Anda di halaman 1dari 4

Mika terbangun jam empat dini hari dan tersentak ketika mendapati dirinya berada di

atas tubuh Nathan. Ia buru-buru menyingkir hingga membuat Nathan mengaduh sakit
karena Mika tak sengaja menekan kejantanannya. Melihat Nathan yang hendak terbangun
dari tidurnya, Mika buru-biru merebahkan diri lagi dan pura-pura memejamkan
matanya.

"Ah… Sakit…," keluh Nathan seraya memegangi miliknya. Sementara ia melirik Mika
yang sedang berpura-pura kembali tidur. Nathan tahu karena ia menyadari kelopak
mata Mika berkedut.

"Kamu nakal sekali, sih. Dari semalam tidurnya tidak bisa diam, aku jadi susah
tidur karena kamu berkali-kali naik ke atas tubuhku," rintih Nathan, lantas
memiringkan tubuhnya agar menghadap Mika.

Mika yang mendengar hal tersebut jadi was-was dan penasaran tentang apa yang
semalam terjadi dan ia lakukan terhadap Nathan. Mika mengingat mimpinya semalam dan
itu adalah mimpi yang paling hebat serta terasa sangat nyata. Bagaimana tidak? Ia
bermimpi mendapat hukuman dari Nathan, namun hukumannya adalah kenikmatan. Mereka
melakukannya di pinggir kolam renang dan Mika merasakan pelepasannya yang kelewat
nyata dan itu tidak hanya sekali.

Mika lalu membuka sedikit kelopak matanya untuk melihat Nathan. Lelakinya sedang
menatap Mika dengan tatapan seolah ia tersiksa.

'Sebentar, mengapa tatapan Nathan seperti lelaki yang tidak bisa melepaskan
hasratnya?' Mika membatin, lalu ia menyadari jika Nathan bertelanjang dada. Membuat
Mika menerka-nerka apakah Nathan juga tidak memakai celana?

Mika sontak menarik selimut guna menutupi kepalanya dan melihat apakah ia juga
telanjang? Tetapi tidak, Mika masih mengenakan apa yang semalam ia kenakan, namun
mengapa ekspresi Nathan seperti orang yang berkabut gairah dan frustrasi?

Mika lalu menyembulkan kepalanya dan menatap Nathan berlagak seolah tak ada yang
salah.

"Kenapa? Jadi mau pipis?" tanyanya dengan suara serak yang terdengar seksi.

Mika menjauhkan kedua alisnya, 'apa maksudnya itu?' ia membatin lagi.

"Pipis?" Mika juga bersuara serak karena baru terbangun.

"Semalam kamu bilang ingin pipis," ujar Nathan, ia lalu membentangkan sebelah
tangannya dan menaruh kepala Mika di atas lengannya, Nathan mendekatkan kepalanya
ke arah Mika dan tersenyum, "Semalam berapa ronde?".

Pertanyaan itu jelas-jelas membuat Mika tersentak bukan main dan membuatnya
mengira-ngira hal memalukan apa yang terjadi semalam. Sebab Mika tak mengingat
mimpinya yang lain selain bermimpi sedang saling mencumbu dengan Nathan berkali-
kali.

"Apa, sih?" Mika berusaha menutupi kegugupannya, namun raut mukanya yang memerah
tidak bisa menyelamatkannya.

"Iya, aku bertanya, kamu semalam mendapat pelesan berapa kali, Sayang?"

Oh sial, suara serak basah khas bangun tidur itu membuat Mika teringat dengan
mimpinya yang sangat gila.

"Apanya sih, Nat. Aku semalam tidur." Mika lalu mengubah posisi tidurnya jadi
membelakangi Nathan.

Sementara Nathan malah menarik Mika dan mendekap perutnya dari belakang. Sekarang
dada telanjangnya telah menempel dengan punggung hangat Mika.

"Aku tahu kamu semalam bermimpi apa," goda Nathan, ia sengaja berbicara di atas
telinga Mika. "Kamu orgasme di atas tubuhku, Mika. Membuatku sulit tidur karena
menahan untuk tidak menggempurmu."

Mika memejamkan mata dan sengaja menutup telinganya, ia tak kuasa dengan perasaan
hangat yang menggelitiki perutnya. "Aku tidak bermimpi apapun, Nat. Aku tidak
ingat," sanggahnya.

"Kamu sudah selesai menstruasinya?" Nathan bertanya, sementara telapak tangannya


mengusap perut Mika.

Mika terdiam cukup lama, ia tengah menggigit bibirnya menahan jengah karena usapan
Nathan yang tampaknya sengaja membuat Mika dilema.

"Sayang… Sudah belum?" Nathan bertanya lagi dengan suara yang kelewat lembut dan
menggoda, membuat Mika memejamkan mata dan mengepalkan tangan menahan hasratnya.

Sejak pagi sebenarnya hanya tinggal bercak-bercak dan tadi malam saat Mika
membersihka diri pun ia merasa cairan merahnya tidak lagi keluar. Namun Mika masih
ragu, takut kalau-kalau Nathan memintanya dan darah Mika kembali keluar.

"Aku tidak tahu, aku belum mengecek lagi," jawabnya lirih.

"Mau aku yang mengeceknya?" Jemari Nathan yang semula mengelus perut Mika kini
turun ke bawah dan menyentuh pusat tubuh Mika

"Ah, Nath!" Mika tersentak dan refeleks melengkungkan tubuhnya, ia menahan tangan
Nathan agar tak bergerak.

"Kenapa?" Nathan berbisik. "Aku tidak bisa tidur karena kamu, sekarang gantian kamu
yang harus menidurkanku, Mikayla," pinta Nathan.

Mika berusaha bergerak menggeser tubuhnya agar sedikit jauh dari Nathan, namun
Nathan lagi-lagi menahan perut Mika, menariknya jadi semakin menempel. Lalu Mika
rasakan embusan napas Nathan yang hangat di belakang tengkuknya.

"Sudah lama, Mika. Aku menginginkannya lagi," akunya secara frustrasi. "Kalau kamu
tidak mau, aku akan melakukannya sendiri seperti apa yang kamu lakukan kepadaku
tadi."

Mika menelan salivanua berat, sekarang ia semakin merasakan sebuah tonjolan yang
keras dan menegang di belakang bolongnya, juga telapak tangan Nathan yang
menggerayangi tubuh Mika lalu berhenti di salah satu gundukan kenyalnya. Nathan
menyentuhnya, meremat dan mengelus-elus puncak gundukan tersebut yang rupanya telah
mengeras, lalu ia merasakan jemari telapak tangan Mika yang memegangi lengan Nathan
dengan erat seolah mengatakan bahwa ia sudah tidak tahan.

"Nghh Nath… H-hentikan…" lenguh Mika tatkala Nathan sengaja menggesekkan miliknya
ke permukaan bokong Mika.

"Hentikan?" Nathan mengulangi, Namum bukannya patuh, ia justru mengeluarkan salah


satu gundukan tersebut dan memilinnya dengan keras, tidak hanya itu, Nathan juga
menciumi tengkuk Mika beserta telinga Mjka. Mika memejamkan mata, menggigit
bibirnya serta meremat lengan Nathan menahan suara-suaranya agar tak keluar atau ia
akan semakin membuat Nathan semangat.

Tetapi Mika benar-benar tak bisa menahan setiap sentuhan dan lumatan yang Nathan
berikan. Ia justru kini merapatkan pahanya dan melengkuk karena menahan agar tak
bergetar.

"Keluarkan!" ujarnya dengan suara rendah dan tegas, ia juga sengaja menyentuh pusat
milik Mika dan mengelusnya serta menekannya dari luar.

Lalu tak lama, Nathan merasakan tubuh Mika bergetar lagi seperti saat Mika berada
di atas tubuhnya. Tidak sampai di sana, dalam keadaan tubuh Mika yang masih
bergetar pun, Nathan membalikkan tubuh istrinya dan mencium bibir Mika.

Mika yang sudah kepalang kelepasan pada akhirnya menarik napas dalam-dalam sebelum
bibirnya beradu dengan sang suami. Ia melingkarkan tangannya di leher Nathan
tatkala telapak tanga Nathan menekan pinggang Mika dan mengelus-elus punggungnya.
Mika juga melilitkan kakinya di antara kaki Nathan. Sementara kini Nathan sedikit
mengangkat kepalanya untuk mencari posisi yang nyaman hingga ia berada di atas
Mika.

Kecapan suara saliva yang saling bertaut terdengar jelas di ruangan yang terasa
lebih hangat dan mendebarkan. Mika memukul dada Nathan sebab ia sudah cukup lama
tak menghirup oksigen berkat Nathan yang tak memberikan Mika celah untuk bernapas.

"Hah…" dada si wanita kembang kempis, ia menatap Nathan dengan nanar karena kesal
tak diberi waktu untuk beristirahat.

Melihat Mika yang sudah acak-acakan itu membuat Nathan menarik setiap sudut
labiumnya membentuk senyuman, tetapi lebih tepatnya senyuman miring seolah tengah
memaerkan kemenangan karena ia tak bisa dihentikan.

"Sudah?" Nathan bertanya lembut, ia mengusap pelipis Mika yang sedikit berkeringat
dan napasnya yang jadi terengah.

"Yang lain saja," pinta Mika.

"Mau yang mana?" tanya Nathan, ia sengaja menggoda. Hingga akhirnya tertawa karena
Mika telah mencebikkan bibirnya. Nathan lantas melepas kancing piyama berlengan
pendek milik Mika dan melahap salah satu gundukannya. Tidak hanya di sana, Mika
juga diberi kenikmatan di tempat lain.

Jemari Nathan yang semulanya cuma mengusap-usap, kini melesak masuk, mendapatkan
reaksi tubuh Mika yang tersentak seraya meremat rambut Nathan.

"Nggh, Nathan…"

"Basah sekali," godanya lalu mulai menggerakkan jemarinya di pusat tubuh Mika.

Nathan tahu Mika juga sama-sama merindukan kegiatan ranjang mereka, bagaimana pun
Mika lah yang sebenarnya lebih berhasrat. Jadi Nathan sengaja memberikan Mika rasa
nikmat berkali-kali sebelum memulai pertempuran yang sebenarnya.

Mika tak lagi menahan suara-suaranya, kedua belah bibirnya terbuka dan mendebarkan
nama Nathan, memohon dan meminta agar Nathan tak menghentikannya. Selanjutnya yang
terjadi adalah mereka menyambut mentari bersama dengan suara-suara desain serta
hentakan yang tiada henti.

Pukun enam lebih empat puluh menit, mereka telah selesai melakukan tugas biologis
sementara Nathan benar-benar terlelap seraya terus memeluk tubuh Mika.
Muka menatap fitur wajah tampan suaminya. Dengan rahang tegas, mata rusa, hidung
yang dipahat menawan dan sedikit lesung yang menyempurnakan keindahan wajahnya,
Mika mengelus-elus pipi Nathan. Ia membatin dalam hati, bagaimana bisa ia menyakiti
lelaki baik sepertinya?

Sesal-sesalnya seolah bertumpuk menjadi satu ketika melihat wajah Nathan yang tak
pernah lelah dan menyerah menghadapi sifat labil Mika. Ia lalu mencium pipi Nathan
dan membangunkannya.

"Sayang? Sudah hampir jam tujuh, kamu tidak siap-siap ke kantor?" Mika berkata
lembut seraya terus mengelus pipi Nathan, sementara ia merasakan pinggangnya malah
ditarik lebih rapat.

"Sebentar lagi, biarkan aku tidur sepuluh menit lagi," ujarnya dengan suara parau.
Matanya masih terpejam rapat seolah ada lem perekat di sana.

"Kalau begitu lepaskan aku, aku ingin membersihkan diri lebih dulu."

Nathan menggeleng. "Nanti saja, bersama."

Mika mengernyit. Oh, jelas itu adalah ide yang buruk. Nathan akan semakin terlambat
karena terus-terusan menggoda Mika.

"Aku tidak ingin ada ronde ke-empat," ujar Mika. "Pinggangku sudah pegal, aku tidak
mau tidak bisa berjalan lagi karena nanti akan ada Mama."

"Memangnya kenapa?" Nathan bertanya tanpa membuka matanya.

"Ya… Nanti Mama jadi berpikir yang tidak-tidak."

Garis di kening Nathan terlihat. Ia membuka sedikit matanya dan menatap Mika secara
tidak paham. "Ya kalau kamu berbuatnya dengan orang lain, Mama pantas berpikir yang
tidak-tidak."

Mika tersenyum melihat Nathan yang kemudian memejamkan mata lagi, ia tahu betapa
beratnya rasa kantuk yang menyerang Nathan.

"Ayo bangun, nanti kalau Mama mendadak sudah datang dan kita masih dalam ke adaan
seperti ini, memangnya kamu tidak malu?"

Nathan cuma bergumam tak jelas sebab benar-benar tidak kuat jika harus bangun
sekarang. Ia ingin sekali menghubungi Hendrik untuk menunda rapat pagi, tetapi
merasa tidak enak karena akhir-akhir ini sejak ia menikah, Nathan jadi sering telat
ke kantor.

Tak lama setelah itu bel rumah mereka berbunyi, membuat Mika tersenyum karena
dugaannya benar.

"Lihat apa aku bilang? Mama sudah datang dan sekarang kamu masih telanjang."

Nathan sontak membuka matanya dan mengernyit heran, "Mama? Datang sepagi ini?" ia
masih belum sepenuhnya sadar. "Kenapa aku merasa itu bukan Mama, ya?"

Anda mungkin juga menyukai