Anda di halaman 1dari 20

Pemetaan Potensi Limpasan Permukaan di Kelurahan Tanjung Riau

Meggunakan Sistem Informasi Geografis


1)
Yeri Inra Nainggolan 2)
Doly Suryadi Hasibuan 3)
Syahrial 4)
Muhammad Nurhuda 5)

Octasuses Tampubolon 6)
Gloria Salsalyn Karina 7)
Nedita Wifanni Manalu 8)
Belia Fisabilila 9)

Nissa Amelia Simanullang 10)


Nuralia Maysyarah 11
) Sudra Irawan

Jurusan Teknik Informatika, Program Studi Teknik Geomatika, Politeknik Negeri Batam Jl. Ahmad Yani,
Teluk Tering, Kec. Batam Kota, Kota Batam, Kepulauan Riau, Indonesia
email : octasuses76@gmail.com, wifanine@gmail.com, beliafisabilla08@gmail.com,
nissamanullang@gmail.co, yerrr290@gmail.com, dolboy60@gmail.com, mhdnurhuda20@gmail.com,
karina.salsalyn10@gmail.com, atrsyahrial@gmail.com, aliamaysyarah29@gmail.com

Abstrak

Tanjung Riau adalah sebuah kawasan yang terletak di bagian utara pulau Batam,
Kepulauan Riau, Indonesia. Daerah ini memiliki garis pantai yang panjang dan terdiri dari
beberapa pemukiman dan industri. Secara umum, daerah pesisir memiliki potensi lebih tinggi
untuk mengalami banjir, terutama selama musim hujan atau jika terjadi pasang surut yang tinggi.
Sekupang, yang terletak di bagian selatan Tanjung Riau, adalah kawasan dengan aktivitas
industri dan pemukiman yang cukup padat. Sama seperti Tanjung Riau, Sekupang juga dapat
menghadapi risiko banjir selama musim hujan atau kondisi cuaca yang ekstrem. Jumlah
penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan
sarana dan prasarana serta infrastruktur lainnya. Konstruksi baru yang ekstensif telah membuat
bekas daerah resapan tidak dapat ditembus air, menyebabkan peningkatan limpasan permukaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tumpang susun (overlay) dan
skoring terhadap parameter-parameter limpasan permukaan. Digunakan 4 parameter limpasan
permukaan yaitu: Penggunaan Lahan, Jenis Tanah, Curah Hujan, Kemiringan Lereng. Tingkat
bahaya limpasan permukaan dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu: tidak rawan, kurang rawan,
sedang, rawan, dan sangat rawan.

Keywords: Tg. Riau, Limpasan Permukaan, Overlay, Skoring, Sistem Informasi Geografis
Pedahuluan

Tanjung Riau adalah nama kelurahan yang berada di kecamatan Sekupang, Kota Batam,
Kepulauan Riau, Indonesia. Luas wilayah kelurahan ini adalah 23,90 km², dengan jumlah
penduduk tahun 2020 sebanyak 23.987 jiwa, dan kepadatan 1.004 jiwa/km². Perubahan
penggunaan lahan mengacu pada perubahan penggunaan lahan dari satu jenis lahan ke jenis
lahan lainnya, dan perubahan penggunaan lahan dalam periode yang berbeda. Pertambahan
penduduk merupakan faktor utama penyebab perubahan penggunaan lahan. Pertumbuhan
penduduk yang cepat menyebabkan pembukaan lahan untuk pertanian, perumahan, industri, dan
bidang lainnya. Perkembangan ini telah menyebabkan bekas daerah tangkapan air menjadi kedap
air, mengakibatkan peningkatan limpasan permukaan.

Perubahan iklim menyebabkan perubahan musim dan mempengaruhi siklus hidrologi.


Iklim di sekitar Batam adalah tropis lembab dengan curah hujan terberat dari November hingga
Desember. Sebagian air yang jatuh dari air hujan meresap ke dalam tanah, dan sisanya mengalir
sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan adalah air hujan yang tidak dapat ditahan
oleh tanah, vegetasi, atau cekungan dan akhirnya mengalir langsung ke sungai atau lautan.
Limpasan terjadi karena intensitas curah hujan yang jatuh pada suatu wilayah melebihi laju
infiltrasi. Limpasan permukaan atau biasa disebut banjir terjadi hampir setiap musim hujan.
Pemahaman tentang proses dan faktor yang mempengaruhi terjadinya limpasan diperlukan
sebagai acuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air dan penggunaan lahan yang lebih
efektif.

Kondisi topografi atau kemiringan permukaan berpengaruh terhadap limpasan permukaan


yang menentukan kecepatan luapan air. Oleh karena itu, limpasan permukaan pada lahan miring
dapat dikendalikan dengan mengurangi kemiringan permukaan. Semakin landai medannya,
semakin lambat laju aliran limpasan permukaan dan semakin besar kemungkinan terjadinya
banjir. Dan jika topografi di daerah tersebut menjadi lebih curam, air akan mengalir ke tempat
yang lebih rendah, sehingga tidak akan membanjiri daerah tersebut. Selain kemiringan
permukaan, tekstur dan infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang
berkontribusi terhadap limpasan permukaan. Kadar air tanah di lapisan atas tanah sangat
mempengaruhi laju infiltrasi. Semakin tinggi kandungan air dalam tanah, semakin kecil laju
infiltrasi primer. Di pemukiman padat, karena tanahnya padat dan kurangnya ruang terbuka
dibandingkan dengan daerah gersang atau vegetasi lainnya, proses infiltrasi saat hujan turun
sangat kecil, dan infiltrasi air hujan akan lebih mudah karena adanya serasah dan humus.

Saat ini peran teknologi informasi sangat penting untuk memudahkan dalam
memperbarui data, terutama jika berhubungan dengan data spasial, sehingga banyak praktisi
yang membutuhkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
(SIG) menjadi fokus utama dalam pengolahan dan pembuatan peta potensi aliran permukaan
Batam. Saat menggunakan metode overlay dan skoring untuk mengidentifikasi area potensial
dan menentukan tingkat kerentanan limpasan permukaan. Metode overlay memegang peranan
penting dalam pengembangan SIG. Dari pemrosesan fisik peta dan foto udara hingga
pemrosesan digital data geografis, metode overlay memungkinkan integrasi dan analisis
menyeluruh dari data geografis yang berbeda. Dengan terus berkembangnya teknologi komputer
dan GIS, metode overlay juga dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pengolahan data
geografis yang semakin kompleks.

Pada awal peran SIG, informasi geografis biasanya disimpan dalam bentuk fisik, seperti
peta cetak dan foto udara. Metode overlay digunakan untuk menggabungkan peta yang mewakili
berbagai lapisan informasi geografis menjadi peta lengkap. Ini memungkinkan analisis dan
integrasi data yang lebih komprehensif dari berbagai sumber. Dengan perkembangan teknologi
informasi, metode pengumpulan SIG telah berubah dari waktu ke waktu. Di era komputer,
metode overlay digunakan dalam pemrosesan digital data geografis. Informasi geografis digital
seringkali terdiri dari lapisan yang berbeda. peta jalan, batas administrasi, ketinggian dan lain-
lain. Dengan metode overlay, lapisan-lapisan ini digabungkan secara digital dan dilakukan
analisis spasial yang lebih kompleks. Metode overlay dalam SIG telah berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi informasi dan perangkat lunak SIG. Perangkat lunak SIG
modern menawarkan berbagai alat dan teknik pemetaan yang kuat dan fleksibel. Misalnya,
algoritme overlay yang lebih canggih seperti persimpangan, gabungan, dan analisis overlay
digunakan untuk memproses dan menganalisis data geografis secara efisien.

Metode skoring dalam SIG adalah pendekatan yang memberikan bobot atau nilai pada
unit geografis berdasarkan kriteria tertentu. Metode skoring memungkinkan analisis spasial dan
pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penting dan menetapkan
tingkat kepentingan untuk setiap unit. Metode evaluasi dalam SIG terus berkembang. Perangkat
lunak SIG modern menawarkan alat dan teknik yang lebih canggih untuk melakukan analisis
skor yang lebih kompleks dan fleksibel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
daerah yang berpotensi limpasan dan menentukan kerawanan limpasan di Tanjung Riau. Empat
parameter yang digunakan untuk evaluasi yaitu tata guna lahan, jenis tanah, curah hujan dan
kemiringan lereng. 
Method

1. Lokasi dan Data Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Tanjung Riau, Kecamatam Sekupang, Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau. Tanjung Riau secara geografis terletak antara. Data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi :

1. Data curah hujan http://crudara.uea.ac.uk

2. Data penggunaan lahan yang diperoleh dari peta RBI melalui situs Indonesia Geoportal
https://tanahair.indonesia.go.id/demnas dengan skala 1:50.000.

3. Data jenis tanah diperoleh dari FAO – Unesco 2007 https://www.fao.org/soils-portal/data

4. Data kemiringan lereng, DEM tahun 2022 di peroleh dari situs Indonesia Geoportal
(https://tanahair.indonesia.go.id/demnas).

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai data yang


dibutuhkan untuk melakukan pengolahan data. Pada penelitian ini hanya melakukan data
sekunder dalam melakukan pengolahan. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan software
ArcMap 10.8.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2. Diagram Alir Penelitian
Mulai

Literasi

Pengumpulan data sekunder

Data Penggunaan Data Demnas (Ina Data FAO - Unesco DATA CHIRPS
lahan RBI Geoportal) (Rainfall)

Clip
Gabung shp Extract by mask Extract

Clip Klasifikasi
Slope
Raster To Point

Edit Atribut Clip


IDW
Klasifikasi
Reclassify
Reclassify

Export Shp & Gradient


Peta Jenis Tanah
Peta Penggunaan Peta Curah Hujan
Lahan

Skoring

Overlay

Penentuan daerah rawan bencana banjir

Peta Run Off

Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

3. Parameter Penelitian
1. Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh di suatu daerah dalam waktu tertentu.
Peningkatan curah hujan diikuti dengan limpasan, namun peningkatan intensitas curah hujan
tidak selalu mengakibatkan peningkatan limpasan. Semakin kuat curah hujan di wilayah tersebut,
semakin besar kemungkinan limpasan permukaan. Sebaliknya, semakin rendah curah hujan,
semakin kecil kemungkinan limpasan permukaan. Klasifikasi parameter udara pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Parameter Curah Hujan


No Curah Hujan Rerata Deskripsi Nilai
Tahunan (mm)
1 <2500 Kecil 1
2 2500-3500 Agak Kecil 2
3 3500-4500 Sedang 3
4 4500-5500 Agak Besar 4
5 >5500 Besar 5
Sumber: Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (1998), dalam Adibah (2013)

2. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan semua jenis kegiatan manusia di darat. Tata guna lahan
merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi limpasan permukaan di suatu wilayah.
Penggunaan lahan adalah jumlah curah hujan yang melebihi tingkat perkolasi. Dengan
penggunaan lahan yang bervegetasi, banyak air hujan yang meresap, sehingga kemungkinan
limpasan lebih kecil dibandingkan dengan area yang ditanami. Pada penelitian ini jenis,
klasifikasi, dan titik penggunaan lahan tercantum pada Tabel 2. 
Tabel 2. Klasifikasi Parameter Penggunaan Lahan

No Tipe Penggunaan Lahan Skor


1 Lahan terbuka, sungai, waduk, rawa 5
2 Pemukiman, Kebun campuran, tanaman pekarangan 4
3 Pertanian, sawah, tegalan 3
4 Perkebunan, semak 2
5 Hutan 1
Sumber: Meijerink (1970) dalam Eko Kustiyanto (2004) dalam Agus Joko Pratomo (2008)
3. Jenis Tanah
Infiltrasi tanah adalah proses masuknya air ke dalam tanah di bawah pengaruh gaya
kapiler dan gaya gravitasi. Besarnya penetrasi tanah tergantung pada sifat dan struktur tanah.
Struktur tanah mempercepat penetrasi air ke dalam tanah. Semakin rendah daya dukung tanah,
semakin besar kemungkinan limpasan permukaan. Sebaliknya, semakin besar daya serap tanah,
semakin kecil kemungkinan limpasan permukaan. Klasifikasi parameter tanah pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 3. 

Tabel 3. Klasifikasi Parameter Jenis Tanah


No Jenis Tanah Infiltrasi Nilai
1 Organosol Besar 5
2 Podsolik Agak Besar 4
3 Podsol Sedang 3
4 Litosol Agak Kecil 2
5 Grumusol Kecil 1
Sumber: USDA, 1951, Hamer, 1978 dalam [P.32/MENHUT-II/2009]

4. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng timbul karena disebabkan oleh gaya endogen dan eksogen bumi yang
mengakibatkan perbedaan titik ketinggian bumi. Kemiringan lereng juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya aliran permukaan. Semakin curam lereng, semakin kecil kemungkinan
limpasan permukaan karena air terus mengalir ke sumber air. Sebaliknya, semakin curam lereng,
limpasan permukaan semakin besar karena air tidak mengalir dan menutupi daerah tersebut
karena lerengnya dangkal. Klasifikasi parameter lereng pada penelitian ini disajikan pada Tabel
4. 
Tabel 4. Klasifikasi Parameter Kemiringan Lereng
No Kelas Lereng (%) Deskripsi Infiltrasi Nilai
1 0-8 Datar Besar 5
2 8-15 Landai Agak Besar 4
3 15-25 Gelombang Sedang 3
4 25-45 Curam Agak Kecil 2
5 >45 Sangat Curam Kecil 1
Sumber: Pedoman Penyusun Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986 dalam Matondang, J.P., 2013
4. Pembobotan dan Skoring

Bobot setiap parameter bervariasi tergantung pada pengaruhnya terhadap aliran


permukaan. Semakin besar pengaruh parameter tersebut terhadap limpasan, semakin besar pula
bobot yang diberikan pada parameter tersebut. Sebaliknya: semakin rendah pengaruh parameter
ini terhadap arus keluar, semakin rendah bobot yang diberikan pada parameter tersebut.
Parameter yang mempengaruhi risiko limpasan dievaluasi sesuai dengan besar kecilnya pengaruh
masing-masing parameter dan pengaruhnya terhadap risiko limpasan. Pada penelitian ini skor
untuk masing-masing parameter sama yaitu 1-5 seperti terlihat pada Tabel 5. 

Tabel 5. Parameter Penentu limpasan Permukaan


No Parameter Bobot Nilai
1 Kemiringan Lereng 5
2 Jenis Tanah 4
3 Penggunaan Lahan 3
4 Curah Hujan 2
Sumber: Meijerink (1970) dalam Eko Kustiyanto (2004) dalam Agus Joko Pratomo(2008) dan modifikasi peneliti

5. Tumpang Susun (Overlay)

Overlay adalah salah satu proses penting dalam analisis sistem informasi geografis (SIG).
Metode Overlay adalah sistem informasi berupa grafik yang dibentuk dengan menggabungkan
berbagai peta individual (dengan informasi/database tertentu). Overlay peta dilakukan dengan
cara menumpangtindihkan satu peta digital dengan peta digital lainnya beserta atributnya
sehingga menghasilkan peta gabungan yang memiliki informasi dari seluruh peta gabungan.

6. Penentuan Tingkat Kerentanan Limpasan Permukaan

Kerentanan adalah suatu kondisi komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan atau
menyebabkan ketidakmampuan untuk mengatasi bencana. Untuk membuat peta potensi limpasan
dan tingkat bahaya, skor dan bobot setiap parameter harus dikalikan untuk mendapatkan skor
total. Daerah dengan rating keseluruhan tertinggi adalah daerah rawan limpasan. Untuk
mendapatkan nilai total, dilakukan perhitungan sesuai dengan Persamaan 1. 
NT =( SPL x BPL ) + ( SKL x BKL ) + ( SJT x BJT ) + ( SCH x BCH )

dengan: SPL adalah skor penggunaan lahan, BPL adalah bobot penggunaan lahan, SKL
adalah skor kemiringan lereng, BKL adalah bobot kemiringan lereng, SJT adalah skor
jenis tanah, BJT adalah bobot jenis tanah, SCH adalah skor curah hujan, dan BCH
adalah bobot curah hujan.

Hasil dan Pembahasan


1. Curah Hujan di Tanjung Riau

Peta curah hujan (peta isohyet) adalah peta tematik yang menggambarkan persebaran
curah hujan di daerah tertentu. Melalui peta ini, kamu bisa melihat daerah mana yang memiliki
curah hujan yang tinggi dan mana yang rendah.
Hasil pengolahan Curah Hujan di Tg. Riau Kecematan sekupang Kota Batam Kepulauan
Riau terbagi menjadi 5 kelas sebagaimana disajikan dalam peta curah hujan Area Tg.Riau.
Berikut merupakan klasifikasi Curah Hujan seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Curah Hujan


2. Penggunaan Lahan di Tanjung Riau

Hasil pengolahan penggunaan lahan di Tg.Riau Kecamatan sekupang Kota Batam


Kepulauan Riau terbagi menjadi enam kelas sebagaimana disajikan dalam peta penggunaan
lahan Area Tg. Riau. Berikut merupakan klasifikasi parameter penggunaan lahan serta luas dari
setiap parameter lahannya. Terlihat bahwa pada area Tg. Riau penggunaan lahan masih
didominasi Hutan Rimba dengan persentase sebesar 40,35339 %, seperti Gambar 4.

Gambar 4. Peta Penggunaan Lahan

Tabel 6. Klasifikasi Penggunaan Lahan Tg. Riau

No Tipe Penggunaan Lahan Luas (ha) Luas(%)


1 Perkebunan/Kebun 61,42654170820 3,21522 %

2 Tanah Kosong/Gundul 723,77105718300 37,884 %


3 Hutan Rimba 770,94851080900 40,35339 %
4 Semak Belukar 251,82503465400 13,18116 %

5 Permukiman dan Tempat 102,52162131900 5,36624 %


kegiatan
6 Tegalan/Ladang 263,55914965200 13,79535 %

Jumlah 1910,49276567320 100 %

3. Jenis Tanah di Tanjung Riau

Jenis tanah yang terdapat di Tanjung Riau pada penelitian ini terdapat satu jenis tanah
yaitu Podsol (PO = Orthic Podzols) sebagaimana disajikan dalam peta jenis tanah (Gambar 5).
Podsol masih mendominasi jenis tanah di Tanjung Riau dengan persentase luas 2167,33528 (ha).
Tanah podsol merupakan tanah yag banyak mengandung A2 atau abu- abu yang berwarna pucat.
Tanah ini adalah tanah yang terbentuk karena adanya pengaruh curah hujan yang tinggi dan juga
suhu udara yang rendah.
Gambar 5. Peta Jenis Tanah

Tabel 7. Klasifikasi Jenis Tanah di Tg. Riau

No Jenis Tanah Luas (ha) Luas(%)


1 Podsol 2167,33528 100 %
Total 2167,33528 100 %

4. Kemiringan Lereng di Tanjung Riau

Hasil pengolahan kemiringan lereng di Tanjung Riau sebagaimana disajikan pada peta
kemiringan lereng (Gambar 6) menunjukkan bahwa kemiringan lereng 43,75% adalah datar,
selanjutnya berturut-turut landau, bergelombang, curam, dan sangat curam. Lereng yang datar
artinya memiliki sudut kemiringan 0-8% dengan tingkat infiltrasi yang sangat besar.
Gambar 6. Peta Kemiringan Lereng
Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng di Pulau Batam

No Kelas Lereng Luas (ha) Luas (%)


1 Curam 381.70 15.73
2 Datar 1061.66 43.75
3 Gelombang 366.53 15.10
4 Landai 518.34 21.36
5 Sangat Curam 98.38 4.05
Grand Total 2426.60 100.00

 Pemetaan Potensi dan Tingkat Kerawanan Limpasan Permukaan di Pulau Batam

Pada pengolahan potensi dan tingkat kerawanan limpasan permukaan di Tanjung Riau, Kota
Batam dilakukan dengan metode overlay (tumpang susun) dengan menggabungkan dari
beberapa parameter penentu potensi limpasan permukaan antara lain peta penggunaan lahan,
peta kemiringan lereng, peta jenis tanah dan peta curah hujan. Tingkat kerawanan limpasan
permukaan dibagi menjadi dua kelas, yaitu Rawan, Sangat Rawan.
Klasifikasi yang paling mendominasi pada peta limpasan permukaan Tanjung Riau ini adalah
kelas sedang dengan luasan sebesar 347,99 ha (rawan) dan selanjutnya secara berurut tingkat
kerawanan Sangat Rawan dengan luas 1509,78 ha.

Tabel 9. Klasifikasi Wilayah Rawan Limpasan Permukaan


No Klasifikasi Luas (ha) Luas(%)
1 Rawan 347,99 18,73163 %
2 Sangat Rawan 1509,78 81,26837 %
Total 1857,78045521000 100 %
Gambar 7. Peta Rawan Limpasan Permukaan (Run Off) Tanjung Riau
Pada peta di daerah Tanjung Riau yang berpotensi limpasan permukaan dengan tingkat
kerawanan sangat tinggi atau sangat rawan ditandai dengan warna hijau, dan tingkat
kerawanan yang rawan ditandai dengan warna merah.

Daftar Pustaka

Ray, R., Das, A., Hasan, M. S. U., Aldrees, A., Islam, S., Khan, M. A., & Lama, G. F. C.
(2023). Quantitative Analysis of Land Use and Land Cover Dynamics using
Geoinformatics Techniques: A Case Study on Kolkata Metropolitan Development
Authority (KMDA) in West Bengal, India. Remote Sensing, 15(4), 959.

Kim, K., Brunner, I. M., & Yamashita, E. Y. (2006). Influence of land use, population,
employment, and economic activity on accidents. Transportation research record, 1953(1),
56-64.
Zhao, M., Cao, G., Cao, S., Zhao, Q., Han, G., & Yan, X. (2023). Quantifying impact of
climatic and anthropogenic factors on runoff in the source region of Alpine River in
northeast Qinghai-Tibetan Plateau. Journal of Hydrology: Regional Studies, 47, 101423.

Hayes, E., Higgins, S., Geris, J., Nicholl, G., & Mullan, D. (2023). Weighted risk
assessment of critical source areas for soil phosphorus losses through surface runoff
mechanisms. Catena, 225, 107027.

Basset, C., Abou Najm, M., Ghezzehei, T., Hao, X., & Daccache, A. (2023). How does soil
structure affect water infiltration? A meta-data systematic review. Soil and Tillage
Research, 226, 105577.

Sreelakshmy, M., Dhanusree, M., & Thangamani, V. (2023). Application of GIS


techniques to understand the geomorphometric characteristics of a tropical watershed
in South India. Geology, Ecology, and Landscapes, 7(2), 161-173.

Al-Ghobari, H., Dewidar, A., & Alataway, A. (2020). Estimation of surface water runoff
for a semi-arid area using RS and GIS-based SCS-CN method. Water, 12(7), 1924.

Herbei, M., Ular, R., & Dragomir, L. (2011). Map overlay in GIS. Buletinul Ştiinţific al
Universităţii ‘POLITEHNICA’din Timişoara, 56(70), 91-94.

Hendriks, P. H. (2005). Space opera-GIS basics. In Encyclopedia of Information Science and


Technology, First Edition (pp. 2571-2575). IGI Global.

Raghuvanshi, T. K., Negassa, L., & Kala, P. M. (2015). GIS based Grid overlay method
versus modeling approach–A comparative study for landslide hazard zonation (LHZ)
in Meta Robi District of West Showa Zone in Ethiopia. The Egyptian Journal of Remote
Sensing and Space Science, 18(2), 235-250.

Montgomery, B., Dragićević, S., Dujmović, J., & Schmidt, M. (2016). A GIS-based Logic
Scoring of Preference method for evaluation of land capability and suitability for
agriculture. Computers and Electronics in Agriculture, 124, 340-353.

Shen, S., Dragićević, S., & Dujmović, J. (2021). GIS-based Logic Scoring of Preference
method for urban densification suitability analysis. Computers, Environment and Urban
Systems, 89, 101654.

Falcone, J. A., Carlisle, D. M., & Weber, L. C. (2010). Quantifying human disturbance in
watersheds: variable selection and performance of a GIS-based disturbance index for
predicting the biological condition of perennial streams. Ecological Indicators, 10(2), 264-
273.

Ritchie, H., & Roser, M. (2013). Land use. Our world in data.

Sajikumar, N., & Remya, R. S. (2015). Impact of land cover and land use change on
runoff characteristics. Journal of environmental management, 161, 460-468.

Dunkerley, D. (2012). Effects of rainfall intensity fluctuations on infiltration and runoff:


rainfall simulation on dryland soils, Fowlers Gap, Australia. Hydrological
Processes, 26(15), 2211-2224.

Achite, M., Caloiero, T., & Toubal, A. K. (2022). Rainfall and runoff trend analysis in the
Wadi Mina Basin (Northern Algeria) using non-parametric tests and the ITA
method. Sustainability, 14(16), 9892.

Badan Pusat Statistik Kota Batam. Kota Batam Dalam Angka 2022. Batam: Badan Pusat
Statistik Kota Batam
https://batamkota.bps.go.id/publication/2022/02/25/be4b5274297b1accccb70a9b/kota-
batam-dalam-angka-2022.html

Utami, B. P., Azzahra, N., & Handayani, V. A. (2023). PERSEPSI MASYARAKAT KOTA
BATAM TERHADAP KETERSEDIAAN LAPANGAN PEKERJAAN DI KOTA
INDUSTRI. Jurnal Sintak, 1(2), 8-20.

Chalil, T. M. (2012). Pemodelan dampak pembangunan jembatan batam-bintan


terhadap dinamika kependudukan, ekonomi, dan guna lahan batam dan bintan. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, 23(3).

Langkoke, R., & Nur, A. Z. (2022). Analisis Bahaya Banjir Sungai Bone-Bone dengan
Metode Geographical Information Sistem (GIS) Pada Daerah Bantimurung Kecamatan
Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan: Flood Hazards Analysis
of the Bone-Bone River with Geographical Information System Method (GIS) in
Bantimurung Area, Bone-Bone District, North Luwu Regency South Sulawesi
Province. Jurnal Ecosolum, 11(2), 110-125.

Abuzaid, A. S., & El-Husseiny, A. M. (2022). Modeling crop suitability under micro
irrigation using a hybrid AHP-GIS approach. Arabian Journal of Geosciences, 15(13), 1217.

Anda mungkin juga menyukai