LP Sepsis
LP Sepsis
LP Sepsis
Disusun Oleh:
Saldilawaty, S. Kep
11194692210155
RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Program Studi Profesi Ners
Hj. Helmina., S.Kep., Ns., MM Paul Joae Brett Nito., S.Kep., Ns., M.Kep
Hj. Helmina., S.Kep., Ns., MM Paul Joae Brett Nito., S.Kep., Ns., M.Kep
Mengetahui,
NIK. 1166012016089
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS
3. Komposisi darah
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah, angka ini dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau
volume sel darah merah yang dipadatkan yang berkisar antara 40 sampai
47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk
medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula darah terdiri
dari (Tambayong, 2018)
a Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak
dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung
hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga
berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang
kekurangan eritrosit akan menderita penyakit anemia.
b Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
Trombosit bertanggungjawab dalam proses pembekuan darah.
c Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan
bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing
dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit
bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang
kelebihan leukosit akan menderita penyakit leukimia, sedangkan
orang yang kekurangan leukosit akan menderita penyakit
leukopenia.
B. Pengertian
Sepsis adalah peradangan ekstrem akibat infeksi yang berpotensi
mengancam nyawa. Sepsis terjadi ketika infeksi dalam tubuh memicu
infeksi lain di seluruh tubuh. Ini terjadi saat sistem imun bereaksi berlebihan
dengan melepas zat kimia ke dalam pembuluh darah untuk melawan
infeksi mikroorganisme penyebab penyakit (Rahayu., et al, 2020)
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus
dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan
penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali
tidak terpantau, tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal
dalam 24 sampai 48 jam. Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada
aliran darah pada bayi selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden
sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran
hidup (Rahayu., et al, 2020)
Sepsis adalah kondisi yang terjadi ketika infeksi dalam tubuh
memicu infeksi lain di seluruh tubuh Anda. Ini terjadi saat sistem imun
bereaksi berlebihan dengan melepas zat kimia ke dalam pembuluh darah
untuk melawan infeksi mikroorganisme penyebab penyakit. Sepsis adalah
komplikasi berbahaya akibat respons tubuh terhadap infeksi. Kondisi ini
dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis sehingga terjadi
kerusakan pada organ dan jaringan tubuh, bahkan bisa mengancam nyawa
penderitanya (Kurniyati, 2020)
C. Klasifikasi
Menurut (Widayati, 2021) berdasarkan waktu timbulnya dibagi menjadi 3 :
1. Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik
yang berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif
dan akhirnya syok.
2. Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi
klinis sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.
3. Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa
resiko infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.
D. Etiologi
sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif (-)
dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-
infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab lain dari
infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen
infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala
lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran
pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang
menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian
menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah.
(Widayati, 2021).
Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding
selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam
aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan
biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis
lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis. Organisme gram positif
yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus
dan pneumococcus. Organisme gram positif melepaskan eksotoksin yang
berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama
dengan endotoksin. (Widayati, 2021)
Menurut (Kurniyati, 2020), pada sepsis awitan dini faktor resiko
dikelompokkan menjadi:
1. Faktor Ibu:
a Persalinan dan kelahiran kurang bulan
b Ketuban pecah dini lebih dari 18-24 jam
c Korioamnionitis
d Demam intrapartum pada ibu (≥38,4oC)
e Infeksi saluran kencing pada ibu
f Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu yang rendah
2. Faktor Bayi:
a Asfiksia perinatal
b Berat badan lahir rendah
c Bayi kurang bulan
d Kelainan bawaan
D. Manifestasi Klinis
Menurut (Kurniyati, 2020) berikut manifestasi klinis sepsis :
1. Gejala awal sepsis
ditandai dengan dua atau lebih gangguan kesehatan, termasuk :
a Demam
b Berkeringat
c Hipotermia (suhu badan terlalu rendah)
d Denyut nadi terlalu cepat
e Frekuensi napas terlalu cepat
f Perubahan jumlah leukosit darah
2. Gejala sepsis parah
jika infeksi dialiran darah terus menerus dibiarkan, kerusakan organ
mungkin terjadi. Ini karena infeksi yang terjadi membuat organ kekurangan
suplai oksigen. Pada kondisi ini tingkat keparahan sepsis akan lebih serius
hingga membutuhkan penanganan medis. Gejala lain di antaranya :
a Bercak atau ruam merah
b Kulit berubah warna
c Produksi urine berkurang drastic
d Perubahan mendadak dalam status kejiwaan
e Berkurangnya jumlah trombosit
f Sulit bernapas
g Detak jantuing abnormal
h Sakit perut
i Ketidaksadaran
j Kelemahan ekstrem
E. Patofisiologi
Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek
antara mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada
sepsis, melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel
netrofil, sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan
fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis neonatorum.
Meskipun manifestasi klinisnya sama, proses molekular dan seluler untuk
menimbulkan respon sepsis neonatorum tergantung mikroorganisme
penyebabnya, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis neonatorum
sama dan tidak tergantung penyebab. Respon inflamasi terhadap bakteri gram
negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS), suatu endotoksin dari
dinding sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian mengaktifasi sel imun
non spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel fagosit mononuklear. LPS
terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi. Kompleks ini mengikat reseptor
CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi (Rahmat., et al, 2019)
Organisme gram positif, jamur dan virus memulai respon inflamasi dengan
pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen antigen sel. Sitokin
proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumor necrosis factor (TNF) α,
interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai
kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi
fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder
(nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin,
dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi berbagai tipe sel, memulai
kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel Imunoglobulin pertama yang
dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri intrauterin adalah Ig M dan Ig A. Ig
M dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan
meningkat saat terpapar infeksi selama kehamilan. Peningkatan kadar Ig M
merupakan indikasi adanya infeksi neonatus. Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi
neonatus yaitu saat bayi dalam kandungan / pranatal, saat persalinan/ intranatal,
atau setelah lahir/ pascanatal. Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen
dari ibu yang menderita penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit
seperti Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH),
ditransmisikan secara hematogen melewati plasental ke fetus (Rahmat., et al,
2019).
Infeksi transplasenta dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan. Infeksi
dapat menyebabkan aborsi spontan lahir mati, penyakit akut selama masa
neonatal atau infeksi persisten dengan sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat
saat intranatal atau pascanatal. Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari
bakteri karena adanya cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan
amnion, janin berisiko menderita infeksi melalui amnionitis. Neonatus terinfeksi
saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan amnion yang mengandung
lekosit maternal dan debris seluler mikroorganisme, yang berakibat pneumonia.
Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat
pula saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina
akan menjalar ke atas sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin
(infeksi transmisi vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses
persalinan dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of
neonatal sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama
setelah lahir. Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari
lingkungan sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan,
saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini
dikenal dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain
perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset dan
late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi. Walaupun
demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua bentuk sepsis
tersebut tidak banyak berbeda (Rahmat., et al, 2019).
Sepsis disebabkan oleh respons sistem kekebalan tubuh yang tidak
terkendali terhadap infeksi. Ketika terjadi infeksi, sistem kekebalan tubuh akan
melepaskan zat kimia ke aliran darah untuk melawan penyebab infeksi. Reaksi ini
akan menimbulkan peradangan di area yang mengalami infeksi. Perubahan
leukosit sangat umum terjadi pada sepsis dengan nilai leukosit 16.0 x 109/L, 5.0 x
109/L, serta terjadi pergeseran ke kiri dengan >10 neutrofil imatur , maka dari itu
sepsis bisa menimbulkan risiko Infeksi. Sepsis bisa terjadi pada sistem
pencernaan yang menimbulkan gejala Infeksi di area perut bisa menyebabkan
sakit perut, diare, perut kembung, dan nyeri tekan sehingga terjadi gangguan
gastrointestinal dan terjadinya defisit Nutrisi. Demam dan menggigil merupakan
gejala yang sering ditemukan pada kasus dengan sepsis. penderita sepsis akan
mengalami gejala demam diatas 38 derajat celcius, denyut jantung diatas 90
detakan per menit, laju pernapasan lebih dari 20 napas per menit, menurunnya
kesadaran, tensi darah turun, gagal ginjal hingga gagal hati karena komplikasi
yang berlebihan. Demam terjadi karena adanya proses peradangan pada seluruh
tubuh. Hal ini dapat terjadi, misalnya saat tubuh sedang melawan infeksi. Akibat
proses peradangan tersebut, senyawa kimia khusus akan dilepaskan dan dibawa
aliran darah menuju hipotalamus maka didapatkan diagnose hipertermia
(Kurniyati, 2020)
G. Pathway
Penyakit yang diderita oleh ibu
Masuk ke neonatus
Kuman di vagina dan servik Kuman dan virus dari ibu Infeksi nasokomial dari
luar rahim
Leukosit Risiko
SEPSIS
meningkat Infeksi
Pelepasan endotoksik
Hipotalamus
Peningkatan
meningkatkan set
respiratory rate
poin suhu
Pola Napas
Hipertermi
Tidak Efektif
Disfungsi Perfusi
Sistem
perifer Tidak
kardiovaskuler mikrosirkulasi
Efektif
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Kurniyati, 2020) pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Tes darah
Tes darah merupakan langkah pertama yang dibutuhkan. Hasil tes darah
dapat memberikan informasi seperti :
a Kondisi infeksi, masalah penyumbatan, fungsi hati atau ginjal
abnormal
b Kadar oksigen dan ketidakseimbangan eketrolit di dalam tubuh
serta keasaman darah
2. Tes pencitraan
Jika lokasi infeksi tidak diketahui dengan jelas, maka dilakukan tes
pencitraan seperti :
a X-ray untuk melihat paru-paru
b Computed Tomography (CT) Scan untuk melihat kemungkinan
infeksi di dalam usus buntu, pankreas atau area us usus
c Ultrasound untuk melihat infeksi di dalam kandung kemih atau
ovarium
d Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengetahui infeksi pada
jaringan lunak
3. Tes laboratorium
a Tes urine
Tes ini dilakukan jika menduga ada infeksi pada saluran urine.
Selain itu, tes ini juga dilakukan untuk mengecek apakah terdapat
bakteri di dalam urine
b Sekresi luka
Jika memiliki luka yang diduga dari infeksi, menguji sampel sekresi
luka dapat membantu menunjukkan jenis antibiotic apa yang paling
berhasil.
c Sekresi pernapasan
Jika mengalami batuk lendik (sputum) untuk menentukan jenis
kuman apa yang menyebabkan infeksi
I. Komplikasi
Menurut (Kurniyati, 2020) Komplikasi pada sepsis antara lain :
1. Meningitis
2. Hipoglikemia, asidosis metabolik
3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial
4. ikterus/kernicterus
5. Sepsis parah bisa mengakibatkan komplikasi. Komplikasi terberat
dari sepsis adalah kematian. Penggumpalan darah kecil dapat
terbentuk diseluruh tubuh. Gumpalan ini menghalangi aliran darah
dan oksigen ke organ vital dan bagian lain dari tubuh. Hal ini, dapat
mengakibatkan meningkatnya risiko kegagalan organ dan kematian
jaringan. (Kurniyati, 2020)
J. Penatalaksanaan Medis
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen
penatalaksanaan sepsis neonatal. Pemberian antibiotika empiris harus
memperhatikan pola kuman penyebab tersering ditemukan diklinik tadi.
Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman. Segera
setelah didapatkan hasil kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai
disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya (Soewondo,
2020).
Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan
antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan
mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan
kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap
kuman gram positif ataupun gram negative (Soewondo, 2020).
Tatalaksana Komplikasi (Soewondo, 2020) :
1. Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi
dengan pemberian oksigen atau kemudian dengan ventilator.
2. Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan,
mencegah syok dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg
(NaCl 0,9%, albumin dan darah). Catat pemasukan cairan dan
pengeluaran urin.
3. Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time
memanjang, tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan
FFP 10 ml/kg, vit K, suspensi trombosit, dan kemungkinan transfusi
tukar. Apabila terjadi neutropenia, diberikan transfusi neutrofil.
4. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri Fenobarbital (20mg/kg
loading dose) dan monitor timbulnya Syndrome Inappropriate Anti
Diuretic Hormon (SIADH), ditandai dengan ekskresi urin turun,
hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya berat jenis urin dan
osmolaritas.
5. Metabolik: monitor dan terapi hipoglikemia dan hiperglikemia.
Koreksi asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan. Pada
saat ini imunoterapi telah berkembang sangat pesat dengan
ditemukannya berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi
monoklonal untuk patogen spesifik penyebab sepsis neonatal.
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a Identitas
1). Identitas klien : nama, umur, nomer rekamedik, pekerjaan
agama, pendidikan, suku, alamat, tanggal masuk rs,
diagnose medis
2). Idetitas penanggung jawab : nama, umur, hubungan dengan
pasien, pendidikan, alamat
b Anamnesa
1). Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterine, demam,
ketuban pecah dini
2). Riwayat persalinan, penolong, lingkungan yg tidak higienis
3). Lahir asfiksia berat
4). Bayi premature / BBLR
5). Air ketuban keruh, atau bercampur mekoneum
6). Riwayat bayi lunglai, aktifitas kurang, rewel, muntah,
kembung, tidak sadar, kejang
c Keadaan umum
1). Suhu tubuh tidak stabil (sering hipotermia)
2). Letargi / lunglai, mengantuk / aktifitas berkurang
3). Malas minum sebelumnya minum baik
4). Rewel /iritabel
5). Kondisi memburuk dengan cepat
d Pemeriksaan fisik
1). Gastrointestinal : Kembung, muntah, diare, hepatomegali
2). Kulit : Sianosis, ptekhie, sklerema, perfusi berkurang
3). Kardiopulmonal : Takipneu, distres napas, merintih, retraksi,
takikardia, bradikardia, hipotensi
4). Neurologis : Iritabel, penurunan kesadaran, kejang, UUB
membonjol, kaku kuduk
2. Diagnosa Keperawatan
a Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas
b Perfusi perifer tidak efektif b/d Penurunan konsentrasi hemoglobin
c Hipertemi b/d proses penyakit, infeksi
d Defisit nutrisi b/d rasa makanan/minuman yang tidak enak
e Risiko infeksi
C. Kriteria hasil & intervensi keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Label: Manajeman Jalan Napas (L01011)
hambatan upaya napas keperawatan selama 1x8 jam Observasi :
diharapkan pola napas teratasi - Monitor pola napas (frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman,usaha napas)
- Monitor bunyi napas yambahan (mis, gurgling,
1. Dispnea yang awalnya meningkat mengi, wheezing, ronkhi kering)
(1) menjadi sedang (3). Terapeutik :
2. Penggunaan otot bantu nafas yang - Berikan oksigen, jika perlu
awalnya meningkat (1) menjadi Edukasi:
sedang (3) - Ajurkan asupan cairan 30 – 150 ml/hari, jika
3. Kedalaman napas yang awalnya tidak kontraindikasi
memburuk (1) menjadi sedang (3) Kolaborasi :
4. Frekuensi Napas yang awalnya - Kolaborasi pemberian bronkodilator,
memburuk (1) menjadi sedang (3) ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan Label: Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Penurunan konsentrasi keperawatan selama 1x8 jam perfusi Observasi
hemoglobin perifer dapat teratasi - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
Kriteria Hasil : frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Label : Perfusi Perifer tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
(L.02011) membran mukosa kering, volume urine
1. Warna kulit pucat cukup membaik menurun, hematokrit meningkat, haus dan
(4) menjadi membaik (5) lemah)
2. CRT dari cukup membaik (4) Terapeutik
menjadi membaik (5) - Berikan asupan cairan oral
3. Kelemahan dari sedang (3) Edukasi
menjadi cukup membaik (4) - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
4. Akral cukup membaik (4) menjadi - Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis.
membaik (5) cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian produk darah
3 Defisit Nutrisi b.d rasa Label: Status Nutrisi (L. 03030) Label: Manajemen Nutrisi (I. 03119)
makanan/minuman yang tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi:
enak keperawatan selama 1x8 jam maka - Identifikasi status nutrisi
tingkat nutrisi dapat membaik dengan - Monitor asupan makanan
kriteria hasil: - Monitor berat badan
1. Porsi makanan yang dihabiskan Terapeutik:
dari menurun menjadi cukup - Berikan ASI / PASI
menurun Edukasi:
2. Nyeri abdomen dari meningkat - Anjurkan tetap memberikan ASI
menjadi cukup meningkat Kolaborasi:
3. Nafsu makan dari memburuk - Kolaborasi dengan ahli gizi
menjadi cukup memburuk
4 Hipertermi b.d proses penyakit, Setelah dilakukan tindakan Label : Manajemen Hipertermia
infeksi keperawatan 1x30 menit nyeri demam Observasi
berkurang sampai hilang - Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi
Kriteria Hasil: terpapar lingkungan panas penggunaan
Label : Termoregulasi (L.14134) incubator)
1. Pucat, dari sedang (3) ke menurun - Monitor suhu tubuh
(5) Terapeutik
2. Tekanan darah, dari sedang (3) ke - Longgarkan atau lepaskan pakaian
membaik (5) - Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
3. Suhu tubuh, dari sedang (3) ke hipotermia atau kompres dingin pada dahi,
membaik (5) leher, dada, abdomen,aksila)
4. Takikardi, dari sedang (3) ke Edukasi
menurun (5) - Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
5 Risiko infeksi b.d Tingkat infeksi menurun (l. 14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Rahmat, W., Akune, K., & Sabir, M. (2019). Demam Tifoid dengan Komplikasi
Sepsis: Pengertian, Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan
Kasus. Jurnal Medical Profession (Medpro), 1(3), 220-225.
Rahayu, W., Arif, S., & Safir, L. (2020). Demam Tifoid dengan Komplikasi Sepsis:
Pengertian, Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan
Kasus. Jurnal Medical Profession (Medpro), 1(2), 220-225.
Soewondo ES. (2020). Kontribusi Proses Inflamasi dan Infeksi Pada Patogenesis
Sepsis dan Syok Septik Serta Penatalaksanaannya. Airlangga H. 86-98
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia