Anda di halaman 1dari 3

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Arion Nathan Rajendra bin Aryo

Mahendra dengan anak saya yang bernama Mikayla Lulu Isvara dengan mas kawin berupa
mahar seperangkat alat sholat, cincin berlian sebesar 0.935 seberat 1,675 gram dan
uang tunai sebesar dua ratus juta rupiah dibayar tunai."

Saat papanya mengucapkan ijab, napas gadis berusia 27 tahun terhenti sejenak,
jemarinya meremas kecil ujung jas sutra yang Nathan kenakan, ia menunduk dengan
perasaan gugup dan jantung yang terus berdebar kencang, mendadak ngeri membayangkan
jika Nathan salah menyebut namanya dan diganti dengan nama mantan kekasihnya. Mata
Mikayla terpejam, mengigit bibir bawahnya ketika suara Nathan mulai mengisi
ruangan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Mikayla Lulu Isvara binti Hirawan Pradipta dengan
mas kawin tersebut, dibayar tunai.”

"Sah?"

"SAH!" Keluarga dan sahabat mereka melantangkan kata tersebut dengan raut penuh
kebahagiaan. Napas Mika baru berjalan normal melihat senyum ranum Nathan yang
merekah setelah mencium kening Mika yang resmi menjadi istrinya.

Rasanya seperti mimpi. Padahal tiga bulan sebelum pernikahan, mereka masih menjadi
sahabat. Mika kira Nathan bergurau saat keluarga mereka sedang makan malam dan
Nathan berkata akan mempelai Mika dalam waktu dekat. Mika juga bergurau saat
mengatakan ingin mahar cincin berlian dan uang tunai ratusan juta rupiah tersebut.
Mika tahu bagaimana Nathan dan yakin jika lelaki itu hanya bergurau, meski mahar
yang Mika minta bukan sesuatu yang berat bagi Nathan, namun selama bersahabat
Nathan tak pernah memanjakan Mika dengan materi seperti sahabat yang lain, bahkan
ketika Mika sedang berulang tahun. Nathan juga tak pernah menunjukkan keseriusan
perihal perasaannya lalu mendadak melamar Mika secara tidak langsung? Jelas itu
cuma lelucon.

Tetapi dua bulan kemudian, Erika—mamanya Mika menanyakan siapa saja yang hendak
diberi undangan spesial karena keluarga Nathan sudah mempersiapkan segalanya dari
menyewa gedung pernikahan sampai MUA.

Dulu sekali Nathan pernah mengaku menyukai Mika, tetapi Mika sudah memiliki
kekasih. Beranjak dewasa, Mika tak lagi mempercayai seorang lelaki karena trauma
pada cinta pertamanya. Mika mengagumi kepribadian Nathan yang tak pernah
menyakitinya. Mika pernah berkata pada diri sendiri jika Nathan adalah tipe suami
idamannya. Tetapi Nathan tak pernah merespons perasaannya, karena itu pula Mika
memutuskan untuk tidak menikah dan Nathan pula yang memarahi Mika habis-habisan
agar Mika mau menikah. Padahal bagi Mika, pernikahan hanyalah sebuah dongeng yang
hanya bisa ia nikmati saat menjelang tidur.

Sampai saat ini pun rasanya Mika masih bermimpi, barangkali Nathan hanyalah bunga
tidur yang mungkin saja akan hilang ketika Mika membuka mata. Jika ini adalah
mimpi, rasanya terlalu menyakitkan untuk dilewatkan. Tetapi perasaan bahagia yang
terperangkap di dalam dada terasa nyata. Hentakan jantungnya yang mengeras seolah
menyadarkannya jika ini bukan mimpi.

Flash kamera menarik Mika dari lamunan. Tubuhnya agak tersentak, Nathan yang
menyadari jika Mika hanyut dalam pikirannya itu segera mengusap punggung tangan
Mika. “Makanya jangan melamun. Kenapa? Masih tidak menyangka karena aku yang kamu
mimpikan ini jadi kenyataan, ya?” goda Nathan.

"Kamu, ih!" Mika pura-pura merajuk menyembunyikan raut jengahnya.

Lalu mereka dibawa ke atas panggung untuk sesi pemotretan. Kedua orang tua Mika
sempat menangis karena tak menyangka jika Mika kini telah diperistri oleh Nathan
setelah membuat orang tuanya cemas karena keputusannya yang tak ingin menikah.
Erika bahkan menyiumi pipi Nathan dan tak hentinya berterima kasih.

"Ma, Nathan jangan diciumin terus, itu punyaku!" seloroh Mika mengundang gelak tawa
keluarganya.

Sementara Nathan malah menggoda, "Tidak apa-apa, Ma. Toh, nanti malam aku yang
dikuasai Mikayla." Nathan mendekatkan wajah dan berbisik, “Nanti malam kamu yang
mendominasi."

Mika yang kepalang malu refleks mencubit pinggang Nathan. “Kamu ih!”

"Ah! sakit, Mika!" rintih Nathan. Namun rasa sakit itu digantikan oleh perasaan
gemas tak sabar ingin menggigit pipi Mika lantaran semburat merah yang merangkak
naik.

Sesi pemotretan berlanjut. Semuanya berjalan lancar. Kerabat dan sahabat bergantian
untuk berdiri di samping mempelai, menunjukkan rasa bahagianya melalui pujian
tentang betapa cantiknya Mika dan ribuan doa yang terlontar dengan tulus.

Rata-rata sahabat Mika datang dengan pasangan dan anaknya. Nathan sangat menyukai
anak kecil dan hal itu membuatnya menjadi lebih bahagia karena diizinkan untuk
menggendong bayi berusia sepuluh bulan itu.

"Foto-fotonya masih lama, ya? Aku sudah tidak sabar ingin menyulikmu untuk dibawa
ke kamar." tutur Nathan di sela-sela flash kamera yang menyala, membuat Mika
tertawa dan momen tersebut tertangkap oleh kamera.

Selagi para tamu sibuk dengan prasmanan dan sesi foto kali ini telah berakhir,
Nathan berniat membawa Mika untuk beristirahat sebentar karena wanitanya mendadak
mengeluh sakit kepala, tetapi rombongan sahabat Nathan baru saja tiba. Mereka
terpaksa harus berdiri lagi untuk menyambut tamu spesialnya.

Sementara manik Mika tertuju pada seorang pria yang berada di barisan paling
belakang. Mika mencoba meyakinkan penglihatannya karena sudah lima tahun tak pernah
berjumpa, tetapi ia tak mungkin keliru mengenali cinta pertamanya. Atau barangkali
Mika hanya berhalusinasi karena kepalanya yang kelewat sakit.

Namun ketika kini lelaki itu berdiri di hadapan Nathan dan melirik Mika dengan
pandangan terluka, Mika berusaha mengendalikan diri dan bersikap biasa saja.
Bagaimana pun dia hanyalah masa lalu yang menyakitkan yang tak berhak mengguncang
lagi hatinya.

“Lama tidak bertemu. Kabarmu bagaimana? Kau bilang akan datang bersama calon
istri?" tanya Nathan ketika mereka bersalaman.

“Kabarku baik. Iya, dia tidak bisa datang, Nat.” Reza melirik ke arah Mika.
"Selamat ya, Kayla."

Manik Mika membulat sempurna. Hanya Reza yang memanggil Mika dengan Kayla, itu
adalah panggilan kesayangan semasa mereka masih berpacaran dulu. Kenapa jadi
seperti ini? Seharusnya Reza sudah melupakan segalanya tentang Mika.

Mika hanya membalas dengan senyuman. Lalu mereka memposisikan diri untuk berfoto.
Reza yang mulanya hendak berdiri di pinggir mendadak ditarik oleh salah satu teman
Nathan agar berdiri di samping Mika. Tangan kiri Nathan mendadak memegangi pinggang
Mika secara posesif. Sementara Mika tersentak karena merasakan punggung tangannya
bersentuhan dengan Reza. Perasaan hangat sekaligus sakit yang masih tertinggal di
hatinya menyebar luas.

Tepat ketika flash kamera menyala untuk yang kedua kalinya, Mika yakin bisa rasai
jantungnya melorot jatuh saat merasakan telapak tangan Reza menggenggam jemari Mika
dan berkata lirih, “Seharusnya aku yang di sini."

Lutut Mika terasa lemas seketika, tangan kanannya mengeratkan genggamannya di


lengan Nathan. Kepalanya semakin berat, dada Mika terhimpit sesak dan menyakitkan,
ia menggigit bibir bawahnya karena tak kuasa melepaskan genggaman Reza di tangan
kirinya. Berharap semoga tak ada satu pun yang melihat momen tragis itu.

“Sakit sekali, Nat,” bisik Mika setelah Reza melepas genggamannya karena harus
meninggalkan stage.

Nathan membawa Mika kembali duduk setelah melihat kedua manik Mika berbinar dan
agak memerah. “Bagaimana? Kenapa? Apanya yang sakit? Kepala kamu?” ia bertanya
dengan cemas.

"Semuanya," lirih Mika seraya memukul dadanya dengan pelan.

Nathan segera menarik tubuh Mika, menggendongnya ala bridal style dan mengatakan
pada salah satu orang yang bertanggung jawab pada kelancaran acara agar segera
menyiapkan kamar untuk Mika.

Anda mungkin juga menyukai