Anda di halaman 1dari 4

UTS Profesi Kependidikan

Bimbingan dan Konseling Reguler 2008

Oleh: Medianissa Helvianti Utami


http://mediautami.co.cc

Pertanyaan:
1. Menurut anda, dari wacana di atas, permasalahan pendidikan manakah yang
paling urgen untuk segera di pecahkan permasalahannya? Apa alasan anda?

2. Indonesia menduduki urutan kelima dari bawah dari 54 negara dalam tes PISA
(program penilaian siswa internasional) pada aspek literasi, numerasi, dan
sains, sebagai seorang calon pendidik, apa solusi yang selayaknya anda berikan
untuk meningkatkan skor tes siswa Indonesia di tingkat Internasional?

3. Datangnya tenaga terampil menengah dan tenaga ahli dari negara lain ke
Indonesia yang didatangkan oleh perusahaan multinasional yang beroperasi di
Indonesia atau beroperasinya lembaga pendidikan yang dikelola oleh pihak
asing merupakan satu permasalahan penddikan Indonesia dalam ekonomi
antarnegara dan antarregion di dunia. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana
masa depan profesi guru di Indonesia? Berikan analisis anda?

Jawaban:
1. Menurut saya, berdasarkan wacana mengenai Permasalahan Pendidikan
Nasional yang telah saya baca, permasalahan pendidikan di Indonesia bagai
lingkaran setan yang sulit untuk ditentukan masalah apa yang harus ‘diputus’
terlebih dahulu. Dalam wacana ini, terlihat bahwa inti permasalahan
pendidikan nasional adalah rendahnya mutu pendidikan yang ditandai dengan
gejala-gejala di bawah ini:

a. Sulitnya akses dalam pendidikan

b. Besarnya angka putus sekolah

c. Rendahnya mutu tenaga pendidik

d. Terbatasnya jumlah guru yang mengakibatkan mismatch

e. Disparitas distribusi guru

f. Menurunnya anggaran pendidikan

g. Materi kurikulum yang masih dominan terhadap aspek olah pikir

h. Lemahnya pendataan pada sistem pendidikan


UTS Profesi Kependidikan
Bimbingan dan Konseling Reguler 2008

Oleh: Medianissa Helvianti Utami


http://mediautami.co.cc

i. Tidak sedikit guru yang memfokuskan diri untuk mendapat tunjangan


sertifikasi

j. Rendahnya komitmen guru terhadap kewajiban mengajar

k. Pembangunan infrastruktur yang kurang merata

Gejala-gejala di atas saling berhubungan dan mengarah pada satu ‘sumber’


yang sama: ekonomi. Pendidikan, di mana pun itu, pada dasarnya merupakan
aktivitas antara peserta didik dan pendidik (guru) dengan tujuan meningkatkan
mutu kehidupan (baca: kerja). Bila peserta didik memiliki kesadaran mengenai
pentingnya pendidikan, mereka akan terus berupaya memenuhi kebutuhannya
akan pendidikan. Sayangnya, kondisi ekonomi Indonesia membuat tidak semua
orang dapat mengenyam pendidikan. Ada harga yang harus dibayar untuk
setiap satuan pendidikan. Bagi orang yang dianggap memiliki kondisi ekonomi
menengah ke atas, bukan hal sulit untuk mendapat pendidikan yang layak.
Namun bagi masyarakat yang masih dihantui oleh ‘penyakit turun temurun
Indonesia’ bernama kemiskinan, pendidikan gratis masih menjadi mimpi yang
sempurna. Memang sudah ada BOS bagi SD dan SMP. Tapi, akan jadi apa Anda
bila hanya berijazah SMP? Sementara para pengangguran berlabel S1 yang
mungkin memiliki skill yang lebih tinggi masih banyak bergelimpangan di jalan.
Apa yang Anda dapat dari tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK?

Selama ini pendidikan didominasi oleh olah pikir. Tapi olah pikir yang terjadi
pun belum maksimal, karena banyak tenaga pendidik yang berorientasi pada
program sertifikasi dan melupakan kewajiban utamanya sebagai tenaga
pendidik, mendidik. Masih pantaskah guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa,
bila sekarang guru mendidik hanya untuk sertifikasi? Guru memang masih
mengajar, tapi tidak mendidik para peserta didiknya. KBM dijadikan batu
loncatan agar mendapat penghidupan yang lebih baik. Guru pun terkesan
hanya mentransfer ilmu, tanpa peduli apakah para peserta didik sudah
memahami dan mampu mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat. Bila hal ini
UTS Profesi Kependidikan
Bimbingan dan Konseling Reguler 2008

Oleh: Medianissa Helvianti Utami


http://mediautami.co.cc

terus didiamkan, makin banyak guru di Indonesia yang ‘menghancurkan’ ke-


pahlawan tanpa tanda jasa-an.

Seharusnya guru menjadi sosok teladan bagi peserta didik. Guru semestinya
dapat secara ikhlas dan sabar dalam mendidik siswa. Karena ketika kita
melakukan sesuatu dengan ikhlas, hasilnya akan maksimal. Kita akan total
dalam mengerjakan hal tersebut. Bahkan dapat menimbulkan kesan seolah
tidak ada yang dapat menghalangi jalan kita dalam melakukan hal tersebut.
Kreativitas guru akan berjalan dengan sendirinya sehingga kurangnya fasilitas
tidak akan menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar. Bila guru
memang memiliki niat untuk mencerdaskan bangsa dan ikhlas untuk
menjalankannya, guru tidak akan berorientasi pada sertifikasi (baca:
tunjangan/remunerasi). Inilah akar utama yang harus dicabut dalam
permasalah pendidikan nasional.

2. Indonesia menempati urutan ke-50 dari 54 negara PISA pada aspek literasi,
numerasi, dan sains. Sebagai calon pendidik, saya akan mengembangkan
potensi peserta didik sesuai bakat dan minatnya. Dewasa ini, peserta didik
masih harus mempelajari semua hal secara merata. Tidak jarang peserta didik
dianggap bodoh hanya karena kurang pandai dalam satu bidang, tanpa
memedulikan kemampuannya di bidang lain. Saya percaya semua orang
memiliki kemampuan dalam bidangnya masing-masing. Peserta didik memang
harus mempunyai dasar dalam semua bidang, tapi saya akan tetap
memfokuskan mereka untuk mengasah kemampuan mereka dalam bidang yang
mereka anggap (dan terbukti) mampu mereka lakukan. Saya juga akan
memberikan reward dan punishment agar mereka terpacu untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, dapat juga dilakukan
comparative study antar-negara dan antar-region untuk mengetahui di mana
kelemahan Indonesia dan bagaimana cara mengubah kelemahan itu menjadi
kelebihan yang membuat Indonesia menempati peringkat yang lebih baik.
UTS Profesi Kependidikan
Bimbingan dan Konseling Reguler 2008

Oleh: Medianissa Helvianti Utami


http://mediautami.co.cc

3. Datangnya tenaga terampil menegah dan tenaga ahli dari negara lain ke
Indonesia atau beroperasinya lembaga pendidikan yang dikelola oleh pihak
asing di Indonesia akan sangat mempengaruhi profesi guru Indonesia sendiri.
Pihak asing memiliki standard kualifikasi yang cukup tinggi dalam pendidikan,
baik dalam proses pendidikan maupun tenaga pendidik. Hal ini menjadikan
tenaga pendidik asing memiliki kualitas yang tinggi. Bila dikonversikan dalam
nominal, it’s worthy. Mereka bisa mengaplikasikan kualitas kemampuan
mereka dalam kehidupan.

Guru di Indonesia pun sebenarnya dapat menjadi pendidik high quality, apabila
mereka mampu mengembangkan potensi yang mereka miliki dan memiliki
passion serta willingness yang tinggi dalam pendidikan. Pendidik Indonesia pun
harus mampu dan mau mengikuti perkembangan zaman agar tetap up to date,
sehingga dapat selalu ‘connect’ dengan tren peserta didik. Namun bila guru
masih bersikap monoton dan kaku, hanya bersikap sebagai guru baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, guru Indonesia akan tersisih oleh tenaga pendidik
asing yang friendly. Selain itu, peran pemerintah pun sangat dibutuhkan. Bila
pemerintah tidak mampu membatasi pembentukkan lembaga pendidikan yang
dikelola asing, maka akan terjadi ‘penjajahan’ di sektor pendidikan. Untuk
menumbuhkan minat guru, kadang diperlukan reward dari pemerintah.

Overall, bila ‘serangan’ asing tidak ‘disambut’ dengan persiapan yang matang
dan kuat, profesi pendidik akan didominasi oleh pihak asing dan lambat laun
profesi pendidik Indonesia akan menghilang.

Anda mungkin juga menyukai