1. Latar belakang
Dengan adanya stimulus peningkatan pertumbuhan dari Produk Domestik Regional Bruto,
pemerintah pusat berharap kepada pemerintah daerah untuk menjadi sosok strategis terhadap
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dengan berbagai macam kebijakan salah satunya adalah
pengeluaran pemerintah (Ariansyah, 2018). Menurut Mangkoesoebroto (1998), pengeluaran
pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu
kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Pengeluaran pemerintah
dalam arti riil dapat dipakai sebagai indicator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh
pengeluaran pemerintah itu. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, semakin besar
pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap
penghasilan nasional(GNP) adalah suatu ukuran terhadap kegiatan pemerintah dalam suatu
perekonomian (Sitaniapessy, n.d.).
Gambar 1. PDRB per Kapita 6 Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional (2021)
Berdasarkan gambar diatas dapat kita lihat bahwa PDRB di jawa tengah tergolong paling rendah
diantara provinsi lainnya. Dewasa ini masyarakat semakin pandai dalam menilai dan
mengawasi kinerja pemerintah, sehingga pengeluaran pemerintah telah menjadi acuan standart
bagi masyarakat untuk melihat seberapa jauh pemerintah melaksanakan kewajibannya. Berdasarkan
data yang diambil dari(DJPK, 2017), pengeluaran pemerintah Provinsi Jawa Tengah dari tahun
ke tahun terus mengalami peningkatan. Namun besarnya pengeluaran pemerintah tersebut masih
belum bisa mengangkat tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto.
Ketidakselarasan antara besarnya pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto inilah yang menjadi masalah dalam penelitian ini.
2. Tinjuan Pustaka
2.1. Pengeluaran pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah
sesuai dengan tujuan kebijakan pemerintah dalam menjalankan perekonomian. Pengeluaran
Pemerintah tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan Belanja Negara Daerah (APBD). Menurut Boediono (2012)
pengeluaran pemerintah dapat digolongkan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok besar yaitu,
pengeluaran pemerintah untuk belanja barang dan jasa, pengeluaran pemerintah untuk
pembayaran gaji pegawai, dan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer
payment.Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah dan diperbaharui oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 tahun 2011, Klasifikasi Belanja Pemerintah menurut fungsinya dibagi menjadi 9
(Sembilan) fungsi yaitu fungsi pelayanan umum, ketertiban dan ketentraman, ekonomi,
lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya,
pendidikan dan perlindungan sosial. Kesembilan fungsi tersebut dikelompokkan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara.
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994) Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang
dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-
M) yang merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur
tangan pemerintah dalam perekonomian.
2.2. Produk Domestik Regional Bruto
Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Menurut BPS terdapat tiga pendekatan yang umumnya
digunakan dalam menghitung angka-angka PDRB, yaitu melalui pendekatan produksi,
pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.
PDRB dapat dilihat secara total maupun perkapita. PDRB perkapitaadalah jumlah PDRB
yang dibagi oleh total penduduk di suatu wilayah. PDRB perkapitaadalah salah satu indikator
ekonomi dalam menentukan dimensi Pembangunan Manusia. PDRB perkapitayang tinggi
menunjukkan kualitas hidup yang lebih layak di suatu daerahkarena rata rata pendapatan
penduduknya tinggi dan semakin mempunyai banyak pilihan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. PDRB perkapitaadalah jembatan dalam sudut pandang ekonomi dalam melihat
kualitas Pembangunan Manusia, sedangkan pendidikan dan kesehatan merupakan bagian dari
konsep sosial. Integrasi kuat antara ketiga dimensi tersebut membentuk nilai Indeks
Pembangunan Manusia yang dapat diukur dan menjadi modal utama dalam pembangunan
dalam suatu negara.
2.3. Indeks Pembanguna Manusia
Mengutip isi Human Development Report (HDR) pertama tahun 1990, pembangunan
manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia.
Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan
sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang
dibutuhkan agar dapat hidup secara layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah salah satu tolak ukur kinerja pembangunan
tersebut. IPMdibangun melalui pendekatan tiga dimensi. Menurut Badan Pusat Statistik(BPS)
dimensi tersebut adalah dimensi ekonomi, dimensi kesehatan dan dimensi pendidikan.IPM
menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Pengukuran ini diperkenalkan oleh UNDP
pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human
Development Report(HDR). IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup.
Fungsi Karnel
Kriteria
Fixed Gaussian Fixed Bisquare
Bandwidth 9780 1712
AIC 1290,20 1286,30
AICc 1294,63 1293,48
BIC 1301,42 1300,28
R Square 0,663313 0,7279
Sumber: data sekunder (diolah)
Penentuan model yang tepat dan fungsi kernel menggunakan beberapa kriteria yakni
bandwidth, AIC, AICc, BIC, dan R Square. Pertimbangan pada kriteria bandwidth, AIC, AICc, BIC
dilihat yang paling kecil sedangkan kriteria R Square dipertimbangkan yang paling besar.
Berdasarkan kriteria bandwidth yang menunjukkan bahwa fixed gaussian sebesar 9780 dan nilai
bandwidth fixed Bisquare sebesar 1712. Kriteria lain yakni akaike information criterion (AIC)
menunjukkan fixed gaussian sebesar 1290,20 dan fixed bisquare sebesar 1286,30. Untuk kriteria
akaike information criterion corrected (AICc) menghasilkan nilai fungsi kernel fixed gaussian
sebesar 1294,63 dan fixed bisquare sebesar 1293,48. Pada kriteria bayesian information criterion
(BIC) menunjukkan nilai pada fungsi fixed gaussian 1301,42 dan nilai BIC 1300,28 pada fungsi
kernel fixed bisquare. Pemilihan kriteria dengan pertimbangan nilai yang paling kecil menunjukkan
bahwa fungsi kernel yang terpilih adalah fixed gaussian. Sementara untuk nilai R Square pada
fungsi kernel fixed gaussian sebesar 0,663313 atau 66,33% dan pada fungsi kernel fixed bisquare
sebesar 0,7279 atau 72,79%. Kriteria kebaikan model dengan pertimbangan nilai terbesar maka juga
menggunakan fixed bisquare dimana nilai R Square sebesar 72,79% dengan kata lain model mampu
menjelaskan kondisi sebesarnya sebesar 72,79%. Oleh karena itu fungsi fixed bisquare digunakan
sebagai fungsi pembobot atau fungsi kernel.
Tabel 3 pengujian model global dan model spasial
Source SS df MS F
Global Residuals 19491877738 31,000
GWR Improvement 5622664934 3,712 151483478538
GWR Residual 1386921280 27,288 50824824092 2,980502
Variabel efek spasial
Varibel F Diff of Criterion
Intercept 12,656739 -30739
Pendidikan (X1) 6,630637 -37940
Kesehatan (X2) 14,592661 -14804
Infrastruktur (X3) 2,679012 48749
Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa model spasial lebih baik dari pada model global
hal ini ditunjukan dengan nilai uji F hitung > F tabel ( 2,980502 > 2,960351) dengan nilai signifikasi
0,05. Adapun Nilai DIFF of criterion yang bernilai negatif menunjukkan bahwa variabel bebas
(Pendidikan X1 dan Kesehatan X2) tersebut signifikan memiliki variabilitas spasial
atau heterogenitas spasial secara local. Setelah itu, maka dapat diketahui model spasial dengan
menggunakan GWR4 sebagai berikut:
Tabel 4 hasil estimasi model GWR
Maka hal ini dapat diketahui variabel Pendidikan memiliki hubungan positif terhadap
Pendidikan. Hal ini berarti Ketika ada pengeluaran pemerintah dari sector Pendidikan maka akan
terjadi kenaikan pada PDRB. Selain itu, hasil tersebut dapat dinyatakan apabila dengan menganggap
variabel lain konstan, maka setiap perubahan satu milyar rupiah variabel Pendidikan akan
meningkatkan PDRB sebesar 2,842. Hal ini juga diperkuat oleh (Arfiyansyah & Khusaini, n.d.)
yang menjabarkan peranan ilmu pengetahuan merupakan investasi modal sumber daya manusia
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga akan berpengaruh pada peningkatan angka
PDRB. Pendidikan yang semakin tinggi memperluas pengetahuan dan rasionalitas cara berpikir
manusia. Hal ini memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi manusia untuk menerima
dan memproses informasi dengan lebih cepat dan terstruktur sehingga meningkatkan produksi
dan pertumbuhan ekonomi.
Kesehatan memiliki hubungan yang positif terhadap PDRB di indoensia. Hal ini berarti
Ketika terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah dari sector kesahatan maka akan terjadi kenaikan
PDRB sebesar 2,342. Kenaikan tersebut dikarenakan pengeluaran pemerintah atas kesehatan di
negara sedang berkembang seperti Indonesia sedang mengalami tahap perkembangan
menengah,dimana pemerintah harus menyediakan lebih banyak sarana publik seperti kesehatan
untuk meningkatkan produktifitas ekonomi. Sarana kesehatan dan jaminan kesehatan harus
dirancang sedemikian rupa oleh pemerintah melalui pengeluaran pemerintah. Dalam jangka
pendek pengeluaran pemerintah atas Kesehatan memang belum dapat mempengaruhi
PDRB,karena proses perbaikan kesehatan masyarakat melalui pengeluaran pemerintah tersebut
tidak dapat langsung terlihat pengaruhnya. Terdapat tenggang waktu ketika pemerintah
mengeluarakan sejumlah anggaran pembangunan untuk Kesehatan hingga kualitas kesehatan
masyarakat meningkat dan pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan PDRB Indonesia.
Berdasarkan Hasil penelitian bahwa pengeluaran pemerintah pada bidang infrastruktur memiliki
hubungan yang negatif, artinya bila pengeluaran pemerintah pada bidang infrastruktur naik maka
PDRB akan mengalami penurunan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah
pada bidang infrastruktur membutuhkan biaya yang besar untuk melaksanakan berbagai programnya
untuk melaksanakan berbagai programnya seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan
tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih sehingga belum mampu memberikan dampak
dalam pertumbuhan ekonomi dan justru akan menurunkan PDRB. Dikarenakan untuk pengeluaran
pemerintah pada bidang infrastruktur tidak dapat memberikan dampak positif dalam jangka pendek,
karena pembangunan infrastruktur memerlukan waktu cukup panjang untuk dapat digunakan oleh
masyarakat. Semakin banyak pengeluaran pemerintah untuk bidang publik semakin banyak barang
publik yang tersedia untuk masyarakat, seperti ketersedian infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara,
sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, saluran irigasi dan sebagainya
yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan tingkat
perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan
sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan
infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur
merupakan faktor kunci dalam mendukung pembangunan nasional sehingga pertumbuhan ekonomi
akan meningkat