Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat menciptakan manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini sesuai
dengan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan
secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan
karakter peserta didik yang mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan, dan santun dalam
berinteraksi dengan masyarakat. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan sematamata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola
diri dan orang lain (soft skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan. Namun, selain hal itu diperlukan juga adanya aturan, dan
nilai-nilai dalam mengembangkan karakter dalam dunia pendidikan.
Tanpa karakter seseorang dengan mudah melakukan sesuatu apapun yang dapat menyakiti
atau menyengsarakan orang lain. Oleh karena itu, seseorang perlu membentuk karakter untuk
mengelola dirinya dari hal-hal negatif. Karakter yang terbangun diharapkan akan mendorong
setiap manusia untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan suara hatinya. Mengingat
pentingnya karakter dalam membangun sumber daya manusia yang kuat, maka pembentukkan
karakter perlu dilakukan dengan tepat. Dengan demikian, pembentukkan karakter harus
menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan,
khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk
karakter. Hal ini

1
dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan
karakter yang baik dan kuat. Menurut Doni Koesoema A (2010: 124), nilai-nilai karakter bisa
memiliki bobot moral ataupun tidak, seperti nilai yang sifatnya individual personal (tanggung
jawab personal, kemurahan hati, penghargaan diri, kejujuran, pengendalian diri, bela rasa,
disiplin diri, daya tahan, pemberian diri, percaya diri, integritas, cinta, tepat waktu, berjiwa
pengampun, dan rasa terima kasih). Demikian juga dengan nilai-nilai yang sifatnya lebih
sosial, seperti tanggung jawab sosial, kewarganegaraan, kerjasama, menghargai orang lain,
toleransi, sportivitas, apresiasi, rasa saling percaya, keadilan, pemecahan permasalahan atas
perbedaan secara damai, dan kesediaan mendengarkan. Nilai-nilai tersebut sangat penting
ditanamkan dalam diri anak didik, agar anak didik tidak sekedar dapat memahami secara
jernih pemahaman tentang nilai-nilai ini, melainkan juga memiliki ruang dan waktu untuk
mempraktekannya dalam kegiatan sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep tata tertib dalam institusi pendidikan?
2. Apa makna nilai dan bagaimana problematika pembelajaran nilai dalam institusi
pendidikan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep tata tertib dalam institusi pendidikan


1. Tata tertib Sekolah
Ditinjau dari bentuk katanya tata tertib berasal dari dua kata yaitu tata dan tertib yang
keduanya mempunyai arti sendiri – sendiri. Tata menurut kamus umum bahasa Indonesia
diartikan aturan, system dan susunan, sedangkan tertib mempunyai arti peraturan. Jadi
tata tertib menurut pengertian etimology adalah sistem atau susunan peraturan yang harus
ditaati atau di patuhi.1
Dalam buku “Pengantar Ilmu Pendidikan” karya Amir Daiem Indrakusuma, Tata Tertib
ialah sederetan peraturan – peraturan yang harus di taati dalam suatu situasi atau dalam
suatu tata kehidupan.2
Tata tertib menurut Hasan Langgulun adalah adanya susunan dan aturan dalam hubungan
sesuatu bagian dengan bagian yang lain.3
Adapaun aturan yang dimaksud sesuai yang dimaksud menteri pendidikan dan
kebudayaan tanggal 1 mei 1974 no.14/U/19874 adalah tata tertib sekolah adalah
ketentuan – ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung
sanksi bagi pelanggarnya.4
Untuk memperoleh ketertiban yang baik, maka diperlukan pendidikan tentang
tata cara sopan santun, nilai moral dan sosial agar dapat hidup rukun di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Setiap pendidikan moral yang bertujuan untuk membantu
generasi penerus untuk mencapai ketertiban dan kedamaian harus memiliki tata tertib
sekolah yang lengkap, yaitu yang menyangkut segala segi kehidupan di sekolah yang
harus dilaksanakan, di taati dan dilindungi bersama oleh segenap unsur yang ada di
sekolah.

1
Poerwadarminta, Kamus umum bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) 1025
2
Amir daiem indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t. h) 149
3
Hasan langgulun, Manusia dan Pendiidkan, (suatu analisis psikologi dan pendidikan) (Jakarta: Pustaka
alHusna, 1986) 70
4
Hadari nawawi, Administrasi sekolah, (Jakarta: Ghali Indonesia, 1986) 206
3

Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan dalam pendidikan tidak lain
adalah untuk mengubah tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga menjadi tingkah
laku yang diingiinkan.5
2. Dasar dan Tujuan Tata Tertib Sekolah
a. Dasar
Tata tertib sekolah merupakan suatu produk dari sebuah lembaga pendidikan
yang bertujuan agar semua kegiatan yang ada dapat berjalan dengan lancar tanpa ada
hambatan tentu adanya tata tertib pasti ada pihak pengontrol (guru) yang bertugas
untuk mengawasi apakah tata tertib sudah berlaku apa belum, dan ada pihak
terkontrol (siswa) yang harus mentaati peraturan tata tertib tersebut. Dan sangat
wajar, apabila siswa diharuskan taat pada tata tertib karena ketaatan siswa pada tata
tertib berarti taat dan patuh pada Guru.
Hal diatas berdasarkan pada surat an-Nisa’ ayat 59 yang artinya Hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu… (an-Nisa’ ayat 59).6
Berdasarkan isi yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa mentaati perintah pemimpin (guru) wajib bagi yang menjadi
peserta didik sekolah selama perintah dan anjuran tersebut tidak bertentangan dengan
ajaran islam. Perintah dapat ditransformasikan dalam tata tertib sekolah. 7
b. Tujuan
Tata tertib sekolah tidak hanya membantu program sekolah, tapi juga untuk
menunjang kesadaran dan ketaatan terhadap tanggung jawab. Sebab rasa tanggung
jawab inilah yang merupakan inti dari kepribadian yang sangat perlu dikembangkan
dalam diri anak, mengingat sekolah adalah salah satu pendidikan yang bertugas untuk

4
5
Y. Singgih D.Gunarsa, Psikologi untuk pembimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 1988) 130
6
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al Waah, Semarang, 1989 128
7
Skripsi muntholip, pengaruh TTS terhadap kedisiplinan siswa, di SMU Raudhlatul Muta’
mengembangkan potensi manusia yang dimiliki oleh anak agar mampu menjalankan
tugas-tugas kehidupan manusia, baik secara individu maupun sebagai anggota
masyarakat.8
Adapun secara rinci tujuan tata tertib sekolah dapat dibedakan menjadidua
bagian, yaitu:
1) Bagi anak didik
a) Menginsafkan anak akan hal-hal yang teratur, baik dan buruk
b) Mendorong berbuat yang tertib dan baik serta meninggalkan yang baik /
buruk
c) Membiasakan akan ketertiban pada hal-hal yang baik
d) Tidak menunda pekerjaan bila dapat dikerjakan sekarang
e) Menghargai waktu seefektifitas mungkin
2) Bagi sekolah
a) Ketenangan sekolah dpaat tercipta
b) Proses belajar mengajar dapat berjalan lancar
c) Terciptanya hubungan baik antara guru dengan siswa dan atara siswa yang
satu dengan yang lain
d) Terciptanya apa yang menjadi tujuan dari sekolah tersebut
3. Unsur-unsur tata tertib di sekolah
Untuk mewujudkan situasi yang tertib sebuah lembaga pendidikan guru
yang sering bertanggung jawab untuk menyampaikan dan mengontrol
berlakunya tata tertib. Tata tertib bisa berjalan apabila ada kerjasama antara guru
dan Siswa.akan tetapi apabila tata tertib bisa berjalan maka tata tertib bisa dibagi
menjadi dua yaitu: ada yang berlaku untuk umum (seluruh lembaga pendidikan)
maksudnya, sebuah tata tertib ayng diberlakukan untuk semua kalangan yang ada

8
H. Hadari nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan kelas sebagai Lembaga Pendiidkan, (Jakarta: Tema
Baru, 1998) 27
di dalam sebuah lembaga itu, adapula yang khusus (hanya untuk dikelas)
maksudnya adalah tyata tertib ini diberlakukan untuk siswa saja tidak berlaku
untuk guru atau karyawan. Semua tata tertib, baik yang berlaku untuk umum
maupun untuk khusus meliputi tiga unsur, yaitu;
a) Perbuatan atau perilaku yang diharuskan dan dilarang
b) Akibat atau sanksi yang menajadi tanggung jawab pelaku atau pelanggar
tata tertib
c) Cara atau prosedur untuk menyampaikan tata tertib kepada subyek yang
dikenai tata tertib tersebut9
Dalam aspek agama unsur-unsur tata tertib meliputi: Wajib karena baik untuk
individu atau kelompok. Sunnah karena dianggap baik. Mubah karena boleh
dilakukan. Makruh karena dianggap tidak baik dan Haram karena dilarang.10
4. Macam-macam Tata Tertib Sekolah
Seperti gambaran dalam anatomik manusia dari susunan kaki, badan dan
kepala. Untuk itu ada berbagai macam tata tertib yang dapat diterapkan dalam
suatu lembaga pendidikan. Diantara tata tertib tersebut ialah:
a. Tata tertib umum untuk keseluruhan personil lembaga pendidikan
Tata tertib ini diperuntukkan atau berlaku bagi seluruh personil
sekolah yang meliputi hubungan antara sesama manusia. 11 Tujuan
berlakunya tata tertib adalah agar kegiatan sekolah berlangsung secara
efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap personil dalam organisasi
sekolah dapat merasakan puas karena terpenuhi kebutuhannya. Rambu-
rambu untuk masing – masing kebutuhan diatur secara bersama oleh para
pemilik atau oleh kepala sekolah.
Tata tertib umum untuk seluruh personil sekolah dapat berbunyi sebagai
berikut:

9
Suharsimi arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 122
10
Hasan langgulun, Manusia dan Pendiidkan, (suatu analisis psikologi dan pendidikan) (Jakarta:
Pustaka alHusna, 1986) 89
11
DEPAG. RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Surabaya: Mahkota Surabaya, 1990) 420 14 Suharsimi
arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 128
1) Hormatilah dan bersikap sopan terhadap sesama
Dengan dikeluarkannya peraturan ini maka tiap-tiap orang akan
merasa senang karena mendapat penghormatan dan perlakuan sebagaimana
mestinya.
Dalam surat an-Nahl ayat 124 yang artinya Artinya: Sesungguhnya
diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang
berselisih padanya. dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi
putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka
perselisihkan itu
Allah menyuruh kita menghormati seseorang walaupun kita tidak
sepaham karena kalau kita menghargai seseorang dengan sebaik-baiknya
maka kita jugaakan dihargai oleh orang itu dengan sebaik-baiknya.
2) Hormatilah hak milik sesama warga
Yang dimaskud dengan peraturan ini adalah bahwa apapun bentuk
milik warga sekolah perlu diakui dan diperintungkan sebagai milik pribadi.
Dalam filsafat Jawa diungkapkan dalam pribahasa: “yen dijiwit loro
ya aja jiwit”(kalau dicubit terasa sakit maka jangan sekali kali mencubit
orang lain). Jadi orang akan merasa lebih nyaman bila dihargai, demikian
juga orang akan merasa terganggu apabila kehilangan rasa atau harga diri
jika disakiti.
3) Patuhilah semua peraturan sekolah
Peraturan sekolah dibuat untuk dan di umumkan kepada semua
anggota keluarga sekolah. Peraturan – peraturan tersebut dibuat sebaik –
baiknya dengan mempertimbangkan semua pihak.
Dengan mengingat pertimbangan ini maka akan tidak enaklah bagi pihak
manapun apabila ada individu yang tidak bersedia mematuhinya.
Pengelakan

7
kepatuhan atau ketaatan tentu akan mengganggu keseimbangan kehidupan
sekolah, apapun bentuknya.
b. Tata Tertib umum untuk siswa
Dikatakan peraturan umum karena patokan ini berlaku bagi siswa
disemua kelas atau tingkatan. Peraturan umum untuk siswa ini bertujuan
untuk menjaga keseimbangan pergaulan mereka dalam kehidupan sekolah.
Peraturan umum untuk siswa antara lain:
1) Bawalah semua peralatan sekolah yang kamu perlukan
Isi peraturan ini adalah pemenuhan kebutuhan siswa akan keperluan
barang-barang dalam rangka mengikuti pelajaran mereka dikelas. Ketidak
lengkapan oleh tiap-tiap individu akan menimbulkan kurang baiknya
hubungan antara sesame karena jika individu yang kebetulan tidak
membawa peralatan akan berusaha mencukupi kebutuhannya dengan
meminjam kepada temannya.
2) Kenakan pakaian seragam sesuai dengan ketentuan
Keseragaman merupakan komponin cermin keindahan, namun bila
ada yang berbeda akan menimbulkan kesan yang kurang sedap di pandang. 12
Tata tertib khusus untuk kegiatan belajar mengajar
Dalam tata tertib ini berisi tentang peraturan – peraturan yang berkaitan
dengan proses belajar mengajar. Secara keseluruhan kegiatan belajar mengajar
dapat di bedakan menjadi: Persiapan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam
tata tertib khusus ini ruang lingkup hanya pada waktu proses belajr mengajar di
dalam kelas, jadi ruang lingkup tata tertib khusus ini lebih kecil dari tata tertib
umum.11
5. Pentingnya Tata Tertib
Adanya pendidikan mempunyai tujuan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan

11
Ibid., Suharsimi Arikunto, 131
bangsa dan mengembangkan potensi manusia. Tujuan yang ada tersebut sulit
tercapai bila lingkungan disekitarnya tidak mendukung. Oleh karena itu lembaga
pendidikan sekolah sebagai salah satu komponen yang mewujudkan tujuan
pendidikan harus mempunyai tata tertib. Adanya tata tertib sangat membutuhkan
karena sedikit banyak akan menumbkan kedisiplinan pada anak. Agar anak
menjadi disiplin, tentunya kedisiplinan ini harus dimulai dari pihak yang
memberikan pengajaran. Dalam menanamkan disiplin pada anak harus konsisten
artinya apa yang diperintahkan oleh subyek disiplin kepada obyek disiplin
(siswa) subyek juga harus menjalankannya.12
J.A. Comunius mengemukakan pentingnya tata tertib sekolah, yaitu : “suatu
sekolah yang tidak mempunyai tata tertib ibarat kincir yang tidak berair” 13
Berdasarkan dari pedoman tersebut apabila sekolah tidak mempunyai
tatatertib akan menimbulkan ketimpangan dalam proses belajar mengajar. Oleh
karena itu tata tertib sekolah merupakan syarat mutlak terjaminya kelangsungan
hidup suatu kesatuan sosial. Dan sekolah merupakan salah satu kesatuan sosial
yang menjadi wadah pendidikan.
Adanya tata tertib sekolah tentu dalam pelaksanaannya harus seimbang
antara guru dan siswa, karena kedua komponen tersebut termasuk objek yang
patut dan pantas dikenai tata tertib. Tata Tertib menunjukkan pada patokan atau
standart untuk aktifitas khusus, misalnya tentang penggunaan pakaian seragam,
penggunaan laboratorium, mengikuti upacara bendera, mengerjakan tugas
rumah, pembayaran SPP dan sebagainya.14
a) Bagi pendidik
1. dengan adanya tata tertib memungkinkan untuk membantu keamanan
sekolah, ketentraman dilingkungan sekolah, sehingga proses belajar
mengajar

12
Hendyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Syrabaya: Usaha
Nasional t.t.h) 142
13
Ibid., 142
14
Suharsimi arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 123
dapat menjadi lancar.
2. dengan adanya tata tertib memungkinkan bagi pendidik membuat suasana
pergaulan kearah pendidikan yang baik, dengan demikian pendidikan akan
mudah memperhatikan kondisi dari anak didik.
b) Bagi siswa
1. dengan adanya tata tertib menajadikan suasana belajar lebih terkendali
sehingga memudahkan siswa utuk menangkap pelajaran
2. tata tertib dapat membiasakan anak didik untuk menghormati hak dan
kepentingan orang lain dengan menahan kemauan mereka.
3. siswa akan sadar bahwa tata tertib dibuta untuk kebaikan bagi mereka.
Selain uraian – uraian diatas tentang pentingnya tata tertib sekolah dalam proses
belajar mengajar, sekolah juga akan terhindar dari beberapa kemungkinan antara
lain:
a. Sekolah tidak menjadi medan propaganda bagi perangcang mode atau
pedagang pakaian
b. Sekolah tidak harus berusaha mencari barang yang hilang
c. Sekolah terhindar dari kemungkinan tumbuhnya perbuatan kurang baik pada
anak.
d. Sekolah tidak akan terlalu banyak berurusan dengan keluarga dalam hal
diluar masalah pelajaran dan keadaan anak ketika berada diluar sekolah
e. Sekolah terhindar dari kancah tuduh menuduh antara anak dengan anak,
yang sering membawa akibat yang parah.15

B. Makna Nilai dan Bagaimana Problematika Pembelajaran Nilai dalam Institusi


Pendidikan
a. Makna Nilai

10

15
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1988) 138
Menurut Driyarkara, nilai merupakan hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas
dikejar oleh manusia. Sementara itu, menurut Bertens, nilai adalah suatu yang menarik
bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan
diinginkan. Singkatnya, nilai adalah sesuatu yang baik. Dalam pandangan Sinurat, nilai
dan perasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling
mengandaikan. Perasaan adalah aktivitas psikis tempat manusia menghayati nilai. Hal ini
bermakna bahwa sesuatu itu bernilai bagi seseorang jika menimbulkan perasaan positif
dan sebaliknya. Senada dengan Sinurat, Hans Jonas, filsuf JermanAmerika menyatakan
bahwa nilai adalah sesuatu yang senantiasa kita ‘iya’-kan atau kita setujui. Pengalaman
dan penghayatan nilai itu melibatkan hati, hati nurani serta budi. Hati menangkap nilai
dengan merasakannya dan budi menangkap nilai dengan memahami dan menyadarinya.
Nilai itu selalu dihadapi oleh manusia dalam hidup kesehariannya. Setiap kali mereka
hendak melakukan sutau pekerjaan, maka harus menentukan pilihan di antara sekian
banyak kemungkinan dan harus memilih. Di sinilah nilai akan menjalankan fungsinya.
Nilai menjadi ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan atau tujuan tertentu.
Nilai tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai ke
dalamnya sehingga barang atau peristiwa itu mengandung nilai. Oleh karena itu,
subjeklah yang tahu dan menghargai nilai itu. Tanpa adanya hubungan subjek atau objek
itu maka nilai tidak akan ada. Suatu benda akan ada, sekalipun manusia tidak ada. Akan
tetapi, benda itu tidak bernilai, manakala manusia tidak ada. Nilai menjadi tidak bernilai
jika manusia tidak ada.
Menurut Hoffmeister, nilai adalah implikasi hubungan yang diadakan oleh manusia yang
sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran. Nilai merupakan realitas
abstrak. Nilai kita rasakan dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau
prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan, sampai pada suatu tingkat, di
mana sementara orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka dari pada
mengorbankan nilai.
Sumber nilai bukanlah budi (pikiran), tetapi hati (perasaan). Persoalan nilai ini
berlawanan dengan persoalan ilmu. Ilmu terlibat dalam fakta, sedangkan nilai terlibat
dengan cita dan idea. Salah atau benarnya suatu teori ilmu pengetahuan dapat dipikirkan.
Indah-jeleknya suatu benda atau barang, atau baik buruknya suatu peristiwa
dapat dirasakan, tetapi

11
perasaan itu sendiri tidak ada ukurannya karena tergantung kepada masing-masing orang
yang merasakannya. Jadi, nilai itu sangat subjektif sekali.16
Dalam pandangan Harun Nasution, nilai dimaknai sebagai nilai rohani (etika relegius)
yang berupa kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong
menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah,
keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu,
dan berpikiran lurus.17
b. Problematika Pembelajaran Nilai
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi hambatan dalam pelaksanaan internalisasi nilai-
nilai kepada peserta didik, antara lain:
1. Kultur masyarakat Indonesia dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah,
ditambah dengan multietnis dan budaya yang merupakan kondisi rentan terhadap
berbagai pengaruh budaya luar yang masuk lewat kontak langsung maupun
tayangan televisi. Pengaruh ini sangat dahsyat dan kuat dalam membentuk opini,
pola pikir, dan pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif, pragmatis, dan
hedonis. Hal ini sangat bertolak belakang dengan semangat nilai-nilai ideal.
2. Sistem pemerintahan (politik) yang dianut oleh negara berkembang pada umumnya
adalah pemerintahan otoriter yang menempatkan pemerintah sangat leluasa dalam
menentukan berbagai kebijakan. Dalam situasi seperti ini lembaga pendidikan
menjadi sangat subordinatif dan tidak dapat mengelola kegiatan pembelajaran secara
independen dan ideal. Lembaga akan lebih banyak melaksanakan program
pendidikan versi pemerintah yang sarat dengan kepentingan politis-ekonomi dan
mempertahankan status quo.
3. Lembaga pendidikan itu sendiri tidak memiliki cukup konsep dan instrumen tentang
pembelajaran nilai yang benar-benar dapat diandalkan untuk membina peserta didik.
Lembaga pendidikan lebih bersifat administratif -–formalistik yang secara rutin
menyampaikan materi pelajaran, evaluasi dan kemudian meluluskan peserta didik
agar nantinya dapat meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4. Kondisi peserta didik (in-put) yang secara kuantitatif relatif banyak tetapi
berkualitas
12
12
5. rendah. Proses transformasi nilai akan sangat sulit jika dilaksanakan dalam suatu
kelas yang jumlahnya banyak (gemuk), apalagi berkualitas rendah sebab
pembelajaran nilai sangat membutuhkan keaktifan peserta dan monitoring yang
intensif dari guru.
6. Karakter nilai itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat abstrak sehingga
menyulitkan pendidik dalam melakukan transformasi maupun evaluasi. Hal
demikian tidak terjadi dalam ilmu eksakta. Instrumen yang valid untuk evaluasi nilai
sangat sulit, kalaupun bisa memerlukan waktu dan dana yang cukup banyak. Ukuran
keberhasilan yang sulit dipastikan akan menjadi kendala tersendiri dalam melakukan
tindak lanjut.
7. Kebiasaan hati yang penuh dengan kebencian dan kedengkian serta tertutup. Dalam
kondisi ini pendidikan hanya mampu menyampaikan informasi rasional, tetapi gagal
dalam menanamkan nilai-nilai.18
8. Kultur dan kebiasaan masyarakat Indonesia yang cenderung suka meredam
perasaan, emosi, tidak spontan, dan tidak transparan.
9. Kebiasaan dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan semangat
monolog/pidato dan instruktif serta kurang menggunakan model sharing (berbagi)
dan dialog.19

1216
Ibid., hal. 114. Tentang persoalan nilai dan ilmu ini baca pula Nilai dan Ilmu dalam Rizal Mustansyir dan Musnal Munir,
Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001,) hal. 168-170.
17
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1996), hal. 57. Nilai itu terkait sekali dengan
persoalan akhlak, dan nilai ini bersifat luhur (agung), lihat Sudarsono, Ilmu Filsafat : Suatu Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), hal. 206.
13
13
BAB III
PENUTUP

Dari beberapa uraian di atas, kiranya dapat diambil suatu simpulan antara lain sebagai berikut.
1. Dalam tata tertib ini berisi tentang peraturan – peraturan yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar. Secara keseluruhan kegiatan belajar mengajar dapat di bedakan menjadi: Persiapan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam tata tertib khusus ini ruang lingkup hanya pada
waktu proses belajr mengajar di dalam kelas, jadi ruang lingkup tata tertib khusus ini lebih kecil
dari tata tertib umum
2. Bahwa nilai merupakan suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya
tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang sifatnya empiris dan berfungsi sebagai standar atau
ukuran bagi tingkah laku manusia yang terkait dengan baik dan buruk, indah tidak indah, layak
tidak layak, adil tidak adil, dan lain sebagainya. Nilai bersifat tetap dan mutlak.
3. Struktur nilai dapat dibedakan menjadi mutlak dan relatif, juga nilai dasar dan instrumental.
4. Problema yang sangat krusial dalam pembelajaran nilai adalah rendahnya komitmen dan
ketulusan.
5. Internalisasi nilai dapat dilakukan dengan berbagai alternatif sesuai dengan sudut pandang
terhadap nilai maupun karakter nilai itu sendiri.

1318
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. 121-122.
19
Kamrani Buseri, Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah: Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer
(Yogyakarta: UII Pres, 2003), hal. 70.
14

DAFTAR PUSTAKA

Poerwadarminta, Kamus umum bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) 1025
Amir daiem indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t. h) 149
Hasan langgulun, Manusia dan Pendiidkan, (suatu analisis psikologi dan pendidikan) (Jakarta:
Pustaka alHusna, 1986) 70
Hadari nawawi, Administrasi sekolah, (Jakarta: Ghali Indonesia, 1986) 206
Y. Singgih D.Gunarsa, Psikologi untuk pembimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 1988) 130
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al Waah, Semarang, 1989 128
Skripsi muntholip, pengaruh TTS terhadap kedisiplinan siswa, di SMU Raudhlatul Muta’
H. Hadari nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan kelas sebagai Lembaga Pendiidkan,
(Jakarta: Tema Baru, 1998) 27
Suharsimi arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 122
Hasan langgulun, Manusia dan Pendiidkan, (suatu analisis psikologi dan pendidikan) (Jakarta:
Pustaka alHusna, 1986) 89
14
DEPAG. RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Surabaya: Mahkota Surabaya, 1990) 420 Suharsimi
arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 128
Hendyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, (Syrabaya:
Usaha Nasional t.t.h) 142
Suharsimi arikunto, Manajemen Secara Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) 123
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1988) 138
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1996), hal. 57. Nilai itu
terkait sekali dengan persoalan akhlak, dan nilai ini bersifat luhur (agung), lihat Sudarsono, Ilmu
Filsafat : Suatu Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 206.
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hal. 121-122.
Kamrani Buseri, Antologi Pendidikan Islam dan Dakwah: Pemikiran Teoritis Praktis Kontemporer
(Yogyakarta: UII Pres, 2003), hal. 70.
15

Anda mungkin juga menyukai