UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJ-UT BENGKULU
POKJAR LEBONG
2019
IDIK4012/2KS/MODUL 1- 6 Kelompok 6
Dalam bangunan MBS, terdapat atap segitiga akuntabilitas yang merujuk kepada
Standar Nasional, Akreditasi Sekolah, dan Evaluasi Independen oleh lemabaga mandiri.
Akuntabilitas mencakup semua masalah yang dikerjakan oleh satuan pendidikan, baik yang
bersifat administratif, maupun teknis edukatif, terutama berkaitan dengan mutu pendidikan
(baik dalam pengertian prosesnya maupun hasilnya). Segitiga akuntabilitas berfungsi dalam
menangani, menjaga, dan memberi acuan berbagai ragam satuan pendidikan agar meskipun
memperoleh kebebasan dalam pengelolaan pendidikan tidak keluar dari koridor kebijakan
nasional, baik dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun standar-standar mutu
ayng diharapkan secara nasional. Di samping batasan-batasan (koridor, parameter) yang bersifat
nasional, ada juga parameter yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan.
Inti dari Pasal 35, yang berkaitan dengan standar nasional adalah berikut ini :
a. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berkala. Artinya, standar nasional itu pun
bersifat dinamis.
b. Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
pendidikan, sarana prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
Dari butir-butir pasal dan ayat yang mengatur tentang evaluasi, perlu diberikan
beberapa catatan berikut,
Pertama, Evaluasi yang dimaksud pada Atap Segitiga Akuntabilitas adalah evaluasi yang
berkaitan dengan pencapaian standar nasional, pengendalian nasional, serta akuntabilitas yang
berlingkup nasional, baik yang dilakukan oleh lembaga mandiri maupun pemerintah.
Kedua, ada evaluasi yang menjadi kewajiban dan hak pendidik, yaitu evaluasi hasil
belajar peserta didik.
Ketiga, ada evaluasi yang secara khas merupakan kewajiban dan hak pemerintah dan
pemerintah daerah, yaitu evaluasi terhadap pengelolaan satuan pendidikan.
Sudut segi tiga akuntabilitas lainnya pada sebelah kiri adalah Akreditasi Sekolah. Sebagai
bahan dari instrumen akuntabilitas, akreditasi bertujuan memberikan gambaran tentang kinerja
sekolah dan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam pelayanan pendidikan.
Sementara itu pasal 60, UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, merumuskan tentang
akreditasi sebagai berikut,
a. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada
jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan [Pasal
60, ayat (1)].
b. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah
dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik [Pasal
60, ayat (2)].
c. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka [Pasal 60, ayat (3)].
Pelaksanakan akreditasi sekolah dilakukan oleh Badan Akreditasi Provinsi dan Badan
Akreditasi Kabupaten/Kota. Namun demikian, kebijakan, kriteria, dan pedomannya ditentukan
oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional (BASNAS) yang berlaku secara nasional. Dengan
demikian, akreditasi merupakan jabaran dari kebijakan dan standar nasional. Sebelum RUU
Sisdiknas disahkan, Mendiknas telah mengeluarkan kepmendiknas No. 087/U/2002 tentang
Akreditasi sekolah yang berlaku untuk semua jenjang (TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB) baik
negeri maupun swasta.
Titik sudut yang lain pada atap segi tiga akuntabilitas adalah sertifikasi. Sertifikasi
merupakan proses untuk memperoleh pengakuan atas kemampuan kinerja atau hasil kerja
seseorang atau lembaga/institusi.
Pelaksanaan MBS yang berwawasan mutu (MBS) akan sulit diwujudkan, bahkan dalam
kondisi tertentu tidak dapat dilaksanakan, kalau Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
Sekolah (P-SPM-S) tidak dilaksanakan untuk mendukung sumber daya pendidikan (SDM) yang
memadai. Pemenuhan standar pelayanan minimal sesuai perundangan yang berlaku, menjadi
kewenangan dan tugas pemerintah Kabupaten/kota, kecuali Sekolah Luar Biasa penanganannya
oleh pemerintah provinsi.
Dalam kaitan ini kebijakan pemerintah kabupaten/kota menjadi pondasi yang kuat, yang
operasionalnya diwujudkan melalui APBD Kabupaten/kota yang bersangkutan. Aspirasi
masyarakat yang lebih luas (dalam lingkup wilayah kabupaten/kota) diharapkan tersalur melalui
Dewan Pendidikan. Sesuai dengan kepmendiknas Nomor 044/U/2002, Dewan Pendidikan
berperan menampung dan menyalurkan aspirasi tersebut, dengan fungsinya sebagai pendukung
(turut mencari solusi dan pemecahan masalah), penasihat (pemberi saran), pengawas (ikut
mengontrol), dan mediator (penghubung berbagai pihak untuk membantu pendidikan). Muara
dari dukungan ini adalah memperkuat posisi sekolah untuk mengembangkan diri.
Dalam praktik saling hubungan antar elemen tersebut sungguh pun merupakan
parameter, tetapi pelaksaannya elastis/fleksibel dan dinamis dan sangat ditentukan oleh
loyalitas serta kesungguhan berbagai pihak terkait terhadap pelaksanaan sistem yang berlaku
(garis putus-putus).