MENU
News › Edukasi
Kolom
Indy Hardono
Pemerhati pendidikan
Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support
Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN
Foundation.
.
M LATIEF/KOMPAS.com
Hampir semua program beasiswa bertujuan mencari calon pemimpin masa depan. Mereka adalah para pemuda yang
diharapkan akan duduk di kursi kemudi dan mengantarkan bangsa ini menuju bangsa yang berdaya saing dan
bermartabat di 100 tahun usia kemerdekaannya.
Jika dicermati, ungkapan tersebut sangat sarat makna. Memimpin adalah amanah
bukan hadiah. Memimpin adalah sacrificing, bukan demanding. Memimpin adalah
berkorban, bukan menuntut.
Hampir semua program beasiswa bertujuan mencari calon pemimpin masa depan.
Mereka adalah para pemuda yang diharapkan akan duduk di kursi kemudi dan
mengantarkan bangsa ini menuju bangsa yang berdaya saing dan bermartabat di
100 tahun usia kemerdekaannya.
Hal itu tentu tidak mudah. Mengukur nilai sebuah motivasi, dan jiwa kepemimpinan
tidaklah semudah mengukur kemampuan bahasa Inggris atau mengukur
kemampuan kognitif dan akademis. Bahkan "alat ukur" bernama motivation
statement dan wawancara sekalipun bisa meleset.
Siapa bisa menjamin kalau suatu motivation statement yang sangat artikulatif dan
membuat tim seleksi kepincut tiba-tiba berubah menjadi sejumlah pertanyaan dan
hitung-hitungan seputar hak yang diterima sebagai penerima beasiswa?
Zona nyaman
Memimpin adalah berkorban. Demikian pula untuk para pelajar yang bersiap
meneruskan studinya di luar negeri. Diperlukan pengorbanan utama, yakni kerelaan
meninggalkan zona nyamannya (comfort zone).
Bung Hatta tidak akan jadi tokoh besar jika hanya sibuk menghitung-hitung besar
uang saku yang diterima dari Yayasan Van Deventer yang memberinya beasiswa.
Hatta rajin menulis di beberapa surat kabar di Belanda pada saat studi di sana. Itu
ia lakukan bukan hanya untuk menyalurkan buah pikirnya, tapi juga untuk
tambahan uang saku.
Pun, Habibie tidak akan jadi tokoh besar kalau dia memutuskan untuk tidak
meninggalkan ibu yang sangat dicintainya. Padahal, kedekatan Habibie dengan
sang ibu sangat kuat, terutama sejak ayahnya wafat.
Mereka yang beragama Islam pun harus rela melepaskan nikmatnya sholat ied
bersama keluarga di hari raya dan digantikan dengan sahur sendirian selama
sebulan penuh. Lebaran pun jauh dari keluarga dan opor ayam yang nikmat dan
lezat.
Tidak, tidak ada pemimpin hebat yang lahir di zona nyaman. Tidak ada pencapaian
hebat yang lahir dari zona nyaman. Nothing great comes from a comfort zone!
"Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan
perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku".
Itulah petikan pidato pembelaan Bung Hatta dalam "Indonesia Vrij" pada 22 Maret
1928 di mahkamah pengadilan di Den Haag, Belanda. Di pengadilan inilah
diputuskan bahwa Kerajaan Belanda mengganti kata Hindia Belanda menjadi
Indonesia.
Nah, selamat berjuang di negeri dingin dan berangin para pelajar Indonesia.
Bawalah pulang sinar matahari!
Load More
BACK TO TOP
©2016 PT. Kompas Cyber Media