OLEH : KELOMPOK 2
DIII FARMASI
STIKes Arjuna Laguboti
2020/2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
obat, apotek,instalasi farmasi rumah sakit(IFRS), pedagang besar farmasi(PBF) dan
sarana kesehatan lainnya..
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pengelolaan farmasi di Rumah Sakit?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam sistem distribusi perbekalan
farmasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan perbekalan farmasi.
2. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam distribusi
perbekalan farmasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung
jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam
tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan
farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang
telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :
1. Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan
berbahaya.
2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.
3. Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)
Penerimaan perbekalan farmasi harus sesuai dengan surat pesanan dan memperhatikan
kualitas dan kuantitas perbekalan farmasi yang diterima. Sebelum diterima perbekalan
farmasi harus dicek. Pengecekan perbekalan farmasi meliputi:
Nama pesanan difaktur
Nama perbekalan farmasi
Jumlah
Kekuatan untuk obat
Waktu kadaluarsa, dan
Kondisi fisik obat
d. Penyimpanan
5
Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi penyimpanan masing-
masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud antara lain adalah temperatur/suhu
sekitar 20-25 0C, kelembaban dan atau paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang
digunakan dapat berupa ruang atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci, lemari
es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau
karakteristik masing-masing obat (Siregar,2004).
Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu berdasarkan :
1) Kelompok farmakologi/terapeutik
2) Indikasi klinik
3) Kelompok alphabetis
4) Tingkat penggunaan
5) Bentuk sediaan
6) Random bin
7) Kode barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya disimpan
dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari
kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika disebutkan bahwa
RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, dimana tempat tersebut
harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat, selain itu tempat
penyimpanan narkotika tersebut harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat
penyimpanan terbagi menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Peraturan penyimpanan :
Menurut bentuk sediaan dan alfabetis
Menerapkan sistem FIFO dan FEFO
Menggunakan lemari, rak dan pallet
Menggunakan lemari khusus untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika
Menggunakan lemari khusus untuk perbekalan farmasi yang memerlukan
penyimpanan pada suhu tertentu
Dilengkapi kartu stok obat
Masalah yang sering timbul dalam proses penyimpanan adalah:
Koordinasi gudang/tempat penyimpanan yang buruk
Kekeliruan pengelolaan stock
Obat lama menumpuk digudang
Transportasi tidak melindungi mutu obat.
Kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan, dibedakan
menurut bentuk dan jenisnya:
Menurut suhu dan kestabilannya
Mudah tidaknya terbakar
Tahan/tidaknya terhadap cahaya
Dipisahkan antara obat ASKES/BPJS dan Swadana
Peralatan penyimpanan di gudang
Peralatan penyimpanan kondisi umum
Lemari/rak yang rapi dan terlindung daridebu,kelembaban dan cahaya yang
berlebihan
6
Lantai dilengkapi dengan pallet
Beberapa indikator penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas dan efisisensi sistem penyimpanan. Indikator penyimpanan
tersebut antara lain:
1. Presentase kesesuaian data stok antara barang (fisik) dengan kartu stok atau data
komputer
2. Turn Over Ratio(TOR)
3. Sistem penataan gudang
4. Presentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
5. Presentase stok mati(dead stock)
7
tersendiri. Dalam sistem ini, setiap item ditandai dengan penempatan barang
yang cocok supaya mempermudah dalam mengambil stok. Saat menyediakan
pesanan karyawan harus mengetahui dimana letak setiap item, untuk
memudahkan dalam mengingat item. Untuk barang yang slow moving perlu
dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang.
e. DISTRIBUSI
Sistem distribusi obat untuk penderita rawat inap yang diterapkan pada suatu rumah sakit
berbeda-beda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit yang lain, hal tersebut biasanya
tergantung pada kebijakan rumah sakit, kondisi dan keberadaan fasilitas fisik, personel dan
tata ruang suatu rumah sakit. Sistem distribusi obat adalah suatu tatanan jaringan sarana,
personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi, terpadu dan berorientasi penderita dalam
kegiatan penyampaian sediaan obat beserta informasinya kepada penderita.
Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya satelit/depo
farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap.
Berdasarkan ada atau tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua
sistem, yaitu:
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu
tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap
unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan
disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim
ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah ”cara dispensing yang baik dan
obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu.”
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A dan B karena
memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dengan perawatan pasien sangat jauh.
Ada berbagai keuntungan penerapan IFRS desentralisasi bagi berbagai pihak yang terlibat,
antara lain:
8
4. Sistem distribusi obat berorientasi pada pasien sangat berpeluang diterapkan
untuk penyerahan obat kepada pasien melalui pasien
5. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara dengan
pasien secara efisien
6. Informasi obat dari Apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
7. Waktu kerja perawat dalam distribusi obat dan penyiapan obat untuk
digunakan pasien berkurang karena tugas itu lebih banyak dilakukan personel
IFRS desentralisasi
8. Spesialisasi terapi obat bagi Apoteker dalam bidang perawatan pasien dicapai
lebih efekfif sebagai hasil dari pengalaman klinik terfokus
9. Pelayanan klinik Apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan
diberikan secara efisien, misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita
khusus yang diminta dokter
10. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik obat dan studi asesmen
mutu terapi oleh penderita
Sedangkan berdasarkan jenis sisterm distribusi obat untuk pasien rawat inap digunakan
empat sistem yaitu
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah kegiataan distribusi sediaan obat
oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada resep dokter atas nama pasien rawat inap
tertentu melalui perawat ke ruang pasien tersebut. Dalam sistem ini, semua obat yang
diperlukan untuk pengobatan didistribusikan dari IFRS. Resep orisinil oleh perawat di kirim
ke IFRS, kemudian resep itu diproses dengan kaidah “cara dispensing yang baik dan obat
disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien sesuai dengan resep”.
9
Keuntungan sistem distribusi obat ini adalah :
1. Semua resep di kaji langsung oleh Apoteker yang juga dapat memberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien
2. Memberikan kesempatan interaksi profesional antara Apoteker-Dokter-
Perawat-Pasien
3. Memungkinkan pengendalian yang dekat atas perbekalan
4. Memudahkan penagihan biaya obat pasien
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi ini kurang sesuai jika diterapkan pada
rumah sakit besar misalnya kelas A dan B dan yang memiliki daerah perawatan penderita
yang menyebar sehingga jarak antara IFRS dengan beberapa daerah perawatan pasien sangat
jauh. Sistem ini pada umumnya digunakan oleh rumah sakit kecil.
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah suatu kegiatan penghantaran
sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari
persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis dari wadah persediaan yang
langsung diberikan kepada pasien di ruang tersebut.
10
Dalam sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruangan ini, semua obat yang dibutuhkan
oleh pasien tersedia dalam ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, kecuai obat yang
jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Persediaan obat di ruang biasanya dipasok
oleh IFRS dan seminggu sekali dilakukan pemeriksaan persediaan obat di ruangan tersebut
kemudian menambah persediaan obat yang sudah sampai pada batas pengisian kembali. Obat
yang di dispensing pada sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya
dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order obat yang harus dibayar
sebagai biaya obat.
1. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh
Apoteker, selain itu penyiapan dan konsumsi obat dilakukan oleh perawat
sendiri tidak ada pemeriksaan ganda.
2. Persediaan obat di unit perawat meningkat, dengan fasilitas ruangan yang
sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan mutu kurang diperhatikan oleh
perawat. Akibatnya penyimpanan yang tidak teratur, mutu obat cepat merosot,
dan tanggal kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan
obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.
3. Pencurian obat meningkat
4. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat
5. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan obat
yang sesuai di setiap daerah perawatan pasien
6. Diperlukan waktu tambahan bagi pasien untuk menangani obat
7. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat
11
Karena keterbatasan/kelemahan sistem distribusi obat ini sangat banyak, maka sistem ini
hendaknya tidak digunakan lagi. Dalam sistem ini tanggung jawab besar dibebankan kepada
perawat yang sebenarnya adalah tanggung jawab Apoteker. Maka diperkenalkanlah sistem
distribusi obat desentralisasi yang melaksanakan sistem persediaan lengkap di ruang tetapi
dibawah pimpinan seorang Apoteker yang dikenal dengan depo farmasi.
Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh PFT dengan masukan dari
IFRS dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk
mengurangi beban kerja IFRS, obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan
oleh banyak pasien, yang setiap hari diperlukan dan biasanya adalah obat yang harganya
relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas.
12
Sistem distribusi obat dosis unit (Unit Dose)
Walaupun konsep dosis unit ini telah diperkenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu,
kebanyakan rumah sakit lambat menerapkanya karena sistem ini memerlukan biaya mula
yang besar dan memerlukan peningkatan jumlah yang besar dari staf apoteker. Namun karena
adanya dua kegunaan utama dalam sistem ini yaitu mengurangi kesalahan obat dan
mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat, banyak rumah sakit yang sudah
mulai menerapkan sistem ini .
Sistem distribusi obat dosis unit adalah obat yang diorder oleh dokter untuk pasien yang
terdiri dari satu atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit
tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu. Pada sistem ini
pasien membayar hanya obat yang dikonsumsi saja. Walaupun distribusi obat dosis unit
adalah tanggung jawab IFRS, hal tersebut tidak dapat dilakukan di rumah sakit tanpa kerja
sama dengan staff medik, perawat, pimpinan rumah sakit dan staff administrasi.
Sistem distribusi obat dosis unit adalah metode dispensing dengan pengendalian obat yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda dalam bentuk
tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, Akan tetapi ada beberapa unsur khusus
berikut yang harus diperhatikan :
1. Dasar dari semua sistem dosis unit yaitu obat yang dikandung dalam kemasan unit
tunggal
2. Di dispensing dalam bentuk siap konsumsi
3. Untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis
4. Dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien pada setiap waktu.
Pada sistem distribusi obat ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan salah satu metode di
bawah ini yang pilihannya tergantung pada kebijakan dan kondisi suatu rumah sakit :
13
Sistem distribusi obat unit sentralisasi
1. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan pasien hanya membayar obat
yang dikonsumsinya saja
2. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawat telah disiapkan oleh IFRS, jadi
perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung ke pasien
3. Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasi resep dokter dan
membuat profil pengobatan penderita oleh Apoteker dan perawat memeriksa obat
yang disiapkan oleh IFRS sebelum diberikan kepada pasien, jadi pada sistem ini bisa
mengurangi terjadinya kesalahan obat.
4. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan menulis
di unit perawat dan IFRS
5. Pegurangan kerugiaan biaya obat yang tidak terbayar oleh pasien
6. Penyiapan sediaan intravena dan dan rekonstitusi obat oleh IFRS
7. Meningkatkan penggunaan personel profesional dan nonprofesional yang lebih efisien
8. Mengurangi kehilangan pendapatan
9. Menghemat ruangan di unit perawat dengan melakukan persediaan ruang obat-obatan
14
10. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat
11. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara keseluruhan sejak
dari dokter menulis resep sampai pasien menerima dosis unit
12. Kemasan dosis unit secara tersendiri-sendiri diberi etiket dengan nama obat, kekuatan,
nomor kendali dan kemasan tetap utuh sampai obat siap dikonsumsikan pada pasien.
Hal ini mengurangi kesempatan salah obat, juga membantu dalam penerusan kembali
kemasan apabila terjadi penarikan obat.
13. Sistem komunikasi pengorderan dan penghantaran obat bertambah baik
14. Apoteker dapat datang ke unit perawat/ruang pasien, untuk melakukan konsultasi
obat, membantu memberikan masukan kepada tim sebagai upaya yang diperlukan
untuk perawatan penderita yang lebih baik
15. Pengurangan biaya total kegiatan yang berkaitan dengan obat
16. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh
17. Pengendalian yang lebih besar oleh Apoteker atas pola beban kerja IFRS dan
penjadwalan staff
18. Penyesuaian yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi dan otomatisasi.
15
disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan perawat dan staf kesehatan yang
lain. Keuntungan UDD antara lain penderita hanya membayar obat yang digunakanya
saja,mengurangi kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara apoteker-dokter
perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian penggunaan obat. Keterbatasannya
adalah jumlah tenaga farmasi yang dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).
Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain diantaranya adalah:
a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam sehari
dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan saja,
b) Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh farmasi
sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat pasien,
c) Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan memeriksa kopi
pesanan resep, bagi perawat mengurangi kemungkinana kesalahan obat,
d) Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan
dibagian perawat dan farmasi,
e) Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
f) Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,
g) Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu menarik
kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran karena kemasan dosis
unit masing-masing diberi label,
h) Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan tugasnya
yang diperluas (Siregar,2004).
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi,
penerimaan, pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan,
administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan
pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai
spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya
guna dan berhasil guna.
Untuk menyiapkan tenaga profesional tersebut diperlukan berbagai masukan
diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan
perbekalan farmasi di IFRS. Mengingat pentingnya pelayanan farmasi di rumah sakit,
maka calon apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit,
khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan program
pendidikan propesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.
17
DAFTAR PUSTAKA
18