Anda di halaman 1dari 3

SMA VS SMK

Stop Fenomena Saling Bully

Indonesia adalah Negara besar yang berada pada posisi ke-4 populasi penduduk terpadat di
dunia setelah India, China dan Amerika. Dari segi kuantitas, Indonesia mampu bersaing, Namun
apa kabar kualitasnya? Masih menjadi PR besar pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM
(Sumber Daya Manusia) terutama generasi muda penerus estafet perjuangan Bangsa. Bagaimana
cara menilai kualitas pribadi seseorang? Disamping moral dan akhlaq yang selalu menjadi sorotan
hal lain yang tidak kalah urgen adalah sektor Pendidikan. Diakui ataupun tidak, pendidikan sangat
berperan penting pada kehidupan khususnya untuk mengembangkan kualitas diri seseorang, karena
tidak dapat dipungkiri, hampir disegala lini pendidikan sering kali menjadi prioritas yang
menentukan, contoh saja ketika melamar kerja hal pertama yang ditanyakan adalah “lulusan mana?”
karena background Pendidikan seseorang dapat dijadikan barometer penilaian kapasitas,
kapabilitas dan kredibilitas seseorang tersebut.
Namun mirisnya wajah Pendidikan Indonesia yang masih rendah membuat kita tersenyum
getir melihatnya, berdasarkan hasil analisis beberapa kajian ilmiah baik dari luar negeri seperti;
PISA (Program in International Assessmen), World’s Most Literate Nation, TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study), PIRLS (Program in International Literacy Study),
University 21 juga hasil dalam Negeri seperti; Ujian Nasional, INAP (Indonesian Assessmen
National Program) menunjukkan bahwa selama hampir 20 tahun kondisi pendidikan Indonesia
merupkan bagian dari pendidikan yang stagnan berada diposisi terbawah dunia. Suatu kondisi yang
sungguh memprihatinkan melihat betapa besar anggaran dana yang telah dikeluarkan bertujuan
untuk mencerdaskan generasi bangsa baik dalam bentuk APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara), APBD ( Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), Bantuan luar Negeri, CSR (Corporate
Social Responsibility) maupun dana masyarakat. bahkan upaya pemerintah dalam masalah tersebut
juga tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 “untuk menjamin setiap warga Negara
dalam mengakses pendidikan, maka pemerintah membuat program wajib belajar yang dalam
penyelenggaraanya dibiayai oleh Negara”. Namun yang yang menjadi tanda tanya besar, mengapa
masih banyak diluar sana anak-anak tunas muda bangsa yang putus sekolah karena kekurangan
biaya? Lantas kemanakah anggaran dana besar tersebut dikucurkan? Siapakah yang bisa
menjawabnya? Kita hanya bisa positif thinking dan husnudzon saja.
Lucunya, disaat banyak anak yang harus rela mengorbankan sekolahnya karena faktor
ekonomi keluarga dan lebih memilih bekerja membantu orang tua, generasi masa kini yang dielu-
elukan menjadi generasi emas, aset masa depan bangsa malah menyia-nyiakan masa sekolah
dengan hal yang tidak berguna seperti fenomena yang pernah kita alami ketika masih berseragam
putih abu-abu dan sayangnya hingga sekarang masih tetap lestari tapi anehnya malah dianggap
sebuah kewajaran.
Adalah fenomena saling bully antar sesame pelajar, bully sendiri memiliki makna
diskriminasi pada suatu objek tertentu, yang kerap terjadi dewasa ini adalah saling bully antar 2
instansi sekolah yang hakekatnya sama-sama memberikan pembelajaran dan bertujuan mendidik
anak bangsa namun hanya berbeda pada fokus pembelajarannya saja yakni SMA dan SMK.
Fenomena ini sebab didasari oleh rasa “merasa paling”, kubu SMA menyatakan sekolahnyal paling
pandai dengan alasan fokus pelajarannya lebih mendalam, dilain kubu SMK mengatakan
sekolahnyalah paling hebat karena didalamnya ada magang bekal untuk nanti ketika melamar kerja.
Dari sinilah lahir argumentasi nyeleneh yang pada akhirnya berujung pada tradisi salah kaprah yang
dianggap sebagai maklumat.
Seakan sudah menjadi sarapan telinga kita ketika dihidangkan dengan paradigma yang bisa
mempengaruhi mental dan psikis pelajar, salah satunya seperti ucapan berikut “Dasar anak SMK!
Sekolah Mau Kerja! Ngambil jurusan kok merawat ikan idih bau amis!!” begitulah kira-kira bunyi
kata-kata bully terhadap siswa SMK jurusan Agribisnis Perikinan. Perkataan tersebut memberikan
dampak negatif bagi si pendengar karena berangkat dari pengalamn dan observasi penulis ketika
masih duduk di bangku SMK sungguh pada waktu mendengar bully-an semacam itu si pendengar
akan merasakan berbagai perasaan aneh yang berkecamuk didalam hati dan pikiran, mulai dari
merasa minder dengan jurusan yang digeluti bahkan kemungkinan terburuk yang tidak bisa ditolelir
adalah akan menghilangkan minat belajar pada pelajar, padahal faktanya statement di atas tidak ada
benarnya sama sekali karena ia tidak tau menau terkait final target/visi dari jurusan tersebut.
Begitu pula kubu SMK perkataan yang acap kali kita dengar adalah “Jurusan kok ngitung
kecepatan buah apel jatuh dari pohon, gabut banget gak ada kerjaan banget yah?” dan begitu
seterusnya perdebatan tiada akhir bak lingkaran setan yang tidak ketemu ujung pangkalnya dengan
variasi quotes berbeda-beda yang saling menjatuhkan dan merendahkan yang semuanya itu kini
seakan menjadi kebiasaan sebagai bahan saling memperolok. Berawal dari saling bully, ejek, hina
kemudian salah satu kubu tidak ada yang mau mengalah, mengedepankan ego kubu masing-masing
lalu tersulutlah api permusuhan yang endingnya dapat kita tebak, bentrokan dan tawuran tidak dapat
terelakkan, seperti berita yang sering tayang dilayar televisi, semakin menghiasi fenomena wajah
Pendidikan Indonesia yang membuat kita menjadi semakin resah .
Maka perlu adanya change mindset and presepsion bagi para pelajar, agar para oknum
pembully dapat menghentikan aksinya. Dengan begitu, adanya perbedaan bukan menjadi alasan
untuk saling membully, dengan cara apa? Seharusnya pihak guru memberikan pemahaman dan
wawasan terkait pentingnya jurusan yang sedang di dalami oleh pelajar, bertujuan agar ketika
pelajar mendengar kata-kata bully-an yang tidak menguntungkan untuk dirinya, siswa tersebut tidak
mudah__bahasa yang ngetrend anak zaman sekarang “kena mental” atau dalam artian sudah
memiliki mental baja karena telah sering diberi asupan pemahaman dan wawasan tentang
pentingnya jurusan yang di dalami dan senantiasa memotivasi bahwa keindahan terkadang terdapat
pada perbedaan, dengan saling mengisi kekurangan dan melengkapi satu sama lain, para pelajar
bisa menjadi kader yang dapat diandalkan disetiap elemen kehidupan. Dengan ini pula pelajar
diharap bisa menata masa depannya menjadi lebih terarah karena “Pendidikan pada prinsipnya
adalah pemegang amanah ‘etika masa depan’ karena visi Pendidikan harus lahir dari kesadaran dan
tidak menunggu apapun dari masa depan, sebab kitalah harapan masa depan ini dan kita sendirilah
yang harus menyiapkannya”. ( Josoef, 2001:198)
Bukankah para pelajar juga berperan sebagai pemuda? yang dibangga-banggakan oleh
bapak proklamator bangsa Ir. Soekarno sebagaimana orasi yang senantiasa terngiang menjadi
sumbu pemantik tekad api dan jiwa semangat dalam diri para pemuda “berikan aku seratus orang
tua, niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya, tapi beri aku sepuluh pemuda maka akan ku
guncangkan dunia” selaras dengan sabda Rasulullah SAW. “tsubanul yaum rijalul ghod” yang
artinya pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Maka untuk mewujudkan ungkapan tersebut
diperlukan generasi unggul yang mampu bersaing disetiap sektor, oleh karena itu Pendidikan yang
berkualitas sangat berpengaruh untuk menunjang keberhasilan para pelajar muda.
Sebagai kesimpulan penulis ingin mengutip kalimat dari sosok yang didamba bisa merubah
wajah Pendidikan bangsa, Menteri Pendidikan dan kebudayaan (MENDIKBUD) yang mempunyai
panggilan akrab mas Nadiem Makarim, beliau menuturkan “kita memasuki era dimana gelar tidak
menjamin kompetensi, lulusan tidak menjamin kesiapan berkarya dan bekerja, akreditasi tidak
menjamin mutu serta masuk kelas tidak menjamin belajar” dari kutipan diatas mengisyaratkan
kepada kita bahwa entah itu SMA ataupun SMK tidak menjamin seseorang mempunyai kualitas diri
yang hebat, sejatinya semua sekolah sama, tinggal dikembalikan pada personal masing-masing,
apakah ia mau berproses meningkatkan kualitas diri atau tidak? Lantas, dari penjabaran diatas
masihkah kita mau sibuk ngebully? sedangkan teman kita tengah berproses agar menjadi pribadi
yang lebih baik? Ataukah kita mulai berbenah atas segala kekhilafan dan kenakalan dari masa emas
yang telah kita sia-siakan? Dan mulai menata dan menyiapkan masa depan yang lebih cerah dan
terarah? Sebuah kalam motivasi dari seorang Abdi Negara patut kita jadikan sebagai bahan
renungan yang penulis dapatkan dari seorang teman karib yang pada waktu itu sedang mengikuti tes
masuk militer “ketika kamu sedang bermalas-malasan, ketika kamu sedang tidur-tiduran, ingatlah!
Ribuan bahkan jutaan pesaingmu sedang berusaha keras untuk mengalahkanmu!” so, wahai para
pelajar muda generasi bangsa! Pilihan ada ditangan kalian!.

Anda mungkin juga menyukai