Anda di halaman 1dari 35

Begitu pentingnya masalah aturan, nilai, moral, tata tertib, dan pendisiplinan bagi

kehidupan manusia dalam rangka menjadikan harkat, martabat dan hidupnya sejahtera.

Upaya untuk itu menjadi tugas dunia pendidikan dan pendidikan itu sendiri merupakan

proses pembelajaran disiplin bagi individu. Kenyataannya masalah disiplin justru seperti

momok yang menakutkan bagi penyelenggara pendidikan dan peserta didik. Hasil polling

Gallup (dalam Geoff Colvin, 2008) yang diambil dari anggota masyarakat dan para pendidik

selama beberapa tahun lalu (di daerah Amerika) telah memeringkatkan tata tertib sekolah

dan perilaku siswa dalam peringkat tiga tertinggi dari masalah utama yang dihadapi sekolah.

Proses pembelajaran yang terjadi dan diikuti oleh seorang siswa di sekolah tidak akan

pernah lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib, dan setiap siswa dituntut untuk dapat

berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib tersebut. Peraturan, tata tertib, dan berbagai

ketentuan lainnya yang berupaya mengatur kedisiplinan siswa di sekolah.

Tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana

sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat

negatif. Hukuman yang diberikan ternyata tidaklah ampuh untuk menangkal beberapa

bentuk pelanggaran, malahan akan bertambah keruh permasalahan.

Kita mengetahui dan menyadari bahwa untuk membentuk pribadi/prilaku yang mulia

diperlukan berbagai macam cara. Sedangkan untuk mencetak siswa yang berprilaku yang

baik dan berprestasi, maka hal ini membutuhkan aturan atau norma yang biasanya

dinamakan tata tertib.


Bahwa dalam rangka menciptakan suasana dan tata kehidupan sekolah yang kondusif,

perlu adanya tata tertib sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata tertib sekolah

dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis murid sekolah pada khususnya, dan

meningkatkan capaian sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib tersebut,siswa/siswi

sekolah memiliki pedoman dan acuan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam

melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah. Jika negara memiliki konstitusi,

undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka sekolah memiliki tata

tertib sekolah.

Seorang siswa dalam proses mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas

dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa

dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di

sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di

sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib dan berbagai

ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah.

Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak

menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan

dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Yang dimaksud disiplin sekolah adalah aturan-aturan

yang ada di sekolah, misalnya aturan tentang standar waktu dan berpakaian. Pengertian

disiplin sekolah sendiri kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)

sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi

kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya sehingga terjebak dalam bentuk

kesalahan perlakuan fisik dan kesalahan perlakuan psikologis.


Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah dalam uaya peningkatan

ketertiban siswa dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam. Upaya menegakkan

Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam disekolah bisa dengan

berbagai cara, salah satunya adalah dengan menerapkan Tekhnik Bimbingan Kelompok.

Bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu

orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian ini menekankan pentingnya kelompok-

kelompok sebagai alat atau media dalam bimbingan.

Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat

berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap dan

perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat

mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi

yang dimiliki.

Hal-hal tersebut di ataslah yang menjadi latar belakang penulisan penelitian ini yang

berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian

Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ...

Tahun Pelajaran 2017/2018"

Rumusan masalah dalam PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) adalah

bagaimana upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian

Seragam melalui Bimbingan Kelompok pada kelas VIII C Di SMP Negeri ... ?
1.3.1 Tujuan Teoritik

Tujuan teoritik penelitian tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini adalah untuk

mendeskripsikan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian

Seragam melalui Bimbingan Kelompok .

1.3.2 Tujuan Praktis

1. Memberikan pelajaran kepada siswa tentang pentingnya ketertiban dalam mentaati

tata tertib berpakaian seragam

2. Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.

Batasan penelitian dalam PTBK yang berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban

Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok

Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018" ini adalah:

1.4.1Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam

Yang di maksud dengan meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata

Tertib Berpakaian Seragam dalam penelitian ini adalah : upaya yang di lakukan agar

siswa mampu melaksanakan kedisiplinan terhadap aturan sekolah yang ada. Tata tertib

dalam hal ini adalah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana

sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang

bersifat negative. Sedangkan kedisiplinan adalah perilaku siswa untuk menjalani dan

tidak melanggar aturan tersebut. Dalam penelitian ini kedisiplinan difokuskan pada

ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam.

1.4.2 Bimbingan Kelompok


Yang dimaksud Bimbingan Kelompok dalam penelitian ini adalah pelayanan

bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan.

Bagi guru BK penelitian ini dapat berguna untuk melaksanakan kegiatan yang

bertujuan positif seperti meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib

Berpakaian Seragam dan bisa juga dijadikan sebagai referensi.

Melalui Bimbingan Kelompok yang ada akan membantu siswa agar mentaati

peraturan sekolah, karena Bimbingan Kelompok merupakan salah satu program

bimbingan yang menarik dan di minati oleh siswa.

Wacana dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan refrensi

untuk mengambil dan menggunakan strategi pembelajaran agar dapat meningkatkan

kedisiplinan siswa.
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu pasti mempunyai kepentingan yang

berbeda. Hal ini mengakibatkan banyak kepentingan individu yang satu sama lainnya

saling bertentangan, yang apabila tidak diatur maka akan menimbulkan suatu kekacauan.

Untuk itulah maka perlu diciptakan suatu aturan atau norma. Peraturan atau norma ini

berlaku pada suatu masyarakat dan suatu waktu. Norma sendiri ada yang disebut dengan

norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma yang secara

tegas melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya adalah norma hukum.

Norma hukum seringkali ditaati oleh masyarakat karena didalamnya terkandung sifat

memaksa dan siapa saja yang melanggarnya pasti akan dikenai sanksi. Oleh karena itu

dalam setiap lingkungan masyarakat, lembaga, organisasi baik swasta maupun pemerintah

pasti memiliki hukum yang harus ditaati.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan membentuk manusia

yang berkualitas, tentunya sangat diperlukan suatu aturan guna mewujudkan tujuan

tersebut. Lingkungan sekolah khususnya tingkat SMA yang berangotakan remaja-remaja

yang sedang dalam masa transisi, sangat rentan sekali terhadap perilaku yang menyimpang.

Oleh karena itu diperlukan suatu hukum atau aturan yang harus diterapkan di sekolah yang

bertujuan untuk membatasi setiap perilaku siswa. Di lingkungan sekolah yang menjadi

“hukum” nya adalah tata tertib sekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998:

37), mengemukkan bahwa “peraturan tata tertib sekolah adalah peraturan yang mengatur
segenap tingkah laku para siswa selama mereka bersekolah untuk menciptakan suasana

yang mendukung pendidikan”. Selanjutnya Indrakusumah (1973: 140), mengartikan tata

tertib sebagai “sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam tata

kehidupan tertentu”.

Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan manusia dimana pun berada pasti

memerlukan tata tertib. Tata tertib adalah patokan seseorang untuk bertingkah laku sesuai

yang diharapkan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam lingkungan sekolah

tata tertib diperlukan untukm menciptakan kehidupan sekolah yang kondusif dan penuh

dengan kedisiplinan.

Melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata tertib sekolah itu dibuat

secara resmi oleh pihak yang berwenang dengan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai

dengan situasi dan kondisi sekolah tersebut, yang memuat hal-hal yang diharuskan dan

dilarang bagi siswa selama ia berada di lingkungan sekolah dan apabila mereka melakukan

pelanggaran maka pihak sekolah berwenang untuk memberikan sanksi sesuai dengan

ketetapan yang berlaku.

Sebelum membahas tentang tujuan tata tertib yang lebih luas, akan penulis uraikan

terlebih dahulu tujuan dari peraturan. Menurut Hurlock (1990: 85), yaitu: “peraturan

bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman berperilaku yang disetujui dalam situasi

tertentu”. Misalnya dalam peraturan sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus

dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan

sekolah. Tujuan tata tertib adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang
terhadap kelancaran, ketertiban dan suasana yang damai dalam pembelajaran. Dalam

informasi tentang Wawasan Wiyatamandala (1993: 21) disebutkan bahwa: “ketertiban

adalah suatu kondisi dinamis yang menimbulkan keserasian dan keseimbangan tata

kehidupan bersama sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa”.

Dalam kondisi sehari-hari, kondisi di atas mencerminkan keteraturan dalam

pergaulan, penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana dan dalam mengatur

hubungan dengan masyarakat serta lingkungan. Menurut Kusmiati (2004: 22), bahwa

tujuan diadakannya tata tertib salah satunya sesuai dengan yang tercantum dalam setiap

butir tujuan tata tertib, yaitu:

a. tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dan tentram serta bebas

dari rasa takut baik lahir maupun batin yang dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika

antar individu tidak saling menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri

setiap individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari.

b. tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat yang terasa dan

nampak pada seluruh warga.

c. tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur yang mencerminkan

keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan

bahkan cara berpakaian.

d. tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga

menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan menggunakannya.

e. tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan yang baik antar

individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong royong, keterbukaan, saling

membantu, tenggang rasa dan saling menghormati. Berdasarkan uraian diatas, maka
setiap warga negara bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman, tertib,

bersih, indah dan penuh kekeluargaan, agar proses interaksi antar warga dalam rangka

penanaman dan pengembangan nilai, pengetahuan, keterampilan dan wawasan dapat

dilaksanakan.

Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai alat untuk

mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82), berpendapat bahwa:

“peraturan tata tertib itu merupakan alat guna mencapai ketertiban”. Dengan adanya tata

tertib itu adalah untuk menjamin kehidupan yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan

hidup sosial dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta

konsekuen dan diawasi dengan sungguh-sungguh maka akan memberikan dampak

terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah.

Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan tampak dengan baik apabila

keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini sesuai yang dikemukakan

oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa: Hanya dengan menghormati aturan-aturan

sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar

mengembangkankebiasaan, mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena ia

harus mengekang dan mengendalikan diri.

Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekolah merupakan ajang

pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang lebih luas yaitu lingkungan

masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun ke masyarakat maka perlu dibekali

pengetahuan dan keterampilan untuk mengekang dan mengendalikan diri. Sehingga


mereka diharapkan mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman,

dan damai.

Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa : “peraturan berfungsi sebagai pedoman

perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial…”. Di

samping itu, peraturan juga merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini

sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin

diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang

ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara

mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi

dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajak dan

memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku

yang sejalan dengan perilaku yang berlaku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui

bahwa dalam menerapkan disiplin perlu adanya peraturan dan konsistensi dalam

pelaksanaannya.

Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu

membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang diinginkan, seperti yang

dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:

a. peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak

perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari

peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa

menyerahkan tugasnya sendiri merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima di

sekolah untuk menilai prestasinya.


b. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Agar tata tertib dapat

memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atau tata tertib itu harus dimengerti,

diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib diberikan dalam kata-kata

yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak berharga sebagai suatu pedoman

perilaku.

Jadi kesimpulan yang dapat penulis kemukakan bahwa tata tertib berfungsi mendidik

dan membina perilaku siswa di sekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus

dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai ’pengendali’ bagi

perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisi larangan terhadap siswa tentang suatu

perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya.

Kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah yang seharusnya adalah yang

bersumber dari dalam dirinya dan bukan karena paksaan atau tekanan dari pihak lain.

Kepatuhan yang baik adalah yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan

pentingnya peraturan-peraturan atau larangan-larangan yang terdapat dalam tata tertib

tersebut. Menurut Djahiri (1985: 25), tingkat kesadaran atau kepatuhan seseorang terhadap

tata tertib, meliputi:

a. patuh karena takut pada orang atau kekuasaan atau paksaan

b. patuh karena ingin dipuji

c. patuh karena kiprah umum atau masyarakat

d. taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban

e. taat karena dasar keuntungan atau kepentingan


f. taat karena hal tersebut memang memuaskan baginya

g. patuh karena dasar prinsip ethis yang layak universal

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran seseorang

khususnya siswa untuk mematuhi aturan atau hukum memang sangat penting. Selain

bertujuan untuk ketertiban juga berguna untuk mengatur tata perilaku siswa agar sesuai

dengan norma yang berlaku.

Pada masa kolonial, murid-murid STOVIA (School tot Opleiding van Indische

Artsen)—sebuah sekolah pendidikan dokter khusus untuk pribumi—diharuskan memakai

pakaian tradisional daerah masing-masing saat bersekolah. Mereka dengan tegas dilarang

berpakaian ala orang Eropa, meski pendidikan yang mereka dapatkan sebenarnya sama

dengan orang Eropa. Larangan memakai busana yang bergaya Eropa merupakan upaya

pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mencegah para murid pribumi itu secara visual

“sama”dengan orang Eropa.

Bagi pemerintah kolonial, orang-orang pribumi memiliki nilai yang lebih rendah

dibandingkan orang Eropa sehingga mereka tak boleh “menyerupai” orang Eropa. Kata

“menyerupai” di sini terutama berarti secara visual karena dalam hal pendidikan, murid-

murid STOVIA mendapat pelajaran yang sama dengan calon dokter Eropa. Dari kasus ini,

bisa disimpulkan bahwa bentuk visual sebuah pakaian bisa menjadi penentu penting

identitas seseorang—dalam kasus murid-murid STOVIA, bentuk visual pakaian bahkan

dianggap lebih penting dari soal intelektualitas dan sikap hidup.


Setelah Indonesia lepas dari penjajahan, sebenarnya seragam sekolah tidak serta

merta diberi perhatian pemerintah. Sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan, masih

banyak siswa-siswi yang bersekolah dengan memakai pakaian seadanya.

Secara khusus, bisa dikatakan bahwa ketentuan mengenai seragam sekolah di

Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk menyeragamkan penampilan

visual para peserta didik. Penyeragaman semacam itu diperlukan, agar tidak terjadi

ketimpangan yang mencolok antara siswa dari keluarga kaya dengan siswa dari keluarga

miskin.

Peraturan tentang seragam sekolah di Indonesia yang dikeluarkan pertama kali

adalah Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82. SK yang dikeluarkan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Maret 1982 ini—khusus berlaku untuk sekolah

negeri—mengharuskan siswa SD memakai pakaian putih-merah, siswa SMP memakai

putih-biru, dan siswa SMA memakai putih-abu-abu.

Pengaruh dengan adanya peraturan yang diterapkan Pemerintah tentang pemakaian

baju seragam sekolah berdampak pada model model seragam sekolah yang digunakan oleh

siswa siswa sehingga mengakibatkan beberapa pelanggaran terjadi, berupa :

a. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap

pemakaian seragam sekolah, misalnya penggunaan rok pada siswa putri yang tidak

sesuai dengan aturan sekolahnya, misalnya menggunakan rok diatas lutut, bagi siswa

putra celananya dimodel pensil dan terlalu turun dan bahasa jawanya mete-mete.
b. Baju yang digunakan oleh siswa putri juga banyak yang dikecilkan sehingga terlihat

seksi dan menonjolkan bentuk badannya.

c. Banyak pula yang bajunya transparan, dan yang lebih parah ada pula siswa yang tidak

memakai kaos dalam.

d. Tradisi corat coret seragam sekolah yang setiap kelulusan pasti ada saja siswa yang

mencorat coret pakaian mereka.

e. Selain mengakibatkan pelanggaran yang terjadi, hal ini juga dapat meningkatkan

kreativitas siswa dalam model berpakaian.

Peraturan mengenai pemakaian baju seragam di sekolah menimbulkan pro kontra di

berbagai kalangan, dibeberapa pihak ternyata tidak menyetujui akan adanya peraturan

tersebut. Mereka berpendapat bahwa Niat awal dari adanya baju seragam sekolah

“meminimalisir” kesenjangan memang mulia yaitu agar siswa dapat berbaur dan tidak

minder. Namun melihat faktanya, yang terjadi akan tetap sama: yang kaya bergaul dengan

yang kaya, sementara yang miskin tetap bergaul dengan yang miskin. Yang populer

dengan yang populer, sementara yang tersisihkan bergerombol dengan yang tersisihkan.

Sekalipun pakaiannya disamaratakan, kesenjangan itu tetap akan terlihat: dari sepatu yang

dikenakan, dari handphone yang dijinjing, dari lingkaran pertemanan yang dijalin, dari

wangi parfum yang dikenakan, dari grup-grup yang dibentuk , dan lain-lain.

Kebijakan seragam sekolah bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah

atribut, asesoris. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan

kualitas pendidikan nasional. Tanpa adanya ketentuan dan keharusan memakai seragam
pun pendidikan nasional harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap

mendapatkan pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan meneruskan

mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain itu, mereka pihak yang pro terhadap peraturan seragam sekolah ini juga

berpendapat bahwa adanya peraturan tentang pemakaian seragam sekolah ini berdampak

pada siswa, menurut mereka hak individualitas siswa dilanggar, siswa tidak dapat

bereksperesi sehingga kreativitas siswa tertekan, sedangkan sekolah adalah tempat

pembentukan karakter kepribadian siswa. Selain pada siswa, juga berdampak pada orang

tua siswa, orangtua yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah sulit menjangkau harga

seragam sekolah yang dianggap mahal.

Ternyata dengan adanya masalah-masalah yang timbul tersebut, seragam sekolah

hampir saja dihapuskan. Beberapa tahun yang lalu Menteri Pendidikan Nasional

(Mendiknas) Bambang Sudibyo berencana menghapus baju seragam sekolah.

Dalam pembahasan ini, akan dibahas mengenai perlu atau pentingnya Baju seragam

untuk sebuah sekolah. Ternyata selain munculnya isu isu yang Pro terhadap baju seragam

sekolah, dibeberapa kalangan justru menyetujui dengan adanya pemakaian baju seragam

sekolah ini. Baju seragam sekolah sangat penting bagi siswa siswi disuatu sekolah. Saat

seragam sekolah hampir dihapuskan pejabat pemerintah, guru, dan orangtua siswa sangat

menyayangkan rencana penghapusan itu, alasannya sebagai berikut :

a. Identitas suatu sekolah sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing.


b. Menciptakan kedisiplinan siswa. Dengan pemakaian baju seragam sekolah yang

ditentukan berdasarkan hari dalam tiap minggunya, dapat menciptakan perasaan dan

semangat disiplin, misalnya pada hari Senin sampai dengan hari Kamis siswa

berseragam sekolah, hari Jumat dan Sabtu memakai seragam pramuka, dan setiap

olahraga memakai pakaian seragam olahraga.

c. Membentuk kerapian. Saat pelaksanaan upacara bendera, akan tampak jelas, dengan baju

seragam sekolah membuat kerapian dalam barisan.

d. Menampakkan keindahan. Dari kerapian, akan memunculkan keindahan yang enak

dipandang.

e. Kebanggaan orang tua. Melihat anak-anaknya berangkat ke sekolah dengan baju

seragam sekolah sesuai jenjang pendidikan masing-masing, orang tua merasa bangga.

f. Tercipta rasa persatuan dan kesatuan di antara para siswa.

g. Memperlihatkan perbedaan jenjang pendidikan. Sekolah Dasar berseragam putih merah,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berseragam putih biru, Sekolah Lanjutan Tingkat

Atas berseragam putih abu-abu, sehingga dengan mudah dibedakan mana siswa Sekolah

Dasar, mana siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan mana siswa Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas.

h. Memudahkan pemantauan, bila dalam rangka upacara peringatan hari besar nasional,

atau dalam acara perlombaan, atau juga dalam kegiatan wisata maupun kegiatan yang

lain secara bersamaan dengan berbagai sekolah di segala jenjang pendidikan. Dengan

pakaian seragam, memudahkan bagi guru dalam memantau anak didiknya.


i. Sebagai kendali. Dengan berpakaian baju seragam sekolah, secara otomatis anak-anak

merasa bukan anak liar, yang sangat bebas bertindak dan melakukan pelanggaran asusila

maupun kegiatan yang dilarang oleh peraturan sekolah.

j. Ada perbedaan antara baju seragam sekolah dengan pakaian di rumah, atau pakaian

kegiatan di luar rumah. Masing-masing pakaian dipakai sesuai dengan fungsi, situasi dan

kondisinya.

Dan apabila seragam sekolah dihapuskan, Besar kemungkinan muncul persoalan

baru bagi sekolah dan juga orang tua siswa. Bagi sekolah, dengan adanya peraturan

pemakaian baju seragam sekolah, siswa dididik untuk selalu tertib. Bila benar-benar

seragam sekolah dihapus, tentunya sekolah harus pula merombak peraturannya, utamanya

tata tertib dalam berpakaian.

Selain itu, jika dikatakan tadi bahwa seragam sekolaha yang di anggap mahal akan

membebani orang tua, justru dengan adanya seragam sekolah akan memudahkan orangtua

karena tidak lagi menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya, yang

setiap anak tentunya tidak hanya satu setel pakaiannya.

orang tua, khususnya yang tidak atau kurang mampu, akan menjadi masalah besar,

karena harus menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya. Ya, kalau

kebetulan anaknya satu atau dua, kemungkinan tidak begitu terasa berat. Lalu bagaimana

dengan yang anaknya banyak dan semuanya masih bersekolah? Bukankah mereka harus

menyediakan pakaian baru layak pakai sekolah untuk anak-anaknya, yang setiap anak

tentunya tidak hanya satu setel pakaian.

Jadi dari berbagai kerugian yang timbulnya akan adanya peraturan seragam sekolah,

ternyata lebih banyak memiliki keuntungan. Untuk mengekspresikan diri bukan hanya
melalu fashion, jadi tidak ada salahnya jika pemakaian baju seragam sekolah diterapkan.

Namun Jika sekolah mengadakan baju seragam sekolah, hendaknya memperhatikan

kondisi ekonomi siswanya. Misalnya dengan membantu siswa yang kurang mampu.

Memakai Baju Seragam Sekolah atau tidak, ukuran kesopanan dan kerapian hendaknya

diukur dari standar Islam. Bila tidak akan terjadi perbedaan yang mencolok dan tidak perlu.

Winkel (1991) mengatakan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan

yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian

ini menekankan pentingnya kelompok-kelompok sebagai alat atau media dalam

bimbingan.Sedangkan menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok merupakan salah

satu teknik dalam bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapau

perkembangnnya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nila-

nilai yang dianutnya, dan dilaksankan dalam situasi kelompok.

Menurut Sukardi (dalam Prayitno, 1995) bimbingan kelompok merupakan

layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik secara bersama- sama

memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu ( terutama dari guru

pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik

individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat untuk

pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Bimbingan kelompok membantu individu dalam satu kelompok memperoleh

berbagai sumber informasi dari pembimbing untuk menunjang dalam kehidupan


sehari-hari dan membantu dalam pertimbangan mengambil keputusan.

Menurut Atmi (1992) bahwa dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok ada

dua jenis, yaitu bimbingan kelompok bebas dan bimbingan kelompok tugas, yaitu :

1. Bimbingan kelompok bebas, kegiatan bimbingan bebas para anggota kelompok

bebas mengemukakan segala pikiran, perasaan dalam kelompok, selanjutnya apa

yang disampaikan pada anggota kelompok tersebut menjadi pokok bahasan dalam

kelompok.

2. Bimbingan kelompok tugas, Bimbingan kelompok tugas adalah salah satu bentuk

penyelenggaraan bimbingan kelompok di mana arah isi kegiatan kelompok tidak

ditentukan oleh anggota kelompoknya melainkan oleh pemimpin kelompok untuk

dibahas bersama-sama dalam kelompok.

Tujuan Bimbingan kelompok menurut Romlah (2001) yaitu :

1. Supaya orang yang dilayani dapat menemukan jati dirinya.

2. Individu dapat mengarahkan dirinya kearah yang positif.

3. Siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Menurut Jones (dalam Nursalim, 2002) tujuan bimbingan kelompok adalah

membantu peserta menyadari kebutuhan-kebutuhan dan masalahnya, membantu

peserta belajar memahami perasaan peserta lain dan masalahnya. Dan juga memberi

kesempatan kepada peserta mengungkapkan perasaan-perasaanya. Jadi tujuan


bimbingan kelompok dapat disumpulkan untuk membantu siswa atau individu dalam

mencegah permasalaha yang timbul dan belajar memahami perasaan orang lain dan

permasalahannya.

Menurut Romlah (2001) dalam bimbingan kelompok individu belajar berbagai

hal sebagai berikut:

1. Belajar memahami dan menghadapi masalah-masalah yang riil.

2. Individu dapat belajar teknik-teknik menganalisis masalah.

3. Belajar menggunakan berbagai sumber informasi yang relevan untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi.

4. Dapat memahami dan mengarahkan dorongan dalam dirinya kearah tindakan yang

nyata.

5. Belajar bergaul dengan orang banyak.

6. Belajar merencanakan hidup dalam jangka panjang

7. Menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

8. Belajar kriteria sesuai dengan kebutuhannya.

9. Dapat menganalissi rencana yang dibuat menjadi tindakan yang nyata.

10. Belajar menilai kemanjuan yang telah dicapai dan merumuskan kembali rencana

serta tujuan yang telah dibuat.

Manfaat bimbingan kelompok sangat banyak sekali terutama bagi anggota

kelompoknya, individu dapat berlajar berbagai hal dan mendapatkan banyak

pengalaman mengenai memahami orang lain dan permasalahnnya, dapat lebih akrab
dengan anggota kelompok, dapat merencanakan kehidupan dalam jangka pendek dan

panjang, menbanalisis rencana yang sudah dibuat dan belajar menilai kemajuan rencana

, tujuan yang telah dibuat.

Dalam kehidupan sebuah kelompok dinilai baik atau kurang baik, menurut

Nursalim (2002) terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Saling hubungan dinamis antar anggota, dalam hubungan yang saling dinamis antara

anggota kelompok, menunjuk pada suasana antara hubungan itu sendiri, khususnya

suasana perasaan yang tumbuh di dalam kelompok itu sendiri. Suasana perasaan itu

meliputi rasa diterima atau ditolak, senang atau benci, berani atau takut, yang

semuanya menyangkut sikap reaksi dan tanggapan para anggota yang berdasarkan

keterlibatan dalam hubungan mereka.

2. Tujuan bersama adalah pusat dari kegiatan kehidupan kelompok. Tujuan yang nyata

akan diterima oleh semua anggota kelompok, sehingga mereka benar- benar

mengarahkan dan mewujudkan diri masing-masing sesuai dengan tujuan.

3. Hubungan antara besarnya kelompok dengan sifat kelompok,misalnya :

1). Kelompok dua : kelompok yang terdiri atas 2 individu adalah kelompok paling

ideal untuk tercapainya keakraban. Jeleknya bila terjadi pertentangan pendapat

diantara mereka berdua.

2). Kelompok tiga adalah yang terdiri dari 3 orang. Dinamika saling hubungan di

antara mereka dapat tumbuh subur, hanya bahayanya bila dua diantaranya

membentuk klik, maka yang seorang akan terisolir.


3). Kelompok 4-8 orang adalah kelompok sedang, dan baik untuk melaksanakan

hubungan kelompok. Tanpa dipimpin konselor, kelompok dapat memilih

pemimpinya sendiri.

4). Kelompok 8-30 orang adalah kelompk yang baik untuk pendidikan tertentu,

misalnya, latihan kepemimpinan dalam menghilangkan rasa malu berbicara di

muka umum. Namun kelompok ini kurang efektif untuk menciptakan keakraban

sosial dalam waktu yang singkat.

5). Itikad dan sikap para anggota, itikad baik dapat diartikan tidak menang sendiri,

tidak sekedar menaggapi atau menyerang pendapat orang lain adalah sangat

penting dalam kehidupan kelompok. Sikap para anggota yang dimaksud bahwa

setiap anggota dapat memberi waktu dan kesempatan pada anggota lain untuk

mengemukakan pendapat secara leluasa. Jika sikap ini dapat berkembang, maka

kehidupan kelompok yang baik dapat tumbuh, dan sebaliknya jika dalam

kelompok maka kehidupan kelompok tidak akan tumbuh.

Kemampuan mandiri, setiap anggota kelompok tidak begitu saja tertawa

oleh pendapat orang lain, atau tindakan begitu saja meng “iya” kan apa yang

dikatakan oleh pemimpinan kelompok. Dalam kelompok, anggota diharapkan

dapat mengembangkan diri dan mewujudkan dirinya masing-masing. Namun

perlu diingat bahwa dalam rangka mengembangkan diri dan mewujudkan diri

tersebut tidak boleh melangar itikad dan sikap kehidupan kelompok. Kehadiran

setiap anggota perlu disertai dengan sikap tenggang rasa yang selaras, serasi dan

seimbang. Dinamika kelompok yang ditimbulkan dalam bimbingan kelompok

dalam rangka membina pribadi yang memiliki sikap, ketrampilan dan


keberanian sosial yang bertenggang rasa.
Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini dilakukan pada VIII C SMP

Negeri ... tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah peserta didiK 27 siswa terdiri dari .. siswa

laki-laki dan .. siswa perempuan.

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini direncanakan 2 siklus. Penelitian ini diawali

dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh informasi dan gambaran

terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, diteliti dan tindakan yang telah dilakukan oleh

guru. Dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan

menetapkan tindakan.

Rencana penelitian ini menggunakan model proses yang berkesinambungan, mulai

dari proses penelitian siklus 1 , ditindak lanjuti proses penelitian siklus II. Dalam setiap

siklus tindakan meliputi :

1. Perencanaan (Planning)

2. Pelaksanaan tindakan (acting)

3. oengamatan (Observing)

4. Refleksi (Reflekting)

3.2.1.1 Perencanaan

Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan :


1. Membuat lembar pengamatan yang berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi

permasalahan siswa yang berkaitan dengan perilaku kurangnya Ketertiban

Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.

2. Membuat pedoman wawancara yang ditujukan kepada para siswa, kepada

guru mata pelajaran dan guru wali kelas. Pedoman wawancara berfungsi

sebagai acuan untuk mengajukan beberapa pertanyaan seputar perilaku

kurangnya Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian

Seragam.

3. Membuat alat evaluasi yang berfungsi sebagai alat evaluasi hasil pengamatan

dan hasil wawancara.

3.2.1.2Pelaksanaan Tindakan

1. Pelaksanaan Pra Siklus dilaksanakan selama 1 minggu dengan mengamati

perilaku siswa, melakukan wawancara dengan sebagian siswa, dengan guru

mata pelajaran dan wali kelas.Hal yang diamati dan di wawancarai berupa

siapa saja siswa yang menunjukkan perilaku kurangnya Ketertiban Siswa

Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Berikut ini adalah

pelaksanaan kegiatan pada pra siklus :

 Kegiatan Awal

 Pengucapan sapaan salam

 Doa bersama

 Absensi kehadiran siswa di dalam kelas

 Dan review sejauh mana tingkat Ketertiban siswa kelas VIII C

 Kegiatan Inti
 Guru BK memberikan bimbingan terhadap siswa.

 Kegiatan Penutup

 Salam penutup

3.2.1.3 Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti mengevaluasi hasil tindakan yang telah

dilaksanakan pada tahap pra siklus, kemudian bila perlu merevisi tindakan

sebelumnya untuk dilaksanakan pada tahap berikutnya.

Secara terperinci, langkah-langkah tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan

berikut :

1. Perencanaan , kegiatan yang dilakukan : Membuat rencana penelitian dengan

judul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib

Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester

2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018"

2. Membuat lembar observasi untuk mengetahui kondisi perilaku siswa setelah

menerapkan Bimbingan Kelompok .

3. Membuat alat evaluasi

4. Pelaksanaan tindakan (acting)

Pelaksanaan tindakan siklus I di laksanakan selama 1 minggu. Pelaksanaan

tindakan pada hakikatmya melaksanakan skenario yang sudah tertera dalam tahap

perencanaan yaitu meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib

Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok . Sudah barang tentu pada


setiap siklus mempunyai langkah serta penekanan yang berbeda, tergantung pada

fokus tujuan dan refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut ini adalah kegiatan pada

siklus 1 :

 Tahap pembentukan

 Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih

 Berdoa

 Menjelaskan bimbingan kelompok

 Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok

 Menjelaskan cara pelaksanan bimbingan kelompok

 Menjelasakan asas-asas bimbingan kelompok

 Perkenalan dilanjukan dengan permainan (rangkain nama)

 Tahap peralihan

 Menjelasakan kembali kegiatan kelompok

 Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut

 Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan/sebagian

belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi

suasana tersebut

 Memberi contoh topik bahasan yang dikemukakan dan dibahas

dalam kelompok

 Tahap kegiatan

 Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah

dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai pentingnya berpakaian

seragam
 Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok

 Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok

 Pembahasan topik tersebut secara tuntas

 Selingan

 Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera

dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)

 Tahap pengakhiran

 Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri

 Anggota kelompok mengemukaka kesan dan menilai kemajuan

yang dicapai masing-masing

 Pembahasan kegiatan lanjutan

 Pesan serta tanggapan anggota kelompok

 Ucapan terima kasih

 Berdoa

 PERPISAHAN

5. Pengamatan (Observing)

Observasi pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif dengan

menggunakan format panduan pengamatan atau lembar observasi. Sedangkan

evaluasi pemantauan juga dilakukan secara kolaboratif dengan mengolah data

yang dapat di rekam dan memaknainya serta menentukan keberhasilan dan

ketercapaian tujuan tindakan ataupun hasil samping dari pelaksanaan tindakan.

6. Refleksi (Reflekting)
Dari hasil upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata

Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok maka kemudian di

observasi perilaku siswa setelah mengikuti Bimbingan Kelompok , kemudian

peneliti juga melakukan wawancara pada beberapa pihak. Setelah itu di evaluasi

hasil observasi dan wawancara yang diperoleh , kemudian dilakukan analisis.

Hasil analisis ini kemudian menjadi dasar untuk melakukan refleksi diri untuk

menentukan tindakan dan perencanaan berikutnya.

Berdasarkan refleksi pada siklus I, diadakan kegiatan-kegiatan untuk

memperbaiki rencana dan tindakan yang telah dilakukan. Langkah-langkah kegiatan

pada siklus II pada dasarnya sama seperti langkah-langkah pada siklus I.

3.2.3.1. Perencanaan

Perencanaan pada siklus II ini tidak terlalu membutuhkan energi yang

banyak dari peneliti karena pada dasarnya perencanaan pada siklus II sama

dengan perencanaan pada siklus I.

3.2.3.2 Pelaksanaan Tindakan

Perlu dijelaskan dan ditegaskan dalam penelitian ini, bahwa tujuan utama

adanya Bimbingan Kelompok ini dimaksudkan untuk meningkatkan Ketertiban

Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Pelaksanaan Siklus II

juga dilaksanakan selama 2 minggu. Proses tindakan pada siklus II dengan

melaksanakan metode yang diterapkan berdasarkan pada pengalaman hasil dari

siklus I. Berikut ini adalah kegiatan pada siklus 2 :


 Tahap pembentukan

 Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih

 Berdoa

 Ice Breaking

 Tahap peralihan

 Menjelasakan kembali kegiatan kelompok

 Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut

 Guru BK (Peneliti) memberikan materi tentang kedisiplinan

 Meminta siswa memberikan contoh tentang ketertiban apa saja

yang dapat diterapkan di sekolah

 Tahap kegiatan

 Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah

dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai ketertiban dalam

mentaati tata tertib berpakaian seragam

 Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok

 Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok

 Pembahasan topik tersebut secara tuntas

 Selingan

 Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera

dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)

 Tahap pengakhiran

 Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri


 Anggota kelompok mengemukakan kesan dan menilai kemajuan

yang dicapai masing-masing

 Pembahasan kegiatan lanjutan

 Pesan serta tanggapan anggota kelompok

 Ucapan terima kasih

 Berdoa

 PERPISAHAN

3.2.3.3 Pengamatan

Pemantauan ini dilakukan oleh guru BK kepada siswa untuk mendapatkan

data-data yang akurat secara secara kualitatif. Langkah ini juga difungsikan

untuk mengukur tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dalam penelitian.

Hasil monitoring dapat dilihat dari hasil analisis lembar observasi dan

pemantauan, catatan lapangan wawancara dengan siswa dan atau guru sejawad

atau kolaborator baik dalam kelas ataupun luar kelas.

3.2.3.4 Refleksi

Dari hasil analisis semua metode penelitian baik itu berupa observasi,

wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan maka kemudian hasil kerja ini

selanjutnya dianalisis dan direfleksi untuk perencanaan pada siklus berikutnya.

Jenis data yang dikumpulkan khususnya pada perilaku siswa yang sering tidak masuk

pada jam pertama, dan juga perilaku-perilaku lain yang sering juga di lakukan di sekolah,

seperti :
1. Data siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan data siswa putra yang

menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan.

2. Data siswa yang seringkali tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu

dan kamis.

3. Data siswa yang tidak memakai atribut seragam sekolah

4. Data siswa putri yang menggunakan rok sesuai aturan sekolah dan data siswa putra yang

menggunakan celana dengan model yang sesuai aturan sekolah.

5. Data siswa yang menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis

6. Data siswa yang memakai atribut seragam sekolah lengkap.

Alat pengumpul data meliputi :

1. Lembar observasi untuk mengungkap siapa saja siswa yang tidak melanggar aturan tata

tertib berseragam di sekolah

2. Pedoman wawancara untuk mengungkap latar belakang mengapa siswa melanggar aturan

tata tertib berseragam di sekolah

Alat evaluasi berupa draft pertanyaan

Cara pengumpulan data konseling untuk mengungkap hasil upaya meningkatkan

Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan

Kelompok dari hasil PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) ini akan dapat

diperoleh beberapa data, yang meliputi :

1. Berapa siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan berapa siswa putra yang

menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan?

2. Berapa siswa yang tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan

kamis?
3. Berapa siswa tidak memakai atribut seragam sekolah?

4. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya tidak akan pernah menggunakan rok di atas lutut

dan berapa siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan

5. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan menggunakan pakaian identitas sekolah saat

hari rabu dan kamis

6. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan memakai atribut seragam sekolah lengkap

Sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan pada bagian awal penelitian ini,

tujuan penelitian ini adalah mengupayakan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati

Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok , maka yang menjadi

indikator kinerja dalam penelitian ini adalah melalui Bimbingan Kelompok akan dapat

meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.

Untuk mengukur keberhasilan penelitian ini, maka indikator kinerja berikutnya

apabila hasil penelitian ini dengan valid dapat menunjukkan : Sekurang-kurangnya 75 %

siswa meningkatkan ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam.


Aditama. Nursalim, Moh dan Suradi. 2002.Layanan bimbingandan konseling .
Surabaya: Unesa University Press.
Arikunto, Suharsimi. 2006.“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ”.Jakarta:
Rineka Cipta.
Agoes. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ahmad D. Marimba. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. A-
Ma’arif.
Bimo Walgito. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta Andi Ofset.
Hurlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Kartini Kartono. (1990). Psikologi Umum. Bandung : Mandar Maju.
Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Nurihsan, Achmad Juntika. 2006. Bimbingan dankonseling Dalam Berbagai Latar
Kehidupan.Bandung
Pasaribu, Simanjuntak. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.
__________________. (2001). Pedoman Skripsi IKIP Semarang. Semarang; IKIP PGRI
Semarang.
Sarwono, Sarlito W.2011.Psikologi Remaja. Jakarta:Rajawali Pers
Sugiyono. 2007.Statistika untuk Penelitian.Bandung:Alfabeta.
Sumiati dan Asra. 2007.Metode Pembelajaran.Bandung: CV Wacana Prima.
Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMMPress.
Subur Sukardi. (2000).Persepsi Siswa Kelas III SLTP Negeri 1 Petanahan Kabupaten
Kebumen Tahun Pelajaran 1999/2000 terhadap Gerakan Disiplin Nasional:
Yogyakarta;
FKIP Universitas PGRI
Sudarsono, F. X. (1988). Analisa Data 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsini Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sumarno, D. (1995). Gerakan Disiplin Nasional. Jakarta : C.V. Jaya Abadi.
Sumarno, D. (1998). Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah .
Jakarta : C.V. Jaya Abadi.
Sutrisno Hadi. (1986). Metode Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset.
Winkel. W.S. 1991. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
2005. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Witherington. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia.
W.J.S. Poerwodarminto. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
TAP MPR RI No.III/MPR/1993. (1993). Garis-garis Besar Haluan Negara. Semarang :
Aneka Ilmu.
Widiasarana.Hariastuti, Retno Tri. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Surabaya: Unesa University Press
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepribadian. Bandung : Rosda

Anda mungkin juga menyukai