Anda di halaman 1dari 25

TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan pada hakekatnya


adalah sebagai usaha menyiapkan anak didik untuk menghadapi lingkungan hidup
yang senantiasa mengalami perubahan, dan pendidikan itu pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan pribadi dan
masyarakat. Pendidikan merupakan usaha dasar untuk mengembangkan
kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah. Berbagai usaha
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional telah dilakukan antara lain :

a. Pemantapan/pemutakhiran kurikulum

b. Peningkatan jumlah prasarana pendidikan dalam rangka usaha pelayanan yang


lebih merata.

c. Peningkatan jumlah tenaga guru dalam rangka peningkatan dan pemerataan


pelayanan pendidikan.

d. Peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan (Prof. Dardji


Darmodiharjo,S.H. , 1983:9)

Berdasarkan uraian diatas , timbullah berbagai pemikiran dan usaha-usaha


yang dilakukan para ahli pendidikan melalui pembaharuan-pembaharuan yang
sekarang telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga
pendidikan non pemerintah. Salah satu faktor penunjang keberhasilan pemerintah
dalam bidang pendidikan adalah guru. Tugas guru bukan hanya sebagai pengajar
tapi sebagai pendidik, yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Tugas pendidik
tidak akan lepas dari kewajiban seorang guru sesuai dengan pandangan sebagai
berikut :

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia


pembangunan yang ber-Pancasila

b. Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi ( jasmani dan rohani ) bagi
anak didiknya.

c. Guru menghargai dan menghormati individu dan kepribadian anak didikya masing-
masing

d. Guru dengan sungguh-sunguh mengintensifkan pendidikan Pancasila.

e. Guru melatih dalam memecahkan masalah dan membina daya kereasi siswa agar
dapat menunjang kehidupan masyarakat yang sedang membangun.

f. Guru membantu sekolah dalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan pada


anak didik ( DR.Moh.Surya,1981:32 )

Tata tertib sekolah merupakan salah satu bentuk aturan yang harus ditaati
dan dilaksanakan oleh siswa, sebagai satu perwujudan kehidupan yang sadar akan
hukum dan aturan. Tata tertib sekolah adalah rambu-rambu kehidupan bagi siswa
dalam melaksanakan kehidupan dalam masyarakat sekolah.

Pembinaan guru di sekolah merupakan bagian integral dari upaya


pembinaan kesadaran hukum atau aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Pembinaan terhadap tata tertib sekolah merupakan salah satu bentuk kegiatan guru
Fisika di sekolah dalam rangka pembinaan generasimuda dan pembentukan
manusia disiplin dan terdidik.

Masalah yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan adalah bagaimana


meningkatkan mutu pendidikan, baik yang bersifat pengetahuan maupun sikap.
Usaha pertama yang dilakukan oleh sekolah dalam pembinaan sikap yaitu melalui
tata tertib sekolah.

Sebagaimana diketahui dewasa ini banyak sekali siswa sekolah yang


terlibat dalam kenakalan remaja, pergaulan bebas, penggunaan narkoba, tawuran
antar sekolah serta penggunaan etika yang salah dalam kehidupan. Oleh karena itu
melalui pembinaan tata tertib sekolah diharapkan siswa dibiasakan melaksanakan
kehidupan sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakatnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk mengkaji tentang


efektifitas peranan tata tertib sekolah terhadap belajar mengajar yang akan
berkaitan dengan perolehan hasil belajar itu sendiri. Maka penulis merumuskan
kedalam judul penelitian : “PENGARUH TATA TERTIB SEKOLAH
TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA DI SMA NEGERI 1 NYALINDUNG” .

B. Perumusan dan Pembatasan masalah

Dalam perumusan dan pembatasan masalah ini, penulis akan membatasi


sekitar masalah sebagai berikut :

1. Sudahkah siswa melaksanakan tata tertib dengan baik ?

2. Bagaimanakah peranan tata tertib sekolah terhadap kedisiplinan siswa

3. Pada makalah ini kami hanya mengambil kesimpulan dari penelitian

yang diambil dari siswa SMA Negeri I Nyalindung

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari pembatasan masalah diatas, secara khusus penulis dalam
penelitian ini bertujuan ingin mengumpulkan data tentang :

1. Ingin mengetahui apakah siswa telah melaksanakan tata tertib sekolah.


2. Ingin mengetahui apakah tata tertib sekolah berperan terhadap
kedisiplinan siswa dalam belajar ?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penyusunan karya ilmiah ini adalah mengetahui seberapa


besar pengaruh tata tertib terhadap disiplin siswa yang dilaksanakan oleh siswa di
Sekolah Menengah Atas Negeri Nyalindung Dan seberapa besar upaya warga
sekolah, khususnya Guru dalam usaha meningkatkannya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Variabel Dan Indikator Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, variabel-variabel yang terdapat di dalam


penelitian ini sebagai berikut: PENGARUH TATA TERTIB SEKOLAH adalah
variabel bebas atau variabel (X), Sugiono menjelaskan mengenai variabel bebas
sebagai berikut:

“Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, predictor dan
antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya
variabel dependen (variabel terikat). Jadi variabel independent adalah variabel
yang mempengaruhi”. (Sugiyono,2002 : 2)

Indikator dari variabel X diatas adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Tata tertib sekolah

2. Tujuan tata tertib sekolah

3. Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah


4. Sikap Kepatuhan Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah

Sedangkan KEDISIPLINAN SISWA adalah variabel terikat atau variabel


Y, Sugiyono (2002:3) menjelaskan tentang variabel terikat ini sebagai berikut :

“Sering disebut sebagai variabel respon, output, criteria, konsekuen.


Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas”

Indikator dari variabel Y diatas adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Disiplin Siswa

2. Disiplin Siswa Di Sekolah

3. Disiplin Siswa Di Kelas

1) Pengertian Tata Tertib


Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu pasti mempunyai
kepentingan yang berbeda. Hal ini mengakibatkan banyak kepentingan
individu yang satu sama lainnya saling bertentangan, yang apabila tidak diatur
maka akan menimbulkan suatu kekacauan. Untuk itulah maka perlu diciptakan
suatu aturan atau norma. Peraturan atau norma ini berlaku pada suatu
masyarakat dan suatu waktu. Norma sendiri ada yang disebut dengan norma
agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma yang
secara tegas melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya
adalah norma hukum. Norma hukum seringkali ditaati oleh masyarakat karena
didalamnya terkandung sifat memaksa dan siapa saja yang melanggarnya pasti
akan dikenai sanksi. Oleh karena itu dalam setiap lingkungan masyarakat,
lembaga, organisasi baik swasta maupun pemerintah pasti memiliki hukum
yang harus ditaati.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan
membentuk manusia yang berkualitas, tentunya sangat diperlukan suatu aturan
guna mewujudkan tujuan tersebut. Lingkungan sekolah khususnya tingkat
SMA yang berangotakan remaja-remaja yang sedang dalam masa transisi,
sangat rentan sekali terhadap perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu
diperlukan suatu hukum atau aturan yang harus diterapkan di sekolah yang
bertujuan untuk membatasi setiap perilaku siswa. Di lingkungan sekolah yang
menjadi “hukum” nya adalah tata tertib sekolah. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1998: 37), mengemukkan bahwa “peraturan tata tertib sekolah
adalah peraturan yang mengatur segenap tingkah laku para siswa selama
mereka bersekolah untuk menciptakan suasana yang mendukung
pendidikan”. Selanjutnya Indrakusumah (1973: 140), mengartikan tata tertib
sebagai
“sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau
dalam tata kehidupan tertentu”.
Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan manusia dimana pun
berada pasti memerlukan tata tertib. Tata tertib adalah patokan seseorang
untuk bertingkah laku sesuai yang diharapkan oleh keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Dalam lingkungan sekolah tata tertib diperlukan untukm
menciptakan kehidupan sekolah yang kondusif dan penuh dengan
kedisiplinan.
Melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata tertib
sekolah itu dibuat secara resmi oleh pihak yang berwenang dengan
pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah
tersebut, yang memuat hal-hal yang diharuskan dan dilarang bagi siswa
selama ia berada di lingkungan sekolah dan apabila mereka melakukan
pelanggaran maka pihak sekolah berwenang untuk memberikan sanksi sesuai
dengan ketetapan yang berlaku.

2) Tujuan Tata Tertib Sekolah


Sebelum membahas tentang tujuan tata tertib yang lebih luas, akan
penulis uraikan terlebih dahulu tujuan dari peraturan. Menurut Hurlock (1990:
85), yaitu: “peraturan bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman
berperilaku yang disetujui dalam situasi tertentu”. Misalnya dalam peraturan
sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan sekolah. Tujuan
tata tertib adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang terhadap
kelancaran, ketertiban dan suasana yang damai dalam pembelajaran. Dalam
informasi tentang Wawasan Wiyatamandala (1993: 21) disebutkan bahwa:
“ketertiban adalah suatu kondisi dinamis yang menimbulkan keserasian dan
keseimbangan tata kehidupan bersama sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa”.
Dalam kondisi sehari-hari, kondisi di atas mencerminkan keteraturan
dalam pergaulan, penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana dan
dalam mengatur hubungan dengan masyarakat serta lingkungan. Menurut
Kusmiati (2004: 22), bahwa tujuan diadakannya tata tertib salah satunya
sesuai dengan yang tercantum dalam setiap butir tujuan tata tertib, yaitu:
a. tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dan
tentram serta bebas dari rasa takut baik lahir maupun batin yang
dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika antar individu tidak saling
menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri setiap
individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari.
b. tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat
yang terasa dan nampak pada seluruh warga.
c. tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur
yang mencerminkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada
tata ruang, tata kerja, tata pergaulan bahkan cara berpakaian.
d. tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang
baik sehingga menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan
menggunakannya.
e. tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan
yang baik antar individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong
royong, keterbukaan, saling membantu, tenggang rasa dan saling
menghormati. Berdasarkan uraian diatas, maka setiap warga negara
bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman, tertib,
bersih, indah dan penuh kekeluargaan, agar proses interaksi antar
warga dalam rangka penanaman dan pengembangan nilai,
pengetahuan, keterampilan dan wawasan dapat dilaksanakan.
3) Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah
Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu
sebagai alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman
(1985: 82), berpendapat bahwa: “peraturan tata tertib itu merupakan alat
guna mencapai ketertiban”. Dengan adanya tata tertib itu adalah untuk
menjamin kehidupan yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial
dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta
konsekuen dan diawasi dengan sungguh-sungguh maka akan memberikan
dampak terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan
tentram di sekolah. Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan
tampak dengan baik apabila keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan
baik, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa:
Hanya dengan menghormati aturan-aturan sekolahlah si anak belajar
menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar mengembangkankebiasaan,
mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena ia harus mengekang
dan mengendalikan diri.
Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekolah
merupakan ajang pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang
lebih luas yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun
ke masyarakat maka perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk
mengekang dan mengendalikan diri. Sehingga mereka diharapkan mampu
menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman, dan damai.
Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa : “peraturan
berfungsi sebagai pedoman perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk
bertindak sebagai harapan sosial…”. Di samping itu, peraturan juga
merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin
diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan
standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat
unsur pokok, apapun cara mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan
sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam
cara yang digunakan untuk mengajak dan memaksakannya, hukuman untuk
pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan
perilaku yang berlaku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui bahwa
dalam menerapkan disiplin perlu adanya peraturan dan konsistensi dalam
pelaksanaannya.
Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam
membantu membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang
diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:

a. peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada


anak perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. Misalnya anak
belajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas
sekolahnya, bahwa menyerahkan tugasnya sendiri merupakan satu-satunya cara
yang dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya.
b. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Agar tata tertib
dapat memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atau tata tertib itu harus
dimengerti, diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib
diberikan dalam kata-kata yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak
berharga sebagai suatu pedoman perilaku.
Jadi kesimpulan yang dapat penulis kemukakan bahwa tata tertib
berfungsi mendidik dan membina perilaku siswa di sekolah, karena tata tertib
berisikan keharusan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib
juga berfungsi sebagai ’pengendali’ bagi perilaku siswa, karena tata tertib
sekolah berisi larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga
mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya.

4) Sikap Kepatuhan Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah


Kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah yang seharusnya adalah
yang bersumber dari dalam dirinya dan bukan karena paksaan atau tekanan
dari pihak lain. Kepatuhan yang baik adalah yang didasari oleh adanya
kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan atau larangan-
larangan yang terdapat dalam tata tertib tersebut. Menurut Djahiri (1985: 25),
tingkat kesadaran atau kepatuhan seseorang terhadap tata tertib, meliputi:
a. patuh karena takut pada orang atau kekuasaan atau paksaan
b. patuh karena ingin dipuji
c. patuh karena kiprah umum atau masyarakat
d. taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban
e. taat karena dasar keuntungan atau kepentingan
f. taat karena hal tersebut memang memuaskan baginya
g. patuh karena dasar prinsip ethis yang layak universal
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran
seseorang khususnya siswa untuk mematuhi aturan atau hukum memang
sangat penting. Selain bertujuan untuk ketertiban juga berguna untuk
mengatur tata perilaku siswa agar sesuai dengan norma yang berlaku.

5) Pengertian Disiplin

Dalam arti luas kedisiplinan adalah cermin kehidupan masyarakat


bangsa. Maknanya, dari gambaran tingkat kedisiplinan suatu bangsa akan
dapat dibayangkan seberapa tingkatantinggi rendahnya budaya bangsa yang
dimilikinya. Sementara itu cerminan kediplinan mudah terlihat pada tempat-
tempat umum, lebih khusus lagi pada sekolah-sekolah dimana banyaknya
pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh siswa-siswa yang kurang
disiplin.

Menurut Johar Permana, Nursisto (1986:14), Disiplin adalah suatu


kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku
yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan
atau ketertiban.

6) Disiplin Siswa di Sekolah

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar orang mengatakan


bahwa si X adalah orang yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si
Y orang yang kurang disiplin. Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi
biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap
aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan
sejenisnya. Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya
ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat menaati peraturan
dan ketentuan berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-
informal), pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembaga
tertentu (organisasional-formal).

Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak


akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di
sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai
dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan
ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku
di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata
tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku
siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah
untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat
mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan
tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993:115) bahwa
disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior
often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah
(school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian (standards
of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika belajar/kerja.
Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan
hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan,
meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode
pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan
fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan psikologis
(psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh Irwin A.
Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School” (1999).

Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan


dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di
kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat
mengkhawarirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam
narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah
kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi
juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun
pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering
ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan
pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian,
nyontek,perampasan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan
perilaku lainnya. Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan
dan penanggulangganya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.

Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,


antara lain faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam
membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa
berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap,
teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta
dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati
sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang
tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada
dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.

Brown dan Brown (1973;115)mengelompokkan beberapa


penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut :

1. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru

2. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah


yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat
menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak disiplin.

3. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang


berasal dari keluarga yang broken home.

4. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum


yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu
dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak
disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam
proses pendidikan pada umumnya.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus


mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama disiplin diri.
Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya;


setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai
karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula,
dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan
tersebut agar setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan
mengembangkan dirinya secara optimal.
2. Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa
berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka
akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada yang
mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut
harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan berusaha
meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun
dalam pergaulan pada umumnya.

3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah


terdapat aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus maupun
aturan umum. Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi
dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi
pelanggaran-pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau
tidak disiplin.

7) Disiplin Dalam Kelas

Sasaran objek kajian tentang disiplin dalam proses belajar mengajar


adalah penerapan “tata tertib”. Maka secara etimologis kedua ungkapan itu
berarti “tata tertib kepatuhan”. Poerwadarminta (1985:231) menyatakan
“Disiplin ialah latihan hati dan watak dengan maksud supaya segala
perbuatannya selalu mentaati tata tertib”. Sedangkan tata berarti aturan, karena
disiplin timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa
yang dilakukan oleh individu dan apa yang diinginkan dari orang lain sampai
batas-batas tertentu dan memenuhi tuntutan orang lain dari dirinya sesuai
dengan kemampuan yang dimiliknya dan tuntutan dari perkembangan yang
luas.

Disiplin adalah suatu bentuk tingkah laku di mana seseorang


menaati suatu peratutran dan kebiasaan-kebiasaan sesuai dengan waktu
dan tempatnya. Dan ini hanya dapat dicapai dengan latihan dan percobaan-
percobaan yang berulang-ulang disertai dengan kesungguhan pribadi siswa
itu sendiri.

Jadi disiplin belajar adalah suatu perbuatan dan kegiatan belajar


yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan
sebelumnya. Kedisiplinan belajar sebagai suatu keharusan yang harus
ditaati oleh setiap person dalam suatu organisasi, dengan sendirinya
memiliki aktifitas yang bernilai tambah. Unsur pokok dalam disiplin
belajar siswa adalah tertib kearah siasat. Pembiasaan dengan disiplin di
sekolah akan mempunyai hubungan yang positif bagi kehidupan siswa
dimasa yang akan dating. Pada mulanya disiplin dirasakan sebagai suatu
aturan yang menekan kebebasan siswa, tetapi bila aturan ini dirasakan
sebagai sesuatu yang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan diri
sendiri dan kebaikan bersama, maka lama kelamaan menjadi kebiasaan
yang baik menuju kearah disiplin diri sendiri.

B. Kerangka Pemikiran

Dalam setiap jenjang di sekolah baik SD, SMP, SMA hingga


perguruan tinggi pasti diperlukan adanya suatu tata tertib. Hal ini
dimaksudkan untuk menanamkan rasa tanggung jawab anak didik, baik
sebagai siswa maupun sebagai pribadi. Dengan cara demikian guru dapat
mengantisipasi lebih jauh tentang kecermatan, kecerdasan para siswa
dalam mengikuti pelajaran, sikap perilaku dan siswapun secara mudah
dapat dikembangkan. Upaya tersebut sebagai acuan guru untuk
menganalisa dan mengumpulkan tentang perilaku siswa, sehingga langkah
awal timbulnya kenakalan remaja dapat dicegah secara dini.

Dengan pemahaman tata tertib yang baik setiap siswa maka akan
terciptalah suatu sikap disiplin. Disiplin ini merupakan perilaku atau sikap
seseorang dalam pelaksaaan suatu kegiatan, sesuai dengan norma hukum,
peraturan yang berlaku. Sikap disiplin yang dilaksanakan secara sadar
dengan hati yang tulus oleh setiap siswa akan mewujudkan suatu tatanan
kehidupan yang harmonis, aman, dan tertib sehingga dapat menggalang
terciptanga suatu kegiatan pembelajaran yang baik yang dapat
mengantarkan kepada terciptanya suatu tujuan pendidikan nasional.

C. Anggapan dasar dan Hipotesis

a) Anggapan Dasar

a. Siswa merupakan individu yang memerlukan pembinaan dan kasih


sayang dari orang yang lebih dewasa dari mereka yaitu guru.
b. Pembinaan tata tertib sekolah, akan memberikan dorongan kepada
siswa untuk siap mengikuti setiap kegiatan dalam belajar serta
menunjang disiplin siswa.
c. Pembinaan tata tertib siswa/sekolah akan mendorong siswa pada
sikap dan tingkah laku yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

b) Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pemecahan masalah


dalam penelitian. Untuk memberikan arah yang jelas, DR. Sudjana, MA,MSc.
mengemukakan :

“Hipotesis adalah perumusan sementara mengenai sesuatu hal yang


dibuat untuk menjelaskan hal itu dan untuk menuntun atau mengarahkan
penelitian selanjutnya” (1986:213)

Bertitik tolak dari anggapan dasar tersebut diatas, penulis mengajukan


hipotesis sebagai berikut :

a. Apabila tata tertib sekolah dilaksanakan dengan baik oleh seluruh


siswa akan berpengaruh terhadap perubahan sikap disiplin siswa
dalam belajar.
b. Perubahan tingkah laku siswa disekolah akan terjadi, apabila di
tunjang oleh pembinaan tata tertib yang dilaksanakan secara
meyeluruh.

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Untuk membuktikan jawaban sementara yang telah dirumuskan, penulis


memerlukan data yang obyektif, lengkap dan benar. Data tersebut hanya dapat
diperoleh jika penulis menggunakan data yang tepat. Metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalan metode analisis deskriptif. Keuntungan metode ini
antara lain :

a. Dalam survey biasanya dilibatkan sejumlah orang untuk mencapai generalisasi atau
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan

b. Dalam survei dapat dipergunakan berbagai teknik pengumpulan data seperti angket,
wawancara, observasi, menurut pilihan sipeneliti. ( S. Nasution,1982:35 )

Metode ini dipergunakan karena dalam penelitian melibatkan situasi yang


terjadi saat itu, dan untuk menggambarkan apa yang ada dalam penelitian.

B. Tehnik Penelitian

Sesuai metode yang dipergunakan dalam penelitian ini, penulis


mengunakan tehnik penelitian sebagai berikut :

a. Wawancara, yang dilakukan kepada guru-guru PFisika dan staf pengajar

b. Observasi, yaitu mengamati secara langsung bagaimana pembinaan tata tertib


dilaksanakan oleh guru PFisika terhadap siswa.
c. Angket, yaitu daftar pertanyaan yang ditujukan kepada siswa

C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini bertempat di SMA Negeri I nyalindung ,sedangkan waktu


penelitian dilaksanakan mulai tanggal 7-10 Maret 2012.

D. Populasi Dan Sampel

a. Populasi

Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X ,XI dan XII
SMA Negeri 1 Nyalindung Kab Sukabumi sebanyak 855 orang

b. Sampel

Pengertian sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai


sumber data untuk mewakili seluruh populasi. Hal ini sesuai pula dengan
pendapat Suharsimi Arikunto (1996 :117) sebagai berikut.
“Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dimaksud peneliti
sampelapabila kita bermaksud menggeneralisasikan adalah mengangkat
kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku begi populasi.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel adalah sebagian dari


populasi yang dipandang dapat mewakili secara umum sifat-sifat populasi secara
keseluruhan. Untuk menentukan sampel penelitian, maka populasi yang cukup
homogen dijadikan sampel penelitian sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu terdiri dari :

Siswa SMA Negeri 1 Nyalindung Kabupaten Sukabumi, yang berjumlah


300 orang. Sedangkan yamg diambil menjadi sampel hanya 30 orang, hal ini
didasarkan atas pendapat Suharsimi Arikunto (1996:120) sebagai berikut :
“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, maka lebih
baik diambil semuanya, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10%-15%, atau 20%-25%,
atau lebih.”

Adapun teknik pengambilan sampelnya dengan menggunakan teknik


random sampling, alasannya yaitu utuk memberikan kesempatan kepada seluruh
anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sutrisno Hadi (19987 : 75) bahwa :

“Dalam random sampling semua individu baik secara sendiri-sendiri


ataupun bersama-sama diberikan kesempatan yang sama untuk menjadi anggota
sampel.”

Dengan demikian kecenderungan penulis untuk memihak kepada anggota


sampel yang diperkirakan untuk memberikan jawaban sesuai dengan yang
dikehendaki penulis tidak akan terjadi.

E. Analisa Data

Analisis data yang di pakai adalah jumlah persentase jawaban siswa dari
setiap pertanyaan yang ada pada angket yang dibagikan, dari data tersebut di
ambil kesimpulan keadaan disiplin siswa.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Dengan metode angket/lembar pengisian soal dari sampel sebanyak 25


siswa di SMA Negeri I Nyalindung ,peneliti berhasil mengumpulkan data
dibawah ini:
a.. Pemahaman siswa tentang disiplin

Hasil : dari penelitian 80 % siswa memahami arti dari disiplin sememtara


sisanya kurang memahaminya.

b. Sudahkah siswa menerapkan disiplin dalam kehidupan sehari-hari

Hasil : dari hasil penelitiam di dapat:

 Sudah menerapkannya 60 %

 Sedikit/ kadang-kadang 30 %

 Belum 10%

c. Pernahkah siswa terlambat masuk ke sekolah

Hasil : sebagian besar siswa (70%) pernah terlambat datang ke sekolah.

d. Alas an siswa terlambat

Hasil : hasil jawaban terbanyak adalah factor jarak yang jauh antara rumah dan
sekolah, dan ketersediaan angkutan umum.

e. Pernahkah siswa bolos sekolah

Hasil : 20% dari responden menjawab ya, dan sisanya tidak.

f. Alasan jika bolos

Hasil : 30 % menjawab karena iseng, 20 % menghindari salah satu mata


pelajaran

Dan sisanya menjawab hanya mengikuti ajakan teman.


h. Pernahkah siswa ditegur langsung oleh guru saat melakukan tindakan yang
dinilai kurang disiplin.

Hasil : 30% menjawab sering, 50% menjawab pernah, sisanya belum pernah.

i. Peringatan yang diberikan guru terhadap siswa yang dinilai kurang disiplin

Hasil :

 30 % Di tegur saja

 30 % Di marahi

 20 % Di laporkan kepada orang tua

 Dan sisanya hanya diberi peringatan saja.

j. Pernahkah pihak sekolah mengingatkan tentang pentingnya pelaksanaan disiplin

Hasil : semua siswa menjawab pernah. Berarti pihak sekolah selalu


mengingatkan siswa tentang pentingnya kedisiplinan.

k. Bagaimana cara sekolah mengingatkan siswa pada kedisiplinan

Hasil : adanya hasil yang hampir seragam, yaitu m sekolah mengingatkan


siswa dengan pemberian amanat Pembina upacara pada saat upacara dan
pelaksanaan penyuluhan langsung, serta penerapan peraturan yang langsung
ditindak lanjuti oleh kesiswaan.

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian, kita dapat mengetahui bahwa tingkat kedisiplinan


setiap siswa ternyata berbeda-beda, perlu usaha yang lebih serius dari pihak
sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran siswa terhadap kedisiplinan. Bukan
hanya dengan peraturan yang terkesan mengikat siswa, kedisiplinan bisa tumbuh
bila siswa sering diberikan penyuluhan dan pengarahan –pengarahan oleh
berbagai pihak terutama lingkungan sekolah.

Beberapa siswa terbukti mempunyai tingkat kedisiplinan yang baik, itu


berarti factor utama dalam pelaksanaan disiplin adalah adanya kesadaran, bukan
hanya sebuah aturan. Tinggal bagaimana pihak sekolah selaku pembimbing dan
pelaksana pendidikan di sekolah, mensiasati permasalahan ini.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penegakan disiplin di sekolah tidak hanya berkaitan dengan masalah


seputar kehadiran atau tidak, terlambat atau tidak. Hal itu lebih mengacu pada
pembentukan sebuah lingkungan yang di dalamnya ada aturan bersama yang
dihormati, dan siapa pun yang melanggar mesti berani mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Setiap pelanggaran atas kepentingan umum di dalam sekolah mesti
diganjar dengan hukuman yang mendidik sehingga siswa mampu memahami
bahwa nilai disiplin itu bukanlah bernilai demi disiplinnya itu sendiri, melainkan
demi tujuan lain yang lebih luas, yaitu demi stabilitas dan kedamaian hidup
bersama.
Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan ukuran
bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan,
sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu. Adanya
kedisiplinan dapat menjadi semacam tindakan preventif dan menyingkirkan hal-
hal yang membahayakan hidup kalangan pelajar.
Sementara itu, Komensky menggambarkan pentingnya kedisiplinan di
sekolah dengan mengungkapkan, "Sekolah tanpa kedisiplinan adalah seperti
kincir tanpa air."
5.1 Saran
Dalam rangka meningkatkan kedisiplinan siswa, ada beberapa upaya yang
mungkin bisa dilakukan diantaranya:
1. Untuk menumbuhkan konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku
disiplin, guru disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan
terbuka;
2. Guru terampil berkomunikasi yang efektif sehingga mampu menerima
perasaan dan mendorong kepatuhan siswa;
3. Guru disarankan dapat menunjukkan secara tepat perilaku yang salah,
sehingga membantu siswa dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-
akibat logis dan alami dari perilaku yang salah;
4. Konselor Sekolah

Konselor hendaknya mempunyai sifat yang profesional dan memanfaatkan


kesempatan untuk membina dan membimbing siswa dalam memahami tata tertib
sekolah, mencari dan menemukan gagasan baru untuk mendukung terciptanya
lingkungan sekolah yang tertib, kegiatan belajar mengajar yang disiplin serta
mampu menjadi tauladan dalam menjaga ketertiban dan kedisiplinan dalam
kegiatan belajar mengajar.

4. Siswa

Siswa hendaknya berusaha untuk memahami tata tertib sekolah dan


melaksanakan semua aturan tata tertib tersebut serta menjaga kedisiplinan dalam
kegiatan pembelajaran untuk mencapai keberhasilan proses belajar mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Prihananta. (1995). Hubungan Antara Minat masuk FKIP, NEM SMA
Bidang Studi Fisika dan Matematika dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Program
Pendidikan Fisika PMIPA. Surakarta : FKIP UNS.

Bimo Walgito. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta Andi Ofset.


Kartini Kartono. (1990). Psikologi Umum. Bandung : Mandar Maju.

Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Pasaribu, Simanjuntak. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.

__________________. (2001). Pedoman Skripsi IKIP Semarang. Semarang; IKIP


PGRI Semarang.

Subur Sukardi. (2000).Persepsi Siswa Kelas III SLTP Negeri 1 Petanahan


Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 1999/2000 terhadap Gerakan Disiplin
Nasional: Yogyakarta;

FKIP Universitas PGRI

Sudarsono, F. X. (1988). Analisa Data 1. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsini Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta


: Rineka Cipta.

Sumarno, D. (1995). Gerakan Disiplin Nasional. Jakarta : C.V. Jaya Abadi.

Sumarno, D. (1998). Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib


Sekolah . Jakarta : C.V. Jaya Abadi.

Sutrisno Hadi. (1986). Metode Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset.

Witherington. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia.

W.J.S. Poerwodarminto. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai


Pustaka.
TAP MPR RI No.III/MPR/1993. (1993). Garis-garis Besar Haluan Negara.
Semarang : Aneka Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai