Anda di halaman 1dari 414

DISCLAIMER

LUKA adalah alternate universe atau karya fiksi yang di

dalamnya terdapat unsur kekerasan, major character death, gore dan

thriller. Selain itu LUKA mengusung tema fantasi, boys love, horror

dan male pregnancy.

Oleh karena itu, bagi pembaca yang merasa kurang nyaman

dengan tema yang penulis angkat, diharapkan dapat menyikapinya

dengan bijak.
CUAP-CUAP
Gossshhhhh akhirnya setelah malam-malam panjang ditemani

secangkir kafein dan mata merah lima watt aku dapat menyelesaikan

cerita fiksi berjudul LUKA ini, yaaaa seperti yang kalian tahu tak

mudah untuk penulis amatiran sepertiku untuk membagi waktu antara

bekerja di siang hari dan terjaga sampai pukul dua pagi hampir satu

bulan lamanya.

Kalau ada yang tanya perbedaan versi twitter dan PDF itu apa?

Well…secara garis besar memang sama namun tetap saja ada yang

berbeda, entah itu dari plot cerita yang lebih detil dan lebih rinci atau

tambahan scene yang membuatnya lebih bawang (?).

I put my blood, sweat and tears into this, jadi tolong hargai kerja

kerasku dengan tidak menyalin dan memperjualbelikan tulisan yang

aku buat sangat tulus dari hatiku untuk kalian.

Untuk temanku, Liaaa yang bersedia direcoki via DM hingga

larut malam, terima kasihku sebesar alam semesta dan seisinya karena

kamu berhasil meyakinkanku untuk memakai plot ini.


Jadi untuk kalian teman-temanku yang bersedia menyimpan

PDF ini di ponsel kalian, ini adalah LUKA dengan versi yang sebenar-

benarnya.

Mungkin ceritaku tak semanis kue yang ada di dalam toples

waktu Lebaran atau Natal, juga tak seindah cerita pengantar tidur

yang pemeran utamanya selalu berakhir bersama. Tapi untuk kali ini

saja, biarkan aku membawa kalian ke dunia di mana Dokter Tawan

dan New berada.

Terakhir, semoga kalian menikmati membaca LUKA sebanyak

aku menikmati ketika menulisnya.

With love

JeJe
(bbrightmewin)
CREDIT

Written By : JeJe (@bbrightmewin)

Edited By : JeJe (@bbrightmewin)

Owned By: JeJe (@bbrightmewin)

Design Cover By : @jc_graphicc

Copyright © November, 2021.


LUKA

“No matter how far the distance, we still share the same moon every

night”

LUKA | 1
New berdiri mengintip di balik dinding lobi, ia melihat seorang

perempuan yang tengah hamil besar sedang didorong menggunakan

kursi roda oleh seorang lelaki, ia mengenalnya sebanyak rasa benci

dan dendam yang mendarah daging di hatinya, rasa perih dan sakit

yang tak akan ia lupa sampai jiwanya terpisah dengan raga.

Ia menatap tajam penuh kebencian, tangannya mengepal erat-

erat, urat di lehernya sampai terlihat menandakan New sedang

menahan amarah, tak sadar ia menitihkan air mata. Air mata yang

bersaksi kejamnya dunia yang sedang ia tapaki, air mata yang

menemani dirinya di saat tak seorang pun mengulurkan tangan dan

percaya padanya.

Wajah penuh amarah itu perlahan berubah menjadi ekspresi

senyum mengerikan yang melengkung di mulutnya lebar-lebar, New

membasahi bibir dengan lidahnya seraya melihat perut perempuan

yang besar membola, lalu ia menelan liurnya dengan tawa kecil

sebelum meninggalkan lobi.



LUKA | 2
Laki-laki bernama Kayavine atau yang lebih dikenal Kevin itu

berhenti mendorong kursi roda istrinya ketika mendapati New berdiri

di antara deretan Perawat yang ada di depan pintu kamar rawat inap,

mata mereka saling bertemu namun New tak bergeming sedikitpun.

Reaksi tak percaya sangat tersirat di wajah Kevin, dalam pikirnya

mengapa New ada di sini? Bagaimana bisa Perawat laki-laki itu

kembali bekerja setelah hilang kabar bak ditelan bumi?

“Selamat datang Bu Citra, semoga persalinannya lancar”

Ujar Metawin ramah menundukkan kepala sebagai rasa hormat

diikuti oleh beberapa Perawat lain termasuk New yang tersenyum saat

membungkukkan badan, senyum yang ia sembunyikan dari siapapun

saat kakinya kembali menapaki lantai Rumah Sakit yang menjadi

saksi bisu akan sejarah kelamnya.

“Mohon bantuan kalian ya, saya sangat excited karena ini anak

pertama saya” jawab Citra dengan senyum mengembang dan

mengelus perutnya yang besar membola

Kevin mencoba mengenyahkan New dari pikirannya dan

mendorong kursi roda istrinya ke dalam kamar dan membiarkan

LUKA | 3
beberapa Perawat melakukan persiapan persalinan, kedua matanya

mengawasi gerak-gerik New, meski tak ada yang mencurigakan

selayaknya Perawat yang mempersiapkan selang infus dan mengatur

tekanannya.

Suami Citra itu gelisah dan tak tenang, ada perasaan aneh yang

mengganjal di hati dan pikiran, banyak pertanyaan yang tak dapat ia

temukan jawabannya, pertanyaan yang bertentangan dengan akal

sehat dan logika. Bahwa bertemu kembali dengan New adalah mimpi

buruk yang menjadi nyata, dirinya sendiri tak ingin percaya dengan

apa yang ia saksikan namun kedua bola matanya tak bisa berdusta

kalau saat ini New memang ada di sini, di ruangan ini, sedang

merawat istrinya.

Kevin melihat ponsel, beberapa pesan dikirimkan oleh rekannya

yang bekerja di sini sebagai Dokter, sekaligus Dokter yang akan

membantu istinya melewati persalinan anak pertamanya, Dokter itu

adalah Tawan. Orang yang dulunya pernah menjalin tali asmara

dengan dengan New, namun hubungan mereka kandas begitu saja saat

LUKA | 4
Tawan memutuskan untuk menikah dengan Mild yang kini tengah

hamil muda.

Tidakkah New merasa sakit hati? Tidakkah Perawat muda itu

merasa benci? Bahkan Kevin tak bisa percaya kalau New bisa

kembali bekerja lagi dengan tampang datar tanpa ekspresi, seolah tak

ada yang terjadi. Lebih dari segalanya, ada hal yang ganjil di sini

karena ia menyembunyikan sebuah rahasia besar, rahasia yang ia

sembunyikan dari dunia, rahasia yang ia kira sudah usai di tangannya.

Tidak istrinya, tidak rekannya, dan tak seorangpun berhak tahu

atas apa yang ia lakukan. Kevin kalut, ini tak masuk akal, ini tak

nyata, ia harus membicarakan ini dengan Tawan, atau mungkin

kepada kedua orang tua sang Dokter setelah persalinan istrinya selesai

dilakukan.

“Sayang, mas tinggal sebentar ya. Mas mau ke bagian

administrasi sekalian bicara sama Tawan”

New yang baru saja akan menutup korden jendela langsung

terdiam ketika mendengar perkataan Kevin, ia mendongak melihat

LUKA | 5
bulan yang sedang purnama, cahayanya memandikan setengah sudut

bumi hingga dengan lancang masuk menembus kaca jendela.

“Jangan lama-lama ya mas, dedek bayinya udah nendang-

nendang pengen ketemu papanya nih” Citra mengelus perutnya,

tendangan demi tendangan si buah hati makin intens ia rasakan.

“Iya sayang, mas gak lama…” Kevin mengecup kening dan

meraba perut istrinya, bisa ia rasakan buah hatinya yang mendesak

LUKA | 6
untuk keluar tak lama lagi. “Metawin, setelah persiapannya selesai

jangan langsung pergi. Saya bisa minta tolong jagain istri saya dulu?”

“Tentu bisa Tuan” jawab Metawin ramah sambil menyelimuti

tubuh Citra agar tetap hangat.

“Mas tinggal dulu ya sayang, kalau butuh apa-apa minta sama

Metawin saja ya” ucapnya menekankan nama Metawin pada istrinya,

ia tak mau Citra berurusan dengan New, ia pamit tepat setelah

mengecup kening istrinya.

New tak jadi menutup korden, ia membiarkan cahaya bulan

menembus jendela. Samar-samar bisa ia lihat refleksi dirinya di kaca,

Perawat itu mengambil napas panjang dan tersenyum sebelum

berbalik badan menuju pasien yang terbaring di atas ranjang.

“Malam ini sudah mengalami kontraksi berapa kali Bu Citra?”

Tanyanya penuh perhatian dengan meraba perut Citra yang

membola, bisa ia rasakan si jabang bayi yang bereaksi dengan

menendang-nendang menjelang persalinan, sensasi ruh yang

dihembuskan terasa sangat sakral di jemarinya meski ia memakai

sarung tangan medis.


LUKA | 7
“Sudah tiga kali ini” perempuan itu menjawab debgan senyum,

nampak kalau ia tak sabar dengan kelahiran anak pertamanya.

“Berarti kontraksinya bagus dan normal, kalau meningkat

sampai lima kali akan saya panggilkan Dokter karena bayinya akan

lahir malam ini juga” papar New duduk di kursi yang ada di sebelah

ranjang.

“Gue tinggal bentar ya, mau prepare ruang operasi, lo jagain

dulu” Metawin berucap tanpa suara, namun gerak bibir rekannya itu

bisa New mengerti dan membalasnya dengan anggukan.

Sunyi dan menyisa sepi, hanya ada dua orang di sini, tiga

dengan si jabang bayi.

“Sejujurnya saya takut karena ini pertama kali saya melahirkan,

walau secara caesar namun tetap saja rasanya deg-degan ….hufffttt”

Citra menghela napasnya, ia gugup sampai telapak tangan dan

kakinya terasa dingin.

“Tak perlu takut dan gugup Bu Citra, melahirkan secara caesar

tak mengurangi derajat anda sebagai seorang Ibu”

LUKA | 8
New menenangkan pasiennya, namun tangan kanannya meraba

sesuatu yang ada di saku celana, sebuah alat suntik dengan cairan

yang sudah ia takar sesui rencana. Dengan terus mengobrol untuk

mengalihkan perhatian Citra, ia menyuntikkan cairan itu melalui

selang infus, sesegera mungkin, secepat mungkin tangannya bergerak

untuk menampik kecurigaan Citra.

Angin berhembus kencang di luar, membuat pohon-pohon

bergoyang menghalangi cahaya rembulan. Terlihat burung hantu

hinggap di sana, dengan kedua mata bulat menyala, mereka menatap

New lekat-lekat.

LUKA | 9
“Yang membuat menjatuhkan martabat anda adalah saat anda

melakukan fitnah dan hal keji demi mendapatkan uang” celetuknya

sembari berjalan menuju jendela, membelakangi Citra dan menatap

bergantian antara cahaya purnama dan beberapa burung hantu yang

bertengger melihatnya, pantulan sosok Citra juga bisa New lihat dari

kaca.

“Apa maksud kamu? Jangan menuduh saya dengan sesuatu yang

tidak pernah saya lakukan” Citra tersinggung, kemana arah

pembicaraan Perawat lekaki yang bernama New ini?

New menggeleng dan tersenyum bengis, matanya melihat Citra

dari pantulan kaca, ingin saja ia menjawab kalau bukan Citra yang

melakukan hal keji itu, namun Kevin, sosok ayah dari jabang bayi

yang ada di dalam kandungan perempuan yang tengah tak berdaya

menjelang persalinannya.

“Lebih baik Bu Citra mencoba tidur, saya tidak akan pergi

kemana-mana” kedua tangannya membuka jendela, membiarkan

angin bertiup masuk ke kamar, wangi melati bisa Citra rasakan,

padahal ia yakin itu bukan berasal dari pewangi ruangan.

LUKA | 10
“Saya bisa bersenandung untuk anda” New berbalik dan

tersenyum kepada Citra, kuku di jemarinya mengetuk-ngetuk dinding

menciptakan bunyi aneh seperti sedang mencakarnya.

“Matahari terbenam, hari mulai malam…”

Hanya suara Perawat laki-laki itu saja yang menggema di

seluruh sudut ruangan, ributnya angin seolah direnggut entah kemana,

hanya menyisa sepi nan sunyi, bahkan suara jam dinding yang

berderak bisa Citra dengar.

“Terdengar burung hantu, suaranya merdu…”

Kepalanya sakit, suara lantunan lagu dari bibir New seperti

dipantulkan dari dinding ke dinding ruangan ini dan berakhir meledak

di kepalanya, suara itu menggema, bersenandung di dalam kepalanya

tanpa henti.

“Aaaaakkkhhh sakiiittttt”

Citra meringis kesakitan memegangi kepalanya yang serasa

diinjak-injak, matanya kehilangan fokus, ia mencoba melirik ke arah

New yang berdiri membelakangi jendela, sepasang bola mata merah

LUKA | 11
ada di antara pepohonan, belum lagi saat ia melihat kedua mata New

yang menyisakan bagian putihnya saja, juga tubuh Perawat laki-laki

itu memucat seperti direndam di dalam air selama berjam-jam, ia

ketakutan setengah mati.

“Tolonggg berhentiii..ahhhh sakittt”

Raung kesakitan Citra terdengar seperti lagu pengantar tidur di

telinga New, istri Kevin itu tak tahu apa yang sedang terjadi,

tubuhnya terasa dingin, perutnya tiba-tiba terasa seperti ditusuk ribuan

jarum.

“Ku ku…ku ku…ku ku kuku kuku…” burung hantu itu seolah

ikut bernyanyi, melanjutkan bait yang dinyanyikan lelaki yang

membelakanginya.

“AAAAAA HENTIKAN AHHHH SAKIIITTTT” Citra

menjerit histeris di tengah kesakitan yang melandanya.

New menirukan suara burung hantu yang bertengger di

belakangnya, seolah hewan itu sedang menyaksikan bagaimana Citra

mencoba bertahan dari sakit yang menyergapnya tanpa henti.

LUKA | 12
“TOLONG PANGGILKAN SUAMI SAYA AAAHHH

SAKITTT” Citra merintih kesakitan, kedua tangannya memegang

kepala dan perutnya secara bergantian, si jabang bayi menendang

lebih keras dan lebih sering hingga perutnya seperti dirobek dengan

paksa.

“Ku ku…ku ku…ku ku kuku kuku”

Bait terakhir berhasil New selesaikan dengan mengabaikan

permintaan tolong dari pasiennya, mulutnya berair mengeluarkan liur,

ia menggigit bibirnya sendiri saat melihat dengan tajam ke perut Citra

yang terus bergerak-gerak, seperti burung hantu yang melihat mangsa.

“MAS KEVIIIIINN” Citra menjerit ketakutan karena

mendengar New tertawa terbahak-bahak, kedua matanya membelalak

saat melihat Perawat itu melempar sesuatu padanya, sebuah janin

yang berlumuran darah dan menangis kencang bersahutan dengan

tawa mengerikan yang tiada henti menghantuinya.

“AAAAHHHH MAS KEVIN TOLONGGGG”

“MAS KEVINNN AAAAKKKHHH”

LUKA | 13
“MAS TOLONGIN CITRAAAA” jerit Citra histeris berkali-

kali, rasa sakit yang menghancurkannya bekerjasama dengan rasa

takut hingga membuatnya gemetar setengah mati.

“Dek bangun dek, dek Citra bangun sayang” suara itu, suara

Kevin, suaminya.

Citra langsung terduduk di ranjangnya, dadanya mengembang

dan mengempis, matanya melotot menyapu ruangan, tubuhnya

gemetar hebat dan berkeringat dingin.

Tidak ada New di sini, kemana Perawat yang menemaninya itu

pergi, jendelanya juga tertutup rapat-rapat, tak ada noda darah di

perutnya, sebenarnya ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

“Kamu mimpi apa sayang? Cerita sama mas” Kevin memeluk

istrinya erat-erat, sepeninggal New dari ruangan ini mengapa istrinya

tiba-tiba berteriak dalam tidurnya? Juga mengapa bukan Metawin

yang menjaga Citra? Mengapa malah New, orang yang amat sangat ia

hindari saat ini.

LUKA | 14
Citra terlalu bingung, sedetik yang lalu kejadian itu seperti nyata

dan benar adanya, namun logikanya membantah dan menolaknya

mentah-mentah dengan fakta bahwa semua itu hanyalah mimpi buruk.

“Enggak…gapapa mas” lirih Citra kebingungan, ia mencoba

menenangkan degub jantungnya yang berdetak tak beraturan.

Di luar pintu, New yang berdiri mengintip sembari menghapus

liurnya dengan tissue lalu berjalan menjauh dengan sebuah senyum,

ketika melewati tempat sampah, ia melempar sesuatu ke dalamnya,

sepasang sarung tangan medis dan sebuah suntikan yang ia

sembunyikan.



Suasana gaduh, Kevin memojokkan New ke dinding dan

mencekiknya.

“GUE TAHU KALAU INI PERBUATAN LO!!! IBLISSS!!!”

Kevin meledak, amarahnya memuncak tak terkendali, orang

pertama yang ia curigai adalah New, orang yang menemani istrinya

sebelum jalannya operasi persalinan.

LUKA | 15
“APA YANG LO LAKUIN KE CITRA BANGSATTT!!!”

“Aaaaarrrgghhh” New meringis memegangi tangan Kevin yang

mencekik lehernya.

Beberapa orang yang menyaksikan tak berani mendekat, Kevin

sudah diluar kendali hingga beberapa Perawat lainnya terkejut dengan

kejadian yang mereka semua saksikan.

“GUE AKAN PASTIKAN LO MATI DI DEPAN MATA

GUE SEKARANG JUGA!!!”

Saat tangan Kevin mengayun untuk memberi sebuah bogem

mentahnya…

“Hentikan!!!” Tawan menahannya, menggenggam tangan

Kevin erat-erat hingga suami Citra itu melepaskan cekikannya.

“Kendalikan diri lo Vin, lo gak bisa menuduh orang yang

bahkan gak bersalah dalam hal ini”

Iya, bayi yang ada di dalam kandungan Citra meninggal.

Terlahir dengan tanpa tangis dan kondisi badan yang membiru,

LUKA | 16
seakan bayi itu sudah meninggal beberapa jam sebelum operasi

dilakukan.

Segala upaya medis sudah diusahakan namun nyatanya tak bisa

mengembalikan nafas si jabang bayi, ruhnya sudah pergi, tidak di

sana lagi.

“Uhuk-uhukkk” New terbatuk dan terjatuh di lantai.

“Gue tau kalau bangsat ini yang bunuh anak gue Tay, anak

pertama gue” Kevin menangis frustrasi, beberapa jam yang lalu ia

masih bisa merasakan kehadiran si buah hati melalui tendangan-

tendangan kecil di perut sang istri dan sekarang Tay berkata kalau

bayinya sudah meninggal? Bagaimana bisa? Tidak, ini tidak masuk

akal.

“New ada di dalam ruang operasi, bantuin istri lo melahirkan,

gimana bisa lo nuduh dia Vin?”

Kevin terbungkam seribu bahasa, ia tak memiliki bukti, namun

ia ingat kalau istrinya menjeritkan namanya tepat saat ia datang dan

mendapati New duduk menjaga Citra.

LUKA | 17
“Tenangin diri lo dulu oke? Gue tahu ini berat buat lo, gue tau

kalau ini gak mudah lo terima dengan lapang dada”

Tawan memeluk rekannya, menepuk-nepuk punggungnya

beberapa kali, Kevin menangis di sana merasakan kehilangan buah

hatinya yang belum sempat terlahir ke dunia.

“Metawin, Kit dan yang lain boleh bersiap pulang dan berganti

shift”

Dokter itu mendapati New yang sudah berlalu pergi menuju

ruang loker, namun Tawan menyadari kalau di lantai ada sebuah

cincin yang tertinggal, cincin ini milik New. Cincin yang pernah ia

berikan semasa mereka berdua masih menjalin hubungan, cincin yang

bersaksi betapa bahagianya seorang New ketika ia menyatakan cinta

dan berjanji menghadapi dunia bersama-sama.

Kevin terduduk lesu meremasi rambutnya, si buah hati yang

sudah ia nantikan kelahirannya kini telah pergi tanpa alasan dan sebab

yang pasti.



LUKA | 18
“Mas yuk pulang” Mild memeluk sang suami, melepas rindu

dengan calon ayah dari bayi yang ada di perutnya.

“Halo jagoannya Papa, kangen gak sama Papa?” Tawan

menunduk dan mengajak bayi yang ada di dalam perut Mild

berbicara.

“Kangen dong mas, kata debay nanti di rumah mau dielus

perutnya sampe bobo” jawab Mild manja melihat sang suami

mengelus perutnya.

Dari kejauhan ada New yang melihat betapa harmonisnya

keluarga kecil sang mantan, harusnya dia yang ada di sana

menggantikan posisi Mild. Ia tersenyum kecut dan berlalu pergi

keluar Rumah Sakit melewati lobi, meski itu berarti harus

membutakan mata dan menulikan telinga ketika melewati Tawan dan

Mild di sana.

“Eh New, bisa bicara sebentar?” panggil Tawan yang menyadari

New baru saja akan melewatinya. Terlihat raut wajah Mild yang

kurang suka, tentu saja bagaimana Mild bisa suka kalau faktanya New

adalah mantan kekasih suaminya.

LUKA | 19
“Ya Dok?” New tak mau mengakrabkan diri dengan memanggil

nama Tawan, Dokter adalah sebutan paling tepat, rasanya ia seperti

membangun tembok yang maha tinggi agar tak bisa Tawan gapai,

juga sebagai pengingat kalau alasan kedua orang tua Tawan tak setuju

dengan hubungan mereka adalah karena profesinya yang hanya

sebagai seorang Perawat.

“Ini…” sang Dokter merogoh sesuatu di sakunya, namun ia tak

mendapati apapun di sana.

“Ada apa ya? saya buru-buru” tegas New sekali lagi.

Tawan kebingungan, kemana perginya cincin yang ia temukan?

Saat ia sedang sibuk merogoh semua saku yang ia punya, kedua saku

celana dan kemejanya. Matanya menangkap kilau di jemari New,

cincin itu sudah melingkar rapi di sana, namun bagaimana bisa? Ia

ingat sekali kalau menemukan cincin itu di lantai dan menyimpannya

di dalam saku.

“Kalau tidak ada apa-apa, saya pamit pergi dulu. Selamat malam

Dok”

LUKA | 20
New berlalu pergi, berjalan seorang diri menembus malam yang

sepi nan sunyi, meninggalkan Tawan dengan sejuta pertanyaan.

“Cih, sok penting banget tuh orang” Cemooh Mild pada New

yang terus berjalan menembus kabut.

“Dokkkk, apa Dokter lihat New?” Metawin, Gun dan Kit berlari

bersamaan tunggang langgang menuju lobi.

“Oh New, ada kok itu…”

LUKA | 21
Lagi-lagi Tawan terdiam, New sudah hilang entah kemana,

padahal seharusnya punggung Perawat itu masih terlihat dengan jarak

pandang sedekat ini.

“Mana Dok?”

“Itu tadi di sana” Dokter itu menunjuk pelataran rumah sakit

yang kosong, tak seorangpun ada di sana selarut ini.

“Udah yuk mas pulang” Mild menarik lengan suaminya menuju

mobil.

“Maaf ya saya duluan, selamat malam”

“Ahh iya Dok, selamat malam” jawab Kit canggung.

Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Tawan memikirkan,

bagaimana cincin itu bisa berpindah tangan padahal jelas-jelas ada di

dalam sakunya, juga bagaimana New bisa menghilang secepat itu

padahal harusnya masih ada di sekitar jarak jangkauannya.

Note:
Untuk sosmed AU, cara bacanya dari kiri ke kanan ya,
ada juga dari atas kebawah, kondisional aja .

LUKA | 22
LUKA | 23
LUKA | 24
LUKA | 25
LUKA | 26
Seorang Perawat berjalan seorang diri menembus gerimis,

langkah kaki membawanya menuju pelataran Rumah Sakit, cukup

sepi dan sunyi dikarenakan langit sedang bermuram durja dan

merajam bumi dengan air matanya, Perawat itu adalah New.

Beberapa mobil Polisi sudah berjajar di sana, sepertinya Kevin

memang tak tinggal diam dengan kematian bayinya, nyatanya

sekarang beberapa Polisi datang untuk melakukan olah kejadian

perkara, New juga melihat beberapa Polisi yang sedang berbincang-

bincang di lobi, Aparat Negara itu pasti sedang menunggu

kedatangannya.

LUKA | 27
Namun yang menarik perhatiannya ketika melewati pelataran

Rumah Sakit adalah sebuah mobil yang familiar di ingatannya, ia

berhenti melangkah dan berdiri di samping mobil itu untuk

memperhatikan detilnya sembari berjalan memutari mobil, hal yang

Perawat itu sadari adalah keempat ban mobil itu masih tergolong

baru, platnya juga terlihat mengkilap dengan akrilik baru yang

merefkeksikan cahaya lampu, matanya menyipit dan kedua sudut

bibirnya tersenyum karena mungkin saja dugannya benar.

“I’ve cleaned enough houses to know how to cover up a scene,

you can fool everyone but you can’t fool me” gumamnya dengan

tatapan mata yang nanar, mata penuh amarah dan keputusasaan yang

tak bisa ia ceritakan.

Langkah kaki seseorang yang mendekat membuat New harus

menyembunyikan dirinya di belakang mobil, ia melirik untuk melihat

bayangan seorang lelaki membawa payung, New mengenalnya hanya

dari siluet hitam yang terus membesar.

“Gue yakin lo pelakunya New! Gue akan buat lo menyesal dan

menderita untuk kedua kalinya, lo akan kekal di neraka”

LUKA | 28
Umpat lelaki yang New kenali suaranya sebagai Kevin sedang

membuka pintu mobil dan mengambil beberapa berkas, kemungkinan

besar itu adalah berkas milik sang istri untuk melengkapi laporan dan

melancarkan penyelidikan.

Sepeninggal Kevin, Perawat itu berdiri dan mendongakkan

kepala melihat bulan yang disembunyikan awan.

“I’ll show you no mercy and i wasn’t letting up until the day you

die” New tersenyum menikmati gerimis yang membasahi wajahnya

sebanyak air mata yang ia habiskan dalam kesia-siaan sepanjang

kehidupan. Perawat itu berjalan meninggalkan pelataran dan langsung


LUKA | 29
menuju lobi, di sana ia langsung dihentikan oleh dua orang Polisi,

lagi-lagi sesuai dugannya.

“Saudara New? Benar?” Tanya salah satu di antara mereka.

New memberikan sebuah senyuman dan mengangguk,

menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan, tak memperlihatkan

wajah tegang ketakutan, ini adalah kesempatan terakhir yang ia

punya, tak akan dirinya sia-siakan dengan berakhir di balik perigi tua.

“Bisa ikut kami sebentar? Kami butuh keterangan anda untuk

menangani kasus yang terjadi kemarin”

New masih berdiri dan bungkam, ia melirik kedua polisi itu

bergantian.

“Seluruh Perawat yang terlibat sudah kami mintai keterangan,

tinggal anda saja yang belum memberikan keterangan untuk proses

penyelidikan”

Dari kejauhan, terlihat Metawin berjalan menuju arahnya, ia

masih belum berniat mengucapkan sepatah katapun karena tentu saja

ia tak menyetujuinya.

LUKA | 30
“Malam pak, rekaman CCTV sudah didapatkan, bisa kita cek

sekarang” ucap Metawin ngos-ngosan, nampaknya rekan kerja New

itu berlarian untuk bisa menuju lantai dasar.

“Saya ikut” sahut New cepat, membuat kedua Polisi itu saling

melempar pandangan karena sedari tadi New memilih untuk bungkam

namun berbeda ketika Metawin datang.



Mereka semua berkumpul, empat Polisi, tiga Perawat, seorang

Dokter dan seorang pelapor sedang melihat dan menyaksikan

remakan CCTV di kamar Citra. Bola mata mereka melotot melihat

tiap gerak-gerik di tiap detiknya, berbeda dengan New yang tak

melihat video itu dan malah melihat ke arah Tawan dan Kevin secara

bergantian, seolah Perawat itu yakin kalau ia tak meninggalkan jejak

dan kecurigaan sedikitpun.

“Tidak terlihat mencurigakan”

Gumam seorang Polisi, dalam diam semua orang di dalam

ruangan juga setuju. Mereka hanya melihat Metawin yang

membentangkan selimut, Kit yang memasang infus dan New yang


LUKA | 31
hanya diam berdiri di dekat jendela selama bermenit-menit lamanya.

Bahkan di video itu New tak menyentuh Citra sama sekali, sangat

berbanding terbalik dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Metawin dan Kit juga kebingungan namun keduanya hanya bisa

diam.

“Kalian hanya buang-buang waktu dengan mencurigaiku”

Suara New memecah suasana, ia berbalik dan keluar

meninggalkan ruangan dengan suara langkah tanpa keraguan, ia juga

masih sempat melirik ke belakang melihat ekspresi Kevin yang

mengeraskan rahang menahan amarah yang amat sangat kepadanya.

Saat New sedang berjalan melewati lorong, ia mendengar suara

seseorang yang berlari ke arahnya dengan langkah yang sangat cepat.

BRAKKKK

Sesuai dugaannya, Kevin langsung mengejar dan melampiaskan

ketidakterimaannya yang dipatahkan dengan satu-satunya bukti yang

lelaki itu punya. Istri Citra itu memojokkan New di dinding dan

meremas kerah seragam Perawat yang New kenakan.

LUKA | 32
“Sebuah ucapan selamat malam yang manis sekali….Kevin”

New tersenyum dan tertawa kecil, tangan kirinya menggenggam erat-

erat kedua tangan Kevin yang mencekiknya.

“Sepertinya kamu terlihat sangat senang melihatku lagi di sini

hahaha” New melengkungkan sebuah senyum yang sangat jauh dari

kesan ramah, padahal tak ada hal lucu di sini namun New tekekeh

kecil, kedua mata Kevin melotot melihat New yang bahkan tak

merasa sesak napas.

“Aku juga senang bisa bertemu kembali denganmu…tak perlu

memberiku sambutan meriah seperti ini”

New meremas kedua tangan Kevin erat-erat seperti mau

mematahkannya.

“Tidakkah kamu tahu kalau di sana…” New melirik ke sudut

lorong, ada CCTV di sana “Hati-hati dengan perbuatanmu, keadaan

bisa saja berbalik dalam hitungan detik”

Sebuah tawa kecil keluar dari mulut New “Aku bisa saja

memenjarakanmu dengan video CCTV yang ada di ujung lorong sana

LUKA | 33
hahaha…dan pastinya bukan mengada-ngada sepertimu” lanjutnya

berbisik membuat Kevin meledak.

“Bajingannnn”

Tangannya mengayun keras sekali namun New berhasil

menepisnya hingga jemari Kevin menghantam tembok dan darahnya

menetes mengotori seragam putih yang New kenakan di bagian

pundak.

New menepis tangan Kevin di lehernya dan menendang perut

suami Citra itu keras-keras hingga tersungkur di lantai, tatapannya

tajam, raut wajahnya kejam.

“Aku hampir lupa kalau seorang pengecut dan penjilat

sepertimu tak berani melakukannya di depan kamera kan?” ia melihat

sisa darah Kevin yang menodai pundaknya, menambah pekerjaan

saja, begitu pikir New.

“Lucu sekali dunia ini, seorang pelanggar hukum berat

sepertimu menuntut sebuah keadilan? Hahahaha”

LUKA | 34
Ia tertawa dan tersenyum bengis “You think i did it right?” New

berbalik berjalan beberapa langkah meninggalkan Kevin yang masih

terperangah di lantai.

“Then….” ia menoleh ke belakang melihat Kevin tanpa belas

kasihan, tanpa rasa iba yang tersisa “Prove it” tuntasnya melangkah

tanpa peduli meninggalkan Kevin yang dadanya memburu menahan

emosi dan kebencian yang meledak-ledak di kepala.

Di perpotongan lorong, New bertabrakan dengan seorang berjas

putih, lelaki itu langsung menangkap New agar tak jatuh terhuyung ke

belakang.

“M-maaf New…saya tadi buru-buru”

Iya, Dokter yang menabrak New adalah Tawan. Beruntung New

tak jatuh ke belakang, hanya saja tas yang dibawa New sudah berada

di lantai mencecerkan isinya.

Dari beberapa barang yang New bawa, ada sesuatu yang

mengalihkan mata Tawan dari memandangi wajah manis mantan

kekasihnya menuju sebuah jubah hitam yang tergeletak di lantai.

LUKA | 35
“Ehem…bisa tolong lepaskan? Ada pekerjaan yang harus saya

selesaikan dengan Dokter Beni”

“Eehhh iya maaf” Tawan buru-buru melepaskan New dan

membiarkan orang yang ia tabrak secara tak sengaja itu memunguti

barang-barangnya yang tercecer di lantai.

“Permisi” Pamitnya tanpa menoleh lagi ke belakang, seolah

Tawan adalah masa lalunya yang tak perlu lagi ia tengok, ia sudah

meninggalkan hatinya yang hancur menjadi debu di lantai Rumah

Sakit sejak Tawan menyerah untuk bertahan bersamanya.



“Rasanya kasus kemarin memang agak aneh nggak sih?” tanya

Kit tentang kematian bayi Citra ketika sedang berjaga dengan New

dan Metawin, keadaan Rumah Sakit sudah sepi seiring derit waktu

yang mengubahnya menjadi gelapnya malam.

Mungkin bagi sebagian orang suasana seperti ini memang

mencekam dan mengerikan, di mana tak seorang pun terlihat berjalan

di lorong yang sepi dan temaram.

LUKA | 36
“Iya sih, jelas-jelas kita semua ngelakuin pekerjaan sesuai

prosedur, kita juga ada di ruang operasi bantuin Bu Citra melahirkan.

Kok bisa-bisanya Pak Kevin mencurigai kita ckck” Metawin

memaparkan ketidaksetujuannya dengan geleng-geleng kepala.

“Menurut lo gimana New?” Kit melemparkan sebuah

pertanyaan, sejak kembali bekerja di sini New terlihat lebih banyak

diam, berbeda dengan New yang mereka kenal, New yang biasanya

periang kini lebih banyak berdiam diri.

New yang sedang membaca requirement menoleh ke arah Kit

dan Metawin yang memperhatikannya dengan seksama.

“Menurut gue….” New menggantung ucapannya, semakin

membuat kedua rekannya penasaran “Menurut gue salah satu di

antara kalian harus ada yang beli camilan haha” ia tertawa canggung

sembari mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan ia

genggamkannya di tangan Metawin.

“Tsk! Lagi serius juga, malah di suruh beli camilan”

“Jasmine tea ya”

LUKA | 37
“He?” sekarang Metawin yang heran.

“Kenapa?” New menggigit bibir bawahnya.

“Selama ini lo paling gak suka teh melati deh, lo dulu selalu

pesan es susu coklat”

New terdiam, tak mau menjawab.

“Udahhh sana beli ah, udah dibayarin sama New juga kan hehe

makasih New” secara tak langsung Kit menyelamatkan New dari

kecurigaan yang Metawin utarakan.

“Iya-iyaaaa, tunggu bentar gue ke Kantin dulu” Metawin

berlalu.

Berjalan di lorong sepi seorang diri, temaramnya lampu

membuatnya merinding. Hanya ada gema suara langkahnya saja,

hawa dingin itu langsung menyambutnya, keraguan mulai hinggap di

pundaknya, rasanya ingin saja ia berbalik dan berlari menuju pos jaga

di mana Kit dan New berada.

LUKA | 38
“Hufffff gak akan ada apa-apa Metawin, lo kerja di sini udah

tahunan masa lo jalan di lorong aja takut sih”

Ia sedang memberikan sugesti positif di otaknya, membuat

keyakinannya semakin bulat melangkahkan kakinya menuju ujung

lorong.

LUKA | 39
Namun ketika ia sudah berada di tengah, keyakinan itu

memudar, tengkuknya terasa dingin seperti ada yang meniup, ada

angin yang berhembus di sekitar lehernya. Jantungnya berdegup

kencang, siapa yang ada di belakangnya? Ia tak mendengar suara

langkah siapa pun, lalu bagaimana ada seseorang yang berdiri di

belakang dan meniup-niup lehernya?

Kaki Metawin semakin lemas ketika ia melihat ke lantai dan tak

ada bayangan siapapun di sana, yang berarti tak ada manusia yang

sedang iseng meniup-niup tengkuk dan lehernya, ia ingin bergerak

namun tak bisa.

Di tempat lain Kit sedang terperanjat dalam duduknya, matanya

melotot melihat layar monitor CCTV, semua kantuk yang tadi

merayunya kini hilang ditelan bumi. Ia sangsi dengan apa yang ia

saksikan, kedua matanya melihat Metawin yang berdiri terdiam di

lorong sendirian, padahal sesaat setelah Metawin pamit untuk pergi ke

kantin, New menyusulnya.

LUKA | 40
Namun apa ini? indera penglihatannya hanya menangkap sosok

Metawin di lorong, dengan cepat ia berdiri dari duduknya dan

menoleh ke arah lorong.

“Booo”

“WAAAAAAAAA”

Metawin menjerit keras-keras saat ia berbalik mendapati sosok

New sudah berdiri di belakang dan mengagetkannya, ia sampai

terjatuh dilantai karena ulah New. Sejak kapan rekannya itu berada di

belakangnya, mengapa tak ada suara langkah kaki? Mengapa tak ada

bayangan sama sekali?

“Hahahaha kaget ya? maaf, biar gak sepi-sepi banget”

Dengan cepat Metawin kembali melihat ubin di lantai, sungguh tak

masuk akal, ia tak ingin percaya dengan apa yang ia lihat dan ia

saksikan namun fakta kalau bayangan New ada di sana

membantahnya telak.

“Kenapa wooooyyyyy?”

LUKA | 41
Sekarang Kit yang terkejut, ia melihat New dan Metawin ada di

lorong, padahal tadi hanya Metawin yang ia dapati ada di sana. Kit

mengucek matanya beberapa kali memastikan kantuknya benar-benar

pergi, lalu ia lihat lagi layar monitor CCTV, dua rekannya

terpampang jelas di sana, ini membingungkan.

“E-engga kenapa-kenapa, ini New ngagetin gue” jawab

Metawin nervous.

“Sorry” New mengulurkan tangan untuk diraih Metawin dan

membantunya berdiri “Gue sama Metawin ke kantin dulu ya Kit”

imbuhnya merangkul Metawin dan mengajaknya pergi ke kantin.

Kit hanya bisa mematung, mencoba mencerna apa yang

sebenarnya terjadi, apakah tadi ia hanya ilusi yang muncul ketika

kantuknya tiba? Sangat sulit dipercaya.



“Lo duluan deh, gue kayaknya ada urusan di lantai dasar

sebentar” New berhenti melangkah begitu matanya menangkap

sekelibat Kevin yang mendorong kursi roda istrinya menuju mobil.

LUKA | 42
“Urusan sama Dokter Beni ya?” Metawin menebak.

New hanya mengangguk, mengiyakan tebakan yang Metawin

lontarkan.

“Titip salam buat Dokter Bright dong, boleh ya?”

“Lo suka sama Dokter Bright?” New menyipitkan matanya.

“Ummmmm” Metawin hanya bergumam dan senyum-senyum

menanggapi pertayaan rekan kerjanya, kedua tangannya meremas-

remas biskuit dalam kantong plastik yang mereka berdua beli.

“Iya nanti gue salamin ke Dokter Bright, lo ke atas buruan

gih…kasihan Kit sendirian di sana” New melirik ke arah mobil Kevin

yang mulai bergerak meninggalkan pelataran Rumah Sakit.

“Oke, jangan lama-lama ya”

“Enggak lama, cuma mau bahas operasi persalinan pasien

beberapa hari kedepan” New menjelaskan agar tak muncul sebuah

kecurigaan.

LUKA | 43
Metawin memberikan jempolnya dan berlalu pergi, New yang

harusnya menuju ruang di mana para Dokter berada, kini ia berbalik

arah berjalan keluar Rumah Sakit seorang diri.



Kevin mengendarai mobil dengan laju yang pelan, ia tahu

istrinya masih kesakitan kerap kali ia melewati polisi tidur, duka

masih tersirat jelas di wajah keduanya. Kehilangan bayi yang sudah

mereka nanti-nanti kelahirannya, kehilangan yang membuat Citra

lebih banyak diam, kehilangan yang merenggut semua senyum dan

tawa pasangan suami istri itu.

Rintik gerimis masih menangisi kota, kaca mobilnya

mengembun mengaburkan pandangannya.

LUKA | 44
“Mas nanti sampai rumah aku mau cerita” lirih Citra memijit

kepalanya yang terasa sakit, ia tak tahu mengapa proses

pemulihannya bisa selambat ini, ia masih merasakan lemas luar biasa,

rasa sakitnya masih sama seperti pasca operasi.

“Cerita apa sayang? Jangan buang-buang tenaga kamu, lebih

baik langsung istirahat aja sampai rumah, masih ada besok buat

cerita”

Kevin menyebrangkan tangan kirinya dan membelai rambut

sang istri, ia berjanji akan membalaskan dendamnya kepada siapapun

orang yang ada di balik duka yang menyambangi Citra.

Sebuah anggukan Citra berikan, matanya nanar menahan tangis,

ia masih belum bisa menerima kehilangan terhebat yang ia alami,

kenyataan bahwa sang buah hati masih terasa begitu hidup di

perutnya dan terlahir tanpa nyawa sungguh tak masuk akal.

Apa ini ada hubungannya dengan mimpinya waktu itu? Dirinya

sendiri saja ragu apakah itu sebuah mimpi karena memang terasa

sangat nyata, mimpi yang berkaitan dengan seorang Perawat bernama

LUKA | 45
New, burung hantu dengan sepasang bola mata merah dan janin yang

dilemparkan masih menjadi tanda tanya besar untuknya.

BUKKKKKK

CIIIIITTTTTT

Ban mobil menjerit karena bergesekan dengan aspal.

“Astaga massss, kamu nabrak apa tadi? Kayak burung ya?”

Mobil yang mereka kendarai berhenti di pinggir jalan dengan

pepohonan besar nan lebat di sekitarnya.

“Burung sialan!”

Kevin menyadarinya, saat seekor burung dengan kepakan sayap

lebar itu terbang menghujam mobilnya, bukan dirinya yang

menabarak burung itu, yang terjadi malah sebaliknya. Apa karena

gerimis yang mulai berubah menjadi hujan ini membuat burung itu

tak bisa terbang dengan benar?

“Bentar sayang, mas buang bangkai burung itu dulu”

LUKA | 46
Ia turun dari mobil, air hujan yang deras langsung

membasahinya, secepat mungkin ia mencari-cari di mana burung

yang menabrak mobilnya.

Beberapa menit mencari di sekeliling mobil hingga di kolong-

kolong ban juga tak dapat ia temui hewan nokturnal itu.

GREBBB

LUKA | 47
Kevin terkejut dengan suara pintu mobil yang ditutup, ia melihat

seseorang sudah duduk di kursi kemudi.

“Udah mas?” Citra yang masih memejamkan matanya.

Tok! Tok! Tok!

“Citraaaa, sayang bangun sayang….itu siapa yang ada di dalam?

Cepat keluar dari mobil dekkkk!!!” Kevin menjerit dari luar seraya

mencoba membuka pintu mobil yang bedekatan dengan tempat duduk

Citra, namun semuanya terkunci dari dalam.

“Deekkkk!! Keluar dari mobil sayang!” kedua matanya melotot

hingga hampir terlepas ketika melihat perawakan seseorang yang

duduk di kursi kemudi mobilnya. Seluruhnya tertutup jubah hitam,

menggunakan masker wajah hitam dan kacamata hitam, tak bisa ia

kenali siapa orang itu.

Detik selanjutnya amarahnya serasa diledakkan ketika melihat

jubah yang agak tersingkap dan melihat noda darah di pakaian

Perawat yang putih bersih, ia tahu siapa orang itu.

CIIIITTTT

LUKA | 48
Ban mobil menggesek aspal hingga berdecit dan mengeluarkan

asap, Kevin berteriak histeris di pinggir jalan mencoba membuka

pintu mobilnya. Pegangannya terlepas begitu saja saat mobil miliknya

melaju kencang.

“CITRAAAAAA” Kevin berteriak kalut sembari berlari

mengejar mobil yang melaju sangat cepat.

“Mas jangan kencang-kencang, perutku masih sakit, jahitannya

belum kering” Citra membuka matanya, tak ia dapati sang suami yang

sedang mengandarai mobil, namun orang lain yang menyembunyikan

wajah dibalik masker hitam dan kacamata membuatnya ketakutan.

“Siapa kamu?…siapaaa?”

Citra berontak dengan menarik tubuh sosok itu kuat-kuat,

tangannya berhasil meraih masker hitam itu dan melihat wajah orang

yang bersembunyi dibaliknya.

Tubuhnya terpaku, lututnya lemas, tepat saat ia akan

mengucapkan namanya.

“Sampai jumpa dengan bayimu….Citra”

LUKA | 49
CIIIITTTTT

DUAAAARRRRRR

Mobil itu diarahkan ke SPBU dan menabrak tangki pengisian

bahan bakar keras-keras hingga meledak dan kobaran api

menyambar-nyambar langit yang sedang bermuram durja, guntur dan

petir seolah bersahutan dan bersaksi atas kematian Citra.

Kevin berteriak kalut, menangis di pinggir SPBU melihat

istrinya terbakar hidup-hidup di dalam mobil, bisa ia dengar teriakan

kesakitan sang istri tepat sebelum tangki bahan bakar meledak hingga

membuat mobilnya hancur lebur.

“AAAAAAAAAAAA” Kevin menangis frustrasi, semudah itu

ia kehilangan orang-orang yang ia sayangi.


LUKA | 50
“PANGGIL PEMADAM KEBAKARAN BANGSATTTTT!!!

TOLONGIN ISTRI GUEEEE!!” ia terduduk lemas di aspal melihat

dengan kedua mata kepalanya bagaimana sang istri meninggal dengan

cara yang amat sangat mengenaskan.

Di sebrang jalan ada seseorang yang berdiri sambil tersenyum

puas, siluet hitamnya tak bisa Kevin lihat.

LUKA | 51
“Whatever i do from now on is all your fault” lirihnya tertawa

kecil sembari berjalan menjauh dari SPBU yang perlahan menjadi

pusat keramaian mobil pemadam dan warga yang penasaran.

“Sekarang aku yang jadi penjahatnya”



LUKA | 52
LUKA | 53
LUKA | 54
LUKA | 55
LUKA | 56
LUKA | 57


LUKA | 58
Hitam, sarat dengan duka dan kesedihan.

Hitam, pertanda kehilangan.

Jerit tangis dan isakan bisa menjadi pelampiasan.

Namun New pernah melewati itu semua, dalam diam.

Kevin terduduk lesu melihat peti mati sang istri, hatinya hancur

berkeping-keping melihat jasat yang tak lagi utuh dilahap api, tak ada

hal yang bisa menggambarkan suasana hatinya.

LUKA | 59
Matanya sembab karena lelah menangis, ia kering kerontang,

sudah habis sejak mendampingi sang istri di dalam ambulance, sudah

mati rasa sejak menyadari Citra pergi untuk selama-lamanya.

Jika diibaratkan, ia adalah sebuah botol kosong di tengah gurun

pasir yang menunggu datangnya hujan, ia tahu kalau selamanya akan

menjadi musim kemarau baginya, dalam kesepian dan kesendirian.

“Vin…”

Seseorang menepuk pundaknya, mengembalikan jiwanya yang

sesaat tadi hilang entah kemana.

“Tay….”

“Yang sabar Vin”

Tanpa pikir dua kali, Dokter itu memeluk sahabatnya erat-erat,

membiarkan Kevin rapuh dalam rengkuhnya. Rasanya baru kemarin

sepasang suami istri itu kehilangan si buah hati, siapa sangka kalau

hari ini Citra pergi dan tak kembali.

LUKA | 60
“Citra gak sayang gue Tay, dia pergi duluan…” lirih Kevin

dengan tubuh gemetar, ini adalah fase terendah dalam hidupnya,

kejadian bertubi-tubi yang membuatnya terpukul.

“Sssshhh jangan bilang gitu Vin, justru Tuhan sayang banget

sama Citra”

“Tapi gue juga sayang Citra Tay…Tuhan gak adil sama gue”

Tawan hanya bisa menghela napas mendengarnya.

Kekecewaan terhebat adalah saat seseorang menggugat Tuhan,

padahal kematian adalah hal yang sudah digariskan.

Namun Kevin ragu, karena kematian istrinya tak terjadi begitu

saja, ada seseorang yang menyebabkannya, ada motif di balik

meninggalnya Citra. Ia yakin kalau ini bukanlah kasus kematian yang

wajar, namun ini adalah kasus pembunuhan.

Kevin berjanji di lubuk hatinya yang terdalam, atas nama sang

istri dan si buah hati bahwa ia akan mengejar dan menemukan siapa

pelakunya meski orang itu lari ke ujung dunia. Rasa sakit yang ia rasa

LUKA | 61
berubah menjadi dendam yang menuntut untuk dibalaskan, perih itu

bertransformasi menjadi benci.

Beberapa orang termasuk teman dan sanak saudara sudah hadir

di rumah duka untuk mendoakan dan mengantar kepergian Citra,

mereka duduk di kursi sembari melantunkan doa-doa yang disahuti

oleh isak tangis keluarga.

Namun ada seseorang yang berdiri di depan sebuah buffet yang

berisikan minuman anggur merah yang memabukkan, botol-botol

minuman fermentasi itu sengaja dipajang menjadi sebuah koleksi

yang mahal.

LUKA | 62
Jari-jemari orang itu menyentuh sebuah botol anggur bermerk

„Merlot‟ yang diproduksi tahun 1998, ia tersenyum dan

menggenggamnya, meneliti setiap detil botol dan mencocokan apa

yang tersisa diingatannya. Iya, orang itu adalah New.

“Tidakkah lo tahu kalau tingkah lo nggak sopan sama sekali,

udik!!!” Mild merampas botol merlot dari tangan New dan

mengembalikannya ke dalam buffet, tatapan tak suka itu jelas ada di

sana, di wajah Mild yang menatap New layaknya sebuah hama yang

harus segera disingkirkan.

LUKA | 63
Sebuah senyum melengkung di bibir New, tak menghiraukan

apa yang baru saja Mild katakan padanya “Senang bertemu denganmu

lagi Mild” New menyapa ramah.

“Sudah berapa bulan?” Tangan kanan New bergerak ingin

menyentuh perut Mild yang mulai membola.

“Jangan pegang-pegang, gue jijik sama lo” Mild menampiknya,

matanya menyipit menatap New lekat-lekat.

“Tak apa….hanya rasa-rasanya aku familiar dengan merlot ini”

tunjuknya pada sebuah botol wine.

“Bukankah ini milikmu Mild? Milik keluargamu lebih tepatnya,

bukankah begitu?” New menlanjutkan dengan memegang lagi botol

merlot yang menjadi pusat perhatiannya “Diproduksi tahun 1998,

rasa-rasanya aku mengingat sesuatu” New tersenyum miring sembari

menatap Mild dengan tatapan menyelidik.

“Itu bukan urusan lo”

“Dan sepertinya kamu tahu kalau seseorang sedang hamil tak

boleh minum merlot hingga beberapa botol” New mengusap perut

LUKA | 64
bagian bawahnya beberapa kali, teringat kejadian kelam di masa

lampau.

“Gue nggak minum” Mild menyela dengan nada ketus.

“Aku tak sedang membahasmu, kenapa kamu takut sekali?

Atau…ada hal yang kamu sembunyikan dari Dokter Tawan?” tukas

New cepat disaat jemarinya mengambalikan botol anggur itu di

tempatnya.

“Udah gila lo ya, ngelantur gitu omongan lo…gue rasa tempat

yang tepat untuk lo adalah rumah sakit jiwa” Mild berbalik badan,

berencana meninggalkan New.

“Sepertinya neraka juga menjadi tempat yang sengat tepat untuk

kamu” ada tawa kecil bersama ucap lirih dari cara New merespon.

PLAKKKKKK!!!

Sebuah tamparan sangat keras mendarat begitu saja di pipi New,

nampaknya Mild sudah kehabisan kesabaran hingga langsung

melayangkan sebuah tamparan sebagai jawaban.

LUKA | 65
Mereka berdua menjadi pusat perhatian, puluhan pasang mata

melihat ke arah Mild dan New dengan bisik-bisik heran sebenarnya

apa yang tengah terjadi di tengah suasana duka ini.

“Mild kenapa? Jangan kasar gitu ah mas gak suka” Tawan

datang menengahi, menatap Mild dan New bergantian, perasaannya

tak menentu melihat sang istri menampar seseorang yang pernah

berbagi kisah dan lembaran hari bersamanya.

“Jangan belain nih orang udik mas! Emang nih orang suka cari

muka, lo balik lagi kerja di Rumah Sakit karena mau ngrebut mas Tay

dari gue kan? masih punya muka lo setelah selingkuh dari mas Tay?

Ckck gak punya harga diri lo”

LUKA | 66
Mild mengacung-ngacungkan jari telunjuknya kepada New,

menuduhkan semua sumpah serapah dan kebenciannya terhadap

seorang lelaki yang berdiri di hadapannya. Bisikan demi bisikan itu

semakin jelas terdengar di rumah duka setelah Mild membuka luka

lama, luka yang terasa perih tiap kali New mengingatnya, luka yang

tak akan sembuh meski New mencoba melupakannya.

“Mild udah sayang…itu masa lalu” Tay melihat New terdiam

dengan muka tanpa ekspresi, kedua tangan Perawat itu mengepal

kuat-kuat, dadanya mengembang dan mengempis, amarahnya ingin

meledak.

“Ha…hahaha” New tertawa dan memberikan sebuah tepuk

tangan kepada Mild “Jangan sering menunjuk seperti itu Mild, ketika

kamu menunjuk satu jari untukku tanpa sadar jari-jari yang lain

menunjuk dirimu sendiri”

“Lo….aaaarrghhh” istri Tawan itu sudah kehabisan kata-kata

menghadapi New, matanya melotot penuh kebencian, tangannya ingin

bergerak dan melayangkan tamparan tanpa henti di wajah New yang

bengis menatapnya.

LUKA | 67
“LO LAGI LO LAGI!!!”

Kevin menyeret New keluar, tak ada yang bisa Tawan lakukan

selain diam, tak ada yang Mild lakukan selain tersenyum penuh

kemenangan.

“Kenapa lo ada di sini huh?” todong Kevin melempar New di

batas pintu hingga ke teras.

“Bukankah kita berteman baik Kevin? Aku dan Citra bahkan

sudah seperti saudara haha, jadi aku juga datang untuk mengantar

kepergiannya”

“Kehadiran lo nggak diharapkan di sini! dan lo bukan bagian

dari kelurga gue, jangan pernah nginjakin kaki lo di rumah gue

lagi…ingat itu baik-baik, murahan!!!” Kevin tersenyum puas dengan

caci makinya, kedua tangannya bersedekap di dada, memperlihatkan

kepada New siapa yang menjadi tuan rumah dan pemegang aturan di

sini.

New mengambil napas panjang dan menghembuskannya

perlahan, mengontrol emosinya yang sempat tersulut bara api dari

mulut-mulut kotor yang mencemoohnya.


LUKA | 68
“Kamu tahu kenyataannya Vin, tapi kamu diam kan? kamu tahu

tak sedetikpun aku berpikir untuk selingkuh dari mas Tay”

Tubuhnya agak gemetar ketika memanggil nama Tawan dengan

panggilan yang ia gunakan ketika masih menjalin hubungan, ulu

hatinya serasa ditusuk-tusuk dan terasa sangat menyakitkan, luka

hatinya belum sembuh kini ia membukanya kembali.

“Kamu tahu kalau semua yang dikatakan Mild itu tidak benar,

tapi lagi-lagi…” New menunduk, merasakan kekecewaannya melebur

menjadi debu di lantai “Kamu hanya diam” sebuah tatapan nanar

menghujam kevin dalam-dalam, membuat lelaki itu mulai goyah dan

disambangi keraguan.

“Dan kamu tahu kalau saat itu aku tengah hamil” New

tersenyum mengerikan, suasana di teras benar-benar sepi nan sunyi,

tak ada hembusan angin yang membuat dahan pohon bergoyang,

semuanya diam seolah sedang mendengar apa yang New katakan.

“K-kemana arah omong kosong lo ini”

LUKA | 69
“Semoga kita bisa menyelesaikan masalah ini tanpa melukai

satu sama lain” Perawat itu tak bergeming, tangannya mengepal kuat-

kuat “Jadi merlot itu milik siapa? Keluarga Mild kan?”

Kevin diam, tak mau menjawab sepatah kata pun setelah

bermenit-menit lamanya.

“Tapi sepertinya percuma saja aku bertanya dengan cara baik-

baik, apa yang membuatmu bungkam dan diam? Uang? Berapa

banyak mereka membayarmu untuk tutup mulut? Kevin, ingat ini

baik-baik…..kamu hanyalah seekor babi tua yang tunduk pada

perintah tuannya, berbeda denganku yang bebas, aku bebas

menentukan takdirku sendiri”

Suami Citra itu tak lagi bisa tinggal diam setelah harga dirinya

diinjak-injak di depan seorang Perawat yang dulu pernah ia

hancurkan. Ia bergerak cepat melayangkan sebuah bogem tepat di

wajah New namun tangan Perawat itu tak kalah lincah untuk

menangkap kepalan tangan Kevin yang mengarah ke wajahnya.

LUKA | 70
“Apa kamu pikir aku sama dengan New yang dulu hmm?”

senyum itu melengkung di dua sudut bibir New, lengkap dengan satu

alisnya yang mengernyit ke atas dan kepalanya yang bergerak miring.

“Does a scorpion sting when fighting back? They strike to kill and

you know i will”

BRAKKKKK!!!

Kevin terjatuh di lantai begitu New mendorongnya kuat-kuat,

Perawat itu berbalik dan bersiap menuruni tangga teras untuk pergi,

meninggalkan Kevin yang tersulut emosi di lantai rumahnya sendiri.

“Oh iya Kevin….” New berhenti setelah menuruni tiga anak

tangga dan menoleh ke belakang, melihat Kevin yang menatapnya

penuh dengan kebencian.

“Aku lupa membawa saos BBQ dan jangan sampai dagingnya

gosong”

Tubuh Kevin gemetar, amarah sudah memuncak dan

membuatnya gelap mata ketika mendengar New merendahkan istrinya

LUKA | 71
yang mati terbakar, penghinaan yang New lakukan tak lagi bisa ia

terima.

“Jangan lama-lama bersedih, masih ada Nivea dan Vaseline kok

sebagai pengganti Citra haha”

“KEPARAAATTT!!!”

Kevin berlari tunggang langgang menubruk tubuh New hingga

keduanya bergulingan di tangga, ia tak terima istrinya disamakan

dengan daging panggang dan merk sebuah *lotion*, kebencian di

hatinya sudah menuju titik lebur tertingginya.

PRAKKK!!

BUKKK!!

“MATI LO BANGSAT! MATI DI TANGAN GUE!!”

Kevin membabi buta memberikan pukulan demi pukulan, ia

sudah gelap mata, tak peduli apa yang akan terjadi asalkan ia bisa

memastikan New meninggal di tangannya.

“Vinnnn, astaga Vin lo kenapa?”

LUKA | 72
Tawan yang menyadari kawannya yang tak kunjung masuk ke

dalam dan menyusulnya di luar.

“MATI LO…MATIIIII”

“Vin sadarrr!!!” Tawan buru-buru menyadarkan Kevin dan

membawanya kembali ke teras.

“Vin lo kenapa? Kenapa lo nonjokin tangga sih? Lihat, tangan

lo berdarah semua”

Sedetik kemudian Kevin tersadar, ia seperti orang linglung,

kedua tangannya berdarah memukuli tangga hingga kulitnya

terkelupas, tapi ia ingat betul bahwa tadi New ada di sana, tersungkur

di lantai dan ia memukulinya membabi buta.

“Lo kenapa jadi kayak bingung gini astaga…ayo masuk, kita

obatin luka lo dulu”

Dari kejauhan, Kevin bisa melihat New yang sudah ada di luar

gerbang tersenyum ke arahnya tepat sebelum New berbalik badan dan

berjalaan menjauh.



LUKA | 73
Sore sebelum senja membawa mentari kembali ke peraduannya,

Kevin berkendara menjauh dari kota, membawa mobil yang ia pinjam

dari saudara karena mobilnya terbakar hangus hingga tak bersisa, si

jago merah melahapnya habis bersama jasad sang istri yang

terperangkap di dalamnya, laju roda memecah keramaian dengan

segala tanda tanya yang ada di kepalanya.

Ada banyak pertanyaan yang tak dapat ia jawab dengan akal

sehat dan logika, maka dari itu ia harus mendapatkan jawaban

secepatnya. Burung-burung beterbangan memecah cakrawala,

menandakan langit sore akan menjadi singgasana bagi senja.

LUKA | 74
Kevin menuju sebuah tempat yang teramat kontras dengan hiruk

pikuk perkotaan, tempat yang sepi dan sunyi, tak banyak orang yang

mengunjungi, hanya satu dua mobil saja yang terlihat melewati

daerah yang bisa dibilang mati ini.

Semakin masuk ke dalam hutan, semakin sempit pula jalan tak

beraspal, keadaan jalan sangat memprihatinkan, lebarnya tak lebih

dari dua meter, tak ada lampu penerangan dan kalau hujan akan becek

dan tergenang air, membuat jalan sempit menjadi licin.

Langit semakin gelap, kabut mulai menutupi hutan bersama

dengan dingin yang dibawa rintik gerimis. Kevin tak mematikan


LUKA | 75
mesin mobil, membiarkan sorot lampu menerangi gelap gulitanya

hutan, memastikan kalau ia tak salah jalan.

ALASTUA, begitulah tulisan yang ada di papan kayu reot,

Kevin bergegas turun dari mobil begitu menyadari kalai dirinya sudah

sampai tujuan. Laki-laki itu berdiri di pinggir tebing, matanya

menyipit mencari-cari sesuatu diantara pepohonan yang rindang,

terkadang menunduk dan meneliti sesuatu yang ada di dasar jurang.

“Ku ku….ku ku” suara burung hantu yang bertengger di atas

pohon sukses membuat Kevin terkejut dan merinding sekujur tubuh.

LUKA | 76
“Itu dia di sana…” lirihnya setelah menemukan apa yang ia cari-

cari, ada bangkai mobil bekas terbakar di dasar jurang. Ada sensasi

magis ketika kedua bola matanya melihat sesuatu yang tergolek tak

jauh dari

“Kalau begitu berarti…” tangannya mengepal penuh benci “Lo

harus lenyap, benar-benar lenyap dan tak ada lagi di dunia ini”

imbuhnya mengobarkan rasa dendam yang membara di dada.

Samar-samar terdengar suara rintih kesakitan, bersamaan

dengan tangis dari kejauhan, tepatnya di dasar jurang. Semakin lama

seperti menggema dan menggaung ke seluruh hutan.

LUKA | 77
“Sialan! Gue harus cepet-cepet keluar dari sini” Kevin bergegas

kembali ke mobil dan tanpa berpikir dua kali langsung tancap gas

menjauh dari gelap gulitanya hutan, mengabaikan beberapa pasang

mata burung hantu yang sedari tadi mengawasinya dari kegelapan.



Jane, New dan Metawin berjalan menembus malam yang dingin,

mereka bertiga kebetulan bekerja di shift yang sama, rasa canggung

luar biasa ada di sana, membuat Jane dan Metawin enggan bersuara.

Hanya suara langkah mereka yang menginjak aspal basah

karena hujan menemani perjalanan ketiganya.

“Tadi seharian lo kemana New? Kok nggak kelihatan di kos?”

Jane buka suara juga akhirnya, ia penasaran dengan perbedaan New

yang teman-temannya ceritakan.

“Ke rumah Kevin, kalian tahu kan kalau istrinya meninggal?”

“HAH?” Metawin terkejut bukan main, pasalnya ia sempat

melihat Kevin mendorong kursi roda Citra ketika pulang dari Rumah

Sakit tempo hari.

LUKA | 78
“Yang bener lo New?” Jane menimpali, sama tak percayanya

dengan Metawin.

“Iya beneran, kalian nggak denger berita ada mobil terbakar di

SPBU emangnya?”

“Ohhhh yang itu? Itu Bu Citra? astaga turut berduka cita”

Metawin mengangguk-anggukkan percaya penuh dengan rasa tak

percaya, sepertinya kehilangan terus menyambangi keluarga kecil itu.

“Umur nggak ada yang tahu ya” celetuk Jane memperhatikan

kanan dan kiri, mereka akan menyebrang jalan menuju pelataran

Rumah Sakit

BUKKKKKK

“AAAAAA”

Jane berteriak begitu ada seekor merpati yang tertabrak mobil

dan tergeletak di pinggir jalan, burung itu kejang-kejang, sepertinya

berada antara hidup dan mati.

Mereka bertiga berkerumun dan berjongkok di pinggir jalan

melihat merpati yang tergeletak tak berdaya.

LUKA | 79
“Apa masih hidup?” tanya Jane pada Metawin, ia menyentuh

sayap burung yang nampak patah.

“Kayaknya masih hidup deh, masih bisa diselamatkan

kayaknya” jawab Metawin setelah mengamati, ia berniat merawat

burung cantik ini.

“I’ll help you little bird” New berdiri dan berlalu begitu saja,

entah apa yang ia lakukan di saat kedua temannya dengan hati-hati

mencoba memindahkan merpati itu ke rerumputan ujung jalan.

Tiba-tiba….

BUKKK!!!

Kedua mata Jane dan Metawin hanya bisa melotot melihat apa

yang dilakukan New, sebongkah batako dilemparkan begitu saja

mengenai kepala burung hingga hancur tak berbentuk, tak ada lagi

kejang di tubuh si merpati cantik, tak lagi bergerak, ruh hewan itu

sudah pergi, tak lagi di sini.

“New apa yang lo lakuin? Burungnya mati” Jane berdiri, heran

dengan apa yang New lakukan.

LUKA | 80
“Bantuin burung itu kan?” jawabnya percaya diri.

“Itu nggak membantu sama sekali New, padahal dia bisa kita

selamatin dan rawat bareng-bareng” protes Metawin dengan raut

wajah syok.

“That’s the point, dengan kalian biarin burung ini tersiksa antara

hidup dan mati bukankah lebih baik kalau dia langsung mati dengan

cepat dibanding harus tersiksa terlebih dulu?” New mengambil

bangkai merpati dan melemparnya ke selokan, tanpa empati, tanpa

perhatian dan tanpa kasihan.

“Udah yuk jalan lagi, udah sepi nih” ujarnya meninggalkan Jane

dan Metawin yang saling melirik satu sama lain, bahwa rumor tentang

New yang telah berubah itu benar adanya, bukan hanya sebuah desas-

desus belaka.



Ada seseorang yang berjalan sendirian di perlataran Rumah

Sakit, menyembunyikan sebuah benda tajam dengan maksud

melakukan pembunuhan terhadap salah satu Perawat. Orang itu

adalah Kevin, ia merasa sakit hati dan tak terima dengan hinaan yang
LUKA | 81
New lontarkan terhadap istrinya, ia sudah gelap mata, tak lagi berfikir

dengan akal sehat dan logika.

Laki-laki itu tak langsung pulang ke rumah setelah melakukan

perjalanan dari hutan, namun langsung menetapkan tujuan dan dengan

gelap mata ingin melakukan pembunuhan.

Ia berjalan lorong demi lorong mencari keberadaan New,

matanya lapar dan jelalatan, haus akan membunuh seseorang, api

dendam berkobar dengan ganas di ulu hatinya.

Anehnya seperti tahu kalau Kevin akan datang, seakan paham

kalau Kevin akan balas dendam, sosok New berdiri membelakangi

Kevin di ujung lorong yang gelap, Perawat dengan seragam putih itu

hanya diam tak bergeming sedikitpun.

Saat Kevin melangkah untuk mendekat, maka satu langkah juga

New ambil untuk menjauh, semakin Kevin berlari maka semakin

cepat juga New menghindar. Perawat itu menuju ke salah satu lorong,

lorong sepi nan sunyi yang jarang dilewati oleh orang awam.

Dengan perasaan yang menggebu-gebu, Kevin terus berlari

mengejar kemana New membawanya pergi, menaiki satu demi satu


LUKA | 82
anak tangga dengan tangan yang mengepal erat-erat, tak sabar untuk

ia hantamkan tanpa ampun.

Nafasnya terengah, dadanya mengembang dan mengempis,

keringat sebesar biji jagung menghiasi keningnya, kakinya tak

berhenti menaiki tangga demi tangga dengan tekat dan dendam yang

membara.

Suara langkah kaki menggema di lorong ini, anehnya ia hanya

mendengar langkah kakinya saja, tak ada langkah kaki selain dirinya.

LUKA | 83
Bukankah ini aneh? Seharusnya Kevin juga bisa mendengar

langkah kaki New, apalagi di ruang yang mudah menggema seperti

ini. Tak ia sangka kalau kakinya sudah menginjak lantai rooftop

Rumah Sakit.

Kevin melihat New yang berdiri di ujung bangunan,

membelakangi dirinya dan sedang mendongakkan kepala melihat

bulan purnama. Saat ia melangkahkan kaki mendekat, sosok New

hanya diam dan tak lagi berlari untuk menghindarinya, maka tanpa

menyia-nyiakan kesempatan emas, Kevin berlari secepat mungkin

dengan mendodongkan pisau tepat di area jantung.

“AAAAAARRRGHH MATI KAU IBLISSSS”

JLEBBBB!!

Kevin langsung mendorong tubuh New hingga terjatuh dari

rooftop, ia merasa puas karena dendamnya terbalaskan membuatnya

lega.

LUKA | 84
“HAHAHAHAHA”

Ia tertawa terbahak-bahak dengan tangan yang menengadah ke

langit, purnama yang bersaksi kekejaman Kevin yang terulang untuk

kedua kali. Sebuah senyum kemenangan melengkung di bibirnya,

perlahan ia berjalan mendekat keujung untuk melihat tubuh New yang

mungkin saja sudah menjadi pusat kerumunan di lantai dasar.

Namun apa ini? ia tak melihat New ada di sana, sepi, tak ada

badan yang tergeletak di lantai karena terlempar dari rooftop.

Matanya mencari ke sana dan kemari namun tak juga ia dapati, laki-

laki itu bingung namun ia yakin sekali sudah mendorong badan New

hingga terjatuh dari sini, bahkan ia juga menusukkan pisau tepat di

area jantungnya.

Suara tepuk tangan yang berasal dari belakang mengagetkan

Kevin, jantungnya berdegup lebih kencang saat melihat sosok New

sudah berdiri di sana, di dekat pintu menuju rooftop.

“Bagaimana? Sudah puas?” New tersenyum mengerikan

sembari memberi tepuk tangan.

LUKA | 85
“Lo…..” Kevin yang kebingungan hanya bisa melihat New yang

berjalan mendekat dan lantai dasar secara bergantian, ia tak percaya

dengan apa yang kedua bola matanya saksikan.

“Iblis hmm?” New bergumam, jarak mereka sudah sangat dekat

dan saling berhadap-hadapan. “Aku ingin membantahnya…tapi itu

benar haha” tawa yang mengerikan terdengar dari mulut sang

Perawat, ada seekor burung hantu dengan kedua bola mata merah

yang hinggap di lengan New, Perawat itu membelainya beberapa kali

sebelum membiarkan makhluk nokturnal itu terbang membelah

purnama.

Dengan sekali gerakan New berhasil mencekik leher Kevin dan

mengangkat tubuh laki-laki itu ke udara, membuat kedua kaki Kevin

tak lagi menyentuh lantai.

“Aaaakkhhh lepaskannn”

“Bukankah aku sudah bilang? Lebih baik kita bekerja sama,

katakan siapa orang yang ada di balik semua ini!!” ucap New tegas

tanpa keraguan, ia menatap Kevin layaknya burung hantu menatap

mangsa.

LUKA | 86
“Jika kamu lupa, maka akan aku ingatkan” kedua rahang New

bergemeletukan, amarahnya memuncak hingga mencekik Kevin erat-

erat “Aku tak memintamu untuk berbicara tapi aku memerintahkanmu

untuk berbicara!!! Kamulah iblis yang sesungguhnya”

New bergerak terus ke depan hingga tubuh Kevin tak lagi ada di

bangunan ini, jika saja New melepaskan cekikannya sudah bisa

dipastikan Kevin mati dengan badan hancur menghantam bumi dari

bangunan tinggi.

“Jika kamu tetap tak mau berbicara dan mengaku maka akan

aku gunakan caraku sendiri…lagi pula nyawamu tak begitu berarti”

“Aaakkhh to..long.. am…puni…a….ku”

Kevin sudah lemas, nyawanya sudah ada di batas tenggorokan,

ia pasrah jika harus merenggang nyawa, ia pantas mendapatkannya

atas semua yang pernah ia lakukan kepada New.

“Ha….hahaha lihat baik-baik wajah orang yang pernah

kehilangan segalanya!! Ingat baik-baik siapa dia!!” New berteriak, tak

memberi ampun “Aku orangnya”

LUKA | 87
BRAKKKK!!!

“Aaaakkhh uhukk-uhukkkk”

New membanting Kevin di lantai, sangat keras hingga terdengar

tulang-tulang yang patah.

“Aku mohon….ampuni aku New….ampun” Kevin sangat

menyedihkan, ia hanya sedang membayar dan menuai apa yang telah

ia lakukan.

“Ikut aku…kamu akan mengaku dan memberitahuku semua

yang kamu ketahui”

Tanpa belas kasihan, New meremas rambut Kevin dan menyeret

kepala laki-laki itu, tak membiarkannya berjalan karena ia tahu tulang

kaki Kevin sudah patah dan ia remukkan.



LUKA | 88
LUKA | 89
LUKA | 90
LUKA | 91
LUKA | 92
LUKA | 93
LUKA | 94
LUKA | 95
LUKA | 96
LUKA | 97
LUKA | 98


LUKA | 99
MENELISIK BEBERAPA MASA KE BELAKANG

LUKA | 100
“Badanku agak nggak enak mas, seharian nggak nafsu makan”

Keluh New begitu mereka sampai di pelataran kosan, sudah

menjadi kebiasaan Tawan mengantar New pulang meski jarak antara

Rumah Sakit dan kosan cukup dekat, bisa dijangkau dengan berjalan

kaki.

“Tadi udah makan?”

“Mmhhhhh udah tapi dikit” New menggeliat, mencoba lepas

dari kantuk yang menjeratnya saat punggung tangan Tawan

menyentuh bagian dahi untuk memeriksa suhu badannya.

“Enggak demam, kamu kurang istirahat aja ini”

“Iya mungkin” jawab New sekenanya sambil memijit bagian

kepala yang terasa pusing, ia membiarkan Tawan melingkarkan

lengan di pinggangnya saat mereka berjalan menuju kamar, sang

Dokter memberikan sebuah kecupan di pucak kepalanya, sedikit

membuat New tenang karena memiliki Tawan yang selalu ada di

sisinya.

LUKA | 101
“Mas mau langsung pulang?” New berhenti mematung saling

berhadap-hadapan dengan sebuah senyum manis yang melengkug di

kedua sisi bibirnya.

“Mas temenin kamu bentar di dalam”

Surai hitam si perawat dikacaukan oleh sang Dokter, lengkap

dengan sebuah peluk hangat yang Tawan berikan dan membiarkan

New melepaskan seluruh lelah yang dirasa.

“Ayo masuk biar kamu bisa lekas istirahat” ajaknya dengan

nada suara yang lembut, tanpa berpikir dua kali, Tawan membawa

New dalam gendongannya dan membaringkannya di atas ranjang.

“Nanti mas kemalaman pulangnya kalau nemenin aku di sini”

New terbaring di atas ranjang, sedangkan Tawan duduk

bersandar di kepala ranjang tepat di sebelahnya.

“Enggak….sini” Dokter itu menepuk-nepuk pahanya dan

membiarkan New terbaring di sana, ia membelai rambut New

beberapa kali sembari tersenyum melihat sang kekasih dengan mata

sayu yang menandakan kantuk mulai menghampiri.

LUKA | 102
“Malam ini istirahat yang cukup, besok shift malam lagi kan?”

New hanya mengangguk sebagai jawaban, ada hal yang sedang

merajai pikirannya saat ini dan ia ingin memastikannya esok hari.

“Mas….” panggil New lirih agak mendongak untuk menatap

Tawan yang membelainya lembut.

“Iya sayang…kenapa hmm?”

Yang lebih tua berhenti dari aktivitasnya membelai rambut

untuk mencubit pelan hidung yang lebih muda hingga sebuah tawa

kecil mewarnai kamar mungil ini. Senyum seindah bulan sabit terlihat

jelas di wajah manis New.

“Mas nggak akan ninggalin aku kan?”

Alis Tawan mengernyit, mengapa tiba-tiba New melontarkan

pertanyaan seperti itu?

“Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?” tanyanya heran sembari

kembali membelai New dalam buaiannya.

“Enggak” sebuah gelengan New berikan dan sebuah senyum

yang sulit Tawan artikan “Aku cuma punya mas Tay di sini, duniaku

LUKA | 103
yang sekarang cuma mas Tay, aku gak bisa bayangin jika suatu hari

nanti mas ninggalin aku…ninggalin duniaku yang sudah sepi ini”

“Ssssshhh kok gitu ngomongnya? Jangan pernah berpikiran

seperti itu, karena hari itu tak akan pernah tiba sayang” Tawan

menunduk dan mengecup kening New untuk beberapa detik lamanya,

menyalurkan seluruh rasa cinta dan afeksinya terhadap makhluk

manis yang berhasil mencuri hatinya, memberikan sebuah rasa aman

dan menepis semua gundah yang New rasa.

Keduanya terpejam, menikmati keintiman yang selalu terasa

menghangat di hati, kedua tangan New bergerak merambat secara

perlahan di wajah Tawan. Meniti dan menikmati setiap relief rahang

yang tegas dan terus bergerak menuju tengkuk untuk ia tekan dan

menautkan bibir mereka semakin dalam.

Tautan yang membuat New menjadi manusia paling bahagia,

tautan yang mengingatkannya terhadap cinta dan janji yang mereka

miliki untuk menghadapi dunia bersama-sama. Semua rasa takut dan

gundah itu hilang entah kemana perginya, ia tak takut lagi, Tawan

LUKA | 104
selalu membuatnya merasa aman, Tawan membuatnya memiliki

rumah untuk berpulang.

“Udah nggak khawatir lagi kan?” bisik Tawan setelah tautan

mereka terlerai, ia mengenali rona merah muda yang mulai

mematangkan warna di kedua pipi kekasihnya.

New anggukan malu-malu, rasa cinta yang mereka punya masih

sama, tak pernah berubah sedikit pun sejak hari pertama mereka

berjumpa, semakin membuncah sejak ia menyatakan cintanya.

“Mas, aku boleh minta sesuatu nggak? satuuuu aja” pinta New

dengan kerlingan matanya yang membuat Tawan luluh dan melebur,

memangnya sejak kapan seorang Tay Tawan bisa menolak

permintaan sang kekasih?

“Boleh, mau apa hmm? Dipijit kepalanya?” Dokter itu langsung

mempraktekkannya dengan memijit-mijit bagian kepala kekasihnya.

“Bukan hahaha…bukan masss” New tertawa, ia kegelian tiap

kali jari-jemari Tawan menyentuh area lehernya yang sensitif.

“Hahahaha mau dipijit kakinya iya? Sini mas pijit”

LUKA | 105
Suara tawa mereka menggema ke seluruh ruangan mungil yang

bersaksi betapa bahagianya sepasang kekasih yang sedang memadu

indahnya cinta. Alih-alih meraih kaki New, kedua tangan Tawan

malah menggelitiki perut kekasihnya hingga tertawa bersama-sama.

“Hahahaha masss….udah ahahahaha geli tau” New terengah-

engah, mengatur napasnya sembari merasakan senyumnya semakin

melebar.

“Aku cuma pengen dinyanyiin mas aja, sebagai pengantar tidur,

boleh ya?” New merayu dengan kerlingan mata yang indah,

bagaimana Tawan bisa menolah, iya kan?

“Masmu ini nggak pandai nyanyi dek”

“Gapapaaaa, pengen dinyanyiin lagunya terserah apa aja deh

tapi sambil dielus-elus gini kepalanya. Boleh ya?”

Tawan terkekeh mendengar permintaan New kali ini “Boleh

sayang..sini cari posisi yang enak” ia mulai membelai surai hitam

kekasihnya dan mulai bersenandung.

“Matahari terbenam hari mulai malam…”

LUKA | 106
Suara lirih sang Dokter membuat New mulai terlena dengan

kantuk yang mulai menyambanginya, ingin saja ia bertanya mengapa

Tawan menyanyikan lagu anak-anak untuk dirinya. Semasa ia kecil

dulu, ia pernah menyanyikan lagu yang menceritakan si burung

nokturnal yang dikenal dengan kemampuan membalikkan kepala 180

derajat itu.

“Terdengar burung hantu suaranya merduu…” Tawan

tersenyum melihat New yang mulai mengolet dan memejamkan mata,

ia masih membelai dan membawa New dalam buai.

“Ku ku….ku ku….ku ku kuku ku ku…”

Jemarinya menyentuh wajah insan yang amat ia cinta,

mengamati setiap detil yang membuat hatinya berdebar-debar ketika

melihatnya, detil yang membuat buncah rasa itu selalu meluap-luap

dan membuatnya menjadi manusia paling beruntung karena berhasil

memiliki hati seorang insan yang sudah lama ia cinta.

“Ku ku….ku ku….ku ku kuku ku ku…”

LUKA | 107
Bait terakhir berhasil ia nyanyikan bersamaan dengan New yang

sudah terlelap, napasnya berhembus teratur, si manis sudah lena

dalam tidurnya.

“Jangan pernah khawatir ya? mas nggak akan ninggalin kamu

sayang” bisiknya pelan sembari menggeser duduknya dan

mengganjalkan bantal di kepala si manis yang tadi bersandar di

pahanya.

“I love you, i really do” bisik dengan sebuah kecup singkat yang

manis di pipi New sebelum menutup kembali pintu kamar yang

memupus pandangannya akan sang kekasih.



Pagi harinya.

LUKA | 108
New terdiam selama beberapa saat, menatap bukti-bukti yang

tak bisa ia bantah lagi, bahwa semua tanda-tanda itu memang

mengarah ke sana. Bahwa ia tengah hamil, ada calon ruh yang akan

ditiupkan di dalam perutnya.

LUKA | 109
Pikirannya kalut, badannya gemetar, bagaimana cara

memberitahu kepada Tawan? Bagaimana kalau kekasihnya tak setuju

untuk memiliki momongan? Ah kejauhan, New sedang berpikir

apakah hubungan keduanya akan direstui? Mengingat ia hanyalah

seorang Perawat yang beruntung bekerja di Rumah Sakit.

Tanpa sadar ia menangis, sendirian. Mengabaikan pesan-pesan

singkat yang dikirimkan Tawan, ia tahu kalau Tawan akan

menerimanya, tapi dengan tersandung restu dari keluarga? Ragu

mulai merajai pikirannya.

Sekarang untuk menghela napas saja rasanya berat, bahwa

semua tanda-tanda yang ia rasakan, dari tak nafsu makan hingga mual

menjelaskan semuanya. Harusnya ia lebih peka, harusnya ia lebih

mengerti dengan kondisi tubuhnya sendiri, dan masih banyak

seharusya yang melintas di dalam kepala.

New menghapus air matanya, memakai jaket, masker dan pergi

ke Rumah Sakit pagi-pagi buta, bukan untuk bekerja namun untuk

memastikan kandungannya.



LUKA | 110
LUKA | 111
LUKA | 112
LUKA | 113
LUKA | 114
The First Crack Of Glass.

New berkeringat dingin, di sini banyak orang-orang penting,

lebih gugup saat melihat ke dua orang tua sang kekasih dengan

berbincang dengan kedua founder RS, mereka nampak akrab

selayaknya seorang sahabat.

Ia juga melihat sosok cantik yang menatapnya tajam, penuh

tatapan ketidaksukaan, ia tahu kehadirannya di sini di luar prediksi, ia

tahu kalau kehadirannya tak diinginkan.

Ia takut, tangannya gemetar, namun Tawan menggenggam

tangannya dan berbisik "Jangan takut ya, mas ada di sini" cukup

sebuah kata pendek sederhana yang membuat New yakin kalau ia tak

sendiri, kalau semuanya akan baik-baik saja.

Hanya sebuah acara ulang tahun memang, namun dirayakan di

sebuah hotel hall ternama, New tak terkejut karena mereka semua

orang ber-uang. Ia hanya bisa menebar senyum canggung yang mulai

menyakiti kedua pipinya yang terasa pegal.

LUKA | 115
"Malam Ma... Pa" Tawan menyapa kedua orang tuanya, mereka

hanya tersenyum dan melihat heran ke arah New yang ada dalam

gandengan tangan Tawan.

"M-malam Om Tante" New memberi salam sopan, juga

senyumnya yang masih melengkung seindah purnama.

"Udah datang kamu Tay"

"Iya Om, Mild mana Om?"

"Itu Mild" Papa dari Mild itu menatap tak suka ke arah New,

sebanyak rasa ia ingin memecat dan menyingkirkan noda kecil dari

rencana besarnya.

New hanya bisa menunduk ketika mendapat tatapan itu, tatapan

penuh meremehkan, tatapan merendahkan, tatapan yang membuatnya

merasa tak seharusnya ia berada di sini.

"Eh Tay, udah dari tadi ya?" Mild datang, ia tersenyum namun

langsung pudar ketika melihat siapa sosok yang Tawan bawa dalam

genggaman tangan, tatapannya sinis dan tak suka.

LUKA | 116
"Enggak, baru aja datang kok ini sama New" Tawan

memperkenalkan New dengan rasa bangga, sebanyak rasa cinta

karena berhasil memilikinya.

"Eh ummmm... s-selamat ulang tahun ya Mild" New bermaksud

untuk berjabat tangan namun beberapa detik lamanya tangannya

hanya menggantung bebas, Mild tak bermaksud sama sekali untuk

membalasnya.

"Pa kayaknya kemarin ada yang salah ngasih undangan ya? Kan

yang diundang cuma Dokter, bukan PE.... RA... WAT" jelas Mild

menyindir, New semakin berkecil hati, ia tahu siapa dirinya tanpa

harus dijelaskan, ia tahu di mana tempatnya, karena di sini ia tak

diinginkan.

"New datang sama gue kok Mild, gue yang mau dia nemenin

gue di sini" Tawan menjelaskan, ia tak suka kekasihya diremehkan.

"Ohhh okay, sebenernya di sini kurang tenaga waiter juga sih"

Mild terus menyindir, tentu itu untuk New.

LUKA | 117
"Oh iya Tay, Papa sama Mama ada yang mau disampaikan sama

kamu. Mumpung semuanya udah berkumpul di sini kan.... Sekalian

aja"

"Tay juga ada yang mau disampaikan, kebetulan sekali"

Jantung New mau meledak rasanya, ia sudah bisa

membayangkan kekacauan apa yang akan terjadi, mungkin aja muka-

muka terkejut, tatapan menghina? Ahhh ia ketakutan setengah mati.

"Jadi gini Pa Ma.... Tay sama New sebenarnya udah pacaran"

Diam dan sunyi, tatapan terkejut jelas terpatri, New menggigit

bibir bawahnya sendiri hingga ia bisa merasakan rasa darah di

lidahnya, ini yang ia takutkan, adalah sebuah penolakan.

"Dan Tay berencana menikah dekat-dekat ini" imbuh Tawan

dengan rasa bangga memenuhi dada.

Jika tadi jantungnya berdegup dengan kencang, detik ini juga

rasa-rasanya jantungnya judah melompat ke lantai karena saking

terkejutnya.

LUKA | 118
Semua mulut ternganga mendengar perkataan Tawan, New juga

terkejut setengah mati hingga kedua lututnya lemas. Ia tahu kalau ini

adalah sebuah akhir baginya, ia tahu kalau cepat atau lambat Tawan

akan meninggalkannya, tapi tidakkah harusnya Tawan berbaik hati

memberikan waktu untuk menikmati sisa waktu yang ia punya?

Tak perlu membakar tungku api untuknya seperti ini.

"Ehem..... Maaf saya permisi dulu" kedua orang tua Mild

langsung hengkang begitu saja begitu mendengar ucapan Tawan.

Begitu juga dengan Mild yang langsung berlalu pergi tanpa

meninggalkan sepatah kata apapun.

"Tay.... Kita perlu bicara dulu sayang" ajak sang mama menatap

New tajam. New hanya bisa menunduk, ia bagaikan sebuah noda di

baju yang putih bersih.

"Tay udah yakin Ma, keputusan Tay udah bulat"

"Enggak, selera kamu gak mungkin kayak gini... Ayo kita bicara

dulu" sang Papa menariknya menjauh dari New.

LUKA | 119
Detik itu juga New merasakan bagaimana langit runtuh di atas

kepalanya, rasa kosong luar bisa yang melubanhi hatinya, sebuah

penolakan yang tak langsung menyakiti hatinya, juga sebuah janin

yang ada di perutnya.

New mengatur napasnya yang sesak diantara buffet yang berisi

penuh dengan Merlot, cairan fermentasi itu sengaja disuguhkan untuk

para tamu.

Di tengah keramaian, New hanya bisa diam. Di tengah bisikan-

bisikan yang membicarakannya, New hanya bisa menunduk menahan

sesak di dada, ia ingin menangis.

"Mau wine?" seseorang menawarkan segelas wine untuknya, ia

tak asing dengan lelaki ini, ia sering melihatnya di rumah sakit

bersama kedua orang tua Mild.

"Makasih, tapi enggak"

"Sedikit saja"

Orang itu memaksa, seakan tahu kalau New tengah menghindari

minuman ini.

LUKA | 120
"Enggak makasih" tolak New halus sembari mendorong segelas

merlot yang ditawarkan untuknya.

"Btw nama gue Kevin"

New terdiam sebentar...

"I-iya, aku.... Aku New"

"Lo perawat di Rumah Sakit kan?" bidik Kevin dengan

memberikan penekanan di kata perawat.

New mengangguk, ia merasa tak seharusnya ada di sini jika

hanya untuk direndahkan.

"Permisi, toilet di mana ya?"

"Oh mau ke toilet, ayo gue antar" Kevin menaruh segelas wine

dan memasukkan sebuah kain di sakunya.

"Ayo katanya mau ke toilet, ikutin gue aja di sini luas banget

nanti lo ilang"

"I-iya" New hanya bisa mengekor dan melirik ke arah di mana

Tawan sedang berbicara dengan kedua orang tuanya, di sana ia

LUKA | 121
melihat sang kekasih yang sedang meremas rambutnya kalut, ia sudah

tahu jawabannya tanpa harus berharap lebih.

New terus mengekor, namun kemana arah lelaki yang bernama

Kevin membawanya? Mereka malah berada di lorong hotel dan

menjauh dari keramaian.

"Masih jauh ya?"

"Enggak kok, di ujung.lorong sana toiletnya" Kevin menunjuk

ujung lorong, meyakinkan New kalau memang mereka tak pergi

terlalu jauh.

LUKA | 122
Mereka sampai, New celingukan untuk memastikan, ini bukan

toilet, ini sebuah kamar hotel.

"Maaf tapi kayaknya bukan di sini" New baru saja akan berbalik

namun Kevin mengunci pintu dari dalam.

"Apa bedanya? Lo bisa pake toilet di kamar ini"

"E-enggak, aku rasa kurang sopan, aku pakai toilet umum aja"

New berjalan lurus menuju pintu namun tangan Kevin lebih dulu

meraihnya dan melemparnya hingga terpelanting di atas ranjang.

Kepalanya pusing terasa berputar, pandangannya mengabur.

"Bikin kerjaan aja lo sama anak haram yang ada di perut lo ini"

New baru saja akan menjerit minta tolong, namun Kevin

membekap mulutnya dengan sebuah kain yang membuat teriakannya

tertahan, saat pukulan dan hantaman yang diberikan Kevin membabi

buta, juga saat New merasakan darah segar mengalir dari kepala dan

hidungnya, gelap itu membawanya pergi.



LUKA | 123
"Udah sadar lo? Hahaha orang udik gak tau diri"

New terbangun dengan keadaan tubuhnya terikat di lantai, ia tak

bisa bergerak sama sekali, mulutnya disumpal oleh kain yang

membuat jeritannya tak terdengar, ia hanya bisa berdoa dalam hati

berharap ada sedikit belas kasih untuknya.

"Lancang lo ya datang ke acara gue... ckck udah gitu apa tadi?

Lo mau nikah sama Tay? Hahahahaha"

Mild dan Kevin tertawa lebar, menikmati detik demi detik

menghancurkan mental New dari dalam.

"Nggak akan gue biarin bangsat!"

"HMMMMMHHHHHHHHHH"

New menjerit tertahan, matanya melotot, tubuhnya mengejang

kesakitan saat Mild menginjak-injak bagian perut bawahnya, tepat di

mana sang janin berada.

'Mas Tayyy, sakittttt' jerit New dalam batinnya, ia menangis

seiring rasa sakit yang menyerapnya tanpa henti.

LUKA | 124
"Gue tahu lo hamil anak Tay kan? Mampus nih rasain bangsat"

Mild tak berhenti, ia tambah brutal.

"Sini gue bantuin, biar mampus sekalian bayinya"

New tambah menjerit saat Kevin ikut campur, menginjak - injak

perutnya, mencoba menggugurkan kandungannya secara paksa.

'Maasss...... Sakiitttt' jeritan batin itu adalah bentuk

keputusasaan seorang New yang sudah pasrah dengan hidupnya.

Kedua iblis berwujud manusia itu tertawa ketika melihat New

mengejang kesakitan, air mata kekasih Tawan itu menjadi satu-

satunya saksi atas sakitnya penyiksaan yang sedang ia hadapi.

"Boleh juga kandungan lo ya haha" Mild tertawa bengis, ia

menendang perut New kuat - kuat sampai rasa remuk redam

menyergap New tanpa belas kasih.

DUGGGGGG!!!

Sebuah tandangan sangat keras membuat New tak tahan lagi, ia

menggigit kain hingga melukai bibirnya sendiri dan berdarah, rasa

sakit yang amat sangat membuat dirinya mengejang kesakitan, ia

LUKA | 125
ingin memohon belas kasih kedua orang ini namun ia tak bisa, ia tak

mampu.

"Nggak ada pendarahan" Kevin memeriksa tubuh New dan

memang benar, tak ada pendarahan, padahal keduanya yakin harusnya

janin itu sudah lenyap dengan perlakuan mereka yang kasar.

"Gimana? Plan B?" lontar Kevin sembari menduduki perut New

yang sudah memar membiru.

"Oke, wait gue ambil barangnya dulu"

New tak tahu apa yang akan terjadi, ia melihat Mild keluar

hanya dari sekelibat di balik punggung Kevin yang sedang menduduki

perutnya, sakit? Jangan ditanya, ia tak pernah merasa sesakit ini

selama hidup.

"Nih, cekokin ke mulutnya sampe habis"

Lima botol Merlot ada di lantai, New tak tahu apa yang akan

Mild dan Kevin lakukan.

PWAHHHH!!

Kain yang menyumpal mulutnya dilepaskan.

LUKA | 126
"Aaaaaa sakitttt" New menangis dan menjerit sejadi-jadinya,

bibirnya yang berdarah membuatnya semakin perih.

"Diem lo!" Mild menangkup wajah New dengan kedua

tangannya, setelahnya menampar New berkali-kali, kanan dan kiri.

“Lo beneran nggak mau pake nih anak Vin? Perkosa aja sepuas

lo, sesuka lo” ujar Mild merendahkan New, di matanya New hanyalah

manusia yang bahkan tak ada harganya sama sekali.

New terkejut bukan main ketika mendengarnya, apa tadi? ia tak

salah dengar kan? bagaimana Mild bisa tega mengatakan semua itu

seolah dirinya adalah sampah?

“Gue udah ada Citra…” Jawab Kevin meneliti wajah New,

cukup manis batinnya, bahkan rekan Mild itu menyentuh dagu New

dan menatapnya dalam-dalam.

“Manis sih…manis banget malahan”

New langsung memejamkan matanya, ia ketakutan dengan apa

yang akan terjadi selanjutnya, seolah dunianya sedang dijungkir

balikkan dan takdirnya ada di tangan dua orang yang menyekapnya.

LUKA | 127
“Tapi gue nggak mau bikin semuanya tambah rumit” lanjut

Kevin menolak tawaran Mild, sedikit banyak New merasa lega, meski

posisi dirinya tetap tak diuntungkan saat ini.

"Oke, sekarang cekokin, sampe abis" Mild mengambil satu

botol merlot, mengarahkannya ke mulut New.

"Gak ma.... glek.. glek... glek”

"Hahahah mampus lo" umpat Mild kegirangan melihat

bagaimana New menderita atas perlakuannya.

"Hoekkk....." New memuntahkan cairan fermentasi anggur itu,

ia tak mau janin yang ada di perutnya tersiksa dengan cairan

fermentasi itu.

"Berani ngelawan huh?" melihat New berontak membuat Kevin

ikut campur dan…

BUGGGGGG

"AAAAAAAAAA"

New menjerit kesakitan saat Kevin memberikan tinju di

perutnya, berkali-kali sampai membuat kakinya merasa dingin.

LUKA | 128
"Gue suruh lo telan wine ini tolol" antara Kevin dan Mild

menjejalkan botol demi botol itu ke mulut New secara bergantian.

"Ummmmhh glek glek" New hanya bisa menangis dan pasrah

apa yang akan terjadi padanya. Saat botol terakhir itu membuatnya tak

sadarkan diri, ia tahu kalau ia tak akan merasa sakit lagi.

'Mas Tay.... maaf' batinnya sebelum gelap membawanya pergi.


LUKA | 129
Andai selamanya itu ada…

Namun ia bukan, ia adalah dusta yang berlindung dibalik

fatamorgana…

Andai selamanya itu ada…

Mungkin di bagian dunia lain kita masih bersama…

Tak ada yang bertahan selamanya…

Karena dunia ini bergerak, berputar, berubah dan berganti karena

begitulah siklusnya…

LUKA | 130
Tawan berlari tunggang langgang begitu keluar dari mobil,

amarahnya meledak hingga ke ubun-ubun melihat sebuah pesan yang

membuat dirinya merasa dikhianati, ribuan jarum menusuk hingga

terasa perih untuk setiap pijakan kaki yang ia ambil. Pikirannya

bergejolak melawan suara batinnya yang mengatakan bahwa New tak

mungkin berbuat demikian, hati kecilnya menolak untuk percaya

kalau kekasih yang ia bela mati-matian di hadapan Papa dan

Mamanya kini tega berselingkuh di belakangnya.

Napasnya memburu, tangannya mengepal kuat-kuat mencoba

meredam emosi, persetan dengan jas Dokter yang masih menempel

rapi di tubuhnya, ia merasa harga dirinya telah diinjak-injak dan

dihancurkan tepat di depan kedua matanya sendiri ketika ia mencoba

mempertahankan hubungan dan menolak perjodohan.

Tawan bisa melihat refleksi dirinya di kaca lift, wajah yang sarat

dengan rasa kecewa, bibirnya gemetar, jika saja dirinya berada di

ujung jurang maka ia akan berteriak sekencang-kencangnya hingga

seluruh rasa perih karena kecewa terbuang di sana dan tak akan

pernah kembali menyambanginya.

LUKA | 131
Ia lihat lagi sebuah pesan yang menghancurkan paginya,

menghancurkan harinya, menghancurkan dunianya, andai saja ia tak

mencinta sehebat ini mungkin ia tak akan merasa sesakit ini. Tawan

meremas dada tepat di ulu hatinya yang teriris, mengatur kembali

napasnya yang terasa sesak karena jika semua ini benar adanya, maka

dirinya harus mengambil sebuah keputusan, sebuah akhir yang tak

pernah ia sangka akan datang waktunya.

Begitu pintu lift terbuka, Dokter itu langsung berlari menuju

kamar di mana New berada, ia masih berharap kalau semua ini hanya

sebuah dusta, hati kecilnya masih menolak dan tak mau percaya,

hingga ia sampai dan berdiri tegap di depan kamar dengan nomor 444

denagn tangan gemetar menggenggam kenop pintu.

LUKA | 132
New merasakan sakit di sekujur tubuhnya, seperti ada kawanan

gajah yang menginjak-injak kepalanya, semuanya terasa gelap hingga

ia membuka mata dan berangsur mendapatkan kembali kesadarannya.

Hal pertama yang New sadari adalah dirinya terbaring hampir polos

di atas ranjang, hanya memakai celana pendek yang dibalut dengan

selimut tebal menenggelamkannya.

“Aakhh…” New meringis saat ia mencoba duduk, memar-

memar yang berwarna kebiruan di perutnya terlihat sangat jelas, lalu

semua kejadian mengerikan semalam seperti sebuah film yang

ditayangkan ulang satu persatu di pikirannya.

Tubuhnya gemetar hebat, tangannya tremor hingga terasa

dingin, kedua matanya menyapu seluruh ruangan dengan tatapan

penuh ketakutan, tanpa sadar dirinya tengan berairmata. Hatinya

terasa sakit dihancurkan sedemikian kejamnya dengan cara yang tak

manusiawi oleh Kevin dan Mild yang menjadi dalangnya, apa yang

harus ia lakukan sekarang? Menghubungi Tawan adalah opsi yang

paling tepat, maka dengan cepat ia menyambar ponselnya yang ada di

atas nakas.

LUKA | 133
Kedua matanya melotot melihat sebuah foto yang ada di ruang

chat-nya, siapa lelaki yang tidur di sebelahnya semalam? Ia tak

mengenalnya, lalu bagaimana bisa foto ini terkirim? Detik selanjutnya

ia terisak ketika teringat ponselnya dirampas paksa oleh Kevin, juga

saat gelap membawanya pergi dengan seluruh merlot yang terpaksa ia

telan, semakin diingat semakin sakit.

BRAKKKKK!!!

New terkejut saat melihat Tawan ada di ambang pintu, jika tadi

ia ketakutan maka saat ini tatapan mata Tawan menghancurkannya

hingga menggigil kedinginan.

LUKA | 134
“Ha…hahahaha mana orangnya?” Tawan tawan tertawa namun

terdengar miris menahan tangis setelah mendapati keadaan New yang

hampir polos di atas ranjang, kini pikiran dan hati kecilnya tak lagi

bisa menolak fakta bahwa kekasih yang ia cinta bermain api di

belakangnya.

Dokter itu meledak di dalam ruangan, membanting setiap pintu

untuk mencari laki-laki macam apa yang dapat membuat New

berkhianat kepadanya. Sedangkan New? Ia hanya bisa menangis,

dengan mata nanar mengikuti kemana Tawan berjalan.

“MANA ORANGNYA NEW!!! KAMU TEGA SAMA

MAS?” Tawan berteriak dengan nada membentak, emosinya tak lagi

bisa ia kendalikan.

“Mas dengerin penjelasan aku dulu, aku gak ngelakuin ini mas”

Tidakkah New tahu kalau kalimat itu malah membuatnya

nampak semakin bersalah?

“MAS HARUS DENGERIN KAMU KAYAK GIMANA

NEW? INI KELAKUANMU DI BELAKANG MAS? BAGUS

HAHAHAHA”
LUKA | 135
Tawan melempar ponselnya ke atas ranjang, hampir mengenai

badan New yang tenggelam di balik selimut, di sana terpampang foto

kekasihnya yang tengah tidur dengan seorang lelaki.

Ternyata ketakutan New akan Kevin dan Mild tak ada apa-

apanya dibandingkan dengan ketakutan yang New rasakan saat ini,

Tawan yang hampir tak pernah marah dan membentaknya kini naik

pitam hingga membuat New tremor hebat, bahkan Perawat itu tak lagi

bisa menggenggam ponselnya, ia tak punya kuasa,

“Mas aku dijebak mas…aku gak mungkin ngelakuin ini ke

kamu, aku cinta sama kamu mas”

“HAHAHAHA BULLSHIT!” Dokter itu tertawa namun juga

menangis di saat yang sama, meremas rambutnya sendiri karena

merasa frustrasi.

“Mas Tay tolong percaya sama aku sekali ini saja mas, aku

cuma punya mas Tay, kalau mas gak lagi percaya sama aku….” New

terisak, pandangannya mengabut karena air matanya tak lagi bisa ia

bendung “Aku nggak tahu harus gimana lagi” lirihnya penuh dengan

keputusasaan.

LUKA | 136
“Jadi setelah mas lihat dengan kedua mata kepala mas sendiri

apa yang kamu lakuin, kamu minta mas untuk percaya? Hahaha

jangan gila kamu New, katakan alasan kenapa mas harus percaya

sama kamu!” Tawan duduk di tepi ranjang menatap New tajam.

New ingin saja menjelaskan semuanya, ingin memberitahukan

Tawan alasan mengapa ia harus percaya dan tak meninggalkannya,

karena ada janin yang membutuhkan peran Tawan, ada darah

dagingnya yang saat ini masih bertahan di tengah kejamnya dunia

yang New tapaki.

“Mas kecewa berat sama kamu, mas menaruh harapan yang

tinggi tapi disaat mas perjuangin kamu di depan Papa dan Mama, ini

yang kamu lakuin? Begini kelakuan kamu di belakang mas?”

“Mas dengerin aku dulu” New bergerak mendekat, selimut yang

menutupi dirinya kini turun hingga sebatas dada.

Sebuah gelengan diberikan Tawan lalu mendorong New

kembali menjauh darinya, hal yang tak disadari New adalah lehernya

penuh dengan bekas kemerahan, bekas yang amat sangat Tawan kenal

hingga membuatnya enggan bersentuhan lagi dengan New.

LUKA | 137
“Kalau memang begini apanya yang mau dipertahankan….”

Dokter itu berdiri, menarik diri dan meraih ponselnya

“Congratulations ini akhir yang kamu inginkan kan?” Tawan

menyedekapkan tangannya di dada dengan tatapan tajam, seolah New

adalah satu-satunya terdakwa di sini “Mas berhenti, mas gak bisa

lagi”

“M-mas….tu….tunggu…” panggilnya dengan suara serak dan

derai air mata ketika melihat Tawan berjalan menjauh darinya.

“Harusnya kamu senang kalau sudah tidak terikat lagi sama

mas….” Tawan menoleh ke belakang, melihat keadaan New yang

amat menyedihkan “Kamu bisa bebas tidur dengan lelaki manapun

yang kamu suka” tuntasnya sebelum meninggalkan New dalam

kesendirian.

Membuat perawat itu merasa dirinya adalah makhluk paling

hina di muka bumi, rasa perih itu menyergapnya tanpa henti, dicibir

sebegitu rendahnya oleh sang kekasih ternyata seperti ini rasanya,

seluruh tubuhnya merasa sakit dan memberontak.

LUKA | 138
Kerlingan mata itu hilang, hangatnya berubah menjadi dingin

yang membekukan, New menangis sejadi-jadinya, memeluk kedua

lututnya yang terasa gemetar, tak percaya kalau hari ini kisah mereka

telah usai, bukan karena dirinya dan bukan karena Tawan namun

karena orang lain dengan obsesi yang mengerikan akan Tawan.

“Mas Tay….aku…aku takut m-mas, aku gak punya tempat

pulang la…lagi” ia sesenggukan sembari meraba perut bagian

bawahnya, rasanya seperti dilambungkan ke langit setelahnya

dihempas ke dasar bumi, perih dan sakit.

Kini Tawan telah pergi, meninggalkan sebuah lubang yang

menganga besar di hati. Sepi dan sendiri adalah hal yang harus ia

hadapi, dengan janin di perutnya yang masih bertahan hingga detik

ini.

“Don’t leave me like this…” lirihnya terisak.

Suara tepuk tangan di ambang pintu membuat New terkejut, ia

melihat Kevin berdiri di sana “Pertunjukan yang bagus, natural banget

haha gue puas lihatnya” Kevin tertawa dan menatap New dengan

tatapan merendahkan.

LUKA | 139
“Udah jangan sinis gitu ngelihatin gue” Semakin Kevin

mendekat, semakin New bergerak mundur. Sialnya New sudah tak

ada ruang untuknya menghindar, di belakang hanya tersisa kepala

ranjang.

“Jangan mendekat….aku mohon…aku takut” New kalut karena

Kevin malah naik ke atas ranjang dan terus memangkas jarak, apa

yang akan Kevin lakukan padanya kali ini?

“Dengerin gue baik-baik…”

“Aaaaaakhhhh” New memekik kesakitan ketika Kevin berada

tepat di depannya dan meremas rambutnya kuat-kuat hingga

kepalanya mendongak ke atas.

“Lo cuma noda kecil, lebih baik lo menyingkir sebelum gue

bertindak dengan kedua tangan gue sendiri, ngerti!!!”

New menatap Kevin dengan tatapan nanar, ia mengangguk

dengan derai air mata.

“Gue kasih waktu seminggu untuk lo resign dan jauhin Tawan,

selebihnya gue nggak nanggung keselamatan lo”

LUKA | 140
BUGGG!!!

Kevin menghantamkan New ke kepala ranjang dan berlalu pergi

meninggalkan New menangis seorang diri. Darah segar mengalir di

kepala dan hidung New, rasa sakit kembali meremukkan badannya

bersama kesedihan yang tak lagi bisa ia sembunyikan dari dunia.

It’s always been about us against the world that we forgot we have

our own world to fight, our own world to deal with, the world where

nothing is about us.

So maybe this is the time for us to fight in our own way, and maybe in

another live we’ll meet again.

I’ll love my self like i never waiting you to love me again

LUKA | 141


LUKA | 142
The Breaking Point

Tiga hari setelah kejadian itu, New tak lagi pernah berangkat

bekerja, ia mengurung diri di kamar meski beberapa teman seperti

Metawin, Jane dan Kit mengkhawatirkannya. Sebenarnya New

sedang mencoba menyembuhkan diri dari semua luka yang

menghancurkannya beberapa hari terakhir, terbangun tiap malam

dalam keadaan menangis ketakutan, tubuh gemetar dan merasa cemas

ketika sebuah pesan dari Kevin muncul di notifikasi ponselnya.

Tak ada pesan dari Tawan, sepertinya Dokter itu benar-benar

ingin hengkang dari hidupnya, tak ada panggilan yang biasa New

terima, tidak….semuanya sudah usai. Maka hari ini ia beranikan diri

untuk datang ke Rumah Sakit, memungut semua berkas-berkasnya

sebelum resmi mengundurkan diri dan berhenti berhadap kalau

Tawan akan mendengar penjelasannya.

Ia tak datang mengenakan seragam perawatnya, namun hanya

mengenakan hoodie yang terkesan kedodoran, setelah semua hal keji

yang Kevin dan Mild lakukan tempo hari, New berencana

LUKA | 143
memeriksakan keadaan janinnya, ia berharap darah dagingnya dalam

keadaan baik-baik saja.

Baru saja sampai di pelataran Rumah Sakit, New melihat Mild

menatap sinis ke arahnya dan tersenyum penuh kemenangan,

perempuan itu mengabaikan keberadaannya dengan berlalu begitu

saja. New marah, sangat benci dengan keadaannya yang seperti ini,

katakanlah Mild sudah merebut Tawan darinya namun tak perlu

melukai bayi yang ada di dalam perutnya.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat Tawan di ujung lorong,

keduanya sama-sama berhenti, tatapan mereka bertemu namun New

menampiknya, tak berani membalas dan memilih untuk menunduk

sembari terus berjalan.

LUKA | 144
“Mas dan Mild dijodohkan”

New berhenti saat berpapasan dengan Tawan, semakin sedih

mendengar ucapan sang Dokter.

“Itu bukan kemauan mas kan?” ia memberanikan diri untuk

bertanya.

“Bukan memang, namun itu merupakan opsi terbaik daripada

mas dikhianati dari belakang”

“Aku tak pernah berbuat khianat di belakang mas, andai mas

mau dengerin penjelasan aku”

“Jangan memebela diri” Tawan memotong cepat.

New terisak menghapus air matanya sembali memegang perut

bagian bawahnya “Pada akhirnya apa yang aku katakan akan mas

anggap sebagai pembelaan kan?”

Tawan terdiam, tak mau menjawab karena menurutnya semua

itu benar adanya.

“Kalau begitu selamat mas….” ucap New dengan bibir gemetar

“Aku akan pergi, berhenti bekerja di sini”

LUKA | 145
“Bagus, bukankah memang seharusnya begitu? Namamu sudah

tercemar di sini, kabar itu sudah menyebar kemana-mana kalau

kamu….”

“Tidur dengan orang lain?” New tertawa lirih namun dadanya

terasa sesak, bahkan ia harus meremas dadanya sendiri.

“Kalau kamu memang masih punya malu pergilah sekarang”

sahut Tawan dingin, tanpa lagi mau menaruh peduli.

“Kira-kira siapa yang menjadi antagonis dan protagonisnya

mas?” tangannya mengepal kuat-kuat sembari menahan tangis yang

menyesakkan dada.

“Maksud kamu?”

“Mas tak perlu menjawabnya sekarang, biar waktu yang

memberitahu mas tentang kebenaran yang sedang dibungkam”

New melanjutkan langkahnya, menjauh dari Tawan yang masih

mematung dan melihatnya dari kejauhan.



LUKA | 146
LUKA | 147
New berencana pulang setelah memeriksakan kandungannya,

namun sialnya ia harus bertemu dengan perempuan yang teramat ia

benci, kedua matanya menatap Mild tajam saat berpapasan di sebuah

lorong, Mild memamerkan senyum licik penuh kemenangan dan

kecongkakan.

“Beruntung juga kandungan lo masih selamat….” Ujar Mild

pelan saat mereka bersebelahan “Harusnya lenyap hari itu juga karena

kalau terlahir pun juga tanpa Ayah kan? hahaha” sebuah tawa kecil

membuat New berhenti melangkah.

“Di dunia yang penuh persaingan ini harusnya lo sadar di mana

kaki lo berpijak, lo cuma noda kecil yang nggak berarti di depan mata

gue” Mild melanjurkan mencemooh New hingga membuat rahang

New bergemeletukan.

“Well, tapi gue udah tenang sih karena gue sama Tay

dijodohkan…segera kemas seluruh barang lo dan angkat kaki dari

sini…orang udik, miskin, kampungan”

PLAKKKKK!!!

“AAAAAHHHHHHHH”
LUKA | 148
Untuk pertama kali New menampar Mild sangat keras hingga

perempuan itu terjatuh di lantai, tangannya gemetaran, matanya

menaruh benci yang luar biasa kepada Mild yang selalu berbuat

semena-mena.

“Gue diam bukan berarti gue kalah, andai mas Tay tahu

perbuatan keji lo selama ini”

“Astaga Mild sayang kamu kenapa?” sang Mama datang dari

kejauhan bersama Tawan dan langsung membantu Mild berdiri.

“Ini Ma, dia nampar aku kenceng banget sampe aku jatuh”

“Kamu….Perawat yang kemarin kan? nggak tahu diri sekali ya

kamu, sudah saya kasih kesempatan untuk bekerja di sini tapi kamu

berani nampar anak saya? Pergi dari hadapan saya sekarang juga!!!”

sang Mama murka dengan nada membentak sembari menunjuk-

nunjuk New untuk segera lenyap dari hadapannya.

Tawan yang kebetulan ada di ujung lorong segera menyusul dan

menatap tak percaya ke arah New “Benar mungkin kalau selama ini

mas salah memilih, ternyata begini sikap kamu di belakang mas

selama ini?”
LUKA | 149
New tak bergeming, ia membalas tatapan Tawan dengan mata

yang nanar menahan air mata, hatinya sakit seperti ada ribuan jarum

yang menusuknya.

“Sini kamu”

Tanpa ba bi bu, Tawan menyeret New menjauh dari lorong,

membawanya keluar menuju lobi Rumah Sakit.

“Aku nggak minta mas percaya dengan apa yang aku katakan,

karena setelah apa yang terjadi tidak akan bisa merubah persepsi mas

tentangku kan?” lirih New dengan langkah terseret karena cepatnya

kedua kaki Tawan berjalan.

LUKA | 150
“Kamu tahu itu, jangan buat mas membencimu dengan

mengingat bagaimana kamu menyakiti Mild seperti tadi”

Keduanya menjadi pusat perhatian, beberapa perawat dan

pengunjung di bagian farmasi melihat bagaimana seorang Dokter

yang menyeret keluar seorang Perawat yang diberhentikan secara

paksa.

“Aaaakkhhh tanganku sakit mas” New mengeluh kesakitan saat

genggaman tangan Tawan berubah menjadi remasan yang sangat

kencang.

“Kamu pantas mendapatkannya”

“Mild pembohong mas, semua ini ulah Mild dan Kevin, aku

dijebak sama mereka berdua mas” New mencoba menjelaskan

sembari mencoba berkelit dan melepaskan tangannya namun Tawan

terus menyeretnya keluar.

“Jangan salahkan orang lain atas hal menjijikan dan memalukan

yang kamu lakukan, begini rupanya sikap aslimu”

LUKA | 151
Tawan menarik New kuat-kuat dan mendorongnya keluar

Rumah Sakit hingga terjatuh di tanah.

“Aaaaakhhhh” tak ada yang bisa New lakukan selain berderai

air mata, satu-satunya orang yang ia percaya dan ia punya kini tak lagi

mau mendengarkannya.

“Pergi dan jangan pernah kembali lagi, mas muak dengan

tingkah kamu yang kasar dan menjijikkan” Tawan mengusir sebelum

berbalik dan meninggalkan New sendirian, tanpa mengucap pamit dan

tanpa menengok untuk kedua kali.

Dengan susah payah New berdiri, memegang perut bawahnya

yang terasa nyeri, membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel di

pakaiannya.

“Gapapa ya sayang, gausah takut karena kamu masih punya

Papa yang nggak akan ningalin kamu” ringisnya menahan sakit

dengan kedua tangan yang mencoba menghapus air mata.

Ia berjalan seorang diri, dengan hati yang hancur dan berderai

air mata, ia putus asa. Tanpa sadar ada seseorang yang

meperhatikannya, mendengar bagaimana New membeberkan apa


LUKA | 152
yang Mild dan Kevin lakukan, untunglah Tawan tak lagi mau

percaya.

“Gue udah bilang dari awal kalau keselamatan lo bukanlah

sebuah jaminan” gumamnya melipat kacamata hitam yang ia kenakan.

Langit menemani New menangis di sepanjang jalan, rintiknya

perlahan mulai berubah menjadi hujan. Tangisnya memang

tersamarkan namun tidak dengan luka dan sakit di hatinya yang tak

dapat luruh dan sembuh.

Dari kejauhan ia melihat sebuah mobil yang familiar, itu adalah

mobil Tawan yang bergerak dan membuat genangan air terciprat

membasahi tubuh New, ia bagai seonggok sampah yang dibuang dan

dicampakan.



LUKA | 153
Kosan ini sepi, hanya ada New sendirian di dalam kamar ketika

perawat yang lain tengah sibuk bekerja. Meninggalkannya dalam

kesendirian, berkecamuk dengan seluruh pertanyaan yang tak akan

menemukan jawaban.

Tok! Tok! Tok!

Siapa yang bertamu? Tawan? Ah tak mungkin, rekan-rekannya

juga masih berada di Rumah Sakit.

“Iya? Siapa?”

KLEKKK

Begitu New membuka pintu…

LUKA | 154
BAMMMM!!!

“Aaaaakhhhh”

Kevin datang dan langsung melayangkan sebuah bogem mentah

ke wajah New hingga terhuyung beberapa langkah ke belakang dan

berakhir tersungkur di lantai, dengan cepat Kevin melangkah masuk

dan mengunci pintu rapat-rapat dari dalam, ia menghirup lintingan

tembakau yang hampir habis.

“Berani-beraninya lo bilang itu ke Tawan huh? nyari mati lo?”

Kevin tak memberikan kesempatan New untuk berbicara, begitu

New mencoba berdiri dengan kedua kakinya, maka dengan cepat ia

mencekik leher New dan memojokkannya ke tembok.

“Hnnghhhh Ke..vin…sa…kit” Kedua tangan Perawat itu

mencoba berontak untuk melepas cekikan yang sangat kuat di

lehernya, kedua kakinya mulai melayang tak lagi menyentuh lantai.

“Gue ingetin sekali lagi little fucker…..huuuffffff” Kevin

menghisap sisa rokok terakhir lalu menghembuskannya tepat wajah

New, kedua matanya melotot tanda kalau ia tak main-main dengan

LUKA | 155
ucapannya “Jangan main-main sama gue, jangan bikin kesabaran gue

habis”

“Aaaakkhh uhuk-uhukkk”

“Tugas lo di sini belum selesai, setelah lo keluar dari Rumah

Sakit, lo juga harus benar-benar keluar dari kehidupan Tawan…tsk!

Sial kenapa gue juga yang harus mastiin ini”

“Lepasin Vin aaakhhh aku….aku mohon” New sudah lemas, ia

hanya memohon sedikit belas kasihan dari Kevin.

BRUKKK

Begitu saja, tubuh New ambruk di lantai ketika Kevin melepas

cekikannya, suara panggilan telfon berdering nyaring dari ponsel

Kevin.

“Ssssstttttt, sedikit aja lo bersuara, itu artinya…” sekutu Mild itu

memberi isyarat leher yang dipenggal dengan jari, sebuah ancaman

telak agar New tak berontak “Diem di sini baik-baik” kejam? Tentu

karena yang selanjutnya Kevin lakukan adalah menginjak kepala New

dengan sepatunya sementara ia menjawab panggilan telepon.

LUKA | 156
“Iya Citra, kenapa sayang?” mata tajamnya melihat ke bawah,

tepat di wajah New yang terlihat pasrah di bawah injakan kakinya.

“Iya mas beliin untuk Citra dan dedek bayi yang ada di perut

kamu ya abis ini sayang”

KLIK

“Sama satu lagi”

“Aaaahhh Vin udahh, sakit semua badanku”

Kevin menekan injakanya kuat-kuat hingga membuat New

semakin merasa kesakitan.

“Jangan pernah berharap nunjukin muka lo di depan Tay sama

Mild, paham? Karena lo akan pergi sama gue dan jangan pernah

berpikir lo bisa melarikan diri dari gue….hahaha nggak akan bisa”

Kevin menarik diri dan menyudahinya, ia bergerak keluar

menuju pintu.

“Kamu mau bawa aku kemana memangnya Vin?” Tanya New

terduduk di lantai, membersihkan kotoran yang menempel di

wajahnya juga merasakan sakit di lehernya.

LUKA | 157
“Asal lo nurut, lo gak akan gua apa-apain. Gue cuma akan bawa

lo keluar kota jauh dari kehidupan Tay dan Mild, di sana lo bisa

mulai kehidupan lo yang baru dengan anak haram yang ada di perut lo

itu”

Cacian yang cukup menyakitkan untuk New dengarkan sebelum

Kevin keluar dan membanting pintu hingga ia tersentak ketakutan.

Ternyata tak cukup dengan mengalah dan membiarkan Tay

dijodohkan dengan orang lain, bahkan keberadaannya di muka bumi

saja dianggap ancaman oleh mereka yang menganggapnya noda untuk

dilenyapkan.



Burung camar sedang berkoloni terbang di langit senja,

semburat jingga membuat lengkungan di kedua bibir New semakin

melebar, angin dermaga membelai wajah manisnya yang sudah lelah

menangis dan berderai air mata.

Ia sedang duduk dengan kedua kaki yang menjuntai menyentuh

air, melihat refleksinya sendiri di air, ia merasa bebas dari seluruh

beban yang selama ini menghimpitnya tanpa ampun.


LUKA | 158
Esok akan menjadi hari baru untuknya, sebuah lembaran di

mana dirinya dan Tawan tak lagi saling bersinggungan, simpul yang

terikat kuat kini sudah terlepas, mereka berdua adalah dua garis lurus

yang tak akan bersilangan meski ditarik sepanjang apapun, langkah

keduanya resmi saling berlawanan tak lagi berjajar dan beriringan.

“Besok kita pergi, gapapa ya nak? kalau kita ada di sini terus,

nanti kita dianggap nyusahin Ayah, kamu masih punya Papa yang

nggak akan ninggalin kamu” lirih New pelan mengusap perutnya.

“Jangan minta yang aneh-aneh ya? Papa mulai kesusahan karena

kamu cepet banget tumbuhnya” lanjutnya tersenyum pahit.

“Abis ini kita jalan-jalan yuk? Papa mau lihat-lihat

perlengkapan bayi buat kamu” New menarik diri dari ujung Dermaga,

LUKA | 159
berjalan menjauh di pembatas senja yang sedang mematangkan

warnanya.



LUKA | 160
Hari ini adalah hari terakhir New berada di sini, bersamaan

dengan dirinya yang akan pergi dan mungkin tak akan kembali, tak

akan bisa melihat senyum Tawan lagi, tak bisa mendengar suaranya

dan tawanya lagi, ia pergi ke pengasingan seorang diri.

New sudah mengemasi semua barang-barangnya, tak ada yang

tertinggal di sini hanya saja ingatannya tentang Tawan masih

tersimpan rapi di setiap sudut kamar mungilnya. Ia masih bisa melihat

semuanya dengan jelas, Tawan yang mengantarnya pulang, Tawan

yang menggendongnya ke atas ranjang, Tawan yang membelai

rambut hitamnya sembari bersenandung sebelum pulang.

Ahhhhh rasa-rasanya seperti baru kemarin dan kini ia sudah

harus pergi, begini ternyata pahitnya cinta tak direstui.

“When i enter this room, i always have to control my tears

because i still feel you very deeply and now” New menjeda untuk

mengambil napas dalam-dalam, menahan air mata yang sudah ada di

pelupuk mata “…..i leave”

Ia gemetar merasakan ternyata kenangan bisa terasa

semenyakitkan ini, semuanya seperti divisualisasikan dan diputar

LUKA | 161
ulang di depan mata kepalanya bagaimana Tawan bersenandung

untuknya hingga kejadian yang disebabkan oleh Kevin dan Mild yang

membuat Tawan tak lagi percaya kepadanya.

“I want to say i miss you, but it wouldn’t change anything…”

New menghela napasnya yang terasa berat “So i keep pretending like i

don’t”

Lirihnya putus asa, memang pada akhirnya apapun yang ia

katakan tak akan bisa membuat Tawan percaya, pada akirnya apa

yang terucap dari bibirnya hanya dianggap sebagai pembelaan semata.

New sampai harus mendongak untuk menahan air matanya, ia

tak mau menangis apalagi ini adalah hari kebebasan Tawan tanpanya.
LUKA | 162
Tawan adalah orang yang berhasil merubuhkan dinding yang ia

bangun setinggi langit dan menariknya dari senyapnya kesepian,

seseorang yang memperkenalkan warna hidup bahwa dunia ini tak

hanya menyisa hitam dan putih saja.

Namun sayang, orang itu juga yang menghancurkan ulang

dinding yang ia bangun hingga hancur berkeping-keping dan berubah

menjadi abu yang menyesakkan dadanya, orang itu juga yang

membantingnya balik ke jurang yang bernama kesepian dan

keputusasaan, dan orang itu juga yang menarik semua warna dari

hidupnya hingga tertinggal hitam dan putih saja, lebih gelap dari

sebelumnya.

Pada akhirnya New tak akan kuat, ia berderai air mata sebagai

cerminan perihnya hati dan kejamnya dunia yang sedang ia tapaki.

Kisahnya dengan Tawan layaknya sebuah buku, di mana ia selalu

ketakutan membuka setiap lembar demi lembarnya, khawatir

bagaimana kisah mereka akan berakhir dan ternyata ia sadari tak ada

akhir bahagia untuknya, menyisa sebuah akhir yang perih dan penuh

air mata.

LUKA | 163
Dengan dada yang terasa sesak, ia mencoba memaksakan

senyuman dan membelai janin yang ada di perutnya, setidaknya ia tak

benar-benar sendiri, ia punya bagian dari Tawan yang tertinggal pada

tubuhnya dan kedepannya ia akan membesarkannya, meski itu berarti

seorang diri.

“I told you what hurt me the most…” sebuah napas panjang ia

ambil dan kemudian ia hembuskan secara perlahan ketika menyapu

seluruh sudut ruangan dengan tatapan mata nanar “And you did it

perfectly” lanjutnya melihat cincin yang masih melingkar di jari

manisnya.

Sebuah cincin pemberian Tawan ketika sama-sama menyatakan

rasa, mendeklarasikan kepada dunia tentang cinta yang mereka punya.

New tak mau melepasnya, hanya dengan ini ia merasa Tawan tak

pernah meninggalkanya meski kenyataan berkata sebaliknya.

“Gapapa ya sayang? Kita pergi jauh dari ayah, biar ayah punya

kehidupan yang lebih baik” New menghapus air mata, ia tak lagi bisa

menahannya.

LUKA | 164
“Mau kemanapun Papa pergi, asal Papa punya kamu….Papa

masih baik-baik saja dan itu artinya Papa masih punya segalanya”

Samar-samar New mendengar suara mobil di pelataran, pasti

Kevin sudah datang karena tak ada seorang pun yang ada di sini

selain dirinya sendiri. Semua perawat sedang pergi karena diundang

untuk menyaksikan bagaimana Tawan mengucap sumpah dan janji

pernikahan. Hanya dirinya saja yang tersisa, mungkin saja

kehadirannya memang tak diinginkan seperti apa yang dikatakan

Tawan tempo hari, ah sial itu cukup menyakiti hatinya.

New mematung di jendela kamarnya melihat Kevin keluar dari

mobil dan berjalan cepat menuju ke arah kamarnya, ia sedang

menghitung detik demi detik kepergiannya.

LUKA | 165
“Udah siap semua kan? jangan bikin gue nunggu” lontar Kevin

begitu sampai dan mematung di depan pintu kamar New.

“Udah kok”

“Yaudah cepetan”

“Vin tunggu…” New menahan Kevin pergi dengan

menggenggam pergelangan tangan suami Citra itu.

“Kenapa?” jawabnya dengan melepas genggaman tangan New

dengan paksa.

“Ummm boleh minta tolong bawain tasnya? Agak berat kalau

aku bawa semuanya sendirian”

Kevin melihat beberapa tas ransel yang ada di atas ranjang dan

melihat New bergantian, matanya menyipit.

“Kali ini saja Vin...” New memelas.

“Bahkan lo masih bisa nyusahin orang lain? Ckck sini cepetan”

New tergopoh-gopoh membawa dua ransel besar dari atas

ranjang, satu untuk ia bawa sendiri dan satu lagi meminta bantuan

Kevin untuk dibawakan.


LUKA | 166
“Ini” New menyerahkan sebuah ransel besar yang ia

genggamankan ke tangan Kevin.

“Ini?” suami Citra itu mengangkat satu ransel tepat di depan

New.

Sebuah anggukan sebagai jawaban mengiyakan.

“Bawa sendiri bangsat…”

BUKKKK

“Aaaakkhhhh” New meringis kesakitan.

Ransel itu dilempar begitu saja mengenai New hingga tumbang

dan jatuh ke lantai.

“Lo kira gue mau bantuin? Tsk! Gue bukan babu lo, lo yang

akan jadi gembel di sini kenapa gue yang susah anjrit!” Kevin

mencomooh setelahnya melenggang pergi menuju mobil,

meninggalkan New yang masih kesakitan di lantai kamar.

“Hufff…yaudah deh, yuk bantuin Papa bawa ransel ini, jangan

cengeng ya sayang” ujarnya pada diri sendiri dan janin yang ada di

kandungannya.

LUKA | 167
“Kira-kira kita perlu pamit ke Ayah nggak ya?”

New terdiam menerawang kepergiannya yang sudah ada di

depan mata, lalu ia tersenyum kecut “Nanti Papa coba minta tolong ke

Kevin, tapi gapapa ya kalau misal kita nggak dapat izin untuk pamit?”

dengan hati yang kosong ia membawa dua ransel besar keluar dari

kamar.

Ia berjalan pelan dan kepayahan menuju pelataran, menaruh

kedua ranselnya di bagasi tanpa bantuan sama sekali.

“Vin, aku ada satu permintaan terakhir…” New duduk di

sebelah Kevin, menghempaskan punggungnya yang terasa sakit,

keringat membasahi dahinya karena kelelahan.

“Ck, apalagi sih? Nyusahin banget lo jadi manusia”

“Kali ini aja Vin, pleaseeeee”

Kevin terdiam menatap kedua mata New dalam-dalam.

“Untuk yang terakhir kalinya, apa aku boleh pamit ke mas Tay?

Kali ini saja Vin, karena setelah ini aku nggak akan bisa ketemu mas

Tay lagi”

LUKA | 168
Kevin diam tak menolak dan juga tak menyetujui permintaan

New, membiarkan New menerka-nerka jawaban dari pertanyaannya

sendiri, ia sibuk membalas pesan dari Tuan Vihokratana dan

mengabaikan New yang duduk di sebelahnya.

“Makasih Vin”

New tersenyum, diamnya Kevin ia artikan sebagai jawaban

„iya‟. Setidaknya dirinya pamit sebelum pergi meski pamit itu tak

berkesan apapun untuk Tawan, meski kepergiannya tak mengubah

fakta apapun kalau sekarang ia sendirian.

Mobil mereka melaju kencang membelah jalan, menjauh dari

kamar mungil penuh kenangan di mana hati New tertinggal di sana.

Menyegerakan New pada perpisahan yang sudah pasti akan terjadi,

membawa kepingan memori yang ia pungut dan ia simpan dalam hati.

Rasanya perih, ketika janji yang pernah mereka buat kini

memudar dengan waktu yang terus berjalan, ia tahu kalau setiap awal

pasti akan berakhir, ia sadar kalau pertemuan pasti berujung

perpisahan, dan ia mengerti bahwa tak selamanya kemarau di musim

penghujan. Namun untuknya? Akhir itu adalah hal yang harus ia

LUKA | 169
terima, perpisahan itu sangat nyata di depan mata dan dunianya hanya

menyisa kemarau panjang tanpa hujan.

Tak lama mereka sampai di pekarangan rumah, entah ini rumah

siapa, bukankah sebelumnya Kevin berencana membawanya pergi ke

luar kota yang jauh dari jangkauan Tawan? Lalu mengapa mereka

berhenti padahal baru sebentar menempuh perjalanan?

“Vin ini di mana?” New bertanya saat mesin mobil dimatikan.

“Udah ikut aja” Kevin menjawab singkat sebelum keluar dan

menurunkan ransel-ransel besar yang New bawa.

Hal yang New sadari adalah saat ia melihat beberapa mobil di

garasi, ia mengenal mobil itu, milik kedua orang tua Tawan, itu

berarti Kevin memberinya kesempatan untuk mengucap pamit? Diam-

diam ia berterima kasih dalam hati, meski setelah semua hal jahat

yang Kevin perbuat.

New buru-buru keluar dari mobil dan mengekor di belakang

Kevin, menyusun kata-kata yang ingin ia ucapkan di dalam

kepalanya. Namun harapannya harus dibanting hancur sekali lagi

ketika laki-laki yang menunggunya di ruang tamu bukanlah Tawan.


LUKA | 170
“Tuan Tana, saya sudah bawa New kemari” ujar Kevin kepada

ayah Tawan yang sibuk menghisap lintingan tembakau dari lubang

cerutu.

Tuan Tana, begitulah orang-orang mengenalnya.

Kedua mata Tuan Tana melihat New dari ujung kepala sampai

ujung kaki, sampai-sampai New merasa risih dan menundukkan

kepala, tak kuasa membalas tatap mata penuh intimidasi.

Pikirannya berkecamuk penuh tanda tanya, di mana Tawan

berada? Apakah belum pulang dari Rumah Sakit? Lalu mengapa

kedatangannya sudah ditunggu Tuan Tana? Sebenarnya ada apa?

“Apa kamu sudah sadar kalau antara kamu dan Tawan itu bagai

langit dan bumi?” ujar laki-laki setengah abad pada seorang mantan

Perawat.

“Kalau saja kamu tidak hamil, mungkin akan saya biarkan kamu

hidup di Kota atau Negara lain”

Tunggu, apa tadi? New sampai sangsi dengan apa yang ia

dengar, New menangis dengan derai air mata yang tak tertahan lagi.

LUKA | 171
“Saya tidak bisa mengambil resiko dengan membiarkan kamu

bebas berkeliaran….huuuufffff” imbuhnya menganggap New seperti

binatang liar, tak lebih berharga dari seorang manusia.

“Kurung sekarang saja Vin, tidak usah membuang waktu lebih

banyak lagi”

New melihat Tuan Tana dan Kevin bergantian, sebenarnya apa

yang mereka rencanakan? Bukankah Kevin menjanjikannya untuk

hidup dengan syarat tak lagi bersinggungan dengan Tawan kan? lalu

mengapa berbeda lagi?

“M-maksudnya?” tanyanya kebingungan menatap Kevin dan

Tuan Tana bergantian.

“Vin, maksudnya gimana? Kamu bilang mau antar aku ke luar

kota kan?” New kalut, ia berontak saat Kevin mencengkram

tangannya kuat-kuat.

“Apa kamu tuli? Apa kamu nggak dengar huh? Tuan Tana

berubah pikiran” Kevin menangkap kunci yang dilempar oleh Tuan

Tana, setelahnya menyeret New dengan paksa.

LUKA | 172
“Nggak mau Vin, aku nggak kau pleaseee” ia menangis histeris,

tubuhnya mencoba berontak dan menolak.

BAAAMMMMMMM!!!

Kevin tak berpikir dua kali untuk melayangkan bogemnya,

membuat New mengerang kesakitan di lantai, kepala laki-laki itu

terasa sakit dan pusing, pandangan matanya hanya menyisap gelap.

Tanpa belas kasih yang tersisa, Kevin menjambak rambut New dan

menyeret kepalanya menuju sebuah ruang bawah tanah.

Ada orang lain yang menyaksikan kejadian itu, adalah istri dari

Tuan Tana yang memilih bungkam, obsesinya membutakan mereka

dan mengeruk habis sisi kemanusiaan yang tersisa.

New sempat menatap tepat ke arah istri Tuan Tana di tengah

batas kesadarannya, tatap memohon untuk meminta tolong namun

perempuan itu malah buang muka dan berpura-pura seolah tak

melihat kejadian apa-apa.



LUKA | 173
New terbangun di suatu tempat yang gelap, dengan jeruji besi

yang membelenggunya seperti binatang yang terperangkap dan tak

bisa bebas pergi.

Kepalanya terasa berdeyut, darah segar mengalir di pelipisnya.

Susah payah ia mengembalikan kesadarannya sampai ia kembali

mengingat kalau Kevin yang membawanya kemari.

“Gitu doang pingsan lo? Tsk!” itu Kevin, laki-laki itu duduk di

luar jeruji besi menatap New dengan wajah datar.

LUKA | 174
“Aaaaakkhhh Vin ini di mana?” susah payah ia menggerakan

tubuh hanya ingin dalam posisi duduk.

Cahaya lampu yang remang-remang terkadang menembus

gelapnya tempat yang lebih tepat dikatakan sebagai sel tahanan,

mengapa dirinya ada di sini? bukankah seharusnya Kevin

membawanya pergi?

“Ini tempat tinggal lo sekarang, anggap saja rumah sendiri”

“M-maksudnya?” baru New sadari kalau kedua ranselnya juga

ada di ruang sempit ini, apa itu artinya ia akan dikurung di tempat ini

selamanya? Lalu bagaimana nasib bayi yang ada di perutnya kelak?

“Nikmati aja, nggak akan lama kok, mungkin beberapa bulan

saja sampai Tawan benar-benar menikah dengan Mild”

“Tapi…tapi bukannya aku sudah berjanji untuk nggak ketemu

lagi dengan mas Tay?”

“Siapa yang bisa jamin memangnya? Tuan Tana nggak mau

ambil resiko⸺begitu juga dengan gue” jawab Kevin dengan

LUKA | 175
melemparkan sepiring makanan hingga isinya tumpah di lantai yang

kotor.

“Itu jatah makan lo hari ini, lo cuma dapat makan sehari sekali

itupun kalau hari-hari berikutnya gue nggak lupa ngasih makan lo lagi

hahaha” lanjutnya meninggalkan New dengan Tawa yang menggema

di lorong, semakin menjauh meninggalkan New yang tertahan jeruji

besi.

“Viiiiin tunggu dulu, aku….aku takut gelap Viiiiinnn” suaranya

menggema ke seluruh ruangan, menimbulkan kalimat yang diulang-

ulang semakin membuat New ketakutan.

Detik selanjutnya Kevin malah mematikan satu-satunya lampu

yang bersinar remang-remang, menguasai ruang bawah tanah ini

dengan kegelapan, menerkam New dalam gigil kedinginan dan isak

tangisan.

“Mas Tay, aku…aku takut mas” New berbisik pada dirinya

sendiri, tahu kalau sekeras apapun ia berteriak pada dunia, Tawan tak

akan datang menyelamatkannya.

LUKA | 176
Dari ujung lorong terdengar suara pintu yang dikunci dari luar,

kebebasannya resmi dihancurkan, harapannya tak bisa ia wujudkan.

New tak ubahnya hanya manusia yang terbelenggu dibalik jeruji besi,

di mana hanya ada rasa perih dan sakit di dunia yang sedang ia tapaki.



Getar ketakutan dan gigil kedinginan hampir setiap hari New

rasakan, hari-harinya seperti penyiksaan di mana dirinya hidup dalam

penderitaan namun kematian tak kunjung datang untuk membawanya

pada kedamaian, tak terasa sudah satu minggu kesepian dan

kesunyian menemaninya setiap malam. New sudah lelah

mengepalkan tangannya di jeruji besi, mengharap kedatangan Tawan

sama saja berharap akan turunnya hujan saat kemarau panjang.

LUKA | 177
“Lapar…aku la⸺par” sudah tak terhitung berapa kali perutnya

berbunyi dan terasa perih hari ini, pasalnya sudah dua hari Kevin tak

datang untuk memberinya makan.

Sama halnya dengan Tuan Tana dan istrinya yang tak peduli

dengan keberadaan dua nyawa di ruang bawah tanah mereka, entah

bagaimana mereka bisa tidur dengan nyenyak ketika tangisan dan

rintihan New menggema di bawah rumah tiap malam, entah

bagaimana mereka bisa makan dengan lahap di saat New mengeluh

kelaparan dengan badan panas dan lemas.

Ia tak lagi mengenal pagi, siang dan malam. Rasanya sama saja,

sama-sama sepi dan sunyi, sama-sama gelap tanpa cahaya di ruang

sempit ini. kali ini sepertinya New harus menahan lapar sekali lagi,

dua hari ini Kevin benar-benar tak datang untuk mengantar makanan.

New terduduk lemas di lantai ubin yang dingin, tak ada selimut

yang menghangatkan badan, tubuhnya menggigil karena kediginan

dan kelaparan, kedua tangannya memegangi perut, memeluk buah

hatinya yang meronta lapar namun hanya air keran yang dapat ia

telan.

LUKA | 178
Saat ingatannya tentang Tawan kembali memenuhi pikiran,

hanya air mata yang mewakili bagaimana perihnya perasaan. Dadanya

terasa sesak membayangkan apabila Tawan tahu kejadian yang

sebenarnya, tentang bagaimana Mild dan Kevin yang bersekongkol

untuk menjebaknya, juga perlakuan buruk kedua orang tua sang

Dokter padanya.

Apa yang akan Tawan lakukan? Apakah akan membelanya atau

hanya diam tanpa melakukan apa-apa. Entahlah karena kenyataannya

Tawan telah dibutakan dengan kebohongan yang Mild dan Kevin

ciptakan, mengecapnya sebagai orang yang buruk dan

meninggalkannya begitu saja tanpa memberi kesempatan untuk

menjelaskan.

Jantungnya hampir terlempar ke lantai ketika mendengar karat

pintu ruang bawah tanah yang dibuka seseorang, bersamaan dengan

cahaya yang perlahan masuk memupus kegelapan, langkah kaki yang

menggema dari ujung lorong terasa semakin mendekat. Meski rasanya

tak mungkin, New berharap kalau itu adalah Tawan, meski rasanya

mustahil, ia ingin berlari keluar dan meraih kebebasan.

LUKA | 179
“Menyedihkan sekali…”

Suara itu, New mengenalnya, Tuan Tana datang menemuinya

dengan sepiring makanan sisa yang dilempar begitu saja hingga

tercecer di lantai.

LUKA | 180
“Mau sampai kapan Tuan menyiksa saya seperti ini?” lirih New

dengan mendongakkan kepala, membalas tatap mata Tuan Tana yang

tajam menghinanya.

“Berapa lama lagi anda menyembunyikan saya di sini?” tatap

matanya kosong, penuh keputusasaan dan kepasrahan, rasanya

kematian lebih menjanjikan daripada menjalani hidup penuh dengan

air mata dan penyiksaan.

Tak menjawab, Tuan Tana malah meludah ke arah New dan

berbalik badan, siap berjalan menjauh tanpa simpati dan belas

kasihan. New yang kesal langsung mengambil sendok di lantai dan

melemparnya ke arah

“Anda akan menyesal! Cepat atau lambat dunia akan tahu apa

yang anda lakukan!!”

Tuan Tana tak bergeming, melangkahkan kakinya menjauh dari

jeruji besi khusus yang ia buat untuk membelenggu New di sini.

“Orang tua keparat! Kelak anda akan kekal di neraka” New

mengumpat, menumpahkan seluruh kebencian yang ia rasa, dendam

mulai mendarah daging di hatinya.


LUKA | 181
“Apa kamu bilang? Manusia hina tak tahu diri” dalam hitungan

detik langkah kaki Tuan Tana berbalik arah dengan kedua tangan

mengepal mendengar umpatan New yang membuat panas telinganya.

“Sepertinya kamu memang perlu diberi sedikit pelajaran,

tidakkah kamu merasa beruntung karena saya datang memberi kamu

makan?” laki-laki setengah abad itu membuka kunci jeruji besi,

meremas rambut New hingga wajah New mendongak ke atas.

“Bukankah kamu harusnya merasa beruntung tidak saya biarkan

makan tikus dan kecoa hmm?”

BRAAAKK!!!!

“Aaaaakkhhh”

Tanpa belas kasihan Tuan Tana mendorong kepala New hingga

membentur dinding, tangan kirinya mencekik leher New kuat-kuat

sampai New kesusahan untuk bernapas.

“Ingat ini baik-baik⸺”

“Hnnnghh le…pas…kan aaarrghhhh” cekikan kuat di bagian

leher membuat New tak berdaya.

LUKA | 182
“Saya Tuan Tana, tidak akan merestui hubungan kalian…”

PLAKKKKK!!!

Tamparan sangat keras cukup membuat New mengaduh

kesakitan.

“Tidak akan mengakui kalau bayi di perut kamu adalah darah

daging Tawan”

DUGGGGGG!!!

Tak hanya tamparan, Tuan Tana juga menendang New hingga

tersungkur tanpa bisa melakukan pembelaan.

“Tolong bebaskan s-saya….saya hanya mau hidup dengan bayi

di perut saya, saya janji tidak akan menuntut pertanggung jawaban

mas Tawan” ujar New terbata-bata sambil berlutut, ia

mengesampingkan harga dirinya dan memilih untuk mengemis belas

kasih agar dibebaskan.

Namun satu-satunya harapan dan kesempatan itu pupus saat

melihat Tuan Tana melepas ikat pinggang dan menggunakan benda

itu untuk menyiksanya.

LUKA | 183
CTAAAKKKK!!!

“Aaaaaahhhhhh sakiiitttt”

CTAAAKKKK!!!

CTAAAKKKK!!!

Cambukan dan jerit kesakitan New terdengar sangat

menyakitkan, air matanya tak lagi bisa ia bendung di saat tubuhnya

terasa panas seiring cambukan Tuan Tana yang mengayun tanpa jeda.

Kedua tangannya mencoba meremas jeruji besi untuk melampiaskan

sakit, bibirnya tak berhenti meronta untuk setiap cambukan yang

menyiksa punggungnya.

LUKA | 184
“AAAAAAA SAKIIITTTT”

Tuan Tana benar-benar menggila dan kehilangan akal sehatnya,

ia membabi buta untuk menyiksa New dengan ikat pinggang kulit

miliknya, melihat kulit merah bekas cambukan memberinya rasa puas

untuk melampiaskan rasa benci di hatinya, mendengar jerit kesakitan

membuatnya memiliki kuasa dan kendali penuh atas kehidupan dua

nyawa yang ia siksa.

“Ampunnn sakitt aaakkhhhh m-mas Tay tolong”

Sekeras apapun ia menjerit sakit, sekuat apapun ia mencoba

keluar dari perigi tua yang membelenggunya, Tuan Tana tak pernah

tinggal diam dengan terus mengayunkan cambuk dan menendang

tubuh lemah New tanpa ampun.

New terkapar tak berdaya di lantai, punggungnya menyisa

bengkak dan memar, darah segar mengalir di pelipisnya karena

benturan keras di dinding. Samar-samar ia melihat Tuan Tana yang

kembali mengunci jeruji besi, berjalan menjauh bersama

kesadarannya yang hampir hilang bersama gelap yang menemani.

LUKA | 185
Tak ada yang bisa New lakukan selain pasrah, menghitung detik

demi detik di sini sama saja seperti menghabiskan hidup dalam kesia-

siaan, mengesampingkan punggungnya yang memar merah membiru

karena ia kelaparan, New mati-matian merangkak karena tak sanggup

lagi berdiri.

Memunguti butiran-butiran nasi yang tercecer di lantai, susah

payah New mengunyah dan menelannya karena tenggorokan terasa

sangat sakit, dalam kegelapan ia meringik kesakitan dan menangis

semalaman.

Di tempat lain ada laki-laki yang terjaga dari tidurnya, ia

terduduk di atas ranjang dengan keringat membasahi badan, dalam

pikirnya ia bertanya-tanya apa yang tadi itu benar-benar terjadi atau

hanya mimpi buruk semata.

Tawan terbangun saat mendengar tangisan New yang memohon

pertolongannya, sedetik lalu rasanya sangat nyata, namun saat

mendapati dirinya terbaring di atas ranjang, ia mulai meragukan

keyakinannya.

LUKA | 186
Keringat sebesar biji jagung membasahi wajahnya, ia

mengusapnya dan mengambil ponsel, memeriksa pesan-pesan singkat

yang ia kirimkan pada New selama seminggu terakhir, sejak dirinya

mulai sadar kalau New tak lagi ada di sini, saat ia menyadari kalau

seminggu terakhir New hilang bak ditelan bumi.

Tawan bisa merasakan waktu yang bergerak di sekitarnya,

rasanya seperti kemarin kalau ia berjanji tak akan meninggalkan New

namun pada akhirnya mereka harus berpisah dengan akhir yang tak

indah. Ditatapnya lagi layar ponsel dengan nama New tertera di sana,

tak ada pesannya yang terjawab, bahkan hanya terkirim dan tak

terbaca sama sekali.

“Huuuufttttttt” ia turun dari ranjang dan melangkah keluar dari

kamar, di lihatnya jam dindin tua yang berdenting menandakan sudah

tengah malam.

“Loh Pa? belum tidur?” Tawan berpaspasan dengan sang Papa

di ruang tamu, entah dari mana malam-malam begini pikirnya.

“Ehh, kebangun?” tak menjawab pertanyaan putranya, Tuan

Tana malah balik bertanya, memalsukan senyum di bibirnya.

LUKA | 187
“Iya Pa, haus” Tawan hampir saja berlalu ke dapur namun ia

melihat ada yang aneh “Tangan Papa kenapa berdarah gitu?” ia

memfokuskan matanya pada jari-jemari sang Papa yang terdapat noda

darah, juga ikat pinggang kulit yang digenggam, bukankah harusnya

ikat pinggang itu melingkar di celana Tuan Tana? Aneh bukan?

begitulah pikir Tawan.

“Oh ini, t-tadi di dapur…”

Tawan mengerutkan alis melihat sang Papa yang kebingungan

menjawab pertanyaannya.

“Kena pisau? Sini Tawan periksa, takutnya kalau infeksi”

“Engga⸺Papa nggak kenapa-kenapa kok, nanti Papa bersihkan

di kamar saja” dengan begitu Tuan Tana pergi meninggalkan Tawan

sendirian dengan tanda tanya di dalam kepala.

Tawan hanya mematung dan geleng-geleng kepala karena

tingkah aneh sang Papa, setelahnya ia menuju dapur untuk mengambil

minum, entah mengapa ia merasa ada yang aneh. Rasa kehilangan

yang ia rasakan sejak New pergi seperti ditelan bumi, terkadang

Tawan bertanya-tanya kemana Perawat itu pergi?


LUKA | 188
Four Months Later

Tubuhnya semakin lemah dari hari ke hari namun perutnya

semakin membesar, wajahnya pucat dengan bibir kering pecah-pecah

dan kantung mata yang menghitam.

Semakin lama New semakin kesusahan untuk bergerak dengan

perut yang mulai besar membola, ia hanya bisa duduk dan terbaring

lemah kelaparan. Kevin semakin jarang datang, hanya dua atau tiga

hari sekali, selebihnya New meminum air keran, terkadang juga Tuan

Tana datang dan itu membuat New ketakutan.

Karena siksaan itu pasti berulang, cambukan di punggungnya,

benturan yang merobek pelipisnya, cekikan yang menyesakkan napas

di lehernya. Selalu terjadi lagi, lagi dan lagi hingga memar biru

semakin melemahkan keadaaan New, Tuan Tana sendiri menganggap

New adalah pelampiasan yang paling tepat ketika sedang dibakar

emosi pekerjaan, dengan mendengar rintih perih dan jerit kesakitan

New seolah semua rasa kesalnya terbayarkan.

LUKA | 189
Ia mendengar lagi pintu yang dibuka dari ujung lorong, tak

peduli apakan Kevin atau Tuan Tana yang datang menemuinya,

rasanya sama saja.

“Hei, bangun….”

Ternyata Kevin yang datang, dengan membawa sepiring

makanan yang ia taruh di lantai dan membiarkan New memakannya

dengan rakus.

“Gue pikir lo lebih tepat disebut hewan liar daripada manusia or

maybe worse than that….i mean look at you⸺you eat like a pig!”

LUKA | 190
Suami Citra itu melirik bagaimana New makan, ia tahu mungkin

saja alasan mengapa New berperilaku bergitu karena kelaparan, dan

juga tanpa ia sadari kalau yang kehilangan sisi kemanusaiaan yang

sebenarnya bukanlah New, namun dirinya sendiri dan Tuan Tana.

“Gue tau lo tersiksa di sini, tapi juga gue nggak akan biarin lo

mati membusuk dalam waktu dekat, itu akan jauh lebih merepotkan”

New tak menghiraukan perkataan Kevin, ia terus mengunyah

dan menelan makanan yang berceceran di lantai, terkadang kedua

tangannya mencoba membersihkan sisa-sisa nasi yang menempel di

bibir.

Ada sedikit iba di hati Kevin, apalagi menyadari keadaan New

tak jauh beda dengan Citra, sama-sama mengandung namun juga ada

perbedaan seperti langit dan bumi di mana Citra tidur dengan

nyenyak, terlelap dengan peluk hangat dan tak pernah merasakan

yang namanya kelaparan. Sedangkan New? Ia tidur dengan air mata

setiap malam, menggigil kedinginan dan harus menahan perih di perut

karena tak ada makanan yang bisa ia telan.

LUKA | 191
Kevin duduk di depan jeruji besi melihat penampilan New yang

kacau, beberapa memar yang membiru masih membekas di sana, ia

tak perlu bertanya dari mana New mendapatkan memar-memar itu,

tentu Tuan Tana yang menjadi penyebabnya.

“Vin…” suara New terasa sangat jauh.

“Hmm?”

“Kapan aku keluar dari tempat ini?” New mendongak dan

menatap tepat ke mata Kevin, dalam diam mata sembab itu

memberitahu Kevin betapa menderitanya harus meringkuk di sini

berbulan-bulan lamanya.

“Entahlah....” jawab Kevin sembari menghidupkan sebatang

rokok dan menghisapnya “Mungkin sebentar lagi”

Ada secercah harap untuk New ketika mendengar apa yang

Kevin katakan “Iyakah? Kapan? Aku mohon keluarkan aku

secepatnya, di sini…” New menjeda, mengingat betapa buruk

perlakuan Tuan Tana padanya “Sakit” kerlingan mata itu hilang entah

kemana, hanya kesedihan yang tersisa.

LUKA | 192
“Secepatnya setelah Tawan menikah sepertinya”

Cukup begitu New tak lagi menjawab.

Tawan menikah

Tawan menikah

Tawan menikah

Terus menggema dan menggaung di dalam kepalanya, tak ada

yang bisa New lakukan selain diam dalam kebingungan.

“Oke, gue nggak mau buang-buang waktu di sini”

Kevin meninggalkan New lagi, dalam kesendirian dan kesepian

yang menemani, tak lama isak dan tangisan itu terdengar lagi,

menahan perih dan sayat-sayat luka di hati.



New tak bisa terlelap, sudah beberapa hari ini ia mendengar

suara-suara aneh dari atas, dari tempat tinggal Tuan Tana sekeluarga,

sebenarnya apa yang terjadi? Selama beberapa hari pula ia terjaga.

LUKA | 193
“Sekarang mas Tay sedang apa ya?” bisiknya lirih seraya

mengelus perutnya yang besar membola.

“Pernahkah kamu mengingatku mas?” ia mendongak ke atas,

karena di sana lah tempat kaki Tawan berpijak.

“Aku rasa kalau pun aku pergi dan benar-benar tak kembali

sepertinya kamu juga tak akan mencariku kan?” air matanya kembali

jatuh, dadanya terasa sesak, seperti ada ribuan jarum yang

menusuknya.

Cahaya yang hidup dari ujung lorong dan merambat perlahan ke

jeruji besi membuat New sadar kalau ada seseorang yang datang.

LUKA | 194
“Kemasi semua barang-barang sampahmu”

“Kita mau kemana Vin?” New kebingungan melihat Kevin yang

membuka jeruji besi dan menendang tas miliknya, di mana banyak

pakaian bayi yang dulu ia beli.

“Gue nggak punya banyak waktu, lo jangan banyak bacot”

jawab Kevin ketus, ia beberapa kali memeriksa jam tangannya

semakin meyakinkan New kalau mereka memang tak memiliki

banyak waktu.

“Tapi…”

“Ikut gue bangsat!!”

“Aaaaakkhhh”

Kevin menyeret New kuat-kuat, bahkan langsung membekap

mulut New dengan tangannya.

“Jangan sesekali lo teriak ok? Gue nggak bisa jamin

keselematan lo kalau lo berontak dari perintah gue”

LUKA | 195
New hanya bisa mengangguk dan menahan tangis, setelah

berbulan-bulan ia habiskan dalam pengasingan, sekarang kemana

Kevin akan membawanya pergi?

Langkahnya tertatih-tatih, kesusahan mengimbangi langkah kaki

Kevin yang cepat, untuk pertama kalinya ia berjalan menyusuri

lorong, menjemput kebebasan yang Kevin janjikan.

“Mmmhhhhhh p-pelann mmhhh” New mencoba berontak,

kakinya terasa lemah, rasa-rasanya ia bisa ambruk ke lantai dan

terseret oleh Kevin.

LUKA | 196
Saat pintu terbuka, itulah pertama kali New melihat cahaya, hal

yang dirampas selama beberapa bulan terakhir darinya, ia melihat

kebebasan yang Kevin janjikan setelah hari-hari yang sunyi nan sepi

yang ia rasa.

Mereka berjalan mengendap-endap melalui pintu belakang, New

sedikit bingung namun beberapa detik kemudian ia sadar kalau

dirinya ada di neraka yang sebenarnya, yaitu melihat hari pernikahan

antara Mild dan Tawan.

“Vin tunggu…”

Namun Kevin mau tak mendengar dan terus menyeret New

menuju pintu, di sana New mendengar bagaimana Tawan mengucap

janji pernikahan, hatinya tak pernah sehancur ini.

Kevin membawanya masuk ke sebuah mobil di belakang

pekarangan rumah, mereka bergerak perlahan meninggalkan rumah

Tuan Tana.

“Vin tunggu sebentar aku mohon, biarkan aku mengucap salam

perpisahan…kali ini saja” lirihnya dengan derai air mata memohon

Kevin agar memberinya kesempatan terakhir sebelum pergi.


LUKA | 197
Banyak mobil berjejer sepanjang jalan, mereka semua adalah

tamu undangan Tuan Tana dan New bukan satu di antara mereka.

New memandang nanar ke arah Tawan, ia melihat laki-laki yang ia

cinta berdiri tegap sangat tampan dengan senyum yang mungkin akan

ia rekam baik-baik dalam ingatannya dan akan ia simpan baik-baik

dalam kenangan di sisa umur hidupnya.

“Itu Ayah nak…” lirihya menahan tangis, matanya berkabut.

Seandainya Tawan mau mendengar penjelasannya, mungkin

hubungan mereka masih baik-baik saja. Seandainya kedua orang tua

Tawan memberikan restu dan menerima keadannya, mungkin saja

saat ini ia sedang berdiri di sana bersama Tawan, dan masih banyak

seandainya yang malah membuat New merasa sesak di dada.

“Pamit dulu sama Ayah…” New menangis sambil berbisik

kepada darah dagingnya, tubuhnya gemetar hebat mengucapkan pamit

yang mungkin tak akan tersampaikan “Bye-bye Ayah….kita pamit

pergi ya…” tubuhnya gemetar hebat, ini adalah pamit terakhirnya

sebelum dibuang jauh di pengasingan.

LUKA | 198
“Kamu harus bahagia mas karena aku mengalah dan pergi agar

kamu bahagia di sini” lanjutnya dengan tangis yang amat perih.

“I saw you laughing and happy again…and it made me realize

that you’ll do well anyway…even without me”

“Congratulations mas, i’m happy for you”

Finalnya berbohong sebelum Kevin kembali mengemudi dan

memupus pandangannya kepada Tawan yang sedang mengecup Mild

setelah mengucap janji, New menutup kedua matanya dengan derai

air mata, ia tak bahagia sama sekali, ia hancur hingga tak lagi bisa

memungut kepingan hati yang melebur menjadi debu dan

menyesakkan napasnya.

Hatinya serasa remuk redam, tak pernah ia sangka kalau

perpisahan bisa sesakit ini, namun setidaknya ia masih menghirup

udara yang sama dan hidup di langit yang sama dengan Tawan.

Dengan begitu ia bisa menghibur diri dan berpura-pura kuat menapaki

kehidupan yang kejam, dan mungkin dengan begitu ia tak akan

pernah menuntut apapun kepada semesta.


LUKA | 199
Gelap, sepi nan sunyi hanya semak belukar dan pepohonan

besar sejauh mata memandang. Mobil mereka masuk menembus

hutan, menjauh dari kota dan keramaian.

New melihat sebuah papan kayu di pinggir jalan yang sudah

keropos dimakan rayap, ALASTUA begitulah yang berhasil New baca.

Dalam bahasa jawa ALASTUA berarti hutan rimba yang sudah amat

tua dan dimakan usia, sepertinya makna itu memang benar adanya.

Terbukti dengan jalan setapak yang sempit dan berlumpur, tak

ada penerangan hanya kunang-kunang di semak belukar yang

menerangi pandangan. Suara hewan-hewan malam mulai terdengar

LUKA | 200
saling bersahutan, seolah mereka semua mengawasi sebuah mobil

yang mengusik rumah mereka.

“Vin ini di mana?”

New mulai tak tenang, ia gelisah di tempat duduknya.

“Udah tenang aja” Jawab Kevin sembari mengecek ponsel

beberapa kali, entah siapa yang terus mengirimkan pesan hingga

Kevin harus membalas disaat mengemudi.

Bagaimana New bisa tenang kalau suasana gelap gulita? Hutan

ini seakan menggaungkan agar mereka cepat pergi karena semakin

mereka masuk maka semakin dekat dengan mara bahaya.

LUKA | 201
Terlihat seekor burung hantu bertengger di sebuah ranting dan

tersorot lampu mobil mereka, binatang itu memutar kepalanya 180

derajat ke belakang hingga menatap New dan Kevin sebelum berlalu

terbang.

Dari kejauhan New melihat sebuah sebuah mobil seolah

menunggu kedatangannya, ada dua orang lelaki yang berdiri di sana.

Mobil yang Kevin kemudikan berhenti di ujung jalan, tepat di

sebelahnya ada jurang yang amat dalam sampai-sampai New

ketakutan.
LUKA | 202
“Vin mau kemana?” New langsung menjangkau pergelangan

tangan Kevin begitu melihat Kevin bergerak keluar meninggalkannya.

Bisa saja kedua orang itu adalah orang jahat kan? lalu mengapa

Kevin malah keluar?

“Lo tunggu di sini sebentar”

Kevin meninggalkan New sendirian di dalam mobil, entah apa

yang dibicarakan mereka karena New tak bisa mendengarnya.

Suasana tambah mencekam saat kabut mulai mengaburkan titik

pandang, dinginnya membuat tulang dan gigi saling bergemeletukan.

GREEEBBBBBBB

New dikejutkan dengan suara semua pintu mobil yang dibanting

keras-keras, lalu ia sadari kedua orang bermasker dan Kevin sedang

mengelilingi mobil dan mengganjal pintu-pintu mobil hingga dirinya

tak bisa keluar.

“Vinn…Kevinnn ini ada apa?”

Panik dan cemas menyergap New dari segala arah, saat ia

mencoba membuka pintu untuk keluar namun gagal karena pintu

LUKA | 203
mobil diganjal membuat dirinya terjebak di dalam. Tak hanya itu,

New semakin ketakutan saat meliat ke tiga orang itu mengguyur

mobil ini dengan cairan dari jerigen.

Sekeras apapun ia berteriak nyatanya ketiga orang itu tak peduli.

“Cepat Vin, kita lenyapkan di sini saja” ujar salah satu lelaki

mengguyur cairan bensin dari dalam jerigen hingga tak tersisa meski

setetespun.

“Siap Tuan…”

“Simpan semua barang kita pakai di dalam mobi, hapus barang

bukti” ucap lelaki yang lain menimpali.

“Kamu yang selesaikan ya Vin, pastikan dia lenyap di depan

kita, tanpa sisa”

Kevin hanya terdiam melihat bagaimana New berteriak dan

memanggil-manggil di dalam mobil.

“Mas Tay aku takut…..” New gemetar hebat, ia tak tahu apa

yang akan terjadi selanjutnya.

LUKA | 204
Seakan nasibnya tak bisa lebih menyakitkan setelah merelakan

Tawan, kini hidupnya akan dilenyapkan, apa salahnya? Apa salah

bayi yang ada di dalam kandungannya? Adakah dia berdosa meski

belum terlahir ke dunia?

Sejak awal harusnya ia tahu kalau ini semua hanya kebohongan

belaka, harusnya ia paham kalau Kevin yang selalu mereka tugaskan

untuk menyiksanya, harusnya ia sadar kalau kebebasan yang Kevin

janjika hanya ilusi semata, lalu ia tersadar kalau ini semua memang

sudah direncanakan.

“Mas Tay tolong…aku takut” New menangis dalam keadaan

tangan yang bercucuran darah karena mencoba memecahkan kaca

mobil secara paksa.

“Sekarang Vin” perintah salah satu diantara kedua laki-laki yang

memakai masker.

“Maafin aku New” lirih Kevin memantik api.

“Vin aku mohon….jangan Vin, ampuni aku Vin….aku minta

ampun” New menyedihkan sekali, memohon sebuah belas kasihan

dari seorang iblis yang melakukan segalanya demi uang.


LUKA | 205
Kedua mata New membulat menyaksikan bagaimana api

merambat dan membakar mobil di mana ia terjebak di dalamnya.

“MAS TAYYYYYY…..SAKIIIITTTT AAAAAAAAAKKHH”

New berteriak histeris kesakitan merasakan bagaimana api

melahap dirinya hidup-hidup, luka yang ia rasakan kini lengkap

sudah, luka fisik dan batin yang mengantarnya kepada kematian.

“AAAAAAAHHHH SAAKIIITTTT”

Di sana ada tiga iblis yang sedang menyaksikan New terbakar

dan merenggang nyawa dengan jeritan kesakitan di tengah kobaran

api yang menyambar-nyambar langit.

LUKA | 206
Perbuatan keji itu disaksikan oleh seekor burung hantu, binatang

nokturnal itu diam dan memperhatikan dengan kedua bola matanya

yang membulat terang.

“M-mas Tay….to⸺long” lirihnya kesakitan ketika menyadari

dua orang yang bermasker hitam itu adalah ayah Tawan dan Mild, ia

menangis dalam perih di antara hidup dan mati.

“Dorong mobilnya ke bawah Vin” perintah ayah Tawan yang

membantu mendorong mobil yang masih berkobar agar terjatuh ke

dalam jurang.

New tak lagi bisa merasakan tangan dan kakinya, ia sudah

pasrah dengan nyawa yang sudah sampai di pangkal tenggorokan.


LUKA | 207
Kedua tangannya menutupi perut bagian bawahnya, di ambang

kepasrahan ia masih berharap bisa menyelamatkan janinnya, di antara

hidup dan mati ia menjeritkan nama cinta hidup dan matinya, Tay

Tawan orangnya.

Mobil yang membakarnya kini bergerak dan terjatuh ke dalam

jurang, berguling-guling membuat tubuh New terhimpit tak karuan

dengan bara api yang samakin panas.

Ia terpelanting dan terlempar keluar dari kaca mobil yang pecah

karena tak bisa menahan panas, naasnya ia menghantam di sebuah

batu yang memiliki permukaan yang tajam hingga menusuk perutnya.


LUKA | 208
Di jurang yang gelap nan berkabut ini ternyata memiliki dasaran

sungai yang deras dengan bebatuan tajam, New merasakan sakit di

sekujur tubuh, perutnya berlubang menganga tertusuk batu hingga ia

tak bisa merasakan tubuh bagian bawahnya.

New menangis, mengadu kepada semesta mengapa hidupnya

semenyedihkan ini, ia memuntahkan darah dari mulutnya, ia tahu

kalau dirinya tak akan bertahan lebih lama lagi.

“M-mas Tay, aku tak pernah membencimu….uhukkk” lagi,

hanya darah keluar dari mulutnya.

“But please when i die don’t say how much you love me and

how much you miss me…..” New sedang menghitung sisa waktu yang

ia punya, detik demi detik terakhirnya “Because those are the words i

want to hear while i’m still alive”

Perlahan namun pasti rasa panas dan sakit itu seperti

menghilang, pandangan matanya mulai mengabur dari menatap kabut

dan purnama, hal terakhir yang ia saksikan adalah seekor burung

hantu yang tadi menyambutnya datang kemari kini bertengger di

LUKA | 209
bebatuan, tepat di depannya sebelum New tewas dan menghembuskan

napas terakhirnya.



Path World

New terbangun dengan keadaan tubuh yang terbaring di tengah-

tengah hutan belantara, saat ia membuka matanya hal yang ia lihat

adalah taburan jutaan bintang di langit begitu indah.

LUKA | 210
Pohon-pohon yang menjulang tinggi mengingatkannya dengan

kejadian mengerikan serasa diulang-ulang dalam memorinya.

Ia sadar kalau terbaring sendirian, tak ada seorang pun yang

menemaninya, hanya perasaan sesak dan perih menyayat-nyayat

dadanya, lalu ia juga sadar kalau tubuhnya dalam keadaan baik-baik

saja, tak ada panasnya api yang terasa membakar hangus kulitnya.

Sakit itu hilang entah kemana, New menyapukan pandangannya

ke sekitar namun tak ia dapati orang lain bersamanya.

LUKA | 211
Ada cahaya di langit yang memancar terang, membuat New

penasaran dan mengikuti di mana cahaya itu berasal.

LUKA | 212
Ia terus berjalan seorang diri, mengikuti kemana semua ini akan

membawanya pergi, bulan terlihat lebih besar dan lebih merah dari

yang seharusnya.

Di penghujung cahaya, New melihat seseorang berdiri

membelakanginya, ia tak mengenal sosok itu. Hanya berdiri tak

bergeming sama sekali dengan kehadirannya.

“Ternyata sesakit ini rasanya….” Laki-laki tu menoleh ke

belakang membuat New terkejut keheranan.

LUKA | 213
Bagaimana tidak? Laki-laki itu memiliki wajah yang sama

persis dengan New, semua yang ada di tubuh New menempel utuh di

tubuh laki-laki itu.

“K-kamu siapa?” tanyanya terbata, mencoba meredam

keterkejutan yang hinggap di pikiran New.

“Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku” jawab laki-laki yang

meyerupai New “Tidakkah kamu ingin membalaskan semua

dendammu? Tidakkah kamu ingin mereka semua merasakan apa yang

kamu rasakan?” laki-laki itu memberikan tangannya, menunggu New

untuk menjabatnya.

New diam mematung, mengingat perlakuan Mild pada janinnya,

jahatnya perlakuan Tuan Tana dan Kevin yang terus membohonginya.

“Aku hanya ingin istirahat dengan tenang, aku hanya ingin

tertidur selamanya dalam keabadian” jawabnya lirih menatap refleksi

dirinya “Aku ingin mas Tay menemukanku, menemukan dan

mengantarku pulang untuk selama-lamanya”

Laki-laki di depannya mengangguk “Kamu selalu tahu caranya

untuk berhenti, namun sebelum itu bisakah kita kembali?”


LUKA | 214
New tersenyum miring “You right, life is not painful…but the

death is” finalnya sebelum menjabat tangan dan cahaya putih

membawanya pergi.



LUKA | 215
Flashback Ditutup

LUKA | 216
Are You Real?

New duduk sendirian di kantin Rumah Sakit, segelas teh melati

dengan wangi yang menyengat menemaninya mengusir sepi. Ahhhh

rasanya New sudah berteman dekat dengan yang namanya kesepian,

kesendirian dan keputusasaan, lalu mengapa ia harus mengusirnya

kalau nyatanya hanya ketiga perasaan itu yang menyisa di hatinya.

Suara dentingan sendok dengan gelas menjadi sebuah melodi

yang merayu telinga untuk terus mendengar dan mengabaikan

keadaan sekitar, ia sedang merencanakan sesuatu, menyusunnya

dengan sangat rapi sebelum memulainya.

“Apa kursi ini kosong?”


LUKA | 217
Suara seseorang membuyarkan lamunannya, New mendongak

melihat siapa yang berdiri di depan mejanya. Ia tak bergeming dan tak

bicara sepatah kata pun ketika mengenali orang itu adalah Tawan.

“Ehem….apa saya boleh duduk di sini?” Tawan mengulangnya

sekali lagi.

“Boleh Dok” jawab New sekenanya sembari kembali meneguk

teh melati yang sekarang menjadi minuman kesukaannya.

“So….tidak terlalu ramai ya kan?” Cakap Tawan membukat

topik, tentu New tahu apa maksud dari ucapan Tawan.

“Begitulah” lirihnya singkat membalas tatapan seorang Dokter

yang ada di depannya.

Tawan merasakan sebuah perbedaan yang sangat kentara, ia

menyadari kalau New banyak berubah sejak terakhir kali mereka

bertemu, tak ada senyum dan tawa yang biasa New perlihatkan ke

dunia, hanya menyisa dingin yang membekukan. Apa ini? apa diam-

diam dirinya berharap kalau New bisa kembali hangat seperti sedia

kala?

LUKA | 218
“Sepertinya sekarang sebuah senyum terlihat sangat mahal

untukmu”

Celetuk Tawan membat New menatap matanya lekat-lekat, kini

tak ada lagi New yang malu-malu membuang pandangan ketika ia

menatapnya dalam-dalam, sekarang New berani membalas tatapan

matanya dengan tajam bahkan anehnya mengapa dirinya yang merasa

kalah dan jengah ketika New membalas tatapannya?

“Jadi Dokter mau saya bersikap seperti apa?”

“Tidak, hanya saja kamu terlihat berbeda…”

LUKA | 219
“Tak ada satupun di dunia ini yang akan terus terlihat sama

Dok” tukas New cepat membuat sang Dokter tercekat.

Tawan merasa terintimidasi “Benar…”

“Sungguh naïf kalau seseorang yang membuat orang lain terluka

merasa heran dengan perubahan orang yang ia sakiti, bukankah itu

lucu Dok?” cetus New menatap uap panas dari mug kopi yang dibawa

Tawan di mejanya.

“Jadi kita akan membahas hal itu di sini? saya kira kita sudah

sama-sama lupa, tapi tak apa kalau kamu menganggap saya menyakiti

kamu…..padahal bukankah kita sama-sama tahu kalau kamu yang…”

Tawan tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, ia tahu justru ini

akan membuka luka lama. Dokter itu menghembuskan napasnya dari

mulut,

“I just hope that one day, we both can laugh about it” imbuhnya

dengan sedikit berharap di sana, bahwa keduanya akan sama-sama

melupakan apa yang terjadi di belakang dan membuka lembaran baru

meski hanya sebagai rekan kerja.

LUKA | 220
“Padahal saya tak menyinggung masalah itu, tak menyinggung

anda sedikitpun tentang apa yang terjadi di masa lalu...” New

tersenyum pahit “Tapi anda malah membahasnya kembali” lanjutnya

meremas bagian dada yang serasa sakit.

“Dan asalkan anda tahu….dunia ini kejam, saya sudah banyak

belajar. Jadi jangan buang waktu anda untuk memperbaiki hubungan

dengan mantan, apalagi mantan yang anda anggap pernah tidur

dengan orang lain, hidup anda tak seindah paragraf yang ditulis oleh

penulis cerita” papar New terdengar sedikit menyedihkan namun ia

mengatakannya dengan senyum yang melengkun di kedua sisi

bibirnya.

“Saya kira kita bisa berteman…”

“Kita masih berteman, tapi memang tak sedekat dulu”

“Tapi sikapmu sangat jauh untuk bisa dikatakan kalau kita

memang sudanh berteman”

“Sedari awal tadi saya sudah bilang, harus seperti apa saya

bersikap? Menebar senyum dan hangat kepada anda?” New

mempratikkannya, tersenyum manis sekali di hadapan Tawan.


LUKA | 221
“Saya tahu kalau harga diri saya di hadapan anda memang sudah

jatuh dan rendah…tapi maaf, saya masih punya harga diri untuk tak

dianggap sebagai penggoda di hadapan Mild…istri anda” tutur New

memutar matanya melihat Mild yang berjalan mendekat ke arahnya.

“Mas di sini ternyata, aku cari dimana-mana ternyata di sini

sama…” Mild menjeda melihat New yang tersenyum ramah padanya.

“Sini duduk dulu, mas butuh segelas kopi dan teman bicara aja

tadi” Tawan menarik sebuah kursi dan membiarkan Mild duduk di

sebelahnya.

“By the way mas, udah tiga harian ini Kevin dinyatakan hilang

ya?” Mild mengabaikan keberadaan New di sini, seolah perawat itu

tak pernah ada.

“Begitulah, mas penasaran dia pergi kemana, hilang tanpa jejak

dan tanpa kabar” Tawan menghela napasnya.

“Papa udah hubungin intel kenalannya untuk cari keberadaan

Kevin sih mas, tapi sampai sekarang belum ada kabar baik juga…aku

jadi takut deh mas”

LUKA | 222
New diam dan mendengarkan.

“Atau ada orang yang nggak suka sama posisi Kevin menjabat

di Rumah Sakit ini ya mas?” lanjut Mild melirik ke arah New yang

memperhatikannya.

“Maaf menyela, tapi kalau tidak salah Kevin mendapat posisi itu

dari pemberian kedua orang tuamu kan Mild? Entah apa yang dia

lakukan hingga bisa mendapat posisi setinggi itu di Rumah Sakit ini”

New pura-pura tak tahu, padahal ia mengetahui segalanya.

“Jaga mulut lo ya udik!!!”

LUKA | 223
“Maafkan mulut udik saya, tapi saya juga mengenal Kevin

sebagaimana kalian mengenalnya” jawab New tegas dengan

tersenyum sarkas.

“Kamu kenal sama Kevin?”

New mengangguk “Iya Dok, kami dekat sejak bertemu di acara

ulang tahun Mild waktu itu, bukankah begitu Mild? Bahkan kami

menghabiskan banyak Merlot dan membaginya dengan istri anda”

jelasnya melirik ke arah Mild.

“Saya pamit undur diri” Pamitnya meninggalkan Mild yang

mengeluarkan sumpah serapahnya.



Di tengah sunyinya malam ada seorang Dokter yang berjalan

melewati lorong seorang diri, langkahnya menggema ke seluruh sudut

ruangan. Senyapnya keadaan membuat dahan-dahan pepohonan tak

bergerak sedikitpun, suhu dingin membawa kabut tipis untuk

berkunjung datang.

LUKA | 224
Lorong yang kanan kirinya ditumbuhi oleh pepohonan besar

membuat suasana semakin mencekam, bahkan bulu kuduk Dokter itu

meremang seluruh badan saat ia merasakan ada yang mengikuti

langkahnya dari belakang. Namun saat ia berhenti, suara langkah itu

juga berhenti, padahal ia yakin kalau yang ia dengar tak hanya

langkahnya seorang.

“Ku ku…..ku ku”

Suara seekor burung hantu yang baru saja hinggap di pohon

membuat Dokter itu semakin yakin untuk cepat-cepat meninggalkan

lorong kosong, namun tepat sebelum dirinya beranjak ada hawa


LUKA | 225
dingin yang bertiup di tengkuknya, tambah gemetar ketika ia

merasakan suara napas tepat di telinganya juga wangi melati yang

semerbak padahal tak ada melati yang tengah mekar di sini.

Maka tanpa berpikir dua kali, ia langsung berlari ke ujung

lorong dan tak berani menoleh ke belakang barang sedetikpun. Dia

adalah Dokter kandungan yang dulu sempat memeriksa keadaan New

dan bayinya.

Saat ini ia berada di antara ruang mayat di kiri dan kanannya.

Sial, ia semakin merinding dan lututnya semakin lemas ketika melihat

salah satu pintu di kamar mayat terbuka lebar, tepat di sebelah


LUKA | 226
kanannya. Ia juga tak tahu mengapa kepalanya reflek menengok ke

arah pintu yang terbuka, ada sepasang mata merah yang melihatnya

lekat-lekat sebelum tubuhnya ditarik masuk ke ruang mayat secara

paksa dan terkunci di sana.

“Tolong…saya takut, kamu siapa?”

Dokter itu tak berdaya, mencoba menggedor-gedor pintu dan

membukanya dari dalam namun nihil dan tak membuahkan hasil. Ia

melihat seorang perawat laki-laki yang berdiri memunggunginya di

ujung ruangan, perawat itu berdiri diantara ranjang mayat-mayat yang

terbujur kaku di sana.

“Siapa hmm? kamu yakin tidak ingat saya?” ujar perawat itu

memutar kepalanya 180 derajat menoleh ke belakang tanpa memutar

tubuhnya, normalnya manusia tak bisa melakukannya.

“AAAAAAAAAAA”

Dokter itu menjerit ketakutan melihat seorang perawat yang

berdiri membelakanginya namun kepalanya berputar ke belakang dan

menatapnya dengan tatapan bengis.

LUKA | 227
DEGGG!!

Mulut sang Dokter dibekap dengan tangan hingga menjerit

tertahan, perawat itu tak lagi ada di sudut ruangan, entah bagaimana

caranya sudah ada di depan sang Dokter dan membekapnya kuat-kuat.

“Sssssstttttttt…..jangan berisik, masih ingin hidup kan?”

Sang Dokter mengangguk ketakutan, lututnya lemas hingga tak

bisa digerakkan.

“Anda tentu masih ingat dengan saya, beberapa bulan lalu anda

memeriksa kandungan saya, ingat?”

Lagi-lagi sang Dokter mengangguk, telapak tangan dan kakinya

terasa dingin.

“Siapa nama saya?”

“New…..kamu N-New kan?”

Sebuah senyum melengkung di bibir New “Dan anda juga orang

yang membocorkan rekam medis saya ke Kevin, bukankah begitu?”

New menarik diri dan mundur beberapa langkah ke belakang.

LUKA | 228
“Tapi…tapi saya dipaksa, s-saya tak punya opsi lain”

“Tahukah kalau setelah anda memberikan rekam medis saya

kepada Kevin….saya dibunuh”

Kedua mata Dokter kandungan itu melotot dan hampir

menggelinding di lantai, lututnya lemas hingga tak sanggup berdiri

dan terjatuh di lantai, ia merinding sekujur tubuh melihat bagaimana

wajah New berubah menjadi sangat mengerikan.

Bibir perawat itu tersenyum dengan keadaan pipi yang robek

hingga hampir tembus ke telinga, membuat senyuman itu begitu

mengerikan dengan darah yang menetes dan berbau amis, juga

melihat bagaimana kulit tubuh New terlihat seperti bekas luka bakar

yang terendam air sangat lama, bau amis dan busuk sangat menyengat

hingga membuat Dokter itu ingin muntah.

“Harusnya sejak awal anda sudah saya lenyapkan”

“Ja⸺jangan hoeeekkkk” ia muntah melihat seoongok janin

yang terjatuh di lantai bersamaan dengan perut New yang berlubang

menganga.

LUKA | 229
“Lakukan apa yang saya minta, jika kamu masih ingin hidup”

“I-iya, akan saya lakukan apapun”

Ia ketakutan dan bersujud, perlahan bau amis dan bangkai

berubah menjadi wangi melati yang semerbak memenuhi ruangan.

“Berdiri”

Dengan tubuh gemetaran, Dokter itu berdiri dan melihat New

dengan keadaan sudah seperti layaknya manusia biasa.

“Saya ingin anda mengambilkan pisau bedah untuk saya dan

ini…” New mengeluarkan sekotak obat dari sakunya “Simpan ini

baik-baik dan berikan kepada orang yang tepat”

“Ba…..ba…..baik” bahkan untuk menjawab perintah New saja

Dokter itu sampai terbata dan tangannya tremor saat menerima

sekotak obat dari tangan New.

“Saya tunggu pisau bedahnya sekarang juga, ambil dan pastikan

tidak ada yang mengetahuinya”

Entah bagaimana caranya, pintu ruang jenasah ini terbuka begitu

saja, Dokter itu seakan paham kalau New mempersilahkannya keluar.

LUKA | 230
Dengan sepenuh tenaga ia melangkah menjauh dari kamar

jenazah, celananya basah karena terkencing-kencing ketakutan jika

mengingat wujud New yang begitu mengerikan.



LUKA | 231
LUKA | 232
Mild kebingungan di atas ranjang dengan semua pesan yang

dikirimkan Kevin untuknya, rasa-rasanya itu bukanlah Kevin yang

mengirim pesan.

Tawan sedang berada di kamar mandi sejak mereka berdua

pulang dari Rumah Sakit, akhir-akhir ini ia sering merasa cemas sejak

Kevin dinyatakan hilang tanpa jejak dan tanpa kabar.

LUKA | 233
DRRRRTTTTTT!!!

Notifikasi ponsel membuyarkan lamunannya, masih dari nomor

yang sama, kali ini Kevin mengirimkan foto, ragu-ragu ia

membukanya.

“AAAAAAAAAAAAAA”

Mild berteriak kencang dan melempar ponselnya, tubuhnya

gemetar sampai perutnya terasa mulas dan melilit sakit sekali.

Bagaimana tidak? Foto yang ia saksikan adalah kepala Kevin

yang terpenggal tanpa badan, ia benar-benar ketakutan, siapa yang

melakukan ini pada Kevin, apa alasannya?

“Mild? Kenapa sayang?” Tawan keluar dari kamar mandi begitu

mendengar jeritan istrinya, ia mendapati Mild gemetaran dengan tatap

mata ketakutan.

“E-enggak mas, nggak kenapa-kenapa kok” Mild mencoba

berkelit dan berusaha menormalkan detak jantungnya.

“Ponsel kamu kenapa kok ada di lantai? Jatuh?”

LUKA | 234
“JANGAN DIAMBIL!!” Mild menjerit, semakin memubuat

Tawan kebingungan, tak biasanya Mild bersikap seperti ini.

“Kenapa sih?”

“Aku bilang jangan diambil! Biarin aja di lantai” Mild tak

pernah merasa ketakutan sehebat ini.

“Nggak ada apa-apa kok” Tawan mengambil dan memeriksa

ponsel istrinya.

“Kan? Cuma chat kamu sama mama” imbuhnya memberikan

ponsel itu ke tangan istrinya.

“Hah?”

Mild terdiam, ia yakin sekali kalau tadi ia membalas pesan

Kevin, dengan cepat ia memeriksa ruang chat miliknya dengan Kevin.

Semuanya menghilang, foto dan pesan yang dikirimkan Kevin tak ada

lagi di sana.

Bagaimana pesan itu bisa menghilang tiba-tiba, padahal Mild

sangat yakin kalau tadi itu adalah kejadian nyata dan bukan sekedar

hayalan belaka, sebenarnya apa ini? apa yang terjadi?

LUKA | 235
LUKA | 236
“Udah ya, sekarang tidur…kamu nggak boleh stress dan cemas

kayak gini, nggak baik buat bayi kita” Tawan memeluk Mild dan

menenangkannya.

“Besok kamu cek kandungan ke Rumah Sakit ya? mas takut

kamu kenapa-napa, kamu jerit keras banget tadi.

Mild hanya bisa mengangguk dengan kebingungan yang merajai

pikirannya.



LUKA | 237
LUKA | 238
Sebelum Kematian Kevin

Tempat ini kotor, kumuh dan tak terawat. Beberapa burung

hantu tinggal di sini, mata-mata bulat mereka mengawasi semua

gerak-gerik Kevin.

Tempat ini, rasa-rasanya hampir sama mengerikannya dengan

tempat bawah tanah Tuan Tana, di mana dulu New terbelenggu dalam

kesendirian dan kesepian sebelum terbakar menjemput ajal. Keadaan

kini berbalik, Kevin terbelenggu di bangunan tua antah berantah, ia

kelaparan karena beberapa hari ini tak mendapat makanan.

LUKA | 239
Tangannya diborgol dengan besi yang menahannya pergi, ia

sudah mencoba lepas dari ikatan besi ini namun sejauh apapun ia

merangkak dengan kedua tangan akan kembali ke tampat yang sama

sampai New datang dan kembali menyeretnya dengan brutal.

Kakinya mulai membusuk dan mengeluarkan nanah karena

patah dan tak diobati sama sekali, bahkan terkadang New membawa

sekantung belatung segar agar menggerogoti daging di kaki Kevin.

Jika ini karma, maka ini adalah karma terhebat yang akan membuat

Kevin jera.

Dari kejauhan terlihat ada bayangan hitam yang semakin lama

terus mendekat dan membesar.

LUKA | 240
Kevin memejamkan matanya, tak ada yang bisa ia lakukan

selain meminta belas kasih pada semesta agar mengasihaninya.

Semakin lama wangi melati semakin kental memenuhi ruangan, ia

mulai familiar dengan wangi ini, itu artinya New datang menemuinya.

Benar saja, ketika Kevin membuka mata New sudah berdiri di

depannya dengan senyum mengerikan.

“Lo bilang akan lepasin gue!!!” itu adalah kalimat pertama yang

terucap dari bibir Kevin untuk menyambut kedatangan New.

“Bagaimana rasanya diberi harapan palsu hmm?

menyenangkan?”

Kevin langsung terdiam, teringat bagaimana dirinya dulu

memberikan harapan-harapan yang penuh dengan kebohongan pada

New.

Perawat itu bergerak membuka borgol di kedua tangan Kevin

dan menyeret bagian kepala hingga Kevin tak berdaya.

BRAAKKKKK!!!

“Aaaaaaakkkhhhhh”

LUKA | 241
New baru saja membating Kevi di meja yang di atasnya

diterangi lampu bohlam, ia mengeluarkan beberapa pisau medis yang

ia dapatkan, juga ada dua ari-ari yang tak lagi segar, sudah ada

belatung yang hidup di sana.

“Aku menyadari sesuatu bahwa selama ini aku terlalu lemah

untuk berdiri dengan kedua kakiku sendiri, terlalu takut dengan

ancaman yang kamu berikan…saat itu aku berpikir bahwa dengan

berlutut di depanmu dan mengemis belas kasih…hahaha aku dulu

hanyalah manusia lemah yang ingin terus hidup”

“Tapi sekarang aku berbeda, aku berubah bukan lagi New yang

dulu kamu kenal. Aku bukan lagi orang lemah yang mengemis belas

kasih padamu, aku akan berdiri dengan kedua kakiku sendiri dan

membalaskan dendamku pada kalian….akan kubasmi sampai tak

bersisa”

“N-new aku….aku minta ampun” Kevin menangis, ia ketakutan

dengan takdirnya yang ada di tangan New “Aku mohon, kasihani aku

New” air matanya berlinang, air mata yang bersaksi kalau Kevin

sangat ketakutan di ujung ajal.

LUKA | 242
“Kamu lapar kan?” New bertanya dengan senyum mengerikan,

setelahnya menjejalkan ari-ari busuk penuh belatung di mulut Kevin.

Tak membiarkan Kevin berbicara di saat dirinya akan membedah

tubuh Kevin tanpa anestesi.

“Diam dan makan! Ini kali pertama aku membedah tubuh tanpa

anestesi. Jadi…nikmati rasa sakitnya, nikmati rasa perih di tiap

sayatannya”

“HMMMMMMHHHHHH”

Kedua mata Kevin melotot, tubuhnya tiba-tiba tak bisa

digerakkan, ia merasa kesakitan saat New menusukkan pisau medis

berukuran kecil membelah dada.

“Bagaimana hmm? sakit? Hahahahaha” tawa mengerikan itu

menggema ke seluruh bangunan.

“HHHMMMPPHHHHHH”

“Kunyah dan telan!!”

“AAAAAAAARRRGHHH”

LUKA | 243
Sebuah pisau dengan mata yang besar dihujamkan di perut

Kevin dan merobek perut hingga menganga dan berlubang, New

memotong dengan pola lingkaran yang sama besar dengan luka yang

ia dapatkan ketika batu di dasar jurang menusuk perutnya.

Dasah segar mengucur keluar dari mulut Kevin, sakitnya hingga

jiwa dan raga dipisahkan secara paksa. New memasukkan sisa ari-ari

ke dalam mulut Kevin, menyumbat jalan pernapasan, lalu mengacak-

acak organ vital seperti hati, usus dan jantung dengan pisau bedahnya.

“Maaf kalau jahitannya tak rapi, aku akan melakukannya lebih

rapi kepada orang lain setelahmu….nanti”


LUKA | 244
“HHHMMMPPPPHHHHHH”

“Kenapa hmm? seret ya? mari aku bantu”

New mengeluarkan kampak dari bawah meja, memegangnya

kuat-kuat dan menghujamkannya keras-keras.

JLEBBBBBBB!!!

Dan kepala Kevin menggelinding begitu saja di lantai.

“Ada yang bilang kalau aku adalah seorang antagonis, maka

sekarang akan aku tunjukkan apa arti antagonis yang sebenarnya”



LUKA | 245
Rumah Sakit pagi ini ramai sekali, banyak awak media yang

datang untuk meliput kasus pembunuhan salah satu Direksi di Rumah

Sakit ini. New diperintahkan untuk mengambil mayat Kevin dari

dalam ambulance untuk dibawa ke ruang otopsi.

Siapa sangka kalau sekarang Kevin sudah tak lagi bernyawa,

terbujur kaku dengan badan terbagi dua, di saat penyelidikan kasus

terus berjalan, pelaku pembunuhan sedang mendorong jasad korban

dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Di sana juga ada Tawan dan Mild yang sampai pagi-pagi sekali.

“Mas aku takut, jangan tinggalin aku di sini sendirian” Mild

menggenggam tangan Tawan erat-erat, terlebih lagi saat melihat New


LUKA | 246
mendorong jenazah Kevin semakin membuatnya merasa mulas,

perutnya melilit sakit.

“Jangan takut, mas memang nggak bisa nemenin kamu

sepanjang hari karena mas juga harus kerja⸺tuh ada temennya mas”

Tawan menunjuk Dokter kandungan yang berdiri menunggu di lobi,

wajahnya pucat tak seperti biasanya.

“Pagi Dok, pagi Nyonya”sapanya sopan dengan menundukkan

kepala kepada Mild.

“Anda terlihat pucat hari ini” Tawan menyadari perbedaan rekan

sejawatnya.

“Ah tidak Dok, hanya perasaan Dokter saja. Mari

Nyonya…saya yang akan memeriksa kandungan anda hari ini”

“Mas…”

“Gapapa, ini temennya mas…nanti begitu selesai kasih kabar

mas ya?” Tawan berlalu meninggalkan Mild kepada rekannya.

Dokter kandungan itu menuntun Mild menuju ruangannya,

tangannya meraba saku untuk memastikan obat itu masih ada.

LUKA | 247
Mungkin yang dimaksud New tentang “orang yang tepat” adalah Mild

orangnya.



LUKA | 248
Satu hal yang tak aku mengerti tentang kehidupan dan kematian.

Adakah mereka terpisah oleh masa dan rasa?

Jika tidak, kemana aku harus mengadu? Kepada siapa aku harus

berseru?

Aku adalah hitam dan putih di tengah lautan warna.

Aku adalah polaroid usang yang lama ditinggalkan.

Dunia terdiam ketika aku berteriak meminta pertolongan.

Hanya kesepian dan keputusasaan yang menjadi teman.

Lalu siapa kamu? Mengatur hatiku untuk tak lagi cinta.

Ini hatiku, rumah rasa dari seluruh cinta dan benci di seluruh

tubuhku.

Lalu aku menyadari mengapa kepergianmu mengoyak duniaku

hingga sedemikian pilu.

Karena kamu adalah cinta pertama dan terakhirku.

LUKA | 249
New berjalan mengekor di belakang Tawan setelah menemani

sang Dokter melakukan visit beberapa pasien malam ini, langkah-

langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong-lorong rumah

sakit, seperti dipantulkan dan diulang di sudut-sudut ruang.

LUKA | 250
Langit sedang mendung menyembunyikan purnama di balik

awan yang hitam bermuram durja, sayup-sayup angin bertiup

menggoyangkan pepohonan, juga samar-samar suara guntur

menghujam bumi tanpa ampun.

“Kenapa Dok?” tanya New saat tiba-tiba Tawan berhenti

melangkah, membuat dirinya sendiri berhenti tepat di belakang

punggung sang Dokter.

“Tidak ada apa-apa, hanya saja setelah ini tidak ada agenda lagi

kan?” Tawan membalikkan badan menatap New dalam-dalam.

“Begitulah, saya boleh izin pamit?” jelas, New sangat

menghindari untuk berkontak langsung dengan Tawan, ia

membangun tembok yang maha tinggi sejak ia kembali

melangkahkan kaki di sini.

Tawan menggeleng “Kamu bisa menemaniku di sini

sebentar….umm kalau kamu mau”

“Maaf” New benar-benar tak menghiraukan Tawan, ia berniat

melangkah pergi.

LUKA | 251
“Saya memaksa” desak sang Dokter membuat langkah kaki si

Perawat terhenti.

“Saya tak bermaksud dan berharap hubungan kita bisa sedekat

dulu, tapi setidaknya saya sedang mencoba memperbaikinya” lirihnya

menatap bagian kanan lorong yang berpenghuni pohon-pohon besar

yang kadang bergoyang digelitik angin, seekor burung hantu hinggap

di sana memamerkan mata bulatnya kepada mereka.

“Apa kaca yang sudah hancur hingga pecah berkeping-keping

bisa kembali utuh Dok?”

New tak jadi pergi, ia berdiri di sebelah Tawan, melihat

purnama yang disembunyikan mendung.

“Tak bisa memang….” Tawan menghembuskan napasnya

“Namun kamu tahu seperti apa aku yang sebenarnya, bahkan aku

yakin kamu lebih mengerti siapa aku daripada istriku sendiri”

lanjutnya dengan senyum melengkung di ujung bibirnya. “aku akan

memungutnya meski pada akhirnya akan menyakiti diriku sendiri”

imbuhnya tak berpaling dari melihat langit dan pepohonan secara

bergantian.

LUKA | 252
Percakapan mereka semakin intim dengan mengganti kata ganti

dari saya-anda menjadi aku-kamu.

“Tapi kamu tak pernah melakukannya untukku…” lirih New

pelan, kedua tangannya menggenggam pagar besi yang ada di sisi

lorong “Aku hancur namun kamu memilih untuk pergi dan tak peduli,

kamu berkata seolah kamu mau mendengar alasan dan penjelasanku.

Tidak, kamu tak pernah melakukan itu untukku” sindirnya

mengembalikan semua fakta yang pernah terjadi di belakang.

Tawan menghembuskan napasnya pelan, ia tahu kalau ini akan

menjadi topik yang sensitif untuk kembali dibahas karena antara

dirinya dan New memiliki sudut pandang masing-masing.

“Kalau kamu tahu kalau aku lebih mengertimu, lalu mengapa

kamu terlalu bodoh untuk melepasku mas? Kamu bodoh karena tak

mau percaya padaku, tak pernah mau mendengar perkataanku”

berondong New menyudutkan Tawan yang masih terdiam.

“Tapi ada satu hal yang tidak kamu mengerti dengan baik,

bahwa mas tak pernah bisa mentoleransi perselingkuhan”

LUKA | 253
Perkataan Tawan cukup menusuk hati New dalam-dalam, tak

pernah sedetikpun dalam hidupnya terpikirkan untuk menduakan cinta

yang ia punya.

“Hahahaha….berarti mas juga tak pernah mengertiku

sebelumnya, jikalaupun aku berteriak pada dunia bahwa aku tak

melakukannya, mas tak lagi mau percaya kan? sedari awal mas tak

pernah mengerti” New menahan napasnya yang tercekat menahan

tangis karena kekecewaan yang teramat sangat.

Angin yang berhembus kencang kini terdiam menyisa sunyi senyap,

sesekali suara burung hantu seperti menyimak pembicaraan keduanya.

“Karena itulah kamu pantas mendapatkan yang lebih baik” ujar

Tawan menundukkan kepala melihat cincin pemberiannya masih

melingkar indah di jari manis New “Temukan orang yang lebih baik

dari mas, move on lah ke orang yang tepat….semuanya sudah

terlambat untuk diperbaiki kan? begitukah keinginanmu? Baiklah,

mari kita sederhanakan kalau sekarang mas sudah menikah dan kamu

sebaiknya tak lagi cinta” cepat sekali Tawan menyimpulkan kalau

New masih cinta pada dirinya.

LUKA | 254
“Ini hatiku mas….rumah rasa dari seluruh cinta dan benci yang

ada di seluruh tubuhku, lalu siapa kamu mentitahku untuk tak lagi

cinta?” lengkap sudah, kali ini New menangis, tangis pertamanya

setelah kematian yang memilukan dan sialnya tangisnya kali ini

karena Tawan “Mas boleh tak lagi cinta tapi jangan pernah

menyuruhku untuk membohongi kata hatiku mas, konon lagi

menemukan orang lain…itu mustahil”

“Kenapa mustahil?”

New menggeleng sembari menghapus air matanya “Kamu tak

akan mengerti mas”

“Lalu buat aku mengerti, tidakkah itu mudah New?” tuntut

Tawan menoleh ke arah New yang berderai air mata bersamaan

dengan rintik gerimis yang membasahi dahan-dahan pepohonan.

LUKA | 255
“Mas tak akan mengerti, mungkin saja suatu hari nanti tanpa

aku harus menjelaskan…mas akan mengerti dengan sendirinya” New

mengambil napasnya dalam-dalam, mencoba tegar “Dan jika hari itu

telah tiba, aku harap mas paham dan belajar kalau setiap orang bisa

menjadi seorang antagonis di kehidupan orang lain. Bukan karena aku

yang benar-benar jahat, tapi terkadang mas yang tak bisa melihat

sebuah cerita dari sudut pandangku….dari sudut pandang yang lain”

“Lalu apa kamu pernah memposisikan diri di posisi mas?

Enggak kan? Kamu gak tahu sesakit apa kan lihat kamu tidur dengan

orang lain? Aaarrrghhhhh” Tawan mendebat, memang sedari awal

mereka sama-sama keras kepala, tak bisa melihat dari dua sudut

pandang sebuah cerita.

New terkejut dengan bagaimana Tawan membentaknya, rasa-

rasanya sama dengan kejadian pagi itu, pagi yang membuat langit

runtuh di atas kepalanya sendiri.

“Maaf….maaf kalau aku terlalu menuntut mas” New tercekat,

suaranya terdengar sangat jauh.

LUKA | 256
“Kamu selalu minta untuk dimengerti, tapi kamu sendiri apakah

pernah mencoba untuk mengerti?”

“Maaf…” tak ada kata yang keluar selain kata maaf, tangisnya

terasa sangat memilukan, perihnya masih sama….karena Tawan.

“Benar katamu, harusnya mas tak menjadi manusia bodoh

dengan memungut kepingan kaca yang sudah hancur, harusnya mas

membuangnya jauh-jauh” ucap Tawan yang menghujam hati New

dalam-dalam.

Tangan si perawat tremor menggenggam pagar besi kuat-kuat

“Iya…begitulah kamu mas…” New mendongak melihat gelapnya

langit yang menangisi bumi bersamanya “Harusnya mas mencari tahu

alasan mengapa kaca itu pecah…belum tentu salahmu, tapi jika begitu

jawabanmu tak apa mas. Kita memang tak lagi mengerti satu sama

lain….ah tidak haha….aku kan yang tak mengerti mas, begitukan?

Lalu apa mas juga bisa mengerti aku? hahaha sepertinya belum” tawa

penuh kepahitan terdengar tak nyaman di telinga “Mengapa belum?

Karena aku masih berharap suatu hari nanti mas akan mengerti”

LUKA | 257
“Jangan berharap, mas takut membuatmu kecewa kalau mas

memang tak akan pernah mengerti” Tawan merogoh ponselnya,

melihat beberapa pesan dari Mild yang sudah menunggunya pulang di

rumah. Dokter itu menghela napasnya pelan lalu meninggalkan New

sendirian di lorong yang rasanya semakin kosong tanpa sebuah pamit.

Berjalan menjauh begitu saja tanpa menoleh ke belakang

melihat New yang berdiri mematung dengan derai air mata. Ahhh

kesendirian, kesepian dan keputusasaan memang sudah lama menjadi

teman.

“Akankah sama jadinya kalau orang itu bukan kamu mas?

Akankah begini lagi akhirnya?” lirihnya gemetar meremas dadanya

yang sakit “Apa kamu tahu mengapa kepergianmu mengoyak duniaku

hingga sedemikian pilu....” ucap New melihat punggung Tawan yang

sudah semakin menjauh dari jarak jangkaunya.

“Karena kamu cinta pertama dan terakhirku” tuntasnya berjalan

ke arah yang berlawanan dari Tawan bersamaan dengan gerimis yang

merubah diri menjadi hujan yang teramat deras.



LUKA | 258
New, Metawin dan Jane berjalan menembus hujan. Mereka

bertiga berlarian dari pelataran rumah sakit menuju kost yang tak jauh

jarak jangkaunya.

“New tungguuuuu…” Metawin dan Jane kepayahan mengejar

langkah New yang begitu cepat, anehnya mengapa rekan mereka

berhenti di sebuah parit yang berada tepat di pinggir trotoar.

“Ngapain berhenti sih? Aduhhh basah kuyup nih kita” Jane yang

paling terakhir menyusul.

“Bangkai burungnya udah nggak ada…” New menunjuk parit di

mana harusnya bangkai burung itu membusuk.

LUKA | 259
“Burung yang lo lempar batu sampai mati itu?” Jane melihat

parit yang sudah kosong.

“Udah gue ambil, gue kuburin sepulang kerja hari itu, tuh”

jawab Metawin menunjuk gundukan tanah yang agak menggunung

dari yang lain, di sanalah jasad si burung beristirahat dengan tenang,

di peristirahatan terakhir menuju keabadiannya.

“Bahkan seekor burung saja bisa lebih beruntung dari pada aku”

batinnya dalam hati menatap sebuah kuburan hewan dengan tatapan

iri.

“Udah yuk jangan mandi hujan kayak gini, masuk angin kita

juga yang kapiran” ajak Metawin dengan merangkul New dan Jane

untuk kembali berjalan membelah derasnya hujan.



Tawan sampai di rumah disambut badai yang menggila dan

guntur yang menggelegar, kilatan cahayanya membuat malam

semakin mencekam.

LUKA | 260
PYAAARRRRR!!!

Suara kaca yang pecah terbanting di lantai membuat Tawan

berlari tunggang langgang, apalagi sumber suara berasal dari

kamarnya dengan sang istri.

“Mild….kenapa? kamu kenapa?” ia langsung berlari memeluk

Mild yang ketakutan di lantai dengan tangan yang menunjuk-nunjuk

arah jendela kamar.

Jendela itu terbuka lebar sehingga membuat korden dihembus

angin dengan kencang, ditambah dengan guntur dan kilatan petir yang

menyambar-nyambar membuat Mild semakin ketakutan.

LUKA | 261
“Pergi…pergi kamu…pergiiiiii!!!!” Mild berteriak histeris,

menjangkau benda apapun yang ada di dekatnya untuk dilempar ke

arah jendela, beberapa guci berbahan kaca sudah hancur berkeping-

keping di lantai.

“Hey kamu kenapa Mild? Ini mas Tay udah di sini…kamu

kenapa sayang?” ia memeluk Mild erat-erat, tak ada siapapun di

kamarnya lalu mengapa Mild mejerit ketakutan seperti ada orang

asing yang masuk ke tempat privasi mereka?

Pelahan Mild memberanikan diri untuk menatap wajah

suaminya, lalu ia menangis tersedu-sedu dengan ketakutan yang

merongrong dirinya seharian “Mas Tay aku takut….itu mas…itu…dia

datang terus”

Lagi, Mild menunjuk arah jendela yang di luar hanya ada

pepohonan yang bergoyang diguyur hujan. Andai Tawan tahu kalau

yang dimaksud Mild adalah New yang terus menghantuinya seharian,

sejak ia pulang dari Rumah Sakit dan menelan obat, kejadian aneh

mulai terjadi secara beruntun.

LUKA | 262
Seperti ada suara yang berdengung di dalam kepalanya, suara

New yang merintih kesakitan, juga siluet-siluet yang mengikutinya

kemanapun ia melangkah. Mild tak bisa tenang seharian karena

merasa diawasi oleh sepasang mata yang melihatnya di setiap sudut

ruang. Ketika dirinya bercermin, refleksi yang ada bukanlah dirinya

namun New yang berderai air mata.

Padahal semua kejadian-kejadian itu hanya hidup di dalam

kepada Mild karena New tak benar-benar ada di sini, kehadiran New

hanya sebatas imajinasi Mild yang terproyeksi menjadi sebuah

kenyataan dengan bantuan obat yang ia telan. Benar, obat itu bukan

obat sembarangan karena tergolong dalam jenis psikotropika yang

dapat membuat Mild merasakan ilusi dan halusinasi.

“Tidak ada siapa-siapa di sini, cuma ada mas Tay” Tawan

mencoba menenangkan Mild dalam rengkuhnya, juga memindahkan

Mild dari bersimpuh di lantai yang dingin menuju ranjang.

“Tenang ya….mas sudah pulang” beberapa kali ia membelai

rambut hitam istrinya, memberi tahu bahwa kehadirannya adalah

nyata.

LUKA | 263
“Ada apa ini Tay?”

Keributan yang terjadi di kamar mereka ternyata sampai di

telinga kedua orang tua Tawan yang ada di lantai atas, sang Papa dan

Mama mematung di ambang pintu.

“Gapapa Pa, Mild ketakutan sama suara petir aja tadi”

“Mas jangan pergi” Mild memeluk Tawan erat-erat,

ketakutannya semakin besar ketika melihat mata-mata merah di arah

jendela, di antara pepohonan yang rindang dan bergoyang dirayu

hujan.

LUKA | 264
“Yaudah, Papa kira Mild udah kerasa mau lahiran…dijagain

terus ya Tay, nggak akan lama lagi Papa sama Mama punya cucu”

dengan begitu mereka meninggalkan kamar anak mereka dengan

keheningan.

“Mas mau bersihin pecahan kaca dulu boleh?

Sebentar…sebentar saja” kata Tawan dengan nada lembut, sesekali ia

mengecup puncak kepala Mild meyakinkan kalau ia tak akan pergi.

Ketika Mild mengangguk, saat itu juga Tawan menarik diri dari

aras ranjang. Melihat kaca yang hancur berkeping-keping di lantai,

saat ini kenapa ia teringat hal yang ia ucapkan kepada New? Aneh, ini

aneh.

‘Harusnya mas tak menjadi manusia bodoh dengan memungut

kepingan kaca yang sudah hancur, harusnya mas membuangnya

jauh-jauh’

Kata-kata itu terasa bergema di dalam kepalanya, dipantulkan di

tiap sudut ruang dengan New yang tengah berair mata adalah hal yang

ia ingat.

LUKA | 265
“Biiiiii, tolong bersihkan pecahan kacanya, buang jauh-jauh ke

tempat sampah di luar rumah” teriak Tawan dari dalam kamar, tak

jadi memungutnya.

Ia melangkah menuju jendela, melihat hujan yang semakin

menjadi-jadi, pohon-pohon di rumahnya seakan berkata kalau langit

akan menangis semalaman, rembulan disembunyikan oleh awan

hitam berjelaga yang bekerjasama dengan petir.

KLEKKKKK!!!

Jendela tertutup rapat dengan korden yang menutup kegelapan

di luar, Tawan terdiam beberapa detik lamanya, entah mengapa ia tak

pernah bisa mengenyahkan New dari dalam pikirannya, meski ia

memaksakan namun pada akhirnya akan tetap sama.



Mereka berdua terlelap dibuai mimpi, sang suami memeluk si

istri dalam lelapnya. Lama kelamaan pelukan itu terlepas dengan

sendirinya dan merubah Tawan tidur dengan posisi membelakangi

Mild.

LUKA | 266
Laki-laki itu memeluk pinggang seseorang yang duduk di tepi

ranjangnya, di sana ada New yang duduk dan membiarkan kedua

tangan Tawan melingkar di perutnya, wajah Tawan terlihat lebih

damai dan lebih lelap dari sebelumnya.

“Andai mas tahu kenyataan yang sebenarnya” New menangis

dengan membelai rambut hitam Tawan.

“Tak bisakah kamu sebentar saja dengar aku mas? Masih

adakah aku di sana? Di hatimu” lirihnya pelan menahan isakan

“Tolong jangan menghalangi jalanku, aku menyayangimu hingga

menjadi tulang-belulang” lanjutnya sebelum pergi meninggalkan

kamar dengan berjalan menembus tembok, pergi ke tempat lain

LUKA | 267
bersama dengan jerit tangisnya yang masuk ke dalam alam mimpi

Tawan.

„Mas Tay sakiiitt…aaaahhh mas tolongggg‟

„Mas Tay sakiiitt…aaaahhh mas tolongggg‟

Suara New yang merintih kesakitan dan meminta pertolongan

membuat tidur Tawan tak nyenyak, itu adalah sebuah mimpi buruk

untuknya.

“New….” Panggilnya pelan dengan mata yang masih terpejam.

“New…” lagi, ia berada di sebuah hutan antah berantah yang

gelap gulita mencari di mana New berada.

“NEWWWWWW!!!”

LUKA | 268
Detik selanjutnya Tawan terbangun dengan posisi duduk,

dadanya mengembang dan mengempis, sebuah mimpi yang menjadi

momok menakutkan untuknya. Lalu ia menyadari kalau jendelanya

kembali terbuka dengan korden yang melambai-lambai dihembus

angin kencang.

“Kenapa terbuka lagi? Perasaan tadi udah aku tutup” desisnya

keheranan turun dari ranjang berniat kembali menutup jendela dan

merapikan korden kamarnya.

Di sana ia melihat seekor burung hantu bertengger di antara

pepohonan dimandikan cahaya merah purnama, mata bulat menyala

itu menatap Tawan dalam-dalam hingga ia merinding sekujur badan.

LUKA | 269
“Ku ku…ku ku….ku ku kuku ku ku”

Dan burung itu terbang dengan cepat menyambar dua ekor tikus

yang ada di tanah sebelum membawanya terbang menjauh

meninggalkan Tawan, ada rasa magis di sana, terlebih lagi ini pertama

kali ia melihat burung hantu singgah di rumahnya.



“Tunggulah sebentar lagi”

New duduk di batang sebuah pohon dekat jurang, melihat

tubuhnya yang hanya tersisa tulang-belulang. Sepi, gelap dan kabut

tebal di tengah hutan tak lagi membuatnya takut.

LUKA | 270
Puluhan pasang mata merah menyala diantara pepohonan sudah

menjadi kawannya, tak pernah ada yang lewat jalan setapak ini, tak

ada yang pernah menjangkau jurang yang dalam ini. Setiap hari New

menangis meminta pertolongan namun tak seorangpun datang dan

mengatakan kalau ia akan tidur tenang di keabadian.

“Ayah pasti akan menemukan kita, iyakan Nak?” ia menangis

lagi melihat sebuah tengkorak kecil yang tak jauh dari jasadnya.

Rintih tangis kesakitan New menggema ke seluruh hutan Alastua,

namun sayang tak ada seorang pun yang mendengarnya selain Tawan.



LUKA | 271
Untuk setiap jiwa yang hilang, kembalilah.

Untuk setiap air mata yang berlinang, tertawalah.

Mereka bilang setiap perbuatan memiliki konsekuensi.

Jika itu benar, maka aku adalah konsekuensi yang mereka bicarakan.

Tawan terbangun ketika mendengar jerit ketakutan Mild,

matanya membelalak lebar menyadari sang istri tak lagi ada di

sebelahnya, tak ada di atas ranjang bersamanya.

“Aaaaaaa ini milikku, pergi kamu!!”

Tawan langsung berlari menuju kamar mandi, ia mendapati

Mild duduk di dalam bath hub dan memukuli kandungannya sendiri.

“Bayi ini punyakuuuu….pergi kamuu! Jangan ganggu aku

lagiiii!!”

Sungguh, keadaan Mild sangat menyedihkan dengan kantung

mata yang mulai menghitam karena tak dapat terlelap, rambutnya

yang acak-acakan dan wajah pucat ketakutan.

LUKA | 272
Sungguh, keadaan Mild sangat menyedihkan dengan kantung

mata yang mulai menghitam karena tak dapat terlelap ketika

malam,rambutnya acak-acaka dan wajah pucat ketakutan.

Perempuan itu tak berhenti memukul perutnya sendiri karena

sedari tadi ia terus mendengar suara rintih kesakitan New di dalam

kepalanya, juga bagaimana ia merasakan bayi yang ada di perutnya

seperti merongrong dirinya dari dalam.

Mild mengalami ilusi dan delusi hingga dirinya tak bisa

membedakan yang mana imaji dan kenyataan, apa yang berbisik di

dalam kepalanya akan langsung tervisualisasikan berupa bisikan,

tangisan, rintihan bahkan jerit kesakitan New yang menuntut

keadilan.

LUKA | 273
“Mild astaga, apa yang kamu lakukan? Berhenti sekarang juga”

Tawan menggenggam kedua tangan Mild dan menahannya agar

Mild tak melukai dirinya sendiri terlebih lagi dengan adanya bayi di

dalam kandungan yang tak lama lagi akan segera lahir.

“Dia datang lagi mas, aku takuuuttt” tubuh Mild gemetar hebat,

ia meremas rambutnya sendiri mencoba meredam suara-suara yang

semakin hidup di dalam kepalanya.

“Dia siapa? Bilang sama mas” Tawan mengedarkan

pandangannya ke seluruh sudut ruangan namun ia tak mendapati

keberadaan orang lain.

“Itu, dia ada di pintu…pergiiiiiiiiiiiii” Mild menjerit histeris

dengan tangan yang menunjuk-nunjuk arah pintu kamar mandi.

Namun lagi-lagi apa yang Mild lihat dan dengarkan tak dapat

Tawan rasakan, tak ada seorangpun yang berdiri di ambang pintu

kamar mandi mereka, semua itu adalah ilusi dari ketakutan Mild

paling besar. Benar, jauh di dasar hatinya Mild sangat takut sejak

New kembali ke kehidupannya,

LUKA | 274
“Sssshhhh nggak ada siapa-siapa di sana, tenang ya…mas ada di

sini” Dokter itu membopong Mild menuju ranjang, memeluknya erat-

erat hingga istrinya tak lagi gemetar.

“Kamu sebenarnya kenapa? Mau cerita ke mas?”

Mild menggeleng heboh, menolaknya mentah-mentah. Tentu

saja, ia tak mau menggali lubang kuburannya sendiri dengan

menceritakan kalau ia telah menyiksa New, mencoba menggugurkan

kandungan perawat itu dengan paksa dan yang paling parah adalah

dirinya adalah dalang sebenarnya di balik tragisnya pembunuhan New

beberapa bulan silam.

“Aku gak mau di rumah sendirian, aku mau ikut mas kerja” ia

memeluk Tawan erat-erat, tak mau melepaskannya karena ia masih

melihat New berdiri di ambang pintu kamar mandinya.

Tawan tak bisa menolak, ia hanya menghela napasnya sembari

melihat jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi.



LUKA | 275
“Papa sama Mama kok gak kelihatan, kemana ya Bi? Tumben

belum keluar kamar” Tawan bertanya begitu mendapati meja makan

begitu sepi, hanya ada dirinya dan Mild di sini.

“Waduh, saya kurang paham Den. Tapi dari tadi pagi Tuan sama

Nyonya belum kelihatan”

Kenapa pagi ini penuh dengan kejanggalan? Dari Mild yang

berteriak ketakutan hingga kedua orang tuanya yang bahkan belum

keluar dari kamar?

“Kamu makan duluan aja sayang, mas mau panggil Papa sama

Mama dulu”

“Ambilin obatku juga ya mas, ada di laci nakas dekat ranjang”

Sebuah anggukan sebagai jawaban, Tawan berlalu

meninggalkan meja makan.

“Bibi di sini saja nemenin aku”

“Baik Non”

Kosong, itu yang didapatkan Tawan begitu membuka paksa

pintu yang lama tak terbuka ketika dirinya mengetuk dan memanggil

LUKA | 276
Papa dan Mamanya. Selimut masih tertata rapi seperti semalam kamar

ini tak terpakai, namun ada yang aneh karena jendela kamar terbuka

lebar dengan korden yang melambai-lambai diterpa angina pagi.

Kejadian ini sama persis dengan kejadian yang ia alami, di mana

dirinya terbangun dari lelapnya tidur menyadari jendelanya kembali

terbuka meski sangat yakin sudah menguncinya. Tawan kalang kabut

mencari kedua orang tuanya di setiap sudut, di kamar mandi, bawah

kasur hingga ke dalam lemari namun nihil.

Langkah kaki membawanya mendekati ke arah jendela, mustahil

jika kedua orang tuanya bisa keluar dengan besi kokoh yang susah

dibengkokkan dengan tangan kosong.

LUKA | 277
“Ku ku..ku ku”

Seekor burung hantu hinggap di sebuah ranting pohon dekat

jendela, menatap Tawan lekat-lekat dengan kedua mata merah.

“Jangan-jangan Papa sama Mama udah berangkat ke kantor kali

ya? tapi kok pintunya terkunci dari dalam?” lirihnya memikirkan

segala kemungkinan yang masuk akal.

Tawan meninggalkan kamar kedua orang tuanya untuk

mengambilkan yang sang istri minta. Kedua matanya menyipit ketika

melihat obat yang Mild maksud, benarkah ini obatnya? Apa ia tak

LUKA | 278
salah lihat? Begitulah yang ada di kepala Tawan saat mengenali pil

berwarna putih yang tersimpan rapi di dalam laci.

“Apa benar ini obatnya? Nggak, nggak mungkin obat ini yang

dikasih ke Mild” ia menolak untuk percaya namun pil-pil ini tak bisa

berbohong, dengan penuh emosi dan amarah yang meledak ia

menggenggam kotak obat itu hingga hampir pecah.

“Mild….apa benar ini obatnya?” tanyanya dengan nada yang

tinggi, rasanya ia ingin meledak saat ini juga.

“Iya mas, kenapa?”

“Sialannn!!!” umpatnya membanting obat itu ke lantai hingga

berceceran dan menginjaknya hingga menjadi serbuk, Mild terlihat

bingung dan tak paham dengan apa terjadi dengan suaminya.

“Pantas saja kamu bertingkah aneh dari kemarin…obat keparat

ini penyebabnya”

“Itu…itu obat apa mas?”

“Psikotropika, kamu ngerasa denger sesuatu di kepalamu? Lihat

sesuatu yang gak bisa mas lihat kan?”

LUKA | 279
Mild mengangguk menyetujui.

“Siapa yang kamu lihat? Kamu sampai ketakutan seperti itu”

Diam, Mild tak mungkin mengatakan kalau itu adalah New.

“Enggak…b-bukan siapa-siapa kok”

“Tsk! Ayo ikut mas ke Rumah Sakit, sepertinya Dokter itu harus

diberi pelajaran karena membahayakan kamu dan bayi kita” Tawan

langsung menggenggam pergelangan tangan sang istri dan

menuntunnya menuju garasi.

“Selamat pagi Den” sapa seorang sopir yang biasa mengantar ke

dua orang tuanya pergi kemanapun.

“Loh? Kok udah pulang Pak?” tanya Tawan keheranan.

“Laahhh….memang saya harusnya dari mana Den?” sekarang

sopir itu yang dibuat bingung.

“Saya kira bapak ngantar Papa sama Mama ke kantor”

“Belum Den, kan Tuan dan Nyonya juga belum keluar. Itu

mobilnya saja masih parkir rapi di garasi kok Den”

LUKA | 280
Tawan melihat mobil Papanya yang masih ada di dalam garasi,

lalu kemana kedua orang tuanya pergi pagi ini? hilang tanpa kabar

dan tak meninggalkan sebuah pamit padanya.



Sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit, ribuan pertanyaan

dan kemungkinan silih berganti memenuhi kepala Tawan.

Kejanggalan demi kejanggalan terus ia temukan dan terjadi secara

berurutan, ingatannya di bawa saat kematian buah hati Kevin dan

Citra, di saat kepolisian sedang melakukan penyelidikan berhembus

kabar kematian Citra yang terbakar mengenaskan.

LUKA | 281
Tak lama setelahnya terjadi kasus kematian Kevin yang ganjil

dan belum ditemukan pelaku pembunuhnya sampai sekarang, semua

itu seperti sebuah rantai yang terus berputar dan berulang. Ketika

pihak kepolisian berusaha melakukan penyelidikan satu kasus maka

kasus pembunuhan lain muncul ke permukaan, tak memberi

kesempatan forensik untuk menyelesaikan dan mengambil

kesimpulan.

Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Tawan merasa tak

aman. Ia tak mau berburuk sangka, namun dari kejadian beberapa hari

di belakang membuatnya merasa perlu untuk waspada.

Mobilnya menikung tajam memasuki pelataran Rumah Sakit,

tak sabar menemui rekan sejawatnya dan meminta penjelasan yang

maha jelas atas psikotropika yang diberikan kepada istrinya.

“Mas itu ramai-ramai apa ya?”

Kali ini Mild benar, bukan hanya sekedar ilusi dan delusi semata

karena Tawan juga melihatnya begitu ia memarkirkan mobilnya. Di

lobi rumah sakit penuh dengan kerumunan awak media, Dokter

LUKA | 282
hingga perawat, sebenarnya ada apa? Entah mengapa perasaannya

mengatakan kalau ada yang tak benar di depan sana.

“Kamu jangan jauh-jauh dari mas” cemasnya menggenggam

tangan Mild sepanjang kaki mereka melangkah menuju lobi.

Beberapa kilatan flash kamera bisa mereka kenali, entah apa

yang sedang para wartawan abadikan. Semakin mendekat semakin

jelas alasan dari kerumunan ini, kedua mata Tawan dan Mild

membelalak lebar-lebar melihat tubuh seorang Dokter yang

menggantung di lobi rumah sakit dengan sebuah tambang yang

mengikat lehernya.

LUKA | 283
Keadaannya sangat mengenaskan, tubuhnya sudah pucat dengan

wajah membiru dan mulut yang menganga lebar dengan lidah yang

menjulur menandakan Dokter itu kehabisan napas sebelum nyawa

terpisah dari tubuhnya.

Tambah tercengang saat menyadari kalau Dokter itu adalah

Dokter yang memeriksa kandungan Mild tempo hari, Dokter yang

memberikan obat terlarang itu kepada istri Tawan hingga merasakan

adanya ilusi dan delusi. Belum ada yellow line di sini yang

menandakan kejadian ini barusaja terjadi, dari kejauhan terlihat

beberapa perawat mendorong sebuah brankar dengan kantong jenazah

di atasnya.

“Metawin, ini ada apa sebenarnya?” tanyanya tak mengerti

mengapa ini bisa terjadi.

“Saya juga tidak mengerti gimana ini bisa terjadi Dok, tiba-tiba

saja tadi pagi udah ada kerumunan di sini dan saya cepat-cepat bawa

brankar dan kantong jenazah ini” jawab Metawin ngos-ngosan,

perawat itu tak sendirian karena ada Kit, Neen dan Gun.

LUKA | 284
“Baiklah, saya bisa minta tolong ke kalian untuk menurunkan

jenazah dan sterilkan tempat ini sesegera mungkin?”

“Bisa Dok”

Metawin dan Kit langsung mengambil bagian untuk

mengosongkan lobi dan menutup pintu rapat-rapat, kedua perawat itu

mengerti apa yang dimaksudkan Tawan kalau tempat kejadian

perkara tak boleh dirusak dengan kehadiran awak media yang padat

memenuhi ruangan.

Hal yang Mild sadari adalah, tangan jenazah Dokter yang

menggantung di langit lobi itu menggenggam sebuah sesuatu, seperti

sebuah surat. Ketika Tawan sedang sibuk berbicara dengan Neen,

juga Metawin dan Kit yang sedang mengosongkan lobi, surat itu

terjatuh ke lantai tepat di depan Mild.

Karena penasaran, dengan susah payah ia membungkuk dan

mengambil surat itu untuk menuntaskan rasa penasarannya. Kedua

matanya membelalak mengetahui kalau surat itu adalah medical

redord milik New yang menjelaskan kalau perawat itu tengah

mengandung, adalah surat yang sama seperti yang diberikan Kevin

LUKA | 285
beberapa bulan silam sebelum ia bertindak untuk menggugurkan

kandungan New seusai pesta ulang tahunnya.

Tangannya tremor, kemana ia harus bercerita tentang ketakutan

terbesarnya ini? jadi semua ini berhubungan dengan New? Apa benar

kalau kembalinya New kemari untuk membalaskan dendam yang

belum tersampaikan? Mild bisa gila jika terus diteror dengan rasa

ketakutan yang sedemikian besarnya.

Lalu dari kejauhan Mild bisa melihat New yang mengintip di

balik dinding dengan wajah tanpa ekspresi lalu memamerkan seringai

bengis padanya, pandangan mereka bertemu dan mengunci satu sama

lain.

“Itu apa Mild?”

ZRRTTTTT

“Enggak….bukan apa-apa kok mas”

Tawan mengagetkan Mild dan reflek saja ia meremas surat itu

hingga tak lagi berbentuk.

LUKA | 286
“Mas anterin aku ke ruangan Papa aja, jadi aku nggak nungguin

di ruangan mas kalau mas kerja”

“Boleh, yuk”

Mild celingukan ketika Tawan membawanya masuk ke lobi

semakin dalam, tak ada New yang tadi mengawasi dan memamerkan

seringai bengis padanya, kemana New pergi? Atau tadi hanya sekedar

ilusi dari obat yang ia telan belum menghilang? Tidak, tadi rasanya

sangat nyata kalau New ada di sana.

Remasan surat itu ia lempar ke tempat sampah sebelum Tawan

benar-benar menyadari kebenarannya.



“Paaa aku gak mau tahu, aku udah takut banget”

Keluh Mild kepada sang Papa, tentu saja kedua oran tuanya

punya kuasa untuk menyingkirkan New.

“Papa denger gak sih? Papa bilang orang udik itu udah

meninggal? Mana Pa? Mana Maaa? Nyatanya dia masih berkeliaran

kayak hewan liar”

LUKA | 287
Tuntut Mild kepada kedua orang tuanya, kembalinya New

benar-benar menjadi momok menakutkan untuknya, terlebih lagi sifat

New yang berubah 180 derajat.

“Papa yakin sekali kalau New sudah meninggal, Papa lihat

dengan kedua mata kepala sendiri, dan itu Papa yakin bukan New,

mungkin dia punya kembaran?”

“Berarti harus kita lenyapkan juga secepatnya Pa” timpal sang

Mama memberikan ide.

“Aku gak mau tau, pokoknya New harus secepatnya kalian

singkirkan, gak peduli itu kembarannya, kakaknya, adeknya,

pokoknya kalian harus musnahkan sekarang jugaaa!!! Orang sialan itu

udah bikin aku stress sampai gak tahu mau cerita ke siapapun”

“Papa curiga kalau ternyata pembunuh keluarga Kevin itu

sebenarnya adalah New”

Cukup begitu, membuat Mild dan sang istri tercekat.

LUKA | 288
“Kalau dipikir untuk apa dia kembali kan? yang notabene di sini

dia hampir tiap hari ketemu dengan Tawan yang udah jadi punya

kamu, pasti kembalinya dia ada maksud dan tujuan lain”

“Dari awal Mama juga sudah mencurigai dia Mas, gak bisa

dibiarin ini” imbuh sang istri kepada suaminya.

Mild hanya bisa diam dan mendengarkan obrolan kedua orang

tuanya, kepalanya terasa pusing menerka-nerka apa yang sebenarnya

terjadi.

“Anak buah Papa juga gak menemukan bukti apapun, kalau

benar orang itu adalah New…boleh juga, main rapi dia”

“Kedua orang tua Tawan juga gak ada kabar sampai sekarang,

kalau kita ambil kemungkinan terburuknya berarti mereka berdua

sudah….”

“Papa tak akan membiarkan tangan hina New menyentuh kalian

berdua”

“Berarti kamu harus nyewa pembunuh bayaran secepatnya mas”

LUKA | 289
“Tanpa kamu mintapun akan Papa lakukan” Jawabnya singkat

memeluk istri dan putri semata wayangnya yang tengah mengandung

cucu pertamanya.

Tanpa mereka sadari kalau New berdiri menguping di balik

dinding “Apakah kalian tahu kalau burung hantu terbang tanpa suara?

Lalu memakan mangsanya bulat-bulat hingga tak meninggalkan jejak

sedikitpun? Aku akan menunjukkannya kepada kalian” ucapnya lirih

kembali berjalan melewati lorong yang mulai gelap karena matahari

berpulang ke peraduannya.



Tawan tak bisa duduk tenang, hampir seharian kedua orang

tuanya tak ada kabar, pesan-pesannya diabaikan, panggilannya tak

LUKA | 290
tersampaikan. Sekali lagi ia menekan tanda panggil, lagi-lagi tak

terjawab.

Matanya menyipit, memikirkan rentetan kejadian demi kejadian

ganjil dari tadi pagi. Dimulai dari kedua orang tuanya yang hilang

tanpa kabar, obat yang Mild telan, dan rekannya yang meninggal

dengan cara gantung diri di lobi. Seolah ia tak diperbolehkan

menemukan jawaban atas rasa penasarannya, padahal ia ingin

meminta penjelasan yang maha jelas kepada teman sejawatnya namun

naas pagi tadi sudah tewas.

Semuanya masih tak jelas dan terlihat kabur, ia harus meraba-

raba kasus-kasus ini seorang diri sebelum mengambil langkah dan

LUKA | 291
sepertinya setelah ini ia akan melapor ke pihak kepolisian, perihal

kedua orang tuanya yang hilang hampir satu kali duapuluh empat jam.



LUKA | 292
LUKA | 293
Suara desah kecil tertahan membuat New berhenti melangkah,

sepi dan senyapnya malam membuat suara dua manusia itu tak

berhasil tersamarkan, New membenci dan mengutuk perbuatan yang

tak langsung menjadi sebuah penghianatan.

Tanpa menebak lagi New sudah tahu kalau Bright dan Puim ada

di dalam salah satu ruangan ini, ruangan penyimpanan obat-obatan

atau yang lebih sering disebut ruang farmasi.

“Apa manusia memang seperti ini? Pernahkah kamu berpikir

Bright? Kalau Metawin juga punya hati untuk dijaga dan

dipertahankan?” lirih New pelan menerawang langit, ia memutuskan

untuk menunggu mereka berdua selesai dan keluar.

LUKA | 294
KLEKKKK

“Aaaaaaaa” Puim menjerit kaget saat membuka pintu sudah ada

New yang berdiri mematung di depannya.

“Kenapa?” ujar Bright menengok ke arah pintu seraya

menggunakan celananya, buru-buru ia merapikan pakaiannya di

hadapan seroang perawat yang baru saja memergokinya.

“Permisi”

Nampak kalau Puim malu dengan menundukkan kepala dan

berlalu begitu saja.

“Ehem…bisa minggir? Saya mau lewat juga” Bright ingin

mengekor di belakang Puim namun New tak mengizinkannya.

“Sepertinya ada yang harus saya bicarakan dengan anda Dokter

Bright”

“Tapi tidak ada hal yang harus kita bicaraka…..”

BRAAKKKKK!!!

New membanting pintu dari dalam keras-keras, mendorong

Bright mundur beberapa langkah ke belakang.


LUKA | 295
“Saya tahu kalau anda dan Metawin memiliki hubungan”

Bright tahu kemana pembicaraan ini menuju, sial untuknya

karena kali ini New menangkapnya basah sampai tak bisa

membantah.

“Bisakah kamu diam dan merahasiakan ini? atau kamu mau

uang? Biar saya kirim sekarang juga asal kamu bisa jaga rahasia”

Bodoh! New tak akan tertarik dengan hal semacam itu,

hidupnya terasa perih dan berakhir di tangan-tangan manusia serakah

yang haus uang dan jabatan.

“Putuskan Metawin sebelum semua ini terlambat…” New

menyedekapkan rangan di dada “Karena dia pantas mendapatkan laki-

laki yang lebih baik daripada bajingan tak tahu diri seperti anda”

“Jaga perkataanmu!!!” bentak Bright terbakar emosi dengan

perkataan New yang merendahkannya.

“Kalau begitu, jaga pula sikap dan tingkah laku anda” tukas

New cepat menatap Bright dengan tajam.

LUKA | 296
“Perjelas saja semuanya, selain karena Metawin adalah teman

saya…dia juga tak pantas mendapatkan penghianatan” lanjut New

membuka pintu dan berjalan keluar, namun sebelum benar-benar

pergi ia berkata…

“Jangan sakiti Metawin karena hatinya masih polos…dan saya

akan terus mengawasi anda” tuntasnya meninggalkan Bright seorang

diri di ruang farmasi.

“Kurang aj…”

Kalimat Bright terhenti tepat ketika dirinya berdiri seperti orang

bodoh di ambang pintu, menatap lorong Rumah Sakit yang sepi nan

kosong di mana tak ada seorang pun yang berjalan melewatinya.

Lalu kemana New pergi? Padahal perawat itu baru saja menjauh

dari daun pintu, tak mungkin bisa pergi dan menghilang secepat itu,

begitulah pikir Bright keheranan seraya berjalan sepanjang lorong

seorang diri.



LUKA | 297
Sebuah mobil keluar dari pelataran Rumah Sakit menembus

gerimis, itu adalah mobil kedua orang tua Mild, mereka berdua sudah

merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan New.

“Gimana Pa? udah kan?”

“Beres Ma, besok pasti dia gak akan kelihatan lagi di Rumah

Sakit”

“Aaaawww”

Mobil yang mereka berdua tumpangi menikung tajam masuk ke

palataran gedung lain namun masih Rumah Sakit yang sama.

LUKA | 298
CIIIIITTTTT

Ban mobil menjerit saat bergesekan dengan aspal dan tubuh

sepasang suami istri itu terombang-ambing hingga terbentur kaca

mobil.

“APA-APAAN!!! SAYA SURUH KAMU BAWA SAYA

PULANG, MAU SAYA PECAT???”

“Kalian terobsesi sekali dengan saya…”

Keduanya tak lagi bisa berkata-kata saat melihat laki-laki di

kursi kemudi menoleh ke belakang dan menodongkan pistol tepat di

kepala.

“Kalian juga samena-mena menganggap nyawa orang lain itu

murah dan tidak berharga….saya juga bisa menunjukkan itu kepada

kalian berdua”

New mengarahkan salah satu pistol tepat di mulut laki-laki yang

pernah membakar tubuhnya “Andai saja pemantik ini saya tekan,

kira-kira apa yang terjadi Tuan?”

LUKA | 299
Mereka berdua benar-benar diam tak berkutik, salah mengambil

langkah maka nyawa yang menjadi taruhannya.

“Setelah ini ikuti perintah saya, jangan harap kalian bisa

melarikan diri karena saya tak akan berpikir dua kali untuk melubangi

tubuh kalian”

Mereka mengangguk ketakutan, orang yang dulu mereka

remehkan sekarang memilih untuk melawan.

“Dan asalkan kalian tahu….if someone takes my freedom away,

i won’t hetitate to take theirs!”



Kedua orang tua Mild terkejut ketika New membawa mereka ke

sebuah ruang bawah tanah, dari mana perawat itu tahu kalau Rumah

Sakit ini memiliki ruang bawah tanah untuk melakukan penelitian

illegal?

Lebih terkejut lagi saat melihat besan mereka yang terantai di

sebuah tempat sempit bersekat, apa yang New lakukan kepada kedua

orang tua Tawan?

LUKA | 300
Tubuh kedua orang tua Mild merinding seluruh badan saat

melihat keadaan rekan mereka, jari-jari penuh darah tanpa kuku,

tubuh mereka yang bengkak dan membiru, beberapa gigi dan darah

yang belum mengering tercecer di lantai.

"Seperti yang kujanjikan, aku membawa rekan kalian kemari"

New memborgol kedua orang tua Mild, juga merantainya di

leher seperti hewan peliharaan.

New berdiri menyedekapkan tangan melihat empat orang yang

menjadi dalang pembunuhan.

"Tuan Vihokratana, maaf kalau semalam saya terlalu keras

sampai gigi anda rontok, tapi nampaknya anda masih memiliki

beberapa gigi lagi untuk menghibur kaki saya"

Terungkap sudah kalau New menendang kedua mulut mereka

hingga gigi bercecan di lantai.

"Tolong.... ja...jangan lagi"

"Mari kita tunjukkan ke tamu kita, bagaimana aturan main kita

sebelumnya"

LUKA | 301
New membuka borgol lalu menyeret kepala Tuan Vihokratana

menuju ruangan lain, tak kedap suara karena itu adalah tujuan New

yang sebenernya, memperlihatkan jerit kesakitan kepada ketiga orang

lainnya.

"Jangan.... Jangan lagiii aaaaaa"

Jerit kesakitan itu menggema ke seluruh ruangan, membuat

ketiga orang lainnya merasa ketakutan.

BRAKKKKKK!!!

"Ayo katakan pada mereka bagaimana rasanya"

BRAKKKKKK!!!

New menendang wajah Tuan Vihokratana yang berlutut di

depannya berkali - kali hingga darah dan gigi kembali bercecer di

lantai.

LUKA | 302
"AAAAAAA..... SAKIIIITTTT"

"Uhum, nikmati sakitnya...."

BRAKKKKK!!!

"AAAAAAAAAAAAAAA"

Jeritan itu membuat istri Tuan Vihokratana berteriak ketakutan

"Aaaaaa sudah...ampunnnn saya minta ampun" lirinya gemetar

mendengar jeritan suaminya. "Begitu saja? Aku tahu kamu belum

mati bangsat!!!"

New menginjak - injak kepala Tuan Vihokratana berkali - kali

hingga laki-laki itu tak sadarkan diri.

"Yahhh, sayang sekali hanya seperti ini permainan kita malam

ini? Baiklah" perawat itu kembali menyeret Tuan Vihokratana

kembali ke bilik sempitnya tak lupa dengan borgol dan rantai yang

membelenggunya.

"Giliran anda" New melepaskan borgol laki-laki yang

merupakan founder Raikan Hospital.

LUKA | 303
Namun baru saja ia lepaskan, Ayah dari Mild itu mencoba

berlari ke arah pintu.

DOOOORRRRR!!!!!

Sebuah peluru melesat begitu saja membuat langkah laki-laki itu

terhenti, tak berani untuk berlari lagi.

"Sayang sekali meleset, bukankah aku sudah bilang? Tak ada

gunanya melarikan diri....kemarilah"

New mengambil sebuah selang air, menggenggamnya kuat-kuat.

"Lepas pakaianmu dan berlutut di depanku" sebuah perintah

yang mutlak harus dituruti.

CTAAAKKKKKK!!!

"Aaaaaakkhhhhh"

New mencambukkan selang itu sangat keras ke punggung laki-

laki yang berlutut di depannya, tentu rasa sakit dan panas akan sangat

menyiksa, efeknya lebih sakit daripada ditembak mati.

"Apologize!!!"

LUKA | 304
CTAKKKKK!!!!

“Aaaaaaaaakkkhhh sakittt"

"Look back what you did to meee!!!"

CTAKKKKK!!!!

CTAKKKKK!!!!

CTAKKKKK!!!!

New menggila, mencambuk tanpa jeda dan belas kasihan, ia

menangis di sana.

"Ampunnnhhh aaaarrrghhh sakiittt" jerit laki-laki itu dengan

badan yang mengejang berkali - kali karena kesakitan menerima

setiap cambukan.

"Apologize and ask for forgiveness!!!"

CTAKKKKK!!!!

CTAKKKKK!!!!

CTAKKKKK!!!!

"AMPUUUUNNNNNNN AAAAAAA SAKITT"


LUKA | 305
"Whether i accept or not, its up to meee!! Apologize and admit

ittt!!!

"Aaaaaa dia...dia yang punya rencana" ia menunjuk Tuan

Vihokratana yang sudah kembali sadar.

CTAKKKK!!!!

BUGGGGG!!!!

Tak puas dengan mencambuk, kini New menginjak-injak kepala

lelaki itu hingga sepatunya belumuran dengan darah.

"Dia pelakunyaaaaa..... Saya dan istri saya tak bersalah"

"Bukan saya New, saya berani sumpah bukan sayaaaa" bela

Tuan Vihokratana yang kesusahan bicara karena giginya hanya

tinggal beberapa.

"Iya bukan salah kami New, itu salah mereka berdua.... Mereka

yang memaksa kami untuk menhodohkan Tawan dengan Mild" timpal

sang istri membela suaminya.

LUKA | 306
"E-enggak!!! Itu tidak benar, mereka berdua yang punya

rencana, bukan kami" Istri si founder Rumah Sakit tak terima di

sudutkan.

Ternyata semudah ini, membuat mereka menjadi saling

mengkhianati.

"Bajingan kamu Thana!!! Kamu menuduhku? Kamu

mengkhianatiku? Kamu busukkkk!!!

"Baiklah, mari kita permudah semua ini, majulah satu-satu dan

akui perbuatan kalian, setelah itu akan aku bebaskan"

Tentu, itu seperti sebuah harapan dan angin segar.

Satu-persatu dari mereka mengakui perbuatan keji mereka dan

New mengabadikannya, mengabadikan bagaimana iblis - iblis ini

menceritakan perbuatan keji mereka.

"Kami sudah menceritakan semuanya, tolong bebaskan kami

New.... Saya mohon dengan segala kerendahan hati saya"

Mereka semua berlutut, mengemis sebuah ampun dari seseorang

yang dulu mereka remehkan.

LUKA | 307
"Angkat wajah kalian...."

Ada dua jerigen bensin di mereka, tak mengerti mengapa New

membawa jerigen iki di hadapannya.

"Aku berubah pikiran..." New mundur beberapa langkah ke

belakang, duduk di sebuah kursi dan bersiap menikmati pertunjukan.

"Hanya ada dua orang yang akan aku bebaskan, selebihnya....

kalian tahu apa yang harus kalian lakukan"

Tanpa berpikir panjang para laki-laki langsung membuka

jerigen dan mengguyurkannya ke tubuh istri mereka.

"M-mas... Apa-apaan" jerit salah satu diantara mereka.

"Maaf tapi mas gak mau mati lebih dulu" ujarnya terus

menggugurkan bensin ke tubuh istrinya sendiri.

"Maasss kamu mau bunuh aku? Tega kamu mass?"

Tak ada jawaban, yang kedua laki-laki itu lakukan adalah terus

mengguyur tubuh istri mereka.

New sudah menebaknya, pasti dua orang itu yang tega

melakukannya, dua orang yang sama yang pernah membakarnya


LUKA | 308
hidup - hidup saat ini tega membakar istri mereka demi sebuah

kebebasan semu yang ia janjikan.

New melempar sebuah korek, membiarkan dua laki - laki itu

melakukan tugasnya.

"Maaf.... Maafin mas, tapi mas gak mau mati" ujar Tuan

Vihokratana kepada istrinya.

"Enggak....jangan mas....jangannnn!!! Mas pernah berjanji untuk

sehidup semati denganku!!! Mana massss"

Itu adalah kata terakhirnya sebelum sang suami memantikkan

api dan membakarnya hidup - hidup demi sebuah kebebasan yang

New janjikan.

"AAAAAAAAAAA"

"PANASSSS SAKIIITTTT"

Dua orang perempuan itu terbakar hidup-hidup, api melahapnya

tanpa ampun, terasa lebih menyakitkan karena suami mereka sendiri

yang membakarnya.

LUKA | 309
"AAAAAAAA MASSS SAKIIITT"

Suara jeritan, rintihan dan tangis kesakitan mereka terdengar

memilukan, dua orang laki - laki itu hanya bisa terduduk pasrah

melihat istrinya merenggang nyawa. "Maaf.... Maaf... Maafin mas,

tapi mas takut mati"

"M-mas... Aaaaaaaakkhhh"

LUKA | 310
Kobaran api semakin besar, menghanguskan kulit dan daging,

juga menghanguskan sisi kemanusiaan dua orang laki-laki yang sudah

hilang sejak membunuh New di tepi jurang.

"Sekarang bebaskan kami, kami mohon New"

Alis New mengernyit "Aku sudah menduga kalau kalian akan

melakukannya, sama dengan apa yang kalian lakukan padaku di tepi

jurang hari itu"

New berdiri, melihat tubuh dua manusia yang sudah hangus.

"Kalian lapar kan? Makan dan habiskan!!!"

"M-maksud kamu apa New?" Tanya Tuan Vihokratana yang

sangsi dengan indera pendengarannya.

"Makan dan habiskan, sisakan tulang-tulangnya saja"

"Tidak.... Saya tidak mau!!! Kalau begitu berakhirlah seperti

istri anda sendiri" New melangkah ke arah pintu tanpa mempedulikan

mereka.

"Makan dan habiskan tubuh istri kalian..."

LUKA | 311
"Orang sepertimu pasti akan kekal di neraka!!!" teriak Tuan

Tana memotong jemari istrinya yang sudah hangus, mau tak mau ia

mengunyahnya.

"Jika begitu pemikiran kalian, maka kekal-lah di neraka

bersamaku untuk selama-lamanya" tuntasnya sebelum pergi dan

mengunci pintu rapat-rapat.



LUKA | 312
Cold Light

LUKA | 313
Sepinya lorong membuat suara langkah menggema dan di

serukan ke seluruh sudut ruang, dua lelaki berjalan cepat menembus

kabut tipis yang datang bertamu di Rumah Sakit. Senyapnya

pendengaran membuat ocehan burung hantu terdengar merdu, mata-

mata merah menyala diantara pepohonan seolah sedang mengawasi

mangsa.

“Rumah Sakit ini terasa berbeda dari terakhir kali aku datang

kemari” ujar laki-laki jangkung yang mengekor di belakang Tawan.

LUKA | 314
“Iyakah? aku tak merasakan perbedaan sama sekali, kecuali

kasus kematian yang terus berulang seperti sebuah rantai”

Jawabnya terus berjalan sembari mengepalkan tangan, siapapun

pelaku dibalik kasus keluarga Kevin dan kedua orang tuanya tak akan

ia maafkan.

“Terasa lebih mencekam dari biasanya, entahlah mungkin saja

karena kabut yang dibuat hujan membuat semuanya terasa

lebih…menyeramkan”

“Begitulah Joss, malam di Rumah Sakit tak seindah yang orang-

orang bayangkan…bahkan kerap membuatmu merinding hingga ke

tulang-tulang”

Mereka berdua dikagetkan dengan suara tikus yang menjerit

kesakitan di antara rerumputan, bahkan Joss reflek menggenggam

pistol yang tersimpan rapi di dalam sakunya. Ternyata seekor burung

hantu yang sedang berburu dan menikmati makan malamnya, baik

Joss dan Tawan tak mendengar suara kepakan sayap si burung namun

tiba-tiba mendengar jeritan tikus yang sudah tak berdaya.

LUKA | 315
“Aku kira apaan….gilaaa, sangat mengagetkan” celoteh Joss

menyimpan kembali pistolnya.

“Ternyata hanya alam yang sedang mengerjakan

tugasnya…rantai makanan, kamu tahu kan?” respon si Dokter

memperhatikan bagaimana cara burung hantu melahap mangsanya

bulat-bulat.

“Tentu, itu ada di pelajaran SD kita dulu kan? burung hantu

pemegang rantai makanan tertinggi” Joss mengingat puluhan masa ke

belakang saat dirinya dan Tawan sama-sama duduk di bangku

Sekolah Dasar.

Tawan menggeleng “Kalau kamu lebih jeli lagi, tak ada

pemegang rantai makanan tertinggi…” jedanya menghela napas,

matanya menyipit melihat burung hantu yang baru saja menelan

seekor tikus bulat-bulat “Karena seekor burung hantu pun akan

menjadi makanan untuk dekomposer dan menjadi pupuk kan?

semuanya berulang seperti rantai…untuk itu tak ada yang duduk di

posisi tertinggi”

LUKA | 316
Joss terkekeh kecil mendengar analisa singkat yang Tawan jelaskan

padanya “Harusnya yang jadi intel bukan aku ….tapi kamu Tee”

lontarnya memuji kebolehan cara Tawan berpikir.

“Sudahlah, ada banyak hal yang harus kamu jelaskan padaku

malam ini” Tawan menyudahinya dengan mengeluarkan sebuah kunci

dari saku dan membuka salah satu ruangan.

KLEKKK!!!

Pintu terbuka, karat-karat di engsel membuat suara deritan yang

semakin membuat suasana semakin mencekam.

“Aku memiliki ekspektasi yang tinggi kali ini Joss, aku harap

kamu membawa berita baik untukku” cakapnya membukakan pintu

dan mempersilahkan Joss untuk masuk dan memulai pembicaraan

serius keduanya.



“Jadi bagaimana?” tanya Tawan tanpa basa-basi, sudah

berbulan-bulan sejak kematian Kevin sekeluarga dan tak menemukan

titik terang, sampai-sampai dirinya harus mempercayakan kasus ini

LUKA | 317
kepada rekan lamanya daripada menyerahkannya begitu saja di pihak

kepolisian.

Joss menggeleng lemah “Ada yang harus aku jelaskan terlebih

dahulu sebelum kamu mengambil kesimpulan kalau penyelidikanku

gagal”

Sebuah anggukan Tawan berikan seraya menggunakan kedua

punggung tangannya sebagai tumpuan di bawah dagu, memperhatikan

setiap kata yang Joss ucapkan.

“Siapapun pelaku di balik kasus-kasus ini, dia bukan orang

sembarangan” Joss mengeluarkan beberapa dokumen yang berisi

LUKA | 318
buku dan beberapa foto yang ia ambil dan daftar nama yang ia curigai

sebagai pelaku.

“Baru kali ini aku menangani kasus serumit ini, dalam beberapa

kejadian kriminal selalu memiliki celah untuk diambil benang

merahnya meski disembunyikan serapi apapun. Tapi ini…..” Joss

menghela napas dan menggelengkan kepala, usaha yang dirinya

lakukan selama beberapa bulan seperti sia-sia dan tak menemukan

ujungnya, setiap ia mencurigai seseorang sebagai pelaku maka di

keesokan harinya selalu ada fakta yang berhasil mematahkan

asumsinya.

“Dalang yang ada di balik kasus kejam ini memiliki permainan

yang rapi, dia juga tak buta dengan dunia medis Tee….aku pernah

mencurigai beberapa Dokter bedah yang bekerja di sini, namum lagi-

lagi….nihil” paparnya menunjukkan daftar orang-rang yang dirinya

curigai, wajah Bright, Beni, Puim bahkan seorang Dokter yang

meninggal beberapa waktu lalu juga sempat Joss curigai.

Karena penasaran, Tawan mengambil buku kecil itu untuk ia

baca, nama-nama orang terdekatnya bahkan ada di sana.

LUKA | 319
“Dokter ini yang meninggal beberapa hari lalu kan?”

Joss mengangguk “Ada beberapa hal yang janggal dan

mencurigakan dari Dokter itu sejak kamu memberitahuku kalau Mild

sengaja diberi obat-obatan terlarang. Seperti ada sesuatu yang dia

sembunyikan, wajahnya juga terlihat pucat beberapa hari sebelum

kematiannya”

Diam, menyisa sepi yang membuat keduanya berpikir keras

dengan semua kemungkinan-kemungkinan yang ada. Keduanya

berkecamuk dengan teka-teki misteri yang tak menemukan titik

terang.

“Apa kamu tahu siapa saja yang dicurigai Kevin sebelum dia

meninggal?” ucap Joss memecah senyapnya keadaan, samar-samar

LUKA | 320
ributnya angin yang menggoyangkan pepohonan di luar mulai

terdengar bersamaan dengan suara langkah kaki yang berhenti tepat di

depan pintu, ada bayangan Tangan yang mencoba membuka pintu

dari luar, sangat mengerikan sampai membuat bulu kuduk merinding

seluruh badan.

Baik Tawan maupun Joss sama-sama terhenyak hingga tak

bergerak, mata mereka saling berbicara kalau ada hal yang tak beres

di luar. Kedua bola mata Tawan menangkap sebuah bayangan di

depan pintu menandakan ada seseorang di luar, tapi siapa? Sudah

selarut ini dan cuma dirinya yang punya akses di ruangan ini.

LUKA | 321
Hal yang selanjutnya terjadi adalah gagang pintu digenggam dan

diputar-putar dari luar, suasana benar-benar mencekam meski dalam

diamnya keadaan. Joss mengangguk paham saat Tawan memberinya

isyarat untuk membuka pintu, sebuah pistol ada dalam genggaman

tangannya untuk berjaga-jaga.

Keduanya berjalan dengan berjinjit dan mengendap-endap

mencoba tak menimbulkan suara gaduh sedikitpun, bisa saja orang

yang ada di luar adalah pelaku yang selama ini berkeliaran.

“Satu…” bisik Tawan memberikan pertanda, Joss bersiap

berdiri dengan menodongkan pistolnya begitu pintu berhasil dibuka.

“Dua…” gagang pintu yang tadinya bergerak dan diputar-putar

dari luar langsung berhenti.

KLEKK!!!

CIIITTT!!!

Bunyi gagang pintu dan derit engsel membuat keduanya

semakin penasaran.

Kosong, tak ada siapapun yang berdiri di depan pintu.

LUKA | 322
Joss dan Tawan saling bertatapan, sama-sama tak paham dengan

apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Perasaan gue nggak enak Tee…” celetuk Joss menambah

keraguan yang hinggap di pundak Tawan.

Dokter itu yakin sekali dengan apa dilihatnya, bayangan itu

menghilang entah kemana, apakah mungkin tadi itu cuma sebuah

prasangka saja? Atau kedua bola matanya tengah menghianatinya?

Entahlah.

Tawan keluar dari ruangan dan celingukan, menyapu seluruh

lorong dengan pandangnnya, mencoba menemukan seseorang namun

LUKA | 323
tak ia dapatkan. Hanya kabut yang semakin malam semakin menebal,

menghalangi jarak pandang untuk melakukan penyisiran.

“See? Tidak ada orang kan? tidak salah kalau aku bilang Rumah

Sakit ini agak sedikit berbeda dari biasanya, apa sebaiknya kita bahas

ini di lain hari?” desak Joss yang merasakan ketegangan luar biasa.

“No, kita bahas sekarang juga” Tawan kekeuh dan tak goyah

sedikitpun, ia akan membahas beberapa daftar nama perawat yang

sempat Joss curigai, kalau tak salah tadi ia melihat nama New

tercantum di sana.

Mereka berdua kembali masuk ke dalam ruangan, tak lupa

mengunci pintu dari dalam.

“Jadi siapa yang Kevin curigai?” ucap Joss saat melangkah

menuju kursi namun…

Tak! Tak! Tak!

Suara langkah terdengar lagi, namun Joss dan Tawan sudah

mengerti, mereka berdua mencoba mengabaikannya.

“Ada beberapa perawat yang Kevin curigai”

LUKA | 324
Tok! Tok! Tok!

Jika tadi suara langkah, maka sekarang adalah suara ketukan

pintu.

“Siapa aja Tee?” mereka berdua sengaja mengabaikannya,

membiarkan gangguan itu semakin menjadi-jadi dengan gerakan

gagang pintu yang bergerak-gerak cepat.

“Metawin...” ia menyebutkannya satu persatu.

“Kit…”

“Siapa lagi?”

“New Thitipoom”

DRRRRTTTTTT!!!

Tepat setelah ia menyebut nama New, ponselnya bergetar

bersamaan dengan hilangnya semua gangguan yang meneror mereka.

Seakan suara langkah, ketokan pintu dan bayangan itu raib entah

kemana.

“Papa…” lirihnya melihat panggilan video dari sang Papa yang

sudah menghilang tiga hari lamanya.


LUKA | 325
Kedua matanya membelalak melihat layar ponsel yang

menampilkan sang Papa dan mertuanya duduk tak berdaya dengan

tangan kaki terikat di kursi, juga lakban yang membungkam mulut

mereka bedua.

“Paaaa…Papa!!!” panggil Tawan histeris, pasalnya ia tahu di

mana sang Papa dan mertuanya berada.

Masih di Rumah Sakit yang sama, hanya berbeda gedung, bisa

ia kenali dari beberapa tabung oksigen yang berjajar di belakang kursi

Papanya.

“Ini di mana Tee? Kita harus ke sana sekarang juga!!!”

“Di gedung sebelah, siapapun yang melakukan ini, tidak akan

aku ampuni”

BRAKKKKKKKK!!!!

Tawan membanting pintu, ia lari tunggang langgang menuju

pelataran Rumah Sakit, yang harus ia lakukan sekarang adalah

berpindah gedung yang jaraknya tak terlalu jauh dan tak bisa

dikatakan dekat juga.

LUKA | 326
“Tee tunggu….”

Tawan berhenti di lobi, terlalu jauh menuju parkiran mobil.

“Nih…” Joss menyerahkan kunci motornya, hal yang sama

dilakukan Tawan dengan memberikan kunci mobilnya.

Joss tahu kalau jarak tempuh akan lebih cepat dijangkau dengan

motor, ia bergegas mencari di mana mobil Tawan berada begitu

rekannya sudah hilang dari jarak pandangnya.

“Akupun juga sama mas, aku tak akan memberi ampun

meskipun mereka orang tuamu sekali pun” lirih New yang

bersembunyi di balik tembok lobi, membulatkan tekadnya sekali lagi

untuk menuntaskan tujuan mengapa ia kembali.



LUKA | 327
“Putus asa?” New terkekeh melihat tatapan mata dua orang yang

dulu pernah membakarnya hidup-hidup “Seperti apa yang kalian

katakan, akan ku antar kalian ke neraka dan hidup kekal bersamaku

selama-lamanya”

“Hmmmmhhh” berontak tuan Vihokratana mencoba lepas dari

tali tambang yang membelenggunya.

“Kalian benar, bukan kehidupan yang menyakitkan…..tapi

kematian” New melirik ayah Mild yang sudah pasrah dengan ajal

yang menjemput di depan mata, baginya New adalah malaikat

pencabut nyawa yang tak berpikir dua kali untuk membunuhnya.

“Nikmati rasa sakitnya, mungkin dengan begitu aku akan

damai…..nikmati ketidakberdayaan kalian, mungkin dengan begitu

kalian bisa merasakan apa yang aku rasakan….sebelum kematian”

Dua orang yang tubuhnya terikat di kursi tak lagi bisa berontak

begitu menyadari ada bom di bawah meja yang New duduki,

ukurannya besar menandakan daya ledak yang luar biasa

membinasakan.

LUKA | 328
“Ada kata-kata terakhir? Aku sedang bermurah hati kepada

kalian”

New membuka lakban yang menyupal mulut Tuan

Vihokratana…

“Kamu iblissssss….” Belum selesai bebicara, New kembali

menutup mulut Tuan Vihokratana dengan lakban.

“Benar, aku adalah iblis yang kalian buat….aku adalah

kebencian dan dendam yang kalian ciptakan” New tersenyum

mengerikan, siap menghancurkan gedung hingga luluh lantah di

bawah kakinya.

“Sepertinya kita kedatangan tamu” New mendengar suara motor

Tawan di pelataran “Namun sudah terlambat” imbuhnya menghitung

detik demi detik terakhir dua iblis berwujud manusia di depannya.

Tawan baru sampai di pelataran Rumah Sakit, meningalkan

motor Joss yang tergeletak, ia akan berlari sekencang mungkin

menuju ruang penyimpanan tabung oksigen, namun…

BOOMMMMMMMMMMM!!!!

LUKA | 329
Ledakan luar biasa dahsyat meluluhlantakkan bangunan hingga

membuatnya terlempar dan bergulingan di tanah. Kokohnya dinding

beton kini nampak seperti butiran debu yang beterbangan di langit

bersamaan dengan api yang menyambar-nyambar liar.

“Papaaaaaaaaaaa!!!!” Tawan berteriak histeris melihat kobaran

api yang melahap bangunan baru Rumah Sakit, melahap sang Papa

yang ada di dalam sana.

BOOMMMMMMMMMMM!!!!

BOOMMMMMMMMMMM!!!!

BOOMMMMMMMMMMM!!!!

LUKA | 330
Ledakan demi ledakan susulan yang berasal dari tabung oksigen

membuat suasana semakin mencekam dan mengerikan, meski tak

mungkin namun Tawan ingin berlari menembus kobaran api mencari

sang Papa.

“Tee…jangan” Joss menerjangnya dari belakang dan

menggagalkan upaya Tawan mengadu nyawa dengan panasnya

mawa.

“Papa ada di dalam Joss…Papa di sana” Tawan terus berontak,

seluruh indera di tubuhnya terasa sakit melihat satu persatu orang

terdekatnya merenggang nyawa dengan cara mengenaskan.

LUKA | 331
Joss tak menjawab, yang bisa ia lakukan adalah menahan Tawan

agar tak melakukan kebodohan dengan berlari menembus api yang

bisa melahapnya kapan saja.

“Kenapaaaaaa!!!! Aaaaaaaaaa!!!!” ia menjerit dalam tangis yang

amat perih, dirinya hanya bisa pasrah melihat bagaimana api

merubuhkan bangunan kokoh di depannya.

Tak lama setelahnya Tawan terlena dalam ketidaksadaran, ia

pingsan dengan tubuh dan hati yang sakit.

LUKA | 332
Suara guntur terdengar menggelegar di langit, bulan berubah

warna menjadi merah darah.

Di tengah kobaran api terlihat seseorang berdiri menggunakan

sebuah jubah, api tak membakarnya seolah orang itu adalah bagian

dari panasnya api dan mawa.

LUKA | 333
DORRRRR!!! DORRR!! DORRRR!!!

Joss melepaskan beberapa kali tembakan yang mengarah ke

tubuh sosok misterius itu, ia sudah yakin mengenainya namun terlihat

seperti sebuah serangan tak berarti.

Tak lama setelahnya sosok berjubah hitam masuk ke dalam

bangunan dengan api yang menyambar-nyambar, bersamaan dengan

bangunan yang runtuh sama rata dengan tanah dan bunyi petir yang

menggelegar.



LUKA | 334
Kabut tebal itu membawaku pergi.

Bersama mendung dan hujan yang datang silih berganti.

Aku sendiri, tak ada yang menemani.

Merintih dan menangis berharap ada yang menemukanku di sini.

Namun sebelum itu terjadi, izinkan diriku membalaskan luka di hati.

Seperti déjà vu, Tawan dan Mild pernah melewati suasana duka

ini, mata sembab dengan tatapan kosong, wajah tempias pucat pasi

merasakan luka yang menganga di hati. Empat peti mati berjajar di

rumah duka, wajah-wajah orang terkasih terlukis indah di dalam

bingkai foto diiringi dengan isakan tangis sanak saudara yang

membuat suasana semakin terasa pilu.

LUKA | 335
Tawan dan Mild duduk bersebelahan menatap peti mati, empat

orang tua mereka terbujur di dalamnya meski hanya menyisa tulang

belulang saja, tak ada kata yang bisa menggambarkan bagaimana

hancurnya perasaan keduanya. Kesedihan dan kemarahan tak lagi bisa

Tawan bedakan, ia mengutuk siapapun orang yang ada di balik

pembunuhan ini.

Matanya kering kerontang, tak lagi ada air mata yang bisa

keluar, jika diibaratkan Tawan adalah sebuah botol kosong di tengah

gurun pasir, ia mengharap hujan namun yang datang adalah kemarau

panjang yang panasnya memecah botol itu hingga tak lagi berbentuk

menjadi serpihan debu.

“Ma….Pa….siapa yang tega melakukan ini?” lirihnya terisak

tanpa air mata.

Padahal sebentar lagi Mild melahirkan cucu pertama mereka,

yang mungkin saja akan menjadi cucu kesayangan yang tiap hari

mereka timang bergantian, lalu kepergian mereka berempat menyisa

kekosongan.

LUKA | 336
Keadaan Mild tak jauh berbeda dengan Tawan, perempuan

dengan usia kandungan menginjak sembilan bulan itu duduk dengan

mata nanar, kabar duka ini memukul dirinya secara telak dan

membuatnya mengerti bahwa kematian seseorang bukan hal yang bisa

direncanakan.

“Mas mengapa Papa sama Mama harus pergi mas….mengapa

mereka harus tewas dengan cara seperti ini?”

Pertanyaan yang Tawan sendiri tak tahu jawabannya hingga

sekarang, namun ada satu nama yang ia curigai meski tanpa bukti

yang pasti. Logikanya menolak untuk percaya namun perasaannya

mengarah ke sana, ke seseorang yang sejak dulu tak pernah bisa ia

benci.

Beberapa Dokter dan rekan kerja terlihat duduk memanjatkan

doa di rumah duka, prosesi sakral ini dilakukan dengan privat, tak

semua orang bisa datang termasuk perawat Rumah Sakit yang tak

memiliki keperluan seperti Metawin, Kit, Jane, Gun, Neen dan

juga….New.

LUKA | 337
Setiap sudut rumah dijaga ketat oleh pihak kepolisian,

meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Joss terlihat berdiri di

depan pintu dengan pakaian berkabungnya, mengawasi pekarangan

rumah yang hijau sejauh mata memandang, pikirannya masih

berkecamuk dengan kejadian mengerikan yang ia saksikan, sosok

misterius berjubah hitam yang masuk dalam kobaran api bangunan, ia

yakin sekali kalau sosok misterius itu adalah pelaku pembunuhan keji

ini.

Matanya menyipit melihat tetesan darah yang mengucur dari

pohon hingga membasahi rerumputan hingga berwarna merah,

diikutinya dari mana asalnya cairan amis itu berasal. Seekor burung

hantu bertengger di batang pohon menyantap tikus, darah mamalia

pengerat itu menetes-netes di rumput.

Joss hanya diam, tak mau mengusik alam yang sedang

melakukan tugasnya.

Di dalam rumah, Mild berada di kamar mandi membasuh muka,

mata sembabnya tak bisa menyembunyikan kesedihan yang

merongrong hatinya.

LUKA | 338
Tes!

Ia tak menyadari cairan amis yang menetes dari langit-langit

kamar mandi, perempuan itu sibuk mengeringkan wajahnya dengan

handuk.

Tes! Tes!

Lagi, merah itu semakin deras bersama balatung yang

menggeliat di lantai. Lalu bau bangkai yang menyengat membuat

Mild merasa tak nyaman.

“Bau banget, ada tikus mati kali ya di kamar mandi, nanti bilang

mas Tay deh biar dibuang” ucapnya menutup hidung.

Tes! Tes! Tes!

Kali ini darah itu menetes mengenai wajahnya, bersama

belatung-belatung segar yang menggeliat menggelikan.

Diam, sepi, senyap beberapa saat.

Tubuhnya tak bisa digerakkan, telapak tangan dan kakinya

terasa kesemutan, pundaknya terasa berat dan ada angin dingin yang

bertiup pelan hingga seluruh tubuhnya meremang.

LUKA | 339
CLEK!!!

Mild melirik ke arah pintu yang tiba-tiba terkunci, juga lampu

yang berkedip-kedip mengerikan, ingin saja ia menjerit dan berlari

namun satu-satunya yang bisa Mild lakukan adalah mendongakkan

kepala ke atas dengan perlahan, padahal ia tak ingin melakukannya

namun tubuhnya lebih dulu melakukan penghianatan seperti ada yang

memaksanya mendongak ke atas bersmaan dengan tengkuknya yang

semakin berat dan dingin.

Ia ingin menjerit namun tak bisa, mulutnya serasa dibungkam

dengan paksa hingga tak ada sepatah katapun yang berhasil terucap,

tenggorokannya seperti terganjal batu gamping.

Kedua matanya membelalak sebesar bola pingpong, lututnya

gemetar hebat hampir tak kuat menompang tubuhnya sendiri untuk

berdiri, batinnya berontak menjerit-jerit ketakutan dengan apa yang ia

saksikan, ada sosok manusia di dinding kamar mandi, wujudnya

sangat mengerikan dengan tubuh terbakar, mulut yang robek hingga

ke telinga, juga perutnya yang berlubang menganga lebar.

LUKA | 340
“Hmmmmmmmhhhhhh” Mild sampai terkencing-kencing

saking takutnya.

Rasa sakit di perutnya tak bisa diajak kompromi, kontraksi yang

begitu menyakitkan terjadi di waktu yang tak tepat, melilit hingga

mulas yang teramat sangat menyergap dirinya tanpa ampun.

BUGG!!!

“HMMMMMMHHHHHH” jika saja ia bisa berteriak, jika saja

ia bisa berlari, namun tidak.

Sebuah janin terjatuh ke lantai, sosok kecil berlumuran darah itu

menangis keras-keras, tangan kecilnya mencoba merayap ke tubuh

Mild yang kaku seperti batu. Lalu rintih tangis sorang lelaki

memenuhi ruangan, dipantulkan dari dinding ke dinding dan berakhir

meledak di dalam kepala Mild.

Ia mengenali suara itu, ia tahu siapa yang merintih kesakitan

meminta pertolongan, itu adalah New.

“Tidakkah kamu tahu setiap perbuatan memiliki harga yang

harus dibayar?”

LUKA | 341
Ada seseorang yang berbisik di belakang Mild, sosok yang ada

di atas dinding kini tepat berada di belakang, bayangan hitam yang

lama-kelamaan menjelma menjadi sosok New yang mengerikan.

Mild menangis, ia merasa ketakutan dan kesakitan. Ketakutan

melihat wujud New yang mengerikan, juga kesakitan karena kontraksi

yang terjadi.

“Kamu yang membuatku seperti ini…”

LUKA | 342
Bisikan yang terdengar mengerikan bersamaan dengan jemari

New menyentuh wajah Mild, dengan daging dan kulit terbakar yang

terkelupas membuat Mild ingin mati detik itu juga.

“Apa kamu pernah dengar kalau nyawa harus dibayar dengan

nyawa? Dan sekarang aku kembali untuk menagihnya”

New memiringkan wajahnya hingga bisa Mild saksikan dari

kaca, kulit terbakar, darah yang mengucur tanpa henti, mulut robek

hingga memperlihatkan gigi dan gusi.

“Tak ada yang bisa menghentikanku….tidak mas Tay

sekalipun”

“Tunggu saja giliranmu, aku akan kembali dan aku akan

mengikutimu kemanapun kamu pergi”

Klek! Klek!

Gagang pintu coba dibuka dari luar, Tawan yang menyadari

istrinya terlalu lama di kamar mandi akhirnya menyusul juga.

LUKA | 343
“Mild, kamu di dalam kan? kenapa lama sekali? Kamu baik-baik saja

kan?” panggil Tawan terdengar khawatir dari luar, pintu mendadak

menjadi sekuat batu, tak dapat dibuka dengan cara apapun.

“Hmmmhhhhh” jerit tertahan Mild tak akan pernah bisa

tersampaikan.

“Akan kubuat kamu merasakan apa yang aku alami…apa yang

aku rasakan…dan apa yang aku derita”

Semerbak melati memenuhi kamar mandi, berbarengan lampu

yang berkedip-kedip lebih cepat mengantar kepergian sosok New di

balik dinding.

BRAKKK!!!

Pintu baru saja berhasil didobrak, Tawan langsung masuk dan

mendapati istrinya berdiri di depan kaca wastafel.

“Hoeeekkkk”

Mild muntah-muntah, tak percaya dengan apa yang ia saksikan.

LUKA | 344
“Mild, kamu kenapa?” lelaki itu mencoba membantu istrinya,

memijat tengkuk dan membiarkan sang istri menyandar lemas di

bahunya.

“Mas….aku lihat hantu tadi mas…” ia terisak, menangis

ketakutan dengan rasa mual “Hoeeekkkkk” lagi, perutnya semakin

lama semakin sakit.

Tawan menyapukan pandangannya ke setiap sudut kamar

mandi, tak ia dapati apapun selain dirinya dan Mild di sini “Kamu

menghayal lagi?”

“Enggak mas, tadi aku lihat New di sini….aku takut” rengeknya

membuat Tawan terdiam dengan mata menyipit, sudah lama dirinya

mencurigai New, namun apa benar kalau mantannya itu pelaku di

balik semua peristiwa ganjil ini?

LUKA | 345
“Maksud kamu hantu itu adalah New?”

Mild mengangguk, tatap matanya ketakutan tiap kali melihat

cermin, tadi New ada di sana, tepat di atas dan belakangnya.

“Yasudah, ayo mas antar kamu ke kamar” ia menuntun Mild

keluar kamar mandi, memapah sang istri yang tak lama lagi akan

melahirkan.

“Pelan-pelan aja, bilang mas kalau kontraksinya sudah intens

lima menit sekali okay? Kita akan langsung ke rumah sakit”

“Iya mas….uhhhhh” Mild berjalan pelan, wajahnya meringis

kesakitan.

TINGGGG!!!

Sebuah cincin tertendang kaki Tawan, perhiasan kecil itu

menggelinding sampai di sudut pintu lantai kamar mandi. Tawan

sampai berhenti memapah istrinya dan berjongkok memungut cincin

yang membuat dadanya berdegub kencang.

LUKA | 346
“Cincin ini…” lirihnya pelan dengan pikiran yang berkecamuk,

cincin ini sama dengan cincin yang ia simpan di nakas kamarnya,

tanda cinta yang pernah ia berikan kepada New.

“Itu apa mas?” tanya Mild yang mematung di depan pintu.

“Oh, enggak…bukan apa-apa, yuk mas antar kamu ke kamar”

sepanjang jalan hanya ada New di dalam pikiran.

Tak lama setelah Mild terlelap, Tawan membuka laci nakas

memastikan kalau cincin miliknya masih tersimpan di sana dan benar

saja, berarti cincin ini memang milik New, lalu bagaimana caranya

cincin ini ada di dalam kamar mandi di saat tak ada tanda-tanda

keberadaan New di sini?

Angin di luar sangatlah ribut, menggoyang pepohonan

membawa daun-daun berguguran dan bertiup kencang menerbangkan

korden di dalam kamar. Perasaan Tawan mendadak menjadi tidak

enak, suara angin berbisik di telinganya pertanda mara bahaya.

Ia berdiri di dekat jendela, melihat dahan-dahan yang

digugurkan angin, ada suatu hal magis yang ia rasakan, sesuatu yang

entah kapan datang. Tawan termenung menundukkan kepala,


LUKA | 347
pandangannya kosong dengan kesedihan dan kehilangan yang

melubangi hatinya sedemikian besar.

“Sebesar itukah kamu menyayangi mereka mas? Masih samakah

rasa sayangmu jika suatu hari nanti kamu mengetahui semuanya?”

lirih New yang berdiri di depan gerbang rumah Tawan, ia bisa melihat

Tawan berdiri tercenung di jendela.

“Jika aku mengambil semua milikmu yang berharga, apa pada

akhirnya kamu bisa mengerti apa yang aku rasa?” imbuh New dengan

mata berkabut dan senyum yang teramat tulus “Aku juga tak mau

seperti ini…” jedanya menghapus air mata “Tolong hentikan aku,

tolong….temukan aku mas” tuntasnya membalik badan dan

melangkah menjauh meninggalkan rumah duka.



LUKA | 348
New dikejutkan dengan surat pemberhentian kerja secara

sepihak yang ia dapatkan, sekarang ia mengerti kalau Tawan dan Mild

memang tak tinggal diam. Tatap tanpa ekspresi sangat terpatri di

wajahnya, matanya menyipit menerka-nerka apa yang akan Tawan

lakukan.

“Kira-kira kenapa ya New?” tanya Metawin yang keheranan,

mereka berjalan di lorong menuju salah satu ruang untuk meminta

penjelasan.

New diam tak menjawab, ia menggenggam tangan Metawin

erat-erat saat melihat Bright berada di ruang kerja Tawan. Pandangan

mata Dokter dan rekan New itu bertemu dan terkunci, sebuah senyum

bisa New lihat di wajah manis Metawin.

LUKA | 349
“Ehemm, apa Dokter Tay ada di sini?” ujar New memecah

suasana, ia celingukan melihat ke seluruh ruangan mencari di mana

Tawan berada untuk meminta penjelasan.

Tentu saja, memangnya siapa yang punya kuasa setelah kedua

founder Rumah Sakit ini tiada? Tawan dan Mild pasti memiliki

campur tangan atas keputusan yang ia dapatkan secara sepihak.

“Maaf tidak ada” jawab Bright sinis, ia masih tak akan lupa

bagaimana New mengancamnya sejak hari itu, sejak New

menangkapnya basah bermain api di belakang Metawin.

“Kemana? Kapan Dokter Tay ada di ruangannya? Ada hal yang

harus saya diskusikan” cecar New menuntut jawaban dari Bright.

“Saya tidak bisa memberitahukannya kepada orang-orang yang

tak memiliki kepentingan seperti kalian, maaf” jawab Bright sebelum

keluar ruangan meninggalkan New dan Metawin di dalam.

Tanpa sadar New meremas surat itu hingga tak berbentuk, urat-

urat di lehernya terlihat mengencang mencoba menahan kemarahan

yang membendung. Matanya mentap tajam, giginya bergemeletukan

dengan tangan yang mengepal kuat-kuat.


LUKA | 350
“Nanti kalau Dokter Tay ada di ruangannya gue kabarin lo aja

gimana?” Metawin menawarkan bantuan, ia merasa iba melihat New

yang terlihat tak terima dengan pemberhentian kerja.

New memejamkan matanya, mencoba meredam semua emosi

yang ingin meledak di ubun-ubunnya, mengambil napas panjang dan

menghembuskannya pelan-pelan. Ia menoleh ke arah Metawin dan

memberikan sebuah senyum, terlihat aneh dan terlalu dipaksakan.

“Gue minta nomor ponsel lo boleh? Selama lo kembali ke sini

gak satupun temen-temen punya nomor lo” lanjut Metawin yang

penasaran, tak ada satupun rekan perawatnya yang memiliki nomor

ponsel New.

“Gak usah dan gak perlu” jawab New singkat.

Mereka berjalan kembali melewati lorong dengan New yang

merangkul Metawin, ada sesuatu di dalam diri Metawin yang mirip

dengannya, meski tak sepenuhnya sama.

“Apa kalian sudah putus?”

“Siapa?” tanya Metawin keheranan.

LUKA | 351
“Kalian….ummm Dokter Bright” jawab New memperjelas

semuanya, ia hanya ingin tahu apa Bright sudah memutuskan antara

Metawin atau Dokter Puim.

“Kenapa harus putus? Sejauh ini baik-baik aja kok” Metawin

keheranan.

“Ohhh….” New menggelengkan kepala “Bukan apa-apa, hanya

saja…” ia menjeda kalimatnya sama halnya menjeda langkahnya

untuk berhenti dan berdiri mendongak langit menatap purnama.

“Hanya saja apa?” aneh, jika biasanya Metawin selalu ketakutan

melewati lorong gelap nan berkabut ini, tidak saat sedang bersama

New, rasa takut itu direnggut entah ke belahan bumi mana.


LUKA | 352
“Lebih baik kalian berhenti…”

“Kenapa gue harus berhenti New?” tukas Metawin cepat, ia

melihat kunang-kunang yang beterbangan di semak-semak belukar.

“Apa menurutmu mereka yang berkhianat pantas mendapatkan

kesempatan kedua?” alih-alih menjawab pertanyaan Metawin, New

malah melontarkan pertanyaan kembali.

Metawin tak mengerti kemana pembicaraan mereka mengarah,

apa hubungannya antara Dokter Bright dengan pengkhianatan?

sebenarnya apa yang coba New katakan padanya? Ia terdiam beberapa

saat memikirkan jawaban yang selalu membuat lidahnya kelu.

Hanya suara dahan pohon yang digelitik angin dan jangkrik

yang menemani mereka, sesekali burung hantu berkicau menambah

ramai suasana malam.

“Tak perlu menjawabnya kalau memang tak bisa, karena cepat

atau lambat jawaban itu akan muncul dengan sendirinya” sambung

New sebelum melangkah pergi meninggalkan Metawin seorang diri.

LUKA | 353
Kekasih Bright itu hanya bisa melihat punggung New yang

semakin mengecil di jarak pandang, entah mengapa ia tak bisa

menjawab pertanyaan yang diberikan oleh New, terlalu sulit baginya

untuk mengatakan apa yang ada di dalam kepala.

New baru saja memberikan peringatannya, namun Metawin tak

peka untuk mengerti dan membacanya, lalu semesta yang akan

menunjukan seperti apa jawaban Metawin ketika pengkhianatan

ditunjukkan di depan matanya,



LUKA | 354
Tiga hari setelahnya bertepatan dengan bulan empat belas hari,

adalah hari di mana purnama menempati titik tertinggi, cahaya

merahnya memandikan bumi bersama gerimis yang tak juga merubah

diri menjadi badai.

Sebuah ambulance melaju memecah senyapnya malam, di

dalamnya ada Mild yang kesakitann ditemani Tawan.

“Mas aaaaakkkhh sakittt”

Mild terbaring kesakitan memegangi perutnya yang terus-

menerus berkontraksi.

“Iya sayang, atur napasnya ya….sebentar lagi kita sampai di

Rumah Sakit” Tawan membelai wajah sang istri yang berkeringat,

membisikkan kalimat-kalimat penenang agar Mild menyadari kalau

dirinya ada di sini.

LUKA | 355
Hawa dingin dan kabut tebal menyambangi kota, rintik gerimis

yang membawanya kemari.

“Ku ku…ku ku”

Suara burung hantu menggema di sudut-sudut jalan, pepohonan

yang tumbuh subur di kiri kanan jalan menjadi tempat bertengger

binatang norturnal itu. Namun ini aneh, sejak kapan burung hantu

memiliki kawanan? Sejak kapan burung hantu berkoloni? Mereka

semua menatap mobil ambulance yang berjalan kencang seperti

mengawasinya dengan mata-mata bulat mereka.

“Aaaaaaaahhhh mas…..sakiitttt” kontraksi yang terjadi semakin

sering dan intens, perutnya terasa dikoyak, melilit seluruh badannya


LUKA | 356
hingga terasa ngilu dan lemah di saat yang sama, ia menangis

merasakan sakitnya kontraksi yang tak kunjung usai.

“Iya, kita sudah sampai…bertahanlah sebentar lagi”

Tawan bisa melihat Joss dan beberapa pengawal yang

menunggunya datang di pelataran Rumah Sakit, ia ingin proses

persalinan Mild berjalan dengan lancar tanpa adanya suatu gangguan.

Ia sengaja memindah ruang bersalin untuk Mild, pindah gedung

dan ruangan yang tak diketahui orang lain selain dirinya dan Dokter

yang bertugas mendampingi istrinya

Tak begitu lama setelah ambulance berhenti, beberapa perawat

datang membawa branker, memindahkan Mild dari dalam mobil

ambulance menuju ruang bersalin.

“Mas jangan pergi…” Mild menggenggam tangan Tawan erat-

erat, tak mau ditinggal seorang diri.

“Iya mas temenin kamu” jawab Tawan menenangkan Mild

sembari membantu mendorong branker ke sebuah ruang yang

dirahasiakan.

LUKA | 357
Suasana sunyi senyap tambah mencekam dengan raung

kesakitan Mild, juga suara rintik gerimis yang membawa dingin dan

kabut. Suara binatang nokturnal di lorong-lorong Rumah Sakit

menyambut kedatangan Tawan dan Mild.

Penjagaan dilakukan sangat ketat, Joss menjaga di depan ruang

bersalin dilakukan, beberapa penjaga yang lain berpencar melakukan

penyisiran.

Di pelataran Rumah Sakit, tepatnya di balik sebuah pohon

akasia besar ada New yang berdiri seorang diri, gerimis membuat

dirinya basah kuyup, merahnya purnama menandakan puncak

pembalasan dendamnya.

LUKA | 358
“Ku ku….ku ku ….ku ku ku” seekor burung hantu hinggap di

pundaknya, burung itu yang berbisik padanya kalau Mild akan segera

melahirkan.



Di dalam ruangan ada Mild yang terbaring dan meraung

kesakitan, juga Tawan yang dengan setia menggenggam tangan dan

berbisik kalau semua akan baik-baik saja.

Puim adalah Dokter yang akan membantu proses persalinan,

juga beberapa perawat yang membantu mempersiapkan semua

peralatan.

“Mas sakit….aaakkkhhhh” rengek Mild kesakitan, sensasi

melilit di perut sangat menyiksanya.

“Belum selesai juga prepare-nya?” Tawan siap untuk turun

tangan membantu rekan sejawatnya.

LUKA | 359
“Udah kok ini, siap kita kasih bius” jawab Puim

memperlihatkan jarum suntik yang berisi cairan anestesi.

Tak! Tak! Tak!

Terdengar suara seseorang berjalan di atas plafon, suara itu

membuat seisi ruangan saling berpandang-pandangan, terlalu bingung

untuk berpikir dan menyimpulkan. Tawan menggenggam tangan Mild

erat-erat, takut suatu hal buruk terjadi di depan matanya.

Tak! Tak! Tak!

Lagi, suara langkah kaki itu berada tepat di atas kepala mereka.

“Tolong panggil Joss kemari” Tawan memerintah seorang

perawat yang segera membukakan pintu dan membawa Joss ke

dalam.

Joss hanya mengernyitkan alisnya sebangai tanda tanya besar kepada

rekannya.

“Bisa cek ruangan yang tepat ada di atas kita? Ada suara

mencurigakan di sana”

Tak! Tak! Tak!

LUKA | 360
Suara itu timbul redam, kadang terdengar dekat, terkadang

terdengar sangat jauh. Seperti ada orang yang berjalan lalu berlarian.

Joss mengangguk paham, tanpa menunggu perintah lagi intel itu

berlari tunggang langgang menembus sepinya lorong membawa

beberapa orang pengawal dan pistol dalam genggaman.

“Bisa kita mulai…” Puim siap menyuntikkan cairan anastesi ke

infus Mild,

JLEBBBB

LUKA | 361
Tiba-tiba saja listrik padam membuat seluruh Rumah Sakit

gelap gulita, erang kesakitan Mild yang tak tahan menambah suasana

semakin mencekam, ditambah hembusan angin dingin di dalam ruang

persalinan padahal tak ada jendela ataupun ventilasi yang

memungkinkan masuknya angin.

“Tee…. Ini gimana?” tanya Puim kebingungan, ia juga belum

sempat menyuntikkan cairan bius untuk meredakan sakit yang Mild

rasakan.

Tanpa menjawab, Tawan merogoh kantong celananya di bagian

kanan namun yang ia dapatkan adalah cincin milik New yang ia

temukan di kamar mandi rumahnya, padahal ia yakin tak

membawanya.

DDDRRRTTTT!!!

Ternyata ponsel yang ia cari ada di saku kirinya, sebuah

panggilan dari Joss.

Klik!

“Gensetnya sebelah mana? kenapa gak hidup otomatis?”

LUKA | 362
Sebuah pertanyaan yang sedari tadi ada di dalam kepala Puim

dan Tawan, mengapa energi listrik yang tersimpan tak mau mengalir

dengan otomatis? Tak seperti biasanya.

“Ada di bagian belakang, tolong secepatnya ya Joss”

Dengan begitu saja Joss berlari menuju ke belakang Rumah

Sakit, menyerahkan ke beberapa pengawal lain untuk memeriksa

suara seseorang berjalan di atas ruangan.

Tawan menyalakan senter ponselnya untuk memerikan keadaan

Mild yang dimandikan keringat dingin.

“Tee kayaknya gak akan cukup kalau harus menunggu lebih

lama lagi, gapapa kalau kita lakukan persalinan normal tanpa caesar?”

tanya Puim melihat keadaan sang jabang bayi yang terus mendesak

keluar.

“Sayang gimana?” Tawan nampak sangat khawatir, ia bukan

orang yang tepat untuk memberikan keputusan, semua itu kembali

kepada Mild yang memutuskan.

“Mas sakiitt aaaahhhh” erang Mild meremas selimut kuat-kuat.

LUKA | 363
“Mild ambil napas yang dalam lalu hembuskan pelan-pelan”

ucap Mild mengambil peran, ia tak memerlukan jawaban, di situasi

darurat seperti ini hanya inilah satu-satunya opsi.

Dokter perempuan itu mengatur Mild berbaring, membuka

kedua kaki istri Tawan lebar-lebar lalu setelahnya hanya ada intruksi

tarik napas-dorong-hembuskan, tarik napas-dorong-hembuskan.

Mild mati-matian mengejan, rasa sakit seperti tulang-tulangnya

diremukkan, jerit kesakitan dan isak tangis memanggil nama Tawan.

Tak! Tak! Tak!

Suara itu ada lagi, terdengar sangat dekat tepat di atas ranjang

Mild bersalin.

“Hnnnghhhh aaaaahhhhhhhh”

“Terus Mild….ambil napas dulu lalu mengejan lagi” Puim terus

memberikan aba-abanya.

Di tempat lain tiga pengawal melihat seseorang beridiri

membelakangi mereka di sebuah ruangan yang di bawahnya adalah

ruangan Mild melakukan persalinan.

LUKA | 364
“Siapa kamu?!!”

Mereka bertiga menodongkan pistol, bersiap menekan pemantik jika

saja seseorang yang membelakangi mereka bergerak menyerang.

“Aku adalah kebencian yang mereka ciptakan…” suara itu

menggema ke seluruh sudut ruang hingga membuat ke tiga orang

pengawal gemetar ketakutan.

“Aku adalah konsekuensi yang pantas mereka dapatkan…”

kedua tangan sosok itu terbuka dan terbentang.

“Aku datang untuk memberitahu mereka arti dari rasa sakit…”

“Arti dari kehilangan dan keputusasaan” sosok itu adalah New,

ia memutar kepalanya ke belakang 180 derajat tanpa perlu memutar

tubuhnya, terlihat mengerikan dan menyeramkan.

Dor! Dor! Dor! Dor!

Brondongan tembakan bisa Tawan dan Puim dengar, tepat di

atas kepala mereka, menandakan sesuatu yang buruk terlah terjadi.

Joss juga tak segera kembali untuk memberi kabar.

LUKA | 365
Tiga pengawal yang menembak New dengan membabi buta

terbunuh dengan sendirinya, peluru yang mereka arahkan ke tubuh

New malah kembali menusuk tubuh mereka bertiga, semakin ketiga

orang itu mencoba menyakiti New, maka rasa sakit itu berbalik

menyakiti tubuh mereka semua.

“Hahahahahaha” tawa mengerikan menggema ke seluruh sudut

ruang, Tawan dan Puim bisa mendengarnya, suasana semakin

mencekam di tengah gelap gulitanya malam dan suara hujan yang

deras di luar.

“Hnnngggghhh aaaaahhhh” Mild terus mengejan mencoba

mendorong bayinya keluar.

“Terus Mild sedikit lagi”

(Terus Mild sedikit lagi, biar kubawa dia pergi)

Ada suara yang berbisik menirukan apa yang Puim katakan, tak

cukup pelan untuk mereka semua yang ada di dalam ruangan dengar.

Di tengah ketakutan yang mencekam, Puim terus membantu

Mild melewati proses melahirkan, bisikan demi bisikan, juga angin

LUKA | 366
dingin yang berhembus di dalam ruangan mengikis keberanian dan

mengokohkan ketakutan.

“Mas aaaaarrrghhhh….” Mild mati-matian mendorong bayinya

keluar dengan meremas tangan Tawan.

“Jangan dengarkan….kamu dengerin suara mas aja” lirih Tawan

menenangkan sang istri agar tak ketakutan dan fokus mendorong sang

buah hati keluar.

(Dengarkan aku…)

Lalu suara seseorang yang menyanyikan lagu burung hantu

terdengar dan menggema ke seluruh sudut ruang.

(Matahari terbena, hari mulai malam…) Tak! Tak! Tak!

Bersamaan dengan suara langkah di atas plafon.

(Terdegar burung hantu, suaranya merdu…)

“Terus Mild, sedikit lagi” Puim mengabaikan lantunan lagu

yang membuat bulu kuduknya merinding seluruh badan.

(Ku ku…ku ku..ku ku kuku kuku)

LUKA | 367
Ributnya suara angin dan derasnya hujan membawa dingin yang

membekukan tulang.

(Ku ku…ku ku..ku ku kuku kuku)

“AAAAAAAAAAAHHHHHHH” Mild menjerit sangat keras

ketika ia berhasil mendorong si bayi keluar dari perutnya.

“Aaaahh haaahh” lemas, itulah yang dirasakan Mild, kelahiran

yang terjadi di luar rencana dan suasana mencekam yang tak akan ia

lupa.

“Tee jangan biarin Mild tidur, buat dia terus terjaga”

Tawan terus menepuk wajah Mild agar tak memejamkan

matanya “Mild lihat aku, jangan tidur sayang…dengar suaraku”

“Tee….” panggil Puim lirih menunjukkan bayi yang sudah kaku

dan membiru, bahkan bayi itu terlahir tanpa suara tangis.

“Enggak! Gak mungkin!!!”

Tawan terperangan mencoba membantah, melihat sang buah

hati yang pergi meninggalkannya, seperti déjà vu karena ia pernah

LUKA | 368
mengalami keadaan yang sama, saat membantu Citra untuk

melahirkan dulu.

Ia menangis memeluk sang buah hati, menciuminya berkali-kali

dengan badan gemetar merasakan kehilangan yang lagi-lagi ia

rasakan.

“Ayah di sini….Ayah di sini” ulangnya berkali-kali dengan

tangis yang merongrong hati.

Semua orang di dalam ruangan hanya bisa diam, melihat betapa

nelangsanya seorang Tawan. Listri tiba-tiba hidup kembali, membuat

elektrokardiogram menjeritkan kalau Mild sudah tak lagi ada di sini.

“Mild….” Panggil Puim menepuk-nepuk wajah pucat istri rekan

sejawatnya.

“Siapkan AED secepatnya!!!” jerit Puim kepada beberapa

perawat untuk segera melakukan pertolongan dengan alat kejut

jantung, berharap ia bisa membawa Mild kembali ke sini.

Tawan hanya bisa berdiri dengan derai air mata memeluk

bayinya, melihat Mild yang semakin lama semakin jauh dari jarak

LUKA | 369
jangkaunya. Beberapa kali Puim berusaha, juga berkali-kali tak ada

tanda kalau Mild akan kembali bersama mereka.

Puim menoleh melihat Tawan dengan menggeleng dan tatapan

putus asa.

“AAAAAAAAAAA” Tawan histeris, ia menangis kehilangan

dua orang yang ia anggap berharga.

Rasanya sakit, sungguh sakit, rasa-rasanya lebih perih daripada

kematian. Ia hidup hanya untuk melihat satu persatu orang yang ia

sayang pergi meninggalkannya.

“Hahahahaha”

Tawan mendengar suara seseorang tertawa, ia kenal sekali suara

ini, New…diakah orangnya? Anehnya hanya Tawan yang bisa

mendengarnya, orang-orang di dalam ruangan hanya bisa terdiam saat

Puim menutup tubuh Mild dengan selimut untuk segera disucikan.

“New….kamu?” rahangnya mengeras bergemeletukan menahan

amarah.

LUKA | 370
“Tee mau kemana?” Puim penuh tanda tanya saat Tawan

meletakkan bayinya di atas ranjang.

Tangannya mengepal kuat-kuat meminta penjelasan dan

pertanggung jawaban, lampu di Rumah Sakit berkedip-kedip

bersamaan dengan suara tawa New dan tangis bayi dari kejauhan.

“AAAAAARRRGHHHHH!!!”

Ia berlari keluar ruangan, mencari di mana suara itu berasal

yang semakin terdengar dari kejauhan.

Sepeninggalnya, seluruh Dokter dan Perawat di dalam ruang

operasi ambruk, kesadaran mereka hilang direnggut secara paksa,

tubuh-tubuh itu bergelimpangan di lantai.

LUKA | 371
(Ku ku….ku ku)

Senandung itu menuntun kemana Tawan harus melangkah.

(Ku ku….ku ku)

Hujan deras dan petir yang menyambar-nyambar

menyambutnya sampai pelataran, di sana ia melihat New berdiri

menatapnya. Hatinya serasa diremukkan dan diinjak-injak menjadi

debu tak mau mempercayai kalau New pelaku di balik semua ini.

Mereka saling berhadap-hadapan, New menatap Tawan dengan

tatapan nanar, tak jauh beda dengan Tawan yang berderai air mata.

“Kenapa? Kenapa New?” lirihnya menatap New lekat-lekat,

kedua tangannya meremas pundak New erat-erat.

LUKA | 372
“KENAPAAAA!!! KENAPA KAMU TEGA!!!” ia menjerit,

hatinya kosong, semua yang ia punya telah direnggut dengan paksa.

“Kenapa kamu melakukan ini semuaaaaa!!!! Kenapa New?

Kenapaaaaa!!!” Tawan menangis sejadi-jadinya, ia lemah, ia rapuh,

tubuhnya gemetar hebat.

“Kenapa mereka semua melakukan ini padaku mas? Kenapa?

Bisakah kamu memberikan jawaban?”

“Mereka salah apa New? Apa yang mereka lakukan sampai

merubahmu menjadi sejahat ini? beri tahu mas sekarang!!!

Aaaaaaarrrghhhhhh” ia ingin saja melepaskan sebuah tinju dan bogem

mentah ke wajah New, namun seluruh indera di tubuhnya menolak

untuk melakukannya, ia tak akan pernah bisa.

LUKA | 373
“Jika aku katakan kalau mereka semua membunuhku, apa mas

akan percaya? Mengambil semua yang aku punya, memberikan

penderitaan yang tak memiliki ujung, mereka yang memulai

semuanya mas…mereka pantas mendapatkannyaaa!!!” New

mendebat, perih di hatinya tak akan pernah bisa disembuhkan.

Tawan tertegun, semua rumor kalau New bukanlah manusia

ternyata benar adanya.

“Aku mengalah mas…aku selalu mengalah untuk tak lagi

memilikimu…untuk tak lagi mencintaimu, aku perih sendirian

mas….apa mas pernah tahu itu? Dan mereka tak pernah merasa

cukup!!! Menganggapku sebagai noda dan malapetaka” New

menangis bersama hujan yang semakin deras.

LUKA | 374
Tawan hanya bisa diam, tak tahu harus bagaimana, ia berlutut di

depan New dan mendongak melihat purnama yang berada tepat di

atas kepala New.

“Siapa antagonisnya mas? Aku tanya sekali lagi”

“Ambil saja nyawaku, bawa mas pergi bersamamu” ujarnya

pasrah, hidup dan mati tak lagi berarti untuknya, sama saja.

Hidup berdampingan bersama keluarga dan sahabat yang

ternyata pembunuh cinta yang ia punya, atau mati bersama New di

keabadian untuk selama-lamanya.

New menggeleng “Mas sangat mencintai mereka? Di mata mas

mereka sangat berharga?” ia membelai wajah Tawan, wajah

seseorang yang tak pernah bisa ia miliki, tidak saat hidup, juga tidak

saat ia mati.

Sebuah anggukan Tawan berikan, meski berat dan perih harus ia

akui kalau keluarga dan sahabat sangatlah berharga untuknya.

“Lebih berharga dari aku? Bisakah kamu memilih mas?” New

menangis tersedu-sedu.

LUKA | 375
“Jangan buat mas memilih, mas tak akan bisa…” Tawan

kehilangan kata-kata, rasanya bumi seperti berhenti berotasi,

dibanting hancur di depan wajahnya “Kamu bukanlah

antasgonisnya….maaf…..maafkan mas karena tak pernah bisa

melihatnya” sesalnya berlutut di kaki New, rasanya sangat dingin.

“Harusnya mas mendengar penjelasanmu, harusnya mas

mempercayaimu…harusnya mas tak meninggalkanmu” ada banyak

seharusnya di dalam kepalanya, namun ia tak sanggup

mengatakannya.

“Apakah sudah terlambat untuk menyesal? Maaf….maafkan

mas” Tawan hancur, ia tak bisa memilih, ia perih dengan fakta

keluarga dan sahabatnya melakukan pembunuhan berencana.

“Mas lihat aku…” New membawa kepala Tawan untuk

mendongak menatapnya.

New memperlihatkan wujud aslinya, sangat mengerikan, dengan

tubuh habis terbakar, mulut robek tembus ke telinga dan ada lubang

menganga di perut yang penuh darah.

LUKA | 376
“New…” lirih Tawan menangis sejadi-jadinya melihat New

sehancur ini, air matanya mengalir deras bersama hujan yang berubah

menjadi badai.

“Mereka melakukan semua ini padamu?” giginya

bergemeletukan. Tidak, Tawan tak ketakutan, hatinya sakit dan

berdenyut perih.

“Maaf jika aku bertindak terlalu jauh…”

Tawan menggeleng cepat “Tidak, jika benar mereka melakukan

ini padamu…maka mereka pantas mendapatkannya”

“Aku kembalikan semua yang kamu punya, semua milikmu

yang berharga…”

“Jangannnn…..” Tawan tercekat, tangannya merogoh saku dan

mengambil cincin yang tersimpan di sana.


LUKA | 377
“Ini…” tangannya tremor “Mas kembalikan padamu” imbuhnya

memasangkan cincin di jemari New yang terbakar.

“Terima kasih mas…setelah ini temukan aku, bawa aku pulang

denganmu” New berlutut memeluk Tawan erat-erat “Jika ini adalah

sebuah perpisahan, maka peluk aku erat-erat”

Tawan tak menjawab, ia memeluk New sangat erat.

“Tawan Vihokratana..” ucap New lirih “You’re stil my favourite

person, always will be mas”

“No matter how far the distance, we still share the same moon

every night…I love you mas….i really do”

Tawan hanya bisa menangis sambil memejamkan matanya,

memeluk New sangat erat sebelum semuanya berubah menjadi

sebuah kekosongan. Saat tak lagi ia dapati New dalam pelukannya, ia

tahu kalau dirinya ada di ambang kehancuran, perlahan ia membuka

mata dan waktu diputar ulang.

Ia berada di dalam kamarnya, bersimpuh seorang diri di lantai.

LUKA | 378
Ia bingung, apa yang baru saja terjadi, semua itu nyata kan? ia

melihat ponsel, tambah dikejutkan dengan tanggal di mana semuanya

berawal, tanggal yang sama saat New kembali bekerja di rumah sakit

dan tanggal yang sama saat Kevin mengantar Citra ke rumah sakit.

Ada sebuah flashdisk yang teritinggal di lantai, ragu-ragu ia

memeriksanya. Ada beberapa video, berisikan rekaman kedua orang

tuanya, kedua mertua, dan Kevin yang mengatakan pernyataan

pembunuhan. Ia tercekat, hancur, perih di lantai, apa yang dikatakan

New benar adanya.

“AAAAAAAAA!!!”

Ia berteriak, menangis histeris dengan bersimpuh hancur di

lantai.

LUKA | 379
“Kenapaaaa!!!! Harusnya mas percaya sama kamu

New….aaaarrrghhh!!!” Tawan meremas dadanya yang terasa sakit,

sangat sakit untuk sekedar diibaratkan dengan kata-kata.

KLEK!!!

“Mas…”

“Tee..”

Di ambang pintu berdiri keenam orang yang melenyapkan New

secara paksa dari dunia.

“Kalian….” Ia berdiri dan berlari

BUGGG!!!

LUKA | 380
“Jelasin ke gue Vin!!! Jelasin sekarang jugaaaa!!!” ia membabi

buta, melampiaskan kemarahan dan kesedihannya tanpa ampun.

“AAAAAAARRRGHHHHHHHH!!!”

Mereka semua bungkam tak lagi bisa menjelaskan, hanya

Tawan yang meraung kesakitan.



Mobil mereka menembus tebalnya kabut dan derasnya hujan,

tiga mobil yang berisi Tawan dan keenam tersangka, ditambah 1 SAR

dan ambulance.

LUKA | 381
Kevin mengemudi menunjukkan di mana New terbujur kaku

tanpa nyawa di dasar jurang. Sepanjang jalan bisa mereka lihat

burung hantu yang beterbangan menyambut kedatangan Tawan.

“Lo bawa New ke tempat seperti ini Vin?” tanya Tawan tak

percaya, hatinya hancur, ia terpukul.

“M-maaf….”

“Bunuh gue Vin….bunuh gue sekarang juga” ia lemas

mengikuti Kevin yang berjalan menuruni jalanan terjal.

“Biar gue pergi sama New untuk selama-lamanya”

LUKA | 382
Kedua orang tuanya, mertua dan Mild hanya bisa diam melihat

betapa hancurnya seorang Tawan.

“Berapa banyak uang yang orang tua gue kasih ke lo? Gue bisa

kasih Vin….sekarang kembalikan New seperti sedia kala lagi!!”

tuntutnya masih tak terima dengan kepergian New dengan cara yang

keji.

Purnama yang menerangi malam membawa pandangannya

semakin jelas di dasar jurang, bisa ia lihat puing-puing mobil yang

terbakar. Hatinya hancur untuk setiap langkah yang ia ambil, ia

kosong tak lagi memiliki arti untuk bertahan.


LUKA | 383
“New….” Bibirnya gemetar, tubuhnya sakit serasa dihimpit.

Ia melihat tulang belulang New yang tergolek di sebuah batu,

tangisnya pecah, perih terhebat yang pernah ia rasa, kehilangan

terbesar yang mengoyak dunianya.

“Mas menemukanmu….” Langkahnya terseok-seok kerikil dan

bebatuan kecil yang kadang menyandungnya “Mari mas bawa kamu

pulang” ia berlutut melihat cincin yang melingkar di tulang jemari

New.

Tawan membungkuk dan mengecupnya, menghujani tengkorak

New dengan rasa sayang dan penyesalan yang luar biasa. Inikah

hukuman untuknya yang tak bisa percaya?

“Maaf….maafkan mas...kamu mau hukum mas dengan cara ini?

iya, mas menerimanya….tenanglah di keabadian sayang” itu adalah

perkataan yang selalu ingin New dengar, tertidur tenang di keabadian

untuk selama-lamanya.

Tawan bisa melihat ponsel New yang hangus terbakar dan mobil

milik ayahnya yang hancur tak berbentuk. Ia menemukan fakta bahwa

New terbunuh dalam keadaan mengandung anaknya saat melihat


LUKA | 384
pakaian bayi yang hangus terbakar di atas bebatuan, lebih perih lagi

melihat tengkorak kecil tak jauh dari jasad New.

Tubuhnya gemetar hebat, kakinya lemas hingga tak sanggup

berjalan, ia merangkak untuk memeluk tengkorak bayinya.

“Ayah di sini sayang….Ayah di sini”

Rasanya ingin mati saja, ikut kemanapun New mengajaknya

pergi. Namun tak bisa, dirinya memiliki tugas yang harus ia

selesaikan, memenjarakan keenam bajingan yang membunuh cinta

sejatinya.

“Ayah di sini….kamu kedinginan ya sayang…maaf…maafkan

Papa” Tawan melepas kemejanya, menyelimutkannya di tulang

belulang buah hatinya, ia bisa gila dengan kehilanghan yang

mengoyak dirinya sedemikian hebatnya.

“Kita pulang ya? Papa bawa kalian pulang ke rumah...”

Kedua orang tuanya hanya bisa diam dengan rasa bersalah yang

teramat sangat, tak ada hal yang bisa mereka bantah.

LUKA | 385
“Jangannnn!!! Jangan sentuh New…” Tawan histeris saat

anggota SAR akan melakukan evakuasi dan memasukkan tulang

belulang New ke dalam kantung jenazah.

“Tuan….kita harus cepat, sepertinya badai akan datang dan

sungai ini akan meluap”

“JANGAAAANNNN!!!” Tawan berontak saat tubuhnya

dipegang agar tak menghambat evakuasi.

“AAAAAAAARRRRGHHHHHHHH!!!!” jeritan Tawan

menggema ke seluruh hutan Alastua, akan selalu diingat oleh seluruh

makhluk yang bersaksi di hutan ini.



LUKA | 386
Tak ada yang lebih sedih dari mengantar kepergian orang yang kita

cinta.

Kata maaf dan penyesalan tak lagi ada gunanya.

Tak ada yang lebih perih dari menabur bunga di pusara kekasih

sendiri.

Meski tak mau percaya, nisan itu adalah prasati yang berbisik kalau

kepergiannya adalah nyata.

“Mas antar kalian pulang…tidurlah dengan tenang di

keabadian…tunggu mas pulang ya?” air mata tak lagi berarti, ia

mengusap peti mati New dan buah hatinya, memberi bisikan cinta

untuk yang terakhir kali sebelum mengantarnya pergi.

LUKA | 387


Tawan berdiri tegap di meja hijau, melihat keenam pelaku

pembunuhan berencana atas New dan buah hatinya. Bibirnya gemetar

ketika akan mengucapkan tuntutan.

“Tak ada kata yang bisa mewakilkan kesedihan dan kekecewaan

saya saat mengetahui keluaga dan sahabat saya adalah pembunuh dari

New dan….buah hati saya sendiri” ia menjeda saat matanya berkabut,

menangis lagi untuk yang kesekian kali.

Tawan mengusap sebuah cincin yang melingkar di jari

manisnya, cincin yang sama dengan cincin yang melingkar jari New.

LUKA | 388
Ia menggigit bibir bawahnya sendiri hingga terasa sakit, menghirup

napas dalam-dalam untuk ia hembuskan perlahan.

“Yang mulia hakim…saya Tawan Vihokratana, menuntut

keenam tersangka dengan hukuman yang seberat-beratnya dan

berharap yang mulia memberikan hukuman yang setimpal dengan

perbuatan keji yang mereka lakukan” ia menangis, melihat wajah-

wajah pasrah dengan tuntutannya.

“Untuk New dan buah hati saya yang tenang di surga”

imbuhnya menutup tuntutan dengan derai air mata.



“Mas Bright…” panggil Metawin dengan wajah sumringah

melihat Bright di lobi Rumah Sakit.


LUKA | 389
“Bri…aku tunggu ya” ujar Puim pamit meninggalkan Bright dan

Metawin di lobi.

“Kebetulan kamu di sini, ada yang mau mas sampaikan”

“Aku juga mas” Metawin sangat exited sekali.

“Ummm….mas mau minta maaf sebelumnya” Bright menjeda,

menggaruk kepalanya yang tak gatal “Lebih baik kita sudahi

hubungan ini ya? mas udah gak bisa lagi”

“T-tapi…”

“Mas sadar kalau hanya terjebak cinta sesaat saja sama

kamu…anggap saja mas khilaf saat itu” Bright tak memberikan

kesempatan Metawin untuk berbicara.

Perih, itu yang dirasakan Metawin.

“Tapi mas…”

“Dan sekarang mas sudah menemukan orang yang pantas….jadi

terima kasih untuk semuanya…semoga kamu bahagia” cecarnya

menepuk pundak Metawin dan meninggalkannya seorang diri di lobi.

LUKA | 390
Sedih, perih dan marah. Metawin mengeluarkan benda yang ia

simpan di dalam saku celana, tiga buah alat tes kehamilan yang

menyatakan kalau dirinya tengah mengandung anak dari Bright yang

baru saja memutuskannya secara paksa.

Air mata jatuh begitu saja, bersamaan dengan burung hantu

yang terbang memecah langit malam di bawah langit yang

menghitam.



Tawan berjalan sendirian, menginjak daun-daun yang

berguguran, angin membelai wajahnya tiap sore di pembatas senja.

Sudah menjadi kebiasaan baru untuknya datang mengunjungi rumah

baru New dan buah hatinya.

LUKA | 391
Setangkai mawar merah ia bawa, menggantikan anggrek bulan

putih yang kemarin ia letakkan di nisan kekasihnya.

“Mas datang lagi….kamu suka bunganya?” tanyanya dengan

sebuah senyum di bibirnya.

“Tunggu mas pulang ya?” ia mengeluarkan pistol dari saku

celana dan ia arahkan di kepalanya.

“Mas ikut kalian boleh kan?” putus asa, itu yang dirasakan

Tawan, tak ada yang tersisa kecuali sebuah kekosongan.

Saat ia akan menekan pemantiknya…

DRRRRTTT!!!

Ponselnya bergetar berkali-kali, Tawan memeriksanya dan

berdiri termenung di sana.

LUKA | 392
Pesan singkat dari New yang tenang di surga mampu

menyadarkannya dari kelamnya pola pikir yang ia punya. Cepat-cepat

ia membuang pistol itu di lantai dan menginjak-injaknya hingga tak

berbentuk.

“Maaf…maafkan mas” lirihnya memeluk nisan New dan buah

hatinya hingga senja membawa matahari pulang ke peraduannya.

LUKA | 393
The Reeling

LUKA | 394
Ketika hadirmu adalah ilusi

Dan kepergianmu adalah perih yang abadi.

Luka adalah kehilangan

Dan erang kesakitan

Dan tangis keperihan

Luka adalah kesendirian

Dan keputusasaan

Dan kehampaan tak berkesudahan

Aku adalah kehilangan dan kesendirian

Kehilangan pelita dalam gulitanya cahaya

Kesendirian yang menghempas jiwaku dalam nanah luka

Inikah jalan yang harus kutapaki? Penuh dengan luka dan perih

di hati. Siang dan malam tak lagi berarti, ia hanya pergantian cahaya

yang tak akan pernah memupus sepi dan sunyi.

LUKA | 395
Tangis dan tawanya bisa aku dengar, tak pernah

meninggalkanku di saat-saat terpurukku.

Bayangan dan langkahnya bisa aku lihat, menuntunku menuju

jalan yang kutuju.

Aku tahu pasti kalau kamu tak pernah pergi meninggalkanku,

tolong pegang erat tanganku dan bimbing langkah kakiku, aku hilang

arah tanpa hadirmu.

Aku tak akan pernah mengerti, tentang luka dan rasa sakit yang

kamu alami. Yang kutahu pasti, maaf dan sesalku tak lagi memiliki

arti.

Sore ini hujan lagi, menghujam bumi dengan air mata yang tak

pernah berhenti. Aku termenung di teras melihat tempias air yang

menenggelamkan perahu kertas.

"Benarkah ini jalanku?" percikan hujan membasahi kemejaku,

membuka lagi luka yang tak pernah bisa kusembuhkan.

"Tahukah kamu apa yang aku tulis di perahu kertas itu?"

LUKA | 396
Aku melihat puluhan perahu kertas yang sudah karam tak lagi

bisa berlayar, tangan dan jemariku yang membuatnya.

Entah, konyol sekali dengan berharap kalau semua rindu dan

pesan akan tersampaikan.

"Ada banyak tanda koma di sana, koma itu adalah aku yang

menunggumu untuk menjemputku, mengubah koma penantian

menjadi titik kepergian"

Tinta hitam memudar di perahu kertas yang karam bisa kulihat

dengan jelas.

"Juga ada banyak doa yang kuselipkan di sana, kamu mau tahu

apa isinya?" Rambutku basah, ternyata aku duduk di pelataran rumah

seorang diri.

"Aku meminta tuhan menghadirkanmu di mimpiku malam ini,

sekali saja, kali ini saja" air mataku kembali jatuh, menemani langit

untuk menenggelamkan duniaku.

LUKA | 397
"Aku meminta tuhan menjaga debaran hati ini agar tetap kuat

meski hanya dengan mengingat, aku menuntutnya agar

mempertemukan kita sekali lagi"

"Hahahaha lucu ya? Konyol ya? Aku tahu, selucu itu semesta

menertawakanku"

Aku tahu kalau perahu kertasku akan tenggelam dan lenyap, tapi

kalau kamu di sini pun akan melakukan hal yang sama kan?

Petikan insan berjalan di atas air memercikkannya tepat di

wajahku. New, itukah kamu?

Aku melihatmu, kamu datang menjemputku? Aku tahu kalau

kamu tak pernah pergi.

"New...." panggilku parau, sial! Ia berlari.

"New tunggu..."

Aku berlari tak mengenakan alas kaki, di bawah hujan yang

bersaksi.

Kupacu diriku secepat mungkin, tak peduli dengan kerikil dan

bebatuan yang menggores kaki.

LUKA | 398
Kemana kamu berlari? Kubilang tunggu! Sekarang aku hilang

arah dan berhenti di persimpangan jalan seorang diri.

"AAAAARRRRGGHHH!!!" lagi, kehadiranmu adalah ilusi.

Katakan kepadaku

Haruskah jalan ini kulalui

Tak bisakah waktu kuputar kembali

Saat kita masih bersama

Jelaskan kepadaku

Mengapa takdir ini yang terjadi

Saat kumengerti artinya mencinta

Secepat surga menginginkannya

Tuhan kembalikan dia padaku

Karena ku tak sanggupberada jauh darinya

Kirimkan malaikat cinta untuknya

Sampaikan pesan dariku yang selalu merindunya

LUKA | 399
The Remembering

LUKA | 400
Rasanya seperti bernostalgia, mengunjungi kembali tempat yang

dulu pernah menyimpan banyak kenangan, seolah setiap sudut tempat

itu berbisik kepadamu dan menceritakan semua yang terjadi antara

kamu dan dia. kan? Pernahkan kamu merasakannya juga? Pernahkah

kamu merasakan sesak itu memenuhi dada dan membuatmu

berairmata?

Bukan, bukan untuk membuka luka lama dan kembali menoreh

lara. Terkadang dengan meniti kembali di mana kita pernah berpijak

dan berbagi kenangan bersama orang yang pernah kita cinta,

membuat kita sadar akan hal-hal kecil yang tak pernah kita duga.

Seperti Tawan, malam seusai bekerja ia tak langsung pulang.

Memang benar dunianya tak pernah sama lagi sejak New pergi,

namun bumi terus berputar dan kehidupan terus berjalan. Perlahan ia

menyembuhkan diri dengan mengais sisa-sisa kenangan yang diingat

dan disimpan baik-baik di dalam memori.

Kamar ini tak berubah sejak terakhir kali Tawan berkunjung di

sini, rasanya seperti ada di lautan warna di tengah hidupnya yang

hanya tersisa hitam dan putih saja, ia bisa melihat New yang tertidur

LUKA | 401
pulas di atas ranjang, ia bisa melihat dirinya yang membelai rambut

hitam sang kekasih dan bersenandung sebelum pulang, semua itu

kembali hidup dan terasa sangat nyata.

Dadanya terasa sesak, menyadari bahwa dahulu dirinya pernah

dicintai sedemikian besarnya, cinta tanpa syarat yang pernah New

berikan padanya. Langkah kaki membawanya ke sebuah nakas kecil

di sisi ranjang.

Ada sebuah surat dan polaroid yang berisi portet New dan

dirinya. Ia tersenyum karena di dalam polaroid itu mereka berdua

nampak begitu bahagia menghabiskan waktu bersama.

LUKA | 402
Lalu senyum itu perlahan memudar membaca kata demi kata

yang New tulis untuknya

Tanggal dan tahun yang mungkin tak akan bertambah ketika

aku pergi.

Hai mas Tay, apa kamu berhasil menemukan surat ini? jika iya,

terima kasih karena telah mencari sisa ‘aku’ yang masih tertinggal di

sini. Aku harap kamu datang kemari dengan sedikit rindu di hatimu,

karena ketika menulis surat ini aku mulai ragu, apakah aku pernah

benar-benar mengisi hatimu? Aku bodoh, harusnya aku tak

meragukan itu, walaupun aku telah tergantikan setidaknya aku tak

pernah benar-benar tersingkirkan, iyakan?

“Tidak New, kamu tak pernah tergantikan…tidak” Tawan

menangis, seperti ada ribuan jarum yang menusuk dadanya, begitu

perih dan sakit.

“Mas datang kemari karena rindu….mas sangat rindu” tubuhnya

gemetar sangat hebat, rindu ini melemparnya kembali dalam luka

yang penuh darah dan nanah.

LUKA | 403
Apa kepergianku begitu menyakitkan untukmu? Percayalah,

sakit dan perih itu pernah aku akrabi dalam tangis seorang diri.

Menyembuhkan hati yang patah ternyata tak pernah mudah ya mas?

Aku tak punya tempat untuk bercerita dan mengeluarkan semua hal

yang aku rasa, aku tak punya siapa-siapa, aku sendiri….berteman

dengan sepi.

Maka dengan waktu yang tak banyak lagi, aku tulis surat ini

sebelum Kevin membawaku pergi. Dia bilang kalau aku adalah noda

kecil yang menghalangi perjalanan bidupmu, begitukah mas? Aku

ingin bertanya kepadamu, aku ingin melihatmu membelaku, aku ingin

kamu berkata kalau semua itu tak benar namun aku sadar…sejak

kamu mulai enggan menatapku padahal kita saling berhadap-

hadapan, sejak kamu tak lagi merasa nyaman saat tangan kita saling

bertautan dan sejak dingin yang membekukanku di atas ranjang

sendirian.

Aku tahu kalau aku telah kalah, kalah dengan semua

kebohongan yang mereka ciptakan seolah aku adalah pelakunya,

seolah aku menghianati cinta yang kita punya. Dan aku mulai lelah di

LUKA | 404
saat aku mencoba untuk menjelaskan namun kamu tak pernah mau

mendengar, di titik itu aku tak lagi bisa berbuat apa-apa dan mungkin

di dalam fikirmu aku adalah seorang yang jahat dan khianat.

Aku pernah dengar ada yang namanya karma, ia bekerja di

bawah tangan Tuhan untuk membalaskan kebatilan. Maka sekarang

aku tak lagi khawatir, aku yakin suatu saat entah kapan…kamu akan

menemukan kebenaran, meski itu artinya aku telah pergi jauh darimu.

Ketika aku berkata kalau kamu adalah duniaku, aku tak pernah

berdusta. Aku memberikan semua yang kupunya, banyak pertanyaan

di dalam kepala kenapa mas tak mencintaiku sama besarnya? Kenapa

mas memilih untuk percaya apa kata mereka? Kenapa mas tak mau

mendengarku? dan banyak ribuan kenapa lainnya mas.

Lalu lagi-lagi aku tersadar kalau aku hanyalah manusia biasa

yang bisa menyerah dan terluka. Aku patah dan hancur, jika mas

bertanya apa aku marah? Iya, aku masih marah. Kamu sangat tahu

alasan mengapa aku berhak untuk marah, namun jika diingat rasa-

rasanya seperti meludah ke langit, sama rasanya seperti menggarami

air laut yang tak ada habisnya dan sia-sia.

LUKA | 405
Namun kamu juga lebih tahu, semarah-marahnya aku tak

mungkin bisa membencimu. Aku sudah mencobanya berkali-kali

namun berkali-kali juga aku gagal. Karena apa mas? Bagiku

membencimu sama saja dengan membenci diriku sendiri, membenci

bagian dari diriku yang pernah kuhabiskan bersamamu.

Membencimu, berarti memaksa diriku untuk membenci orang

yang pernah menjaga dan merawat sakitku. Membencimu, berarti

memeras air mataku sendiri dari orang yang cintanya pernah

kumiliki.

Tidakkah kamu setuju? Rasanya begitu salah membenci orang

yang kita cinta. Mungkin karena itulah selalu ada pintu maafku yang

terbuka untukmu. Aku yakin, jauh di dalam hatimu kamu masih

Tawan Vihokratana yang aku kenal, aku yakin kamu masih laki-laki

yang sama yang pernah membuatku jatuh cinta di lorong Rumah

Sakit, aku yakin kamu masih pria yang sama yang membelai

rambutku dan bersenandung sebelum mengantarku tidur.

Untuk itu mas…bolehkah aku meminta sedikit saja rasa

sesalmu? Sedikit saja, karena aku yakin kalau mas yang membuat

LUKA | 406
kesalahpahaman ini berkepanjangan, secuil saja karena aku yakin

kalau diantara kita ada yang keliru, bukan sebuah sesal karena

teryata cinta kita berhenti sampai di sini dan bukan sebuah sesal

karena ternyata kisahku hanya ditulis Tuhan hanya beberapa lembar

saja.

Tak apa, akan aku tulis kisahku sendiri di mana kita berdua

bahagia dan berakhir bersama. Saat kamu membaca ini aku ingin

kamu membayangkan kalau aku tengah duduk di depanmu dan

tertawa lepas karena aku baru saja mencuri es krim milikmu.

Tawan meremas dadanya, sakit….sakit sekali. Di sana ia bisa

melihat New yang duduk di depan meja, meski hanya sebuah

imajinasi belaka.

LUKA | 407
Sesal itu tak lagi hanya sedikit, tak lagi hanya secuil karena

sesal itulah yang berhasil meruntuhkan dunianya, sesal yang begitu

besar hingga menusuknya dengan rindu yang teramat menyakitkan.

Sejujurnya aku sangat takut, takut kalau ternyata kamu tak

pernah datang kemari dan menemukan surat ini. Mungkin saja kamu

tengah menjalani hidup yang begitu sempurna dengan dia,

menghapus dan menendangku keluar dari hatimu. Namun dengan

sedikit harapan, aku menulis surat ini di penghujung waktu yang aku

miliki. Jika kamu bertanya kenapa? Entahlah…aku dan kamu

menyatu dengan waktu yang terus berjalan.

Aku ingin kamu datang, meski hanya menemukan sebuah surat

dan polaroid usang. Aku takut kalau kamu rindu lalu menyadari tak

ada bagian dari diriku yang tertinggal, iya…aku menulis ini untukmu

seorang.

maka dengan ini aku akhiri…aku pergi.

~The End~

©bbrightmewin

LUKA | 408
LUKA | 409

Anda mungkin juga menyukai