4 Isi Pedoman sks3
4 Isi Pedoman sks3
PENDAHULUAN
A. RasionalLatar Belakang
Sistem pengelolaan pembelajaran di Indonesia saat ini di semua satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan sistem paket, di mana semua
peserta didik menempuh sistem pembelajaran yang sama dalam menyelesaikan program
belajarnya. Hal ini dianggap kurang demokratis karena peserta didik pada dasarnya
majemuk baik dari kemampuannya, bakat, maupun minatnya. Peserta didik yang pandai
akan terhambat untuk menyelesaikan program studinya. Sebaliknya peserta didik yang
lemah merasa dipaksa untuk mengikuti peserta didik lainnya.
Guna menjawab kemajemukan siswapeserta didik, di dalam Undang-Uundang Nomor.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 12 ayat 1 poinbutir (b)
menyatakan dinyatakan “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya”.
Selanjutnya pada poinbutir (f) menyatakandinyatakan bahwa “Peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan”.
Untuk memenuhi pelayanan pendidikan yang demokratis dan adil kepada peserta didik
sesuai dengan ketentuan di atas, dapat ditempuh dengan menyelenggarakan Sistem
Kredit Semester (SKS) sebagaimana yang diatur lebih lanjut pada Peraturan pemerintah
No. 19 Ttahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 ayat (1)
menyatakandinyatakan ”Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang
sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS)”. Selanjutnya pPada ayat
(2) menyatakandinyatakan ”Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan
dalam satuan kredit semester”; Ayat (3) ”Beban belajar untuk
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal
kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester”.
Berdasarkan hasil telaah lapangan ditemukan bahwa pengertian SKS masih dipahami
secara berbeda baik konsep maupun pelaksanaannya.
1
Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di mana
masing-masing satuan pendidikan mengacu pada kerangka dasar dan struktur kurikulum,
akan menyusun KTSP berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak
terpisahkan dari standar isi, dan merumuskan beban belajar setiap mata pelajaran sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik, maka diperlukan suatu pedoman
penyelenggaraan modelsistem SKS. Pedoman ini diharapkan memberi penjelasan dan
pegangan bagi para pemangku kepentingan pendidikan di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah dalam menyelenggarakan sistem satuan kredit
semester (SKS) yang berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Model ini diharapkan dapat membantu para penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah
untuk merumuskan lebih lanjut pelaksanaan SKS, dalam hal pengaturan beban belajar,
penerapan SKS dalam pembelajaran dan penilaiain, pengelolaan jumlah sks tiap
semester, pengelolaan administrasi dan struktur kurikulum disekolah.
B. Landasan KebijakanKebijakan
Penyusunan Model Pengelolaanbuku pedoman penyelenggaraan sistem Pembelajaran Sistem
satuan kredit semester (sksSKS) berlandaskan pada kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
1. Undang-Uundang Nomor 20 Ttahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Pasal 12 ayat 1 (b) yaknidinyatakan: “Setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya”. Selanjutnya pada butir (f) yaknidinyatakani: “Peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak menyelesaikan pendidikan sesuai dengan
kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu
yang ditetapkan”.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Ttahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 11 ayat (1), menyatakandinyatakan ”Beban belajar untuk
SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan
kredit semester (SKS)”. aAyat (2), dan a ”Beban belajar untuk
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada pendidikan formal
kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester”; Ayat (3). ”Beban
belajar untuk SMA/MA/SMLB,SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada
pendidikan formal kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester”.
3. Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Ttahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 11 ayat (1). menyatakandinyatakan ”Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi satuan pendidikan yang berupaya menerapkan
2
sistem satuan kredit semester karena sistem ini lebih mengakomodasikan bakat, minat,
dan kemampuan peserta didik. Dengan diberlakukannya sistem ini maka satuan
pendidikan tidak perlu mengadakan program pengayaan karena sudah tercakup (buit in)
dalam sistem ini”.
4. Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 11 ayat (2) dan (3) mengisaratkan bahwa ada tiga jenis
sekolah yaitu sekolah kategori standar, sekolah kategori mandiri, dan sekolah bertaraf
internasional. Sekolah kategori standar adalah sekolah yang belum memenuhi Standar
Nasional Pendidikan. Sekolah kategori mandiri adalah sekolah yang sudah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Sekolah bertaraf internasional adalah sekolah
yang sudah memenuhi Sstandar Nnasional Pendidikan.
5. Penjelasan dari pasal-pasal tersebut pada butir 3 dan 4ini menyatakan bahwa
yang wajib menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS) adalah
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK kategori mandiri dan bertaraf internasional, sedangkan
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK kategori standar dapat menerapkan sistem SKS, demikian
pula pada SMP/MTs, dapat menerapkan sistem SKS..
6.
7. Beban belajar sebagaimana tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
menyatakan bahwa:dalam pengertian beban belajar.
Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program
pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem
tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan.
Beban belajar yang diatur pada dalam ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem pPaket adalah sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti
seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap
kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban
3
belajar setiap mata pelajaran pada sSistem pPaket dinyatakan dalam satuan jam
pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan
peserta didik.
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran
pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah
sebagai berikut:
Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34
jam pembelajaran.
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari:
4
1. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur bagi peserta didik pada SD/MI/SDLB maksimum 40% dari jumlah
waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
Penyelesaian program pendidikan dengan menggunakan sistem paket adalah enam tahun
untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan
tiga sampai dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program percepatan dapat
diselenggarakan untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
5
3. Melaksanakan seluruh proses dalam sistem SKS antara lain penyusunan
struktur kurikulum yang meliputi jenis dan jumlah mata pelajaran, jumlah mata
pelajaran pilihan yang disediakan, penetapan jumlah dan jenis mata pelajaran yang
diambil setiap peserta didik, serta jumlah beban sksnya. merumuskan
6
BAB II
7
Standar Nasional Pendidikan. Sekolah kategori mandiri adalah sekolah yang sudah
atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Sekolah bertaraf internasional
adalah sekolah yang sudah memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
e. Penjelasan dari pasal-pasal tersebut pada butir 3 dan 4 menyatakan bahwa yang
wajib menerapkan sistem satuan kredit semester (SKS) adalah
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK kategori mandiri dan bertaraf internasional, sedangkan
SMA/MA/SMLB,SMK/MAK kategori standar dapat menerapkan sistem SKS,
demikian pula pada SMP/MTs, dapat menerapkan sistem SKS.
f. Beban belajar sebagaimana tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
menyatakan bahwa:
Beban belajar yang diatur dalam ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem paket adalah sistem penyelenggaraan
program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program
pembelajaran dan beban belajar yang sama untuk semua peserta didik yang sudah
ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada
satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem paket dinyatakan
dalam satuan jam pembelajaran.
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta
didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan
peserta didik.
8
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam
pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah
sebagai berikut:
Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari:
9
60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang
bersangkutan.
Penyelesaian program pendidikan dengan menggunakan sistem paket adalah enam tahun
untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan
tiga sampai dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program percepatan dapat
diselenggarakan untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
BAB III
10
A. Pengertian SKS
Penerapan sistem SKS dapat berfungsi sebagai internal quality assurance, di mana
kurikulum dapat dievaluasi dan diadakan perubahan penyesuaian di sana-sini tanpa
mengrubah esensi keseluruhan pembelajaran. Dengan sistem ini juga uraian standarisasi
pembelajaran dapat dengan mudah dibandingkan antara satu kurikulum dengan kurikulum
lainnya. Pembandingan penilaian secara internasional juga dengan mudah dapat dipahami.
Walau demikian, sistem ini bukanlah segalanya, sebab sistem pendidikan sudah
membuahkan hasil yang baik jauh sebelum sistem ini dilaksanakan. Untuk Dalam penetapan
beban belajar 1 sks (satuan kredit semester), masing-masing negara memiliki aturan yang
berbeda.
Menurut ensiklopedi Americana kredit merupakan penghargaan institusi pendidikan
akan keberhasilan siswapeserta didik dalam menyelesaikan perkuliahan tertentu yang
dinyatakan dengan angka spesifik. Angka spesifik tersebut pada umumnya didasarkan pada
jumlah jam pelajaran perminggu (Encyclopedia Americana, Grolier Incorporated, 1997,
volume 8, hal.167). Deklarasi Bologna menegaskan sistem kredit semester menjadi suatu hal
yang penting pada komitmen pembaruan pendidikan yang ditanda tangani 29 negara Eropa.
Sedangkan Evert Bisschop Boele (http://www.esmae ipp.pt/site/bolonha/Docs/Handbook
for the Implementation and Use of Credit PoinButirts in Higher Music Education.pdf )
pada halaman 4 mendefinisikan: ” a credit-poinbutirt system is a system in which the total
volume of study carried out by a student during the year (taught time plus independent study
time) is given a numerical value. This value is then subdivided to correspond to the various
subjects, unit or modules which the student take”. Dari definisi tersebut dapat dipahami
bahwa dalam pelaksanaan sistem kredit poinpoin, (SKS), isi seluruh pembelajaran yang
dilaksanakan oleh seorang siswapeserta didik selama setahun (jam tatap muka ditambah jam
belajar mandiri ) diberi bobot dalam bentuk angka. Bobot tersebut selanjutnya dibagi sesuai
dengan mata pelajaran tertentu yang diikuti oleh siswapeserta didik.
Sebagai gambaran dari penjelasan Boele; jika diperkirakan siswapeserta didik
belajar selama 42 minggu per-tahun dan setiap minggu terlaksana 40 jam maka total waktu
untuk belajar terpakai 1680 jam. Diasumsikan ada 5 mata pelajaran dengan beban yang
setara dapat diselesaikan selama periode tersebut, setiap mata pelajaran terlaksana
pembelajaran tatap muka sekali seminggu dengan durasi 2 jam. Selain pembelajaran tatap
muka juga diperkirakan 6 jam belajar mandiri setiap minggunya, sehingga untuk setiap mata
pelajaran siswapeserta didik belajar 8 jam. Selama satu tahun (42 minggu) siswapeserta
11
didik membutuhkan waktu 336 jam per mata pelajaran, atau 1680 jam untuk 5 mata
pelajaran. Jika beban belajar satu tahun diberi nilai 30 SKS maka tiap mata pelajaran (336
jam) disetarakan dengan 6 SKS setahun atau 3 SKS untuk tiap semester.
Berdasarkan uraian tentang sistem SKS tersebut di atas, dan dalam kerangka pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat termasuk membangun
kemandirian peserta didik, maka Depdiknas akan menerapkan sistem SKS di sekolah
kategori mandiri dan di sekolah bertaraf internasional. Pengaturan tentang sistem SKS
mengacu pada Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Di mana dalam
peraturan tersebut disebutkan bahwa beban belajar dengan sistem satuan kredit semester
adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan
sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan
pendidikan.
Kelemahan yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan sistem SKS antara lain ialah:
a. Banyaknya administrasi yang harus dikerjakan oleh sekolah;
b. Pengelolaan sumber daya pendidikan selalu berubah mengacu pada jumlah mata
pelajaran yang ditawarkan pada setiap semester;
c. Penyusunan jadwal pembelajaran yang agak lebih rumit;
d. Peserta didik masih perlu bimbingan dalam menentukan pilihan mata pelajaran.
Berdasarkan uraian tentang sistem SKS tersebut di atas, dan dalam kerangka pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat termasuk membangun
12
kemandirian peserta didik, maka pemerintah akan menerapkan system SKS di sekolah
kategori mandiri dan di sekolah yang bertaraf internasional. Pengaturan tentang sistem SKS
mengacu pada Permendiknas No. 22 Tahun 2005 . Di mana dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwatentang beban belajar dijelaskan bahwa sistem satuan kredit semester
adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan
sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan
pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem kredit semester dinyatakan
dalam satuan kredit semester (sks). SKS adalah suatu satuan atau bobot yang diberikan
terhadap isi suatu mata pelajaran secara kuantitatif yang bukan hanya mencerminkan beban
belajar peserta didik tetapi juga beban tugas mengajar guru yang dinyatakan dalam satuan
kredit. SKS adalah suatu sistem kredit yang diselenggarakan dalam satuan waktu semester.
Beban belajar satu SKS adalah beban belajar satu mata pelajaran meliputi satu jam
pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur dan satu jam kegiatan mandiri.
Dari uraian tentang pengertian sistem SKS, dan Mmenurut Permendiknas No.omor 22 Tahun
2005 2006, SKS adalah suatu satuan atau bobot yang diberikan terhadap isi suatu mata
pelajaran secara kuantitatif yang bukan hanya mencerminkan beban belajar peserta didik
tetapi juga beban tugas mengajar guru yang dinyatakan dalam satuan kredit yang
diselenggarakan dalam satuan waktu semester. Beban belajar satu SKS adalah beban belajar
satu mata pelajaran meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan
terstruktur dan satu jam kegiatan mandiri. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem
kredit semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Berdasarkan hal tersebut
maka penerapan syistem SKS memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
13
pilihan (MPP). Sedangkan untuk non penjurusan berisi kelompok mata pelajaran dasar
umum (MPDU), mata pelajaran pilihan (MPP).
f. Banyaknya jumlah kredit maupun mata pelajaran yang dapat diambil oleh peserta didik
dalam satu semester berjalan ditentukan berdasarkan prestasi akademik dari semester
sebelumnya (kecuali semester awal).
g. Untuk semester awal (Kelas VII semester 1), jumlah maksimum kredit yang diambil
peserta didik dapat ditentukan melalui lewat placement test atau berdasarkan nilai dari
sekolah sebelumnya.
h. Untuk kelas X semester 1, jumlah maksimum kredit yang diambil peserta didik dapat
ditentukan melalui placement test dan tes minat atau berdasarkan nilai dari sekolah
sebelumnya.
i. Beban belajar satu sks di SMP/MTs adalah 40 menit tatap muka, 40 menit penugasan
terstruktur, dan 40 menit kegiatan mandiri.
j. Beban belajar satu sks di SMA/MA adalah 45 menit tatap muka, 45 menit penugasan
terstruktur, dan 45 menit kegiatan mandiri.
14
h. Sekolah dapat memfasilitasi kemungkinan peserta didik pindah (transfer) kredit ke
sekolah lain yang sejenis yang menggunakan SKS ataupun sistem paket.
i. Sekolah dapat memfasilitasi kemungkinan perpindahan (transfer) dari program satu
ke program yang lain.
Penetapan beban belajar selam kurun waktu tiga tahun atau enam semester baik di
SMP/MTs maupun di SMA/MA dilakukan melalui 7. penyetaraan dengan beban belajar
sistem paket sesaui dengan ketetapan Permendiknas Nomor 22tahun 2006 tentang Standar
Isi.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi,tersebut ditetapkan sStruktur
kurikulum dalam satuan jam pelajaran berdasarkan sistem paket maupun sistem satuan kredit
semester. Beban belajar terdiri dari tatap muka (TM), tugas terstruktur (TT), dan kegiatan
mandiri (KM).
Beban belajar satu jam pelajaran dalam struktur program sistem paket tersebut dapat
disetarakan ke dalam beban belajar SKS baik di SMP/MTs maupun di SMA/MA, berikut:.
a. Beban Belajar 1 jam pelajaran di SMP:
Menurut sSistem PAKETPaket: TM + 50%(TT + KM) = 40 menit’ + 20 menit’ =
60 menit
Menurut Ssiystem SKS: TM + TT + KM = 40’ menit + 40 ’menit + 40” menit = 120
menit
15
18 jam pel = {18 x 45 + (0.6 x 45 x 18)} : 135 = 1296 : 135 = 9,6 = 10 sks
24 jam pel = {24 x 45 + (0.6 x 45 x 24)} : 135 = 1728 : 135 = 12,8 = 12 sks
36 jam pel = {36 x 45 + (0.6 x 45 x 36)} : 135 = 2592 : 135 = 19,2 = 20 sks
Sistem Paket:
Berdasarkan ketentuan di atas maka jumlah jam pelajaran berdasarkan sistem paket sesuai
dengan Standar Isi dapat disetarakan dengan jumlah sks seperti tertuang dalam Struktur
Kurikulum Tabel 1 hingga Tabel 5. Di SMP/MTs ada sejumlah 102 sks sedangkan di SMA
berjumlah 120 sks
BAB IIIIV
PENYELENGGARAAN SISTEM SATUAN KREDIT SEMESTER (SKS)
16
(TM), tugas terstruktur (TT), dan kegiatan mandiri (KM). Oleh karena itu peserta
didik didorong untuk belajar secara mandiri.
i. Sekolah wajib melaksanakan pengertian 1 sks dengan benar yang meliputi
kegiatan tatap muka (TM), tugas terstruktur (TT), dan kegiatan mandiri (KM). Oleh
karena itu, dalam pembuatan jadwal pelajaran harus mencakup secara keseluruhan
TM, TT, dan KM. Khusus untuk KM, w aktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh
peserta didik.
j. Penetapan TT dalam jadwal pelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
(1) dimasukkan diintegrasikan sekaligus pada dengan TM, misalnya untuk mata
pelajaran dengan beban belajar 2 sks di SMP akan dilaksanakan menjadi = 80 menit
TM + 80 menit TT = 160 menit; dan (2) dilaksanakan secara tersendiri setelah
semua kegiatan TM diselesaikan seluruhnya dalam satu hari,, misalnya TM secara
keseluruhan pada hari tertentu sebanyak 4 jam pelajaran dilanjutkan dengan TT
sebanyak 4 jam pelajaran.
k. Penilaian hasil belajar sistem SKS menggunakan acuan kriteria dengan kategori
(grade) A, A-, B+, B, B-, C+, C, dengan rincian skala nilai sebagai berikuttampak
pada Tabel 1:.
17
2. Peserta Didik
a. Peserta didik dapat memanfaatkan semester pendek untuk perbaikan nilai;
b. Peserta didik dapat mempercepat masa studinya dengan mengambil jumlah sks
yang lebih banyak pada semester penuh dan/atau mengambil sks pada semester
pendek;
c. Peserta didik dapat memilih mata pelajaran tersedia pada level tinggi (High
level =HL) atau level standar (Standar level = SL), dengan ketentuan materi HL
lebih mendalam dibandingkan dengan SL.
Tabel 12: Jumlah jam Sistem Paket dan Jumlah SKS di SMP/MTs
JUMLAH JUMLAH
NO MATA PELAJARAN
Jam sks
1 Pendidikan Agama 12 (36*) 6 (18*)
2 Pendidikan Kewarganegaraan 12 6
3 Bahasa Indonesia 24 12
124 Bahasa Inggris HL/SL 24 12
5 Matematika HL/SL 24 12
6 Ilmu Pengetahuan Alam 24 (12*) 12 (6*)
7 Ilmu Pengetahuan Sosial 24(12*) 12 (6*)
8 Seni Budaya** (pilih satu): 12 6
1.
18
2.
3.
4. Tari
69 Pendidikan Jasmani, Olahraga 12 6
dan Kesehatan
10 Keterampilan 12 6
11 Teknologi Informasi dan 12 6
Komunikasi (TIK)
12 Muatan Lokal (pilih satu) ***: 12 6
4.
5.
6.
7.
8.
6133 Pengembangan diri 12 6
Jumlah 204 102
Keterangan:
- (*) khusus untuk satuan pendidikan keagamaan
HL=High Level; SL=Standard Level. (**) jenis kesenian dapat dipilih salah satu
dengan jumlah sks = 6 sks
(***) contoh muatan lokal, daerah dapat menyesuaikan, dapat dipilih salah satu
dengan jumlah sks = 6 sks
Ada dua program pilihan di SMA, sekolah dapat memilih sesuai dengan kemampuan dan
cirikhas masing-masing.
19
yaitu:
1. Penjurusan (IPA, IPS, Bahasa, dan Keagamaan)
2. Non Penjururusan
Dengan adanya program pilihan ini sekolah dapat memilih sesuai dengan kemampuan
dan ciri khas masing-masing. Kerangka dasarStruktur kurikulum pada kedua program
tersebut terdiri dari mata- mata pelajaran dasar umum (MPDU), mata-mata pelajaran
wajib program (MPWP) dan mata-mata pelajaran pilihan (MPP), seperti tampak dalam
Tabel 3 berikut ini..
1. Penjurusan
a. Program IPA
20
Fotografi 6/12 3/6
Jurnalistik 6/12 3/6
Broadcasting 6/12 3/6
Sinematografi 6/12 3/6
Mengemudi 6/12 3/6
Desainer (rancangan busana) 6/12 3/6
Aeromodeling 6/12 3/6
Bina Vokalia 6/12 3/6
Peternakan 6/12 3/6
Muatan lokalKetrampilan
lainnya.........
Sub Jumlah 36 18
Total Jam 228 120
Keterangan:
*wajib untuk satuan pendidikan berciri khas keagamaan
**dapat terdiri dariatas: Atletik, Basket, Renang, Sepak bola, Bowling, Catur, Bulu
tangkis, Bridge, dseb sesuai dengan minat peserta didik dan kemampuan sekolah
21
2b. Program IPS
Tabel 43: Struktur Kurikulum SMA/MA Program IPS
Keterangan:
* wajib untuk satuan pendidikan berciri khas keagamaan
22
**dapat terdiri dariatas: Atletik, Basket, Renang, Sepak bola, Bowling, Catur,
Bulu tangkis, Bridge, dseb sesuai dengan minat peserta didik dan kemampuan
sekolah
23
3c. Program Bahasa
Tabel 45: Struktur Kurikulum SMA/MA Program Bahasa
Keterangan:
* wajib untuk satuan pendidikan berciri khas keagamaan
24
**dapat terdiri dari: Atletik, Basket, Renang, Sepak bola, Bowling, Catur, Bulu
tangkis, Bridge, dseb sesuai dengan minat peserta didik dan kemampuan
sekolah
25
Kelompok Mata Pelajaran Jumlah Jumlah
Jam SKS
MPDU Pedidikan Agama 12 6
Kewarganegaraan 12 6
Bahasa Indonesia (A/B) 18 9
Bahasa Inggris (A/B) 18 9
Matematika 12 6
Pendidikan Jasmani dan 6 3
Kesehatanjas (kebugaran)
Appresiasi Seni 6 3
IPA Terpadu 12 6
IPS Terpadul 12 6
Sub Jumlah 108 54
MPWP Agama 84 42
(contoh: Qur’an, Tafsir dan
Ilmu Tafsir, Hadits, Ushul
Fiqh, Tsawuf/Ilmu Kalam,
Aqidah/Akhlak, Sejarah
Kebudayaan Islam, Bahasa
Arab, Kajian Kitab Kuning,
dan sejenisnya)
Sub Jumlah 84 42
MPP Teknologi Informasi dan 6/12 3/6
Komunikasi (TIK)
Penjas** 6/12 3/6
Sains 6/12 3/6
Ilmu Sosial 6/12 3/6
Pendidikan Multi kultur 6/12 3/6
Seni musik 6/12 3/6
Seni tari (klasik dan modern) 6/12 3/6
Seni drama 6/12 3/6
Seni pahat 6/12 3/6
Bahasa Mandarin 6/12 3/6
Bahasa Arab 6/12 3/6
Bahasa Perancis 6/12 3/6
Bahasa Jepang 6/12 3/6
Fotografi 6/12 3/6
Jurnalistik 6/12 3/6
Broadcasting 6/12 3/6
Sinematografi 6/12 3/6
Mengemudi 6/12 3/6
Desainer (rancangan busana) 6/12 3/6
Aeromodeling 6/12 3/6
Bina Vokalia 6/6/12 3/6
Peternakan 6/12 3/6
Muatan lokalKetrampilan 6/12 3/6
lainnya....... 6/12 3/6
3/6
Sub Jumlah 36 18
Jumlah 240 120
Keterangan:
26
**dapat terdiri dari: Atletik, Basket, Renang, Sepak bola, Bowling, Catur, Bulu
tangkis, Bridge, dseb sesuai dengan minat peserta didik dan kemampuan
sekolah
1. Jumlah sks per semester diserahkan kepada manajemen sekolah namun bila
memungkinkan Pelaksanaan SKS tiap semester minimum 20 sks dan maksimum
30 sks
2. Untuk dapat lulus peserta didik minimal harus menyelesaikan 120 SKS
3.
27
2. Program Non Pengkhususanenjurusan
28
Sub Jumlah 84 42
Jumlah 240 120
Keterangan:
* wajib untuk satuan pendidikan berciri khas keagamaan
** dapat terdiri dari:atas Atletik, Basket, Renang, Sepak bola, Bowling, Catur, Bulu
tangkis, Bridge, dseb sesuai dengan minat peserta didik dan kemampuan
sekolah
1. MPDU wajib diambil oleh semua program studi.
2. MPP sebanyak 42 sks dapat dipilih 7 mata pelajaran. Sekolah dapat
menambah matapelajaran MPP sesuai dengan potensi dan peminatnya.
a. Seluruh MPDU wajib diambil oleh semua peserta didik
b. Peserta didik dapat memilih 7 mata pelajaran atau lebih yang
terdapat dalam kelompok MPP yang berjumlah 42 sks
c. Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dapat dikelompokan dalam
Bahasa A (bahasa ibu, bahasa yang paling dikuasai) dan Bahasa B (bahasa kedua
atau bahasa lain yang dikuasai). Contoh peserta didik Indonesia memilih A untuk
Bahasa Indonesia dan B untuk bahasa Inggris.
d. Teknik penyebaran sks per semester diserahkan kepada
manajemen sekolah bersdasarkan kemampuan peserta didik namun minimal 20 sks
e. Untuk dapat lulus peserta didik minimal harus menyelesaikan
minimal 120 sks.
3. Teknik penyebaran sks per semester diserahkan kepada manajemen
sekolah namun bila memungkinkan Pelaksanaan SKS tiap semester
minimum 20 SKS dan maksimum 30 SKS
4. Untuk dapat lulus minimal harus menyelesaikan 120 SKS
29
BAB V
PERANAN INSTITUSI BERKENAAN DENGAN
PENYELENGGARAAN SISTEM SATUAN KREDIT SEMESTER (SKS)
A. Pemerintah Pusat
30
c. membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penjaminan mutu
pelaksanaan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS); dan
d. melakukan pengawasan manajerial atas penyelenggaraan Sistem Satuan Kredit
Semester (SKS)
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan
kewenangannya:
a. melakukan pembinaan teknis profesi dan kompetensi guru dan tenaga kependidikan
dalam pelaksanaan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS);
b. mendukung upaya setiap penyelenggara Sekolah/Madrasah untuk mengembangkan
dan/atau memperkaya kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; dan
c. membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penjaminan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan Sekolah/Madrasah yang melaksanakan Sistem Satuan Kredit
Semester (SKS).
B. Pemerintah Provinsi
Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan hal-hal yang berlaku pada suatu provinsi tertentu
dalam penyelenggaraan Sekolah/Madrasah yang melaksanakan Sistem Satuan Kredit
Semester (SKS)antara lain sebagai berikut:
1. menyusun kebijakan operasional provinsi bagi Sekolah/Madrasah yang
melaksanakan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS) sesuai dengan kebijakan
nasional;
2. melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program
Sekolah/Madrasah yang melaksanakan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS) antar
kabupaten/kota;
3. memberikan dukungan informasi dan layanan mengenai pengaturan tentang
penyelenggaraan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS);
4. memfasilitasi terselenggaranya Ujian Nasional bagi Sekolah/Madrasah yang
melaksanakan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS);
5. melakukan pengawasan dalam rangka penjaminan mutu Sekolah/Madrasah yang
melaksanakan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS); dan
6. menyediakan layanan sistem informasi dan data Sekolah/Madrasah yang
melaksanakan Sistem Satuan Kredit Semester (SKS)di tingkat provinsi.
31
C. Pemerintah Kabupaten/Kota
32
7. memfasilitasi peserta didik untuk melaksanakan remedial dan perbaikan nilai pada
semester pendek;
8. dapat mengadaptasi dan/atau mengadopsi model-model pengembangan sistem SKS
yang disusun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan atau pihak lain yang
berwenang;
9. melaksanakan Ujian Nasional;
10. menyediakan layanan sistem informasi dan data di tingkat Sekolah/Madrasah
tentang pelaksanaan sistem SKS.
33
BAB VI
PENUTUP
Departemen Pendidikan Nasional bersama-sama dengan Dinas Pendidikan, baik provinsi maupun
kabupaten dan kota, akan memberikan layanan yang optimal terhadap semua pihak dalam
pelaksanaan sistem SKS di Sekolah/Madrasah yang mencakup kebijakan, perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, pemantauan, dan pengevaluasian.
34