I. PENDAHULUAN
Prevalensi kecacatan Indonesia adalah 39%, bila dibandingkan WHO yang adalah 7-
10%.
Angka harapan hidup meningkat namun disertai disabilitas yang berat dan
penurunan fungsi, bahkan handicap.
Dokter umum: deteksi dini kecacatan primer dan mencegah komplikasi atau
kecacatan sekunder.
III. SEJARAH PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI (SpKFR)
Pelayanan medis terhadap penyandang disabilitas berbeda dengan penderita tanpa
disabilitas:
Lebih banyak memiliki masalah kesehatan lain.
Memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mempertahankan tingkat
kesehatan.
Menunjukkan onset penyakit kronik lebih awal.
Mudah kehilangan fungsi sekunder.
Membutuhkan pengobatan dan pelayanan kesehatan yang lebih kompleks
dan lebih lama.
Membutuhkan peralatan adaptif.
Sejak tahun 1980 sudah nampak kesulitan dalam tatalaksana penyandang disabilitas
sehingga AAP dan AAPM&R memberikan pernyataan bahwa physiatrist merupakan
primary care specialist bagi penyandang disabilitas.
Strategi dan intervensi yang digunakan adalah untuk mencegah penurunan fungsi
atau disabilitas:
Penggunaan alat protektif, korektif dan adaptif.
Teknik konservasi energi.
Posisi ergonomik.
Penggunaan mekanisme biomekanika sistem muskuloskeletal yang tepat.
Melalui bantuan World Rehabilitation Fund yang berpusat di New York, dr. Raden
Oemijono Moestari mengirim dokter-dokter dari RSUD Dr. Soetomo untuk
mengambil spesialisasi Rehabilitation Medicine/ Physical Medicine and
Rehabilitation di Manila, Filipina.
Pada tahun 1987 disahkan oleh Pemerintah RI pendirian pusat Pendidikan Dokter
Spesialis Rehabilitasi Medik:
Jakarta, RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, FK UI.
Semarang, RS Dr. Kariadi, FK UNDIP.
Surabaya, RSUD Dr. Soetomo, FK UNAIR.
Berkembangnya keadaan sekarang, maka ada dua pusat pendidikan baru:
Bandung, RS Dr. Hasan Sadikin, FK UNPAD.
Manado, RS Gunung Wenang, FK UNSRAT.