Anda di halaman 1dari 5

Nathan memang sengaja pulang lebih cepat.

Sejak di perjalanan ia hanya memikirkan


Mika dan cemas kalau-kalau Mika terpuruk lagi. Namun apa yang ia lihat di dalam
rumahnya bukan sesuatu yang seperti ia pikirkan.

Mika tengah menanggapi celotehan Ratih mengenai sesuatu yang tidak dapat Nathan
dengar dengan jelas karena sekarang Mika sedang tertawa terpingkal-pingkal selagi
menatap ponsel yang Ratih tunjukkan kepada Mika.

"Kamu jangan bilang-bilang Nathan, ya. Dari sekian banyak hewan, dia justru lebih
takut dengan serangga sejenis tawon."

Mika terkekeh lagi. "Jadi ini sebabnya kenapa mukanya selalu pucat saat melihat
tawon?" Lalu Nathan mengamati gerakan tangan Mika yang sedang memperbesar sebuah
gambar. "Dulu punya Nathan kecil sekali ya, Ma? Menggemaskan, deh," ujar Mika, lalu
Ratih mendadak terbahak saat mendengar Mika berkata kalau milik Nathan
menggemaskan.

Nathan yang sudah kepalang curiga pun segera mendekat dan berdiri di belakang
mereka dengan langkah pelan. Ia melongok dan memperhatikan sebuah aib foto masa
lalunya yang mana ia sedang menangis dan memegangi kemaluannya yang membengkak
karena digigit tawon sialan.

"Mama sebenarnya mau membawakanmu album foto masa kecil Nathan dan Dion, tetapi
nanti ketahuan Nathan, soalnya dia tidak suka dengan foto ini. Dia pernah mengambil
foto ini dan membakarnya, dia tidak tahu saja Mama dan Papa punya banyak
salinannya. "Kamu mau satu?" tawar Ratih.

Mika mengangguk semangat seraya tertawa. "Mau dong, yang seperti ini aku harus
punya."

"Kalau begitu kita harus barter, ini harganya jutaan, jadi Mama mau produk parfummu
yang akan launching itu, Mama mau punya semua variannya. Karena Mama dengar kamu
cuma akan memproduksinya satu kali." tawar Ratih, membuat Mika terkekeh dan
menanggapinya dan jenaka.

"Iya, aku sebenarnya hanya coba-coba saja, meski aku terobsesi dengan wewangian,
tetap saja aku harus fokus dengan butik. Tetapi kalau untuk semua varian, Mama juga
harus memberikan semua foto-foto aib Nathan yang tidak aku punya," tawar Mika lagi.

Ratih tampak menimang sejenak sebelum akhirnya ia menyetujui. "Ada untungnya ya


punya foto-foto aib Nathan," katanya, lantas tertawa lagi.

"Ini Dion?" Mika menunjuk salah satu foto Dion kecil yang sedang menangis karena
dipaksa Ratih untuk mencoba mengenakan wig.

"Iya, dulu sewaktu kecil muka Dion itu seperti perempuan, manis, karena Mama ingin
sekali punya anak perempuan, jadi Mama mencoba mengenakan Dion rambut wanita yang
sempat Mama minta dari teman Mama," katanya. "Nanti kalau Dion menikah juga Mama
akan menjual foto-foto ini ke menantu Mama," adunya, membuat Nathan yang sudah
berkacak pinggang di belakangnya menggeleng-geleng tak menyangka dengan kelakuan
mamanya.

"Ya sudah, cepat kirimkan foto ini kepadaku, Ma. Mumpung Nathan belum pulang, nanti
mau aku cetak dan pajang di kamar."

Ide gila Mika itu sontak mengundang bahak tawa dari Ratih. "Kamu sama gilanya
dengan Mama," kata Ratih.

Nathan sejak tadi membatin, 'Ya Tuhan, apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?'
Tepat ketika Ratih hendak mengirimkan fotonya kepada Mika, tangan Nathan terjulur
untuk merebut ponsel mamanya dan segera menghapus foto aibnya itu.

"Jadi begini yang wanita lakukan di belakang prianya?" Nathan mengembalikan


ponselnya kepada sang empu, lalu menatap Mika yang kini sepenuhnya terkejut dan
mendadak panik.

"Kenapa sudah pulang?"

Pertanyaan Mika cuma dibalas dengan tatapan menyipit seolah sedang memperhitungkan
sebuah hukuman apa yang pantas untuk istri nakalnya. Kedua lengan Nathan bertumpu
di bahu sofa, kepalanya semakin menunduk dan memojokkan Mika melalui tatapannya.

"Coba jelaskan, mengapa kamu ingin sekali mengoleksi foto-foto aib masa kecilku,
hm?"

Mika melirik ke arah mama mertuanyaz sementara Ratih mendadak memalingkan wajahnya
dan bangkit. "Mama ke kamar dulu, ya. Mama lupa belum menghubungi Papa," kilahnya.
Lalu ia bangkit dan menatap Mika dari jauh, ia berucap tanpa mengeluarkan suara,
namun memperjelas maksudnya melalui gerakan seakan mengatakan, "Tenang saja, nanti
Mama kirimkan fotonya, Mama masih punya banyak sekali foto aib Nathan."

Mika mengangguk dan mengampuni mama mertuanya yang baru saja melemparkan Mika ke
dalam kandang singa kelaparan. Lalu Nathan meraih wajah Mika agar menatapnya lagi
setelah mamanya benar-benar melenggang pergi dan memasuki kamar.

"Apa saja yang sudah kamu lihat? Aku yakin Mama punya banyak foto yang bahkan aku
saja tidak tahu," ujarnya dengan suara rendah, dari cara bicaranya Mika jelas
sedang diinterogasi mengenai foto aibnya yang tidak Nathan ketahui.

"Cuma foto punyamu yang menggemaskan lalu berubah besar karena tersengat tawon, itu
saja," jawab Mika dengan tergugup.

"Bohong. Kalau Mama berniat membawa album foto, pasti banyak sekali yang dia
tunjukkan padamu," Nathan mengangkat dagu Mika tinggi agar tak mampu mengaburkan
pandangannya pada hal lain.

"Nat, jangan begini… Kepalaku sakit karena terlalu mendongak," rintih Mika,
berharap agar Nathan segera melepaskannya.

Tetapi Nathan justru berpindah meraih tengkuk Mika dan menatapnya dalam. Kedua mata
Mika mengerling lucu, lalu Nathan tersenyum dan sedikit tertawa lirih karena tidak
kuat melihat kegemasan Mika yang panik karena ketahuan hendak mengoleksi foto
aibnya.

"Kenapa malah tertawa?" Mika menegaskan pandangannya, merasa dipermainkan.

Nathan mencium bibir Mika sekilas sebelum akhirnya ia mengitari sofa dan duduk di
samping Mika. Ia melepas jasnya dan meletakkannya di paha Mika, lalu mengendurkan
dasinya yang terasa mencekik leher.

"Aku pulang cepat karena cemas kalau Mama membuatmu tertekan," ujarnya lirih, lalu
menatap daun pintu kamar yang ditempati mamanya untuk sementara waktu. "Tetapi
rupanya kamu malah bersenang-senang."

"Bohong, bilang saja kalau kamu merindukanmu."

Nathan menaikkan sebelah alisnya, mengamati sikap Mika yang jadi lebih-lebih
menggemaskan. "Omong-omong, kenapa aku tidak mendapat pelukan karena pulang lebih
cepat, ya?" Nathan melirik arlojinya yang menunjukkan pukul tiga sore.

"Memangnya harus sekali dipeluk, ya?" Mika ikut menaikkan sebelah alisnya.

"Memangnya kamu tidak suka aku pulang lebih cepat?" Nathan menyandarkan lengan
kanannya du bahu sofa, ia lebih mendekat kepada Mika. "Atau kamu sukanya kalau
membayangkan orang lain yang pulang lebih cepat—"

"Apa, sih!" Mika mendadak bersungut, ia tahu maksud ucapan Nathan. "Bicaramu tidak
jelas, pulang-pulang sudah membuatku kesal."

"Kenapa malah kesal? Kan aku bertanya, kamu lebih suka aku yang pulang lebih cepat
atau—"

"Diam, aku tidak mau berbicara denganmu!" Mika menggerutu, lalu ia memeluk jas
Nathan dan bangkit dari sofa. Belum sempat melangkahkan kaki, Nathan justru menarik
lengan Mika, refleks Mika jatuh ke atas pangkuan Nathan.

Nathan meraih lengan Mika agar berada di bahunya. Sementara jemari Nathan merangkum
punggung Mika dan merengkuhnya. "Peluk dulu sebentar, baru kamu boleh pergi ke
kamar," ujarnya, Nathan lalu membenamkan kepalanya di antara ceruk leher istrinya.

"Aku lelah, Sayang," urai Nathan dengan suara parau.

Mika sontak menatap wajah Nathan yang memang terlihat lebih kuyu. Mata lelakinya
terkulai, sementara dekapannya semakin erat. Mika sedang menerka, barangkali ini
alasan mengapa Nathan pulang lebih cepat.

Mika mengusap pipi Nathan dan bertanya lembut, "Kenapa?"

Nathan tak lantas menjawab, ia malah mengusakkan kepalanya dan mencari posisi
paling nyaman di ceruk leher Mika. Napas lelaki tersebut menguar hangat, memejamkan
matanya dan merasa tenang setelah mendekap tubuh Mika. Meski matanya terpejam,
pikiran Nathan tak berhenti berkerja.

Dia memang sudah bertekat akan menjaga Mika, akan berusaha mengambil seluruh hati
Mika dan membuat Mika melupakan Reza. Namun bagaimana jika keadaan tak berubah?
Bagaimana jika ia sendiri yang lelah dan tak lagi sanggup membawa pujaan hatinya?
Bagaimana jika pada akhirnya Mika kembali lagi kepada Reza? Melihat keduanya sama-
sama memiliki cinta yang sama besarnya. Apa lagi jika mengingat ia akan segera
bertetangga dengan Reza.

'Apakah aku harus pindah rumah saja?' batinnya.

Nathan selalu memikirkan apakah keputusannya menikahi Mika adalah benar? Terkadang
ia juga berpikir seharusnya ia tetap mencintai Mika dalam diam, tak segera menikahi
Mika dan membiarkan Reza meminangnya. Tetapi melihat derita dan segala perasaannya
yang telah ia korbankan, Nathan menjadi serakah, ia jadi semakin tak bisa melihat
Mika bersama orang lain. Nathan menginginkan Mika, sejak ia kecil, Nathan selalu
menatap Mika dengan sama, penuh kasih sayang dan perasaan yang tulus.

Nathan menyadari perubahan sikapnya akhir-akhir ini, ia yang jadi tak serasional
dulu hanya karena berusaha agar Mika tetap bersamanya. Nathan selalu bimbang dan
takut bila ia salah bertindak dan Mika benar-benar pergi darinya. Perlahan, Nathan
merengkuh Mika lebih erat seolah menggambarkan betapa ia tak ingin melepaskan Mika
apapun keadaanya.

"Nat?" Mika memanggil lirih, mengusap-usap bahu Nathan.


"Hm," Nathan menyahut sama lirihnya, ia tak berniat membuka mata dan tak
mempedulikan apakah Mika nyaman atau tidak, Nathan hanya ingin mendekap Mika
seperti ini.

"Kamu bilang cuma sebentar, ini sudah lewat dari lima belas menit, lho." Mika
mengingatkan, dan lagi-lagi Nathan tidak peduli.

"Lima menit lagi," pinta Nathan, sekarang ia menyandarkan tubuhnya di sofa tanpa
melepaskan rengkuhannya, membuat Mika kesusahan karena kini tubuhnya tak bisa
bergerak banyak.

"Kamu harus bangun, mandi, lalu makan, tadi aku dan Mama sudah memasak untuk kamu.
Kali ini tidak pedas, kok," ujar Mika lembut, ia masih bersabar menghadapi Nathan
yang mendadak jadi manja. "Kenapa, sih? Tadi pagi kamu juga seperti ini. Kamu jadi
sering tidur."

Tetapi sepertinya Nathan malah jadi lebih terlelap. Mika menarik napas panjang dan
mengembuskannya. Jemarinya lalu bergerak menyusupi rambut Nathan dan mengusap-
usapnya. "Sayang… Ayo bangun dulu, kamu tidak boleh tidur sekarang. Toh nanti malam
kamu masih bisa memelukku lagi sampai puas," bujuk Mika.

Nathan lalu mendongakkan kepalanya tanpa membuka mata, ia sedikit mengendurkan


dekapannya, kepalanya terkulai di bahu sofa seraya menghembuskan napasnya yang
berat seolah baru saja selesai dengan pertengkaran panjangnya dalam kepala.

Mika meloloskan diri dari dekapan Nathan. Lalu Mika bangkit dari atas pangkuan
lelakinya dan berusaha menarik tangan Nathan agar segera bangkit. Usahanya sia-sia
sebab Nathan terlalu berat untuknya, Mika yang sudah kesal lantas kembali duduk di
atas pangkuan Nathan dengan sedikit sentakan hingga membuat Nathan terkejut dan
sedikit berdesis.

Mika sedang memikirkan cara lain untuk membangunkan Nathan. Kedua telapak tangannya
menangkup wajah Nathan dan Mika mulai mengecup bibirnya dengan durasi yang cukup
lama, lalu kini bibirnya melumat bibir bawah Nathan berkali-kali, membasahi bibir
Nathan dengan saliva miliknya, ketika dirasa Nathan sudah meremat pinggang Mika dan
mulai menanggapi lumatannya, Mika melesakkan lidahnya masuk ke dalam rongga mulut
Nathan dan lidah mereka saling berbelit.

Nathan menyeringai selagi mencari posisi yang bagus untuk mengimbangi permainan
Mika. ia sungguh tertarik dengan cara Mika membangunkannya. Sebab bukan hanya
dirinya saja, tetapi Mika juga berhasil membangunkan 'adiknya'.

Mika memegangi bahu Nathan, ia hendak menyudahi ciuman panas mereka, namun sialnya
Nathan malah menekan pinggang Mika dan menarik tengkuknya guna memperdalam ciuman
mereka. Mika juga membusungkan dadanya semakin intim tatkala telapak tanga hangat
Nathan masuk ke dalam kaosnya dan mengusap punggung telanjang Mika.

"Nggh…"

Mika mendengar desahan lirih Nathan saat ia menggerakkan pinggulnya agar semakin
menekan miliknya dengan milik Nathan yang semakin mengeras. Berniat membangunkan
Nathan dengan cara paling gila, tetapi ia justru terbawa permainannya sendiri dan
nyaris mendapatkan pelepasannya sewaktu tangan Nathan juga mulai meremat gundukan
kenyalnya.

Mika benar-benar hilang kendali saat mereka tak bisa mengendalikan suara masing-
masing serta kecapan bibir yang masih beradu dengan khidmat. Nathan yang semakin
agresif dan Mika yang nyaris mendapat pelepasannya.
"Nathh…" Mika mendesah ketika ia nyaris mencapai puncaknya hanya dengan melakukan
petting. Lalu tak lama setelah ia menggerakkan pinggulnya dan menekannya, tubuh
Mika bergetar dan melemas, ia memeluk leher Nathan dengan erat. Selanjutnya, ia
mendengar suara Nathan yang mengerang rendah saat berusaha mencapai titik
ternikmatnya.

Napas Mika masih kembang kempis, ia masih memeluk erat leher Nathan. Mereka
melupakan fakta bahwa sekarang bukan hanya ada mereka saja di rumah.

"Sial." Tepat ketika Nathan berkata lirih, wajah Mika bersemu merah sebab menyadari
bahwa kini mama mertuanya pasti sedang memergoki mereka.

"Wow, kalian benar-benar melupakan keberadaan Mama, ya. Setidaknya lakukanlah di


kamar," katanya, lalu Mika mendengar suara langkah kaki mama mertuanya yang kini
kian menjauh.

Mika merengut menahan malu, tentu saja Mika tidak mau disalahkan, semua ini gara-
gara Nathan yang tak lekas bangun.

Anda mungkin juga menyukai