melakukan swamedikasi (Siregar dan Amalia, 2003).

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan
pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai
spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya
guna dan berhasil guna.
Untuk menyiapkan tenaga profesional tersebut diperlukan berbagai masukan
diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan
perbekalan farmasi di IFRS. Mengingat pentingnya pelayanan farmasi di rumah sakit,
maka calon apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit,
khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan program
pendidikan propesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Allwood, M.C, Fell JT., “Textbook of Hospital Pharmacy”, Blockwell Scientific


Publications, 1980.
2. Aslam M, Tan CK, Prayitno A.,” Farmasi Klinis, Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien”, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003
3. Brown TR., “ Handbook of Institutional Pharmacy Practice”, 4nd ed, ASHP, 2005
4. Charles, JP Siregar, Prof, Dr, MSc., “Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan”, Cetakan I,
EGC, 2004
5. Cipolle RJ, Strand LM, Morley PC, “Pharmaceutical Care Practice”, Mc Graw Hill,
1998
6. Depkes RI, Direktorat Bina Obat Publik, Buku Pedoman Pengelolaan Obat, Jakarta,
2002
7. Depkes RI, Direktorat Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, Standar Pelayanan Farmasi
di Rumah Sakit, Jakarta, 2004
8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

18

Anda mungkin juga menyukai